I. Chapter 2 : Lotus Putih
Sore hari, Bai Lian Hua sedang membantu ibunya di dapur menyiapkan makan malam. Mereka bakal membuat sup kembang tahu dan irisan daun bawang bersama ayam jamur kecap dengan taburan biji wijen di atasnya. Menu makan malam hari ini sangat sederhana tapi Bai Lian Hua yang masih berumur enam belas tahun itu jelas tahu kalau ayam jamur kecap adalah kesukaan ayahnya.
Di kediaman Bai, ayahnya punya ruangan kamar sendiri tempat di mana segala macam perkakas lukisannya berada. Sedikit terpisah dari rumah tempat beristirahat. Ayah bilang, pekerjaan dan rumah tidak boleh di satu tempat yang sama. Kalau tidak mau kita terbebani terus, sebagai manusia, kita juga layak untuk menikmati hidup dan bersantai. Ayah memang selalu menganggap melukis adalah bersenang-senang, tapi yang namanya bersenang-senang juga sesekali merasakan tekanan. Melukis bukan seperti bermain kartu atau membaca buku. Butuh imajinasi dan ide untuk menuangkan sesuatu. Dan yang jelas, butuh istirahat supaya pikiran bisa segar.
Ayah selalu bilang, pikiran segar adalah awal untuk memulai hidup lebih baik.
"Bu, hari ini aku akan menemui Nenek Teratai lagi. Janji tidak pulang larut, deh."
Selagi merebus, Yao Yu Pan—ibu Bai Lianhua, menoleh dan menghela napas. Ia melihat kelakuan putrinya tidak seperti anak kecil biasanya. Meskipun Bai Lian Hua di sekolahkan di akademi kota istana bersama anak-anak pejabat yang lain, Bai Lian Hua tidak begitu menyukai buku-buku. Dia lebih tertarik melihat lukisan atau menonton ayahnya yang melukis di rumah. Tapi dia cukup tertarik pada kisah-kisah lama apalagi tentang Legenda Tiga Langit.
Legenda itu cukup terkenal di sekolahnya bahkan mereka mempelajari legenda tersebut. Guru-guru di akademi bilang kalau legenda itu yang membuat kekaisaran semakin kuat. Mereka bilang, pendekar itu seperti penyihir. Kesannya memang tidak logis seseorang bisa mengendalikan air dengan tangan kosong. Tapi legenda itu membuat imajinasi Bai Lian Hua tidak heran lagi karena di dalam cerita legenda itu, Negara Shancha dulu dipimpin oleh seorang kaisar yang meminta bantuan pada langit lalu diturunkanlah tiga dewa paling agung, Macan Salju, Rajawali Langit, dan Penyu Samudera. Tapi beberapa manusia yang mendapat kekuatan dari dewa-dewa itu ternyata malah berbuat semena-mena dan hendak membunuh kaisar untuk mengincar kekuatan negara. Untung saja para dewa membantu kaisar memulihkan kekuatan dan memberantas para pendekar itu—kembali memimpin Negara Shancha dengan tenang.
Bai Lianhua sudah hapal cerita legenda itu. Di akademik, banyak guru yang percaya kalau para pendekar sama liciknya seperti para bandit. Yang selalu menginginkan kekuasaan dan mencelakai kaisar.
Tapi yang namanya legenda, anak-anak seumuran Bai Lian Hua kadang hanya menganggapnya seperti sebuah cerita kuno yang bahkan nyaris tidak mungkin terjadi di masa sekarang.
"Lian Hua, kau bilang kalau Nenek Teratai butuh teman, tapi kenapa kau tidak ajak dia sesekali ke sini? Aku bahkan curiga kalau kau itu hanya berbohong padaku," ujar Yao Yu Pan.
"Bukankah aku sudah memberikan sapu tangan bersulam teratai sebagai tanda kalau nenek itu benar ada? Nenek Teratai yang membuatkannya khusus untukmu, Ibu. Supaya dia bisa bermain denganku setiap seminggu sekali. Kau sudah berjanji padaku dan membolehkannya. Lagipula, apa salahnya merawat nenek yang sudah tinggal sebatang kara..." jawab Bai Lian Hua sedikit cemberut.
Nenek Teratai adalah wanita tua yang tinggal di dekat rawa beberapa mil dari kediaman Bai. Sedikit keluar dari perbatasan kampung Shanyi, ada rawa besar di dekat gunung Zainan. Rawa itu terkenal karena banyak teratai putih yang hidup di sana. Di sekitar rawanya juga banyak hutan tipis dan padang rumput yang luas. Ibu Bai Lian Hua pernah mengunjungi rawa itu sekali, hanya sekedar memastikan kalau anaknya tidak berbohong. Dan memang benar ada nenek teratai itu.
Tapi hanya sekali, Yao Yupan mengunjunginya dan itu masih membuatnya ragu kalau anaknya tidak berbohong. Alhasil, ia menyuruh nenek teratai itu membawakan sesuatu untuk meyakinkannya lagi. Lalu nenek teratai itu menyerahkan sapu tangan dengan sulaman bunga teratai untuk Yao Yupan. Sebenarnya Yao Yupan sedikit kasihan, tapi kenapa anaknya begitu tertarik merawat orangtua ketimbang bermain dan melakukan hal lain yang mengasyikan? Bai Lianhua bilang, waktu itu dia bertemu Nenek Teratai terbaring di pinggir rawa dengan keadaan tubuh basah kuyup dan tidak sadar. Bai Lianhua anak yang baik, dia menarik wanita tua itu ke tanah susah payah dan menyelamatkannya.
Bagi seorang ibu, Yao Yupan cukup senang mendengar tindakan anaknya yang begitu baik. Tapi ia tetap tidak bisa memaksakan kehendak. Dia sudah terlalu lelah mengurus rumah, membantu membereskan peralatan lukis suaminya dan mengurus pesanan yang akan dilukis suaminya nanti. Begitu banyak pesanan yang datang tapi suaminya itu selalu lambat mengerjakan pesanannya. Ia bilang, kalau inspirasi tidak ada, tidak boleh dipaksa. Akhirnya Yao Yupan hanya mengandalkan permintaan maaf untuk orang-orang yang sudah memesan namun lukisannya tak kunjung dikirim.
"Baik, baik," gumam ibunya.
Keduanya menyiapkan makan malam dan sibuk di dapur. Setelah makan malam siap, langit sudah berubah gelap. Sekitar kediaman juga sudah terasa hening. Tepat bersamaan dengan hidangan penuh di atas meja, seseorang berjalan masuk di depan gerbang. Bai Lianhua tersenyum riang melihat ayahnya pulang. Tapi keningnya kembali mengernyit waktu melihat seorang wanita yang sangat cantik mengikuti di belakangnya.
"Ibu, siapa wanita itu?" tanya Bai Lianhua tak melepaskan pandangan dari luar jendela. Ibunya mendekat dan terdiam. Ayahnya masuk dan menyapa Bai Lianhua dengan senyum riang.
"Ayah pulang!" seru ayahnya. Bai Lianhua menyerbu dan memeluk ayahnya. Di sebelahnya, wanita cantik itu berdiri dan memasuki rumah seraya tersenyum manis.
"Ayah, siapa wanita cantik ini?"
Bai Junhui tersadar. Ia menatap istrinya yang berjalan mendekat dan menunjuk wanita itu sambil memperkenalkan. "Yupan, hari ini aku kedatangan tamu untuk dilukis. Ia Gao Renwei. Datang dari istana kota Li Ming dan ingin dilukis olehku."
Yupan sedikit terkejut, tapi ia langsung buru-buru membungkuk memberi hormat. Siapapun yang datang dari istana kota Li Ming adalah orang yang penting. Kalau bukan pejabat, mereka anak pejabat. Atau saudara pejabat. Pokoknya kerabat pejabat, pengurus istana atau menteri. Mendengar itu, tentu Yupan merasa gembira. Ia tidak segan mempersilakan Gao Renwei makan malam.
Melihat kedua orangtuanya begitu antusias terhadap wanita cantik itu, Bai Lianhua yang tadinya sedikit canggung itupun akhirnya mencoba menerima. Walaupun ia sibuk memikirkan nenek teratai karena malam ini ia punya rencana rahasia bersama. Tapi di rumah ia malah kedatangan tamu cantik dan mencurigakan seperti Nona Gao Renwei ini. Meskipun ayahnya sering membawa tamu untuk dilukis, dan kebanyakan dari mereka wanita cantik juga, tapi melihat Gao Renwei yang kecantikannya sudah seperti dewi, Bai Lianhua sedikit ragu. Kenapa dia datang ke sini jauh-jauh hanya untuk dilukis ayahnya? Memang tidak ada pelukis istana yang lebih terhormat?
Meski Bai Lianhua masih kecil, tapi pengetahuan tentang istana lumayan besar. Di akademi, selain belajar tatakrama, mereka juga belajar tentang kehidupan di istana. Akademi selalu memperlihatkan wujud istana yang penuh hormat dan bijaksana. Membuat masa kecil Bai Lianhua menjadikan istana sebagai tempat paling agung di mana kaisar memimpin negara ini.
Bai Junhui, Yao Yupan, Gao Renwei dan Bai Lianhua pun menghabiskan makan malam berempat di meja bundar kayu di ruang depan itu. Bai Junhui sesekali menceritakan tentang dua lukisan yang langsung laku di toko hari ini. Lalu sesekali Gao Renwei menimpali tentang bagaimana terkenalnya Bai Junhui di sekitar istana hingga pelukis resmi keluarga kekaisaran saja banyak belajar dari lukisan Bai Junhui.
Mendengar itu, tentu saja Bai Lianhua sedikit senang. Ia juga setuju kalau ayahnya adalah pelukis hebat.
"..mereka bilang, jika Tuan Bai ingin punya toko lukis di sekitar kota istana Li Ming, mereka akan membantu membiayai. Dan semua hasil karya Tuan Bai akan dipromosikan langsung ke kaisar. Tapi, itu hanya berlaku jika Tuan Bai ingin pergi," kata Gao Renwei sambil tersenyum.
Yao Yupan jelas senang. "Itu bagus! Kau bisa memulai karir yang lebih gemilang jika masuk kekaisaran istana, bukan?"
"Tentu. Tapi, apa kau setuju jika pindah ke sana?" tanya Bai Junhui.
Tanpa menanyakan lagi, Yao Yupan mengangguk-angguk cepat. "Tentu saja. Kenapa harus bertanya?"
"Lalu bagaimana dengan tokoku di pasar nanti jika aku pindah?"
"Kita bisa menyewanya supaya nanti kita dapat uang setiap bulan dan tempat itu. Selagi kita pindah—"
Gao Renwei menyela, "itu rencana bagus. Tuan Bai, bisakah kita mulai melukisnya sekarang?"
Bai Junhui mengangguk cepat. Ia tersenyum lebar lalu bangkit untuk pergi ke ruang kerjanya di luar. Gao Renwei mengucapkan terima kasih atas makan malam yang enak, tapi Yao Yupan sedang tidak konsentrasi karena sekarang ia membayangkan mereka akan pindah ke kota istana Li Ming dan memulai kehidupan baru. Kalau begitu, bukankah sekarang ia harus memikirkan Bai Lianhua yang akan pindah sekolah juga?
"Ibu," panggil Bai Lianhua memutuskan bayangan Yai Yupan.
"Ya?"
"Aku akan pergi sekarang. Dua jam lagi aku pulang."
Yao Yupan hanya mengangguk. Menyuapkan nasi ke mulut sambil terus membayangkan kehidupan baru itu sementara Bai Lianhua hanya tertegun sedikit menyaksikan kegembiraan terpancar dari wajah ibunya. Padahal, meskipun ayahnya merencanakan itu, Bai Lianhua tidak berencana menyetujuinya juga. Ia tidak bisa pindah terlalu jauh dari Nenek Teratai.
***
haloo, update nih. jangan lupa votes, dan tambahin ke perpustakaan ya, biar nggak ketinggalan update. kritik dan saran, sangat diterima ^^ terima kasiih <3
p.s umur Bai Lianhua sebelumnya 10 tahun, per tanggal 19 juni, aku revisi jadi umur 16 tahun ya gais. ^^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro