I. Chapter 1 : Kisah Pelukis Tampan
HALOO~
Selamat datang di cerita baru! Cerita ini mengusung tema pendekar, petualangan, kekaisaran, fantasy dan kolosal. Akan jauh berbeda dari cerita-ceritaku sebelumnya. Aku juga nggak tahu kenapa tiba-tiba mau bikin cerita dengan tema yang sangat berbeda dari sebelumnya. Tapi aku menulis apa yang aku ingin tulis. Jadi, aku hanya berharap kalian bisa suka dan terhibur...
Yuk, buat kamu yang suka cerita kolosal china dengan tema pendekar dan penuh aksi, siapa tau ini jadi bacaan fav kamu! Jangan sungkan juga buat komen apalagi votes. Cerita ini akan aku publish setiap hari, jadi jangan lupa masukin library biar nggak ketinggalan update-nya ya!
Nah, sekarang, mari di scroll untuk bab pertamanya^^ semoga terhibur~
.
.
.
.
BAGIAN 1: WANITA LOTUS
Deretan toko di pasar Huang siang itu sangat ramai orang-orang. Terutama di toko Bai Jun Hui, tempat di mana seorang pria tampan selalu melakukan aksi melukis secara langsung. Bai Jun Hui, pria yang dijuluki tangan ajaib karena selalu bisa melukiskan sesuatu semirip aslinya kedatangan seorang wanita muda seumuran istrinya. Waktu itu, Bai Jun Hui selalu menganggap melukis adalah bersenang-senang. Dia punya banyak pelanggan dan penggemar yang mencintai karyanya. Bahkan istri dan anaknya juga mengagungkan posisinya sebagai pelukis terkenal di kampung Shanyi.
Hari itu, ketika Bai Jun Hui sedang melukis seekor angsa di dekat danau, orang-orang banyak menonton. Dengan apik, Bai Junhui menggerakkan tangan dan jarinya seelok kuas yang menyeka cat beragam warna ke dalam kanvas kertas. Beberapa orang yang menonton bahkan tidak peduli berapa banyak waktu yang digunakan untuk melukis angsa yang berenang di atas danau, mereka tetap menyaksikan dengan apik seni melahirkan karya itu secara langsung.
Tiba-tiba, seseorang memanggil Bai Junhui dari antara keramaian di belakangnya.
"Tuan Bai!"
Bai Junhui duduk di kursi, dan menoleh. Serempak, semua orang juga menoleh, melihat seorang wanita muda cantik, putih berbalut pakaian serba merah muda dan putih berjalan membelah keramaian orang-orang. Secara tidak sadar, para penonton lukisan Bai Junhui bergerak menyingkir, memberi jalan ke wanita yang berjalan bak dewi itu. Rambutnya digerai dan ia mengenakan pin rambut dengan pernak-pernik bunga yang sangat cantik. Hati Bai Junhui selama ini bergetar hanya pada setiap hasil karyanya, tapi kini, ketika ia melihat wanita cantik itu berjalan nyaris terbang di bawah kakinya yang ringan dan mungil, Bai Junhui nyaris tidak bisa menggerakkan kuasnya lagi.
Semua orang bangkit dan mereka memandangi kecantikan wanita itu melebihi lukisan angsa tadi.
"Anda mencari saya?" tanya Bai Junhui meletakkan cawan cat dan kuas ke tanah. Ia menatap wanita itu dari atas rambut sampai ujung kaki. Dari cara berpakaiannya, Bai Junhui bisa melihat kalau wanita itu seperti dari kalangan menengah atas. Seperti anak pejabat dan semacamnya. Senyumnya sangat anggun dan suaranya selembut satin. Matanya memancar bagai bunga musim semi yang sulit dilepaskan. Samar-samar aroma lembut dari tubuh wanita itu mengenai penciuman Bai Junhui.
Detik itu, Bai Junhui tahu kalau ia selalu bertekuk lutut pada suatu keindahan. Salah satunya kecantikan. Itu sebabnya dia memiliki darah untuk menyimpan semua keindahan itu dalam bentuk abadi seperti sebuah lukisan.
"Maafkan aku yang terkesan tidak sopan dan menyela proses melukismu. Tapi Tuan Bai, perkenalkan, aku Gao Ren Wei. Tinggal di kota istana Li Ming jauh-jauh kemari hanya untuk bertemu denganmu."
Terdengar orang-orang mendesah kagum. Mereka jarang kedatangan seorang anak pejabat dari kota istana Li Ming langsung. Bagi warga kampung Shanyi, kota istana Li Ming adalah tempat mewah di mana hanya para pejabat dan menteri boleh menginjak kota itu. Para pengusaha dan toko-toko di sana juga sangat mewah. Mereka menjual beragam macam cidera mata dan kain-kain yang diimpor langsung dari Kota En Shu. Bahkan penjual makanannya juga mahal-mahal. Segala hal tentang kota istana Li Ming adalah sesuatu yang mewah. Termasuk kedatangan Gao Renwei ini.
"Nona Gao tidak perlu meminta maaf, aku yang merasa terhormat dengan kedatanganmu."
Gao Ren Wei tersenyum manis. Membuat hati semua orang yang melihatnya menderu syahdu.
"Aku bukan seseorang yang terhormat. Bukan juga seorang pejabat. Kau tidak perlu merasa hormat begitu. Panggil aku Ren Wei," kata wanita itu ramah.
Bai Junhui tentu tidak berani. Ia hanya membungkuk pelan dan dengan anggun tersenyum. Ia menyingkap lengan bajunya dan mempersilahkan Ren Wei duduk di kursi kosong di sebelah kanvas yang sudah penuh oleh cat.
"Kalau begitu, tolong duduk sebentar dan biar aku membereskan semua peralatan lukisku. Kita bisa bicara di kediamanku."
Dengan kekecewaan, semua penonton yang tadinya berpikir bisa menyaksikan kecantikan Gao Ren Wei seketika luput dan mendesah sebal. Mereka hanya bergumam kecil dan satu per satu dari mereka pergi. Bai Junhui hanya berseru dan menyuruh mereka datang lagi ke toko jika mau menonton proses melukis. Bai Junhui selalu ramah dan tidak pernah keberatan jika ada orang yang ingin dilukisnya. Dan ia memiliki firasat kalau gadis cantik ini juga ingin melakukan hal yang sama.
Sambil membereskan peralatan lukis, Bai Junhui dengan tenang dan cekatan memasukkan kuas dan sisa cat ke dalam keranjang. Di belakangnya, Gao Renwei menyahut pelan, "apa kau tidak penasaran kenapa aku datang dan ingin bertemu denganmu?"
Bai Junhui menoleh dan tersenyum, "sebagai pelukis, aku sadar kalau karyaku banyak dikenal di sekitar kampung Shanyi, dan mungkin para pejabat yang tinggal di istana. Aku sering menerima pesanan untuk melukis beberapa hal dari mereka dan aku tidak heran jika kau kemari. Apa kau juga ingin kulukis dan mengabadikan kecantikanmu?"
Bagi Bai Junhui, kecantikan bukan sesuatu yang asing. Dia malah menganggap kecantikan adalah napas yang perlu ia hirup terus-terusan supaya dia bisa hidup. Supaya dia bisa melukis.
Gao Renwei bukan orang yang bertele-tele. Dia mengangguk tipis. "Benar. Aku ingin kau lukis. Dan aku ingin mengenalmu lebih dekat."
Kata-kata itu menyangkut dalam telinga Bai Junhui dan ia terkejut.
Gao Renwei bangkit dari kursinya dan berjalan mendekat ke belakang Bai Junhui. "Orang-orang bilang kalau kau sudah punya istri dan anak. Tapi aku tidak peduli. Jika kau ingin menikah lagi dan menjadikanku istri kedua, itu bisa kuterima."
Seketika Bai Junhui berbalik dan melangkah mundur satu langkah. Dia membungkuk, "aku tidak berani, Nona Gao. Kau anak pejabat yang sangat terhormat. Sementara aku—"
Renwei meraih tangan Bai Junhui dan menyentuhnya beberapa detik. Bai Junhui tergagap, ia menatap Renwei yang tersenyum.
"Bagiku, ketika melihat lukisanmu dan menyaksikan betapa hidupnya garis lekuk dari sebuah guratan kuas, aku merasa kau ikut tergambar dalam hatiku. Sosok yang begitu kukagumi, membuatku tidak bisa tidur setiap malam. Mungkin kau tidak tahu, tapi kau sangat terkenal di sekitar istana Li Ming. Para pejabat sering memuji hasil kerja kerasmu dan mereka ingin membiayaimu pindah ke kota istana jika kau bersedia menikah denganku."
Kata-kata itu hampir menyanggah Bai Junhui yang terkejut. Ia memang sudah punya istri dan anak. Tapi ia tidak bisa menerima pernikahan lagi. Dia harus setia pada istrinya walaupun pernikahannya sendiri dengan istrinya adalah dijodohkan, tapi Bai Junhui ingin dihormati dan menghargai para kakek nenek yang sudah menjodohkan mereka.
Karena kebingungan itu, Bai Junhui tidak bisa berkata-kata dan ia hanya termenung. Merasakan telapak tangan Renwei yang begitu lembut. Sentuhannya hangat sekaligus hidup. Rasanya seperti ketika Bai Junhui sedang memegang kuas, menjatuhkan seluruh imajinasinya dan menyerahkan segala kekuatan magis yang dia miliki untuk menuangkan semua keindahan ke dalam kanvas.
"Nona Gao—"
"Renwei," sela wanita itu lembut dan apik. Membuat jantung Bai Junhui bergetar. Jika Bai Junhui ingin menyembunyikan perasaannya juga semesta pasti tahu kalau seluruh raganya terkunci oleh pesona yang diturunkan Renwei. Sesuatu yang tidak ia rasakan ketika menikah dengan istrinya—adalah jatuh cinta.
Bai Junhui merasa ia telak di depan Renwei yang menatapnya penuh binar dan cinta. Memanggil hati Bai Junhui untuk segera keluar dan menyambutnya.
"Renwei," panggil Bai Junhui dengan nada sedikit gemetar. Tangan Renwei masih memegangnya, Bai Junhui menyentuh tangan itu, lalu perlahan melepaskannya dari genggaman.
"Mari kita bicarakan ini sambil melukismu, bagaimana?"
Dengan senyum manis, Renwei pun mengangguk. "Baik."
***
terima kasih jika sudah membaca sampai sini^^ jangan lupa untuk votes dan simpan ke library supaya nggak ketinggalan update ya :)
n.b: iya aku sempet unpub ini krn ada revisi. ini udah versi final (harusnya, semoga gaada perubahan dan plot hole lagi hiks🥹🙏🏻) tapi masih harus nulis setiap hari biar update setiap hari juga💪🏻
insta: nicemcqueen
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro