Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

MUDA DAN MENGGODA (5)

This work belong to kak BelladonnaTossici9 BelladonnaTossici9 jangan lupa tinggalkan jejek. Happy reading!!

🔥🔥🔥

INDIRA'S POV

Aku terbangun dengan rasa pusing yang begitu parah. Kepala rasanya seperti dihantam palu, berputar-putar, dan setiap detik terasa seperti siksaan. Mataku terbuka perlahan, namun pandanganku masih kabur. Aroma wiski yang menusuk menyentuh hidungku, mengingatkanku pada malam yang entah bagaimana berakhir. Aku bisa merasakan tubuhku yang lemas, seperti baru saja melewati semalam yang penuh dengan keputusasaan.

Tapi kemudian aku terkejut, tubuhku terasa begitu ringan dan tanpa busana. Aku merasakan sentuhan lembut dari handuk hangat yang mengelilingi tubuhku. Aku bingung, mencoba mengingat apa yang terjadi semalam, tetapi hanya ada kabut yang tak bisa kupecahkan. Tiba-tiba aku ingat—Orion.

Orion.

"Selamat pagi," sapa Orion. "Sudah bersih. Maaf, semalam aku mainnya agak berantakan. Jadi kamu sedikit kotor. Lain kali aku akan lebih hati-hati."

Lain kali? Apa maksudnya? Kepalaku masih pening. Aku menatap ke sekeliling ruangan, mataku masih kabur. Semalam, ada sesuatu yang tidak biasa. Sesuatu yang tidak ingin aku ingat, tapi entah kenapa tak bisa kulupakan. Sayang aku malah bertatapan langsung dengan sorotan matanya yang tajam, dan tubuhku yang bergetar saat kami… Ya Tuhan, kami telah…

Aku ingin melupakan semuanya, tetapi ingatan itu datang dengan tajam, mengiris hati. Aku merasa malu. Malu pada diriku sendiri, pada Zuben, dan yang paling menyakitkan—malu pada anakku.

Alarm berbunyi keras, mengingatkanku bahwa pagi sudah datang. Sudah pukul lima pagi. Aku memaksakan diri untuk bangun, berusaha mengesampingkan rasa pusing dan tubuh yang terasa lemah. Aku harus membuat sarapan untuk Andromeda.

Aku melangkah sempoyongan hendak menuju dapur, tapi tiba-tiba dunia terasa berputar dan aku hampir jatuh. Aku terhenti ketika merasakan tangan yang kuat melingkar di pinggangku. Aku menoleh, dan aku menemukan diriku terhadang wajah Orion. Matanya penuh dengan kehangatan, meskipun ada ekspresi yang sulit kubaca.

“Hati-hati,” bisiknya pelan, dengan nada yang begitu lembut.

Aku terdiam, menatapnya dalam-dalam. Rasanya ada sesuatu yang aneh dalam diriku—sesuatu yang tidak bisa kubaca, tidak bisa kucari. Ada sebuah perasaan yang aneh, yang mungkin hanya aku yang merasakannya, atau mungkin ini hanya perasaan salah paham. Tapi aku tahu satu hal, aku merasa terikat padanya lebih dari yang seharusnya.

Aku berusaha mengalihkan perhatian dengan berbicara, berusaha mengatur napasku yang masih terasa cepat. “Orion, apa yang kita lakukan semalam adalah kesalahan,” kataku tegas, meskipun hatiku berdebar. Aku berharap bisa memadamkan api yang mulai membakar.

Orion tersenyum pahit, menyadari bahwa aku tidak bisa menghadapinya.

"Indira," katanya, suaranya lembut namun penuh pengertian. "Kamu hanya khilaf. Sudah lama Zuben nggak di rumah. Aku tahu betul bagaimana rasanya…"

Aku terdiam, merasa darahku mendidih mendengarnya. “Jangan ungkit itu lagi, Orion!” Aku mendorong dada Orion dengan keras. “Jaga jarak denganku! Kita nggak akan pernah membahas ini lagi!”

Orion mengangkat tangan, tampak pasrah, lalu perlahan dia mundur. “Aku mengerti,” jawabnya pelan.

Aku merasa sedikit lega, tapi tetap ada perasaan bersalah yang menggelayuti hatiku. Dengan tergesa-gesa, aku menuju ruang makan, berusaha untuk tidak melihat wajah Orion yang kini mengikuti dari belakang.

Namun, ketika aku sampai di meja makan, aku terkejut. Di sana sudah ada tiga piring burger, berjejer rapi. Aku menatap Orion yang berdiri di dekat pintu dengan ekspresi yang sulit kuartikan.

“Untuk Andromeda,” ujar Orion, lalu berjalan ke kamar anakku. “Tadi malam dia bilang bosan makan nasi goreng. Jadi aku buatkan burger.”

Aku terdiam. Andromeda memang sangat suka burger. Tapi kenapa Orion begitu perhatian?

Aku tidak sempat bertanya lagi, karena Andromeda sudah keluar dari kamarnya dengan wajah ceria. Dia berlari ke meja makan dan memeluk Orion dengan gembira. “Yey! Burger! Terima kasih, Om Orion!”

Aku hanya bisa tersenyum kecut, namun hatiku terasa teriris. Anak ini tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia hanya melihat dunia dari mata polosnya, tanpa beban.

"Ayo kita makan, habis itu mandi. Om akan mandiin kamu ya!"

Kami bertiga duduk mengelilingi meja makan. Orion tampak santai seakan yang kami lakukan semalam bukan masalah besar. Andromeda tampak kegirangan mendapatkan menu sarapan selain nasi goreng. Di sini, cuma aku yang gugup setengah mati.

Aku menggigit roti burger. Kalau saja perasaanku tidak kacau, rasanya burger ini sangat bisa dinikmati. Entah Orion belajar cara membuat burger di mana, tapi ini enak sekali bahkan layak dijual.

Andromeda melihat ke arahku dengan mata berbinar. “Mama, nanti malam main kuda-kudaan lagi, dong sama Om Orion!” katanya dengan riang.

Aku hampir tersedak mendengar kata-katanya. "Apa?" aku bertanya, tidak percaya.

Andromeda kembali tersenyum lebar. “Semalam Mama dan Om Orion main kuda-kudaan, kan? Aku lihat Mama nggak pakai baju, terus Om Orion pegang pantat Mama dari belakang. Kata Om Orion, begitu cara orang dewasa main kuda-kudaan."

Aku terdiam. Tubuhku membeku seketika, tak tahu harus berkata apa. Aku memandang Orion yang kini berdiri di dekat pintu, terlihat bingung. Aku bisa merasakan tatapan tajam dari matanya, seolah dia tahu betapa canggungnya aku saat ini.

“Apa maksud kamu, Andro?” tanyaku dengan suara terbata-bata.

Andromeda mengangguk dengan ceria. “Semalam Mama dan Om Orion main kuda-kudaan, terus Om Orion suruh aku tidur, jangan ganggu. Om Orion janji akan buatkan sarapan lagi! Kalau nanti malam Mama dan Om Orion main kuda-kudaan lagi, aku nggak akan ganggu. Aku akan bobo, tapi besok buatin pizza ya, Om!"

Orion tertawa, meskipun ada sesuatu dalam tawanya yang terdengar aneh. “Kalau kamu tidur lagi, Om akan buatkan pizza seperti yang kamu mau. Oke?"

Orion mengajak Andromeda tos dan anakku menyambutnya dengan antusias.

“Wah, seru!” jawab Andromeda, dengan wajah yang berseri-seri. “Tapi Mama harus main kuda-kudaan lagi, ya sama Om Orion? Mama harus janji!”

Aku merasa keringat dingin mengalir di dahi. Bagaimana aku bisa menghadapi ini? Bagaimana aku bisa menjelaskan pada anakku yang polos ini bahwa aku tidak bisa melanjutkan kebodohan ini?

Orion, dengan senyumannya yang lebar, mengangguk. “Om mau saja main kuda-kudaan setiap hari sama Mama,” katanya dengan suara ringan.

Aku merasa salah tingkah. “Jangan bicara begitu, Orion!” jawabku dengan cepat.

Andromeda memiringkan kepala, tampak bingung. “Kenapa sih, Mama? Aku kan suka lihat Mama main kuda-kudaan sama Om Orion. Seru!”

Aku hanya bisa menatap Andromeda, merasakan dadaku berdebar. Tidak ada lagi yang bisa aku katakan. Aku terjebak dalam kebingunganku sendiri.

Aku berdiri cepat dari kursi, melangkah tergesa-gesa ke kamar. “Kalian makan dulu saja,” kataku, berusaha menghindari perasaan yang membara dalam diriku.

Namun Orion malah mencekal tanganku. "Nanti malam mau main kuda-kudaan lagi? Atau mau main anjing-anjingan?" tanyanya dengan senyum lebar. 

***

Hai, Hai, gimana dengan bab ini? makin seru kan? Kita ketemu lagi besok ya.

Buat kamu yang hobi baca cepat, marathon, silakan ke Karyakarsa thewwg

Hanya dengan Rp. 60.000 sudah dapat 4 cerita sampai tamat plus dua extra part. Gimana? Murah meriah kan? Yuk klik link-nya. 

https://karyakarsa.com/Thewwg/muda-dan-menggoda

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro