HUSBAND BROTHER (7)
This work belong to INACARRA jangan lupa tinggalkan jejak. Happy reading !!!
🔥🔥🔥
Keesokan paginya, Lyla berbaring malas di atas sprei cotton yang sudah tidak jelas bentuknya. Perlahan ia membuka mata, menguap, menggeliat dan memperhatikan sekelilingnya. Jelas, dirinya tidak sedang di bungalow miliknya.
Angin sepoi dari balik tirai jendela setengah terbuka menyapa setengah punggung terbukanya, selimut tipis menutupi pangkal paha hingga pantatnya. Matahari baru saja terbit dan langit masih belum terlalu terang.
Bunyi gemericik air dari pintu kamar mandi yang tidak ditutup menjadi penanda bahwa kejadian semalam antara Lyla dan kakak iparnya bukanlah mimpi. Seraya menyangga kepalanya di bantal, Lyla memperhatikan ambang pintu kamar mandi.
Sosok pemuas dahaganya muncul setengah telanjang, handuk yang diselipkan di pinggang hanya bertugas basa-basi. Bagai Dewa perang, lelaki itu menghampiri dan memberi kecupan di atas kepalanya.
“Sudah bangun?” tanya Andes seraya mencubit ujung dagu Lyla dan mengangkat kepalanya agar bisa melumat bibirnya. Aroma segarnya pasta gigi menyerang lidah Lyla dengan gencar.
Lyla menoleh sambil beranjak dari posisinya, “ Sayang, aku belum gosok gigi. Jorok.”
Andes yang tidak rela sarapannya pergi, menangkap cepat pinggang kekasihnya dan mendekapnya. “Jorok? Semalam lebih banyak kegiatan jorok di antara kita. Lupa, Sayang?”
Mulut Andes mencumbu mulutnya lagi, lilitan handuk jatuh ke lantai. Sekujur tubuh Lyla mendadak kembali mendamba. Kobaran gairah semalam kembali menerjang.
Lyla menyerah dengan logikanya sendiri, tangannya menggapai belakang leher kekasihnya, menyerah pasrah pada belitan lidah Andes yang membuka hasrat paginya. Jari Lyla yang kini bergerilya pada jagoan sang kekasih.
“Hmmmph,” erang Andes yang merasakan gairah yang sama. Tangan Lyla mulai mengocok kejantanan kekasihnya dengan lihai.
“Sayang, mau lagi?” Lyla menggoda di tengah ciuman mereka.
Drttt! Drrrrt! Drrrtt! Ciuman keduanya mendadak terhenti saat Lyla menyadari ponselnya menyala dalam mode getar.
“Biarkan, Sayang.” Tangan Andes sudah meremas-remas payudaranya.
Kepala Lyla berputar, antara rasa candu yang ingin dipuaskan dan rasa khawatir karena ponselnya belum berhenti. Darurat.
“Sebentar, Sayang.” Lyla bergerak ke sisi ranjang, tangannya menggapai ponsel di nakas. Posisinya kini berbaring di atas ranjang, setengah selimutnya disingkap kekasihnya ke lantai.
Tidak menunggu waktu, Andes meraih pinggang Lyla dan memposisikan doggy style. Lyla menekan tombol jawab sambil melepaskan diri. Tidak berhasil.
“Halo,” jawab Lyla gelagapan.
“Lyla, Dico sudah bangun. Tadi rumah sakit mengabari Ibu,” ujar mertuanya, Rasmin dari ujung sambungan telepon.
Lyla gelagapan, Andes mengerjai dirinya. Mendorong penuh batangnya yang berkekuatan penuh memenuhi liang vagina Lyla.
“Hmmpppph,” ujar Lyla kaget. Untung saja mulutnya langsung dibekap sang kekasih yang mulai menggenjot.
“Lyla, ada apa? Kamu dengar Ibu?”
“Ya, Bu.” Lyla menjawab kepayahan. “Maaf, Bu. Handphone nya tadi jatuh. Aku di kamar mandi, tangannya licin.”
“Kamu pulang sekarang,” desak Rasmin terdengar tidak curiga. Satu-satunya hal penting di dunianya kini, anak bungsunya sadar dari koma.
“Acaranya belum selesai, Bu.” Setengah mulut Lyla masih dibekap. Genjotan Andes makin menggila, dinding vaginanya mengembang, air maninya mulai merembes sedikit demi sedikit.
“Tinggalkan, Lyla. Ibu tidak peduli.” Rasmin berkata tidak sabar, “Ibu tunggu di rumah sakit sekarang.”
“Ibu, arghhhh!” Erangan Lyla tepat keluar setelah mertuanya menutup telepon tanpa basa-basi. Lyla melempar ponselnya ke lantai, kepalanya menengok ke belakang dan menangkap seringai jahil kekasihnya.
“Brengsek!” Lyla memaki kakak iparnya.
Senyum Andes makin mengembang, batang penisnya menekan hingga ke pangkal. Rahim Lyla seolah dijebol palu bertalu-talu. Remasan tangan Andes menari-nari di puting payudaranya yang kencang.
“Arghhhh!” Andes berteriak puas berbarengan dengan Lyla. Spermanya sengaja dibuang berkali-kali ke dalam rahim kekasihnya, sengaja. Entah berapa ratus ribu sel yang kini bermukim di rahim Lyla sejak semalam.
***
Seminggu berlalu dari fase bulan madu Lyla dan kekasihnya bermadu cinta. Ranjang bungalow menjadi saksi bisu keduanya saling memuaskan dahaga seksual.
“Sayang, bisa bantu aku?” Dico bertanya seraya mengulurkan tangan pada istrinya dan membuyarkan lamunan Lyla.
Lyla melangkah mendekati Dico sambil mendorong kursi roda. “Pakai kursi roda saja ya, supaya nggak capek jalan ke lobby.”
Dico menggeleng, “Aku masih kuat, Sayang.” Tangan lelaki itu menggapai Lyla lalu mendekapnya dalam pelukan.
Lyla terkesiap, tidak terbiasa dengan perlakuan mesra suaminya. Suaminya Dico tidak pernah memanggil Sayang atau bahkan menyebut namanya sekalipun, hanya “Eh! Eh!” dibarengi perintah.
“Kamu kenapa sih?” Lyla menoleh ke arah lain sebelum akhirnya mencuri pandang pada suaminya. Kepala Dico masih mengenakan perban, tidak ada patah pada tangan dan kaki, pemulihan setelah sadar dari koma pun berlangsung cepat. Semuanya sempurna, kecuali hati Lyla yang masih tertambat di kakak iparnya.
“Sayang,” gumam Dico gemas. “Kamu yang kenapa? Kebanyakan bengongnya. Nggak senang lihat aku pulang dari rumah sakit?”
Pertanyaan Dico membuat Lyla gelagapan, suaminya tidak boleh tahu tentang perselingkuhannya. “Kamu benar-benar tidak ingat apapun soal kecelakaan?”
Dico menyipitkan mata lalu menatap kembali istrinya. “Nope. Nothing. Tidak ada.”
“Dengan siapa kamu kecelakaan?” Lyla bertanya hati-hati.
Dico kembali menggeleng, “Memangnya aku pergi dengan seseorang? Siapa? Kamu?”
Lyla mengangkat tangan. “Bukan.”
“Ada orang lain?”
“Kamu betul-betul tidak ingat?” selidik Lyla penasaran, “Kejadian sebelumnya?”
Kepala Dico menggeleng pasti, “Sumpah, aku tidak tahu, Lyla. Apakah itu sesuatu yang harus kuingat sekarang?”
Lyla terdiam. Saat melihat Dico bangun dari koma, pria itu langsung memeluk dan menangis di bahunya. Bukan Rasmin, bukan mertua Lyla yang sangat sayang pada anak lelakinya.
Dokter mengatakan bahwa Dico mengalami amnesia pasca kecelakaan. Memori jangka pendek saat dan sebelum kecelakaan terhapus begitu saja. Ingatan itu pun belum tentu kembali. Lagipula, tidak perlu pusing dengan ingatan yang terhapus selama suaminya masih mengingat utuh istri dan keluarganya.
Namun, memori Lyla tentang suaminya yang berselingkuh dan mengalami kecelakaan dengan selingkuhannya tidak akan terhapus begitu saja. Meski keluarga perempuan itu tidak menuntut karena mertuanya sudah menyelesaikan segala urusan dengan kekeluargaan. Uang.
“Sayang, ayo pulang.” Dico berkata sambil merangkul bahu Lyla dengan mesra.
“Aku harus bawa barang-barang,” ujar Lyla berusaha lepas dari rangkulan suaminya.
Dico menggeleng, “Ada supir, nanti saja. Kita pulang sekarang, ibu sudah menunggu.”
“Nanti aku ke kantor sebentar ya,” sergah Lyla pelan. Api rindu di hatinya harus dipadamkan saat ini juga. Penawarnya hanya ada di kantor, atau tidak.
“Sayang, kamu tuh kenapa sih? Menghindar terus. Pokoknya aku mau pulang, kamu nggak perlu ke kantor. Harus sama aku, titik.” Dico menjawab tegas sambil mengetatkan rangkulannya. “Selalu sama aku, Sayang.”
Lyla menelan ludah, mengangguk lemah. Tidak ada pilihan lain, ia harus menuruti perintah suaminya. Lyla akan mencari cara lain untuk menemui sang kekasih.***
🖤🖤🖤
Hai, Hai, gimana dengan bab awal cerita ini? apa udah bikin kalian kepo? Kita ketemu lagi besok ya dengan cerita lain. Karena kisah Andes dan Lyla hanya akan aku up sampai sini.
Buat kamu yang hobi baca cepat, marathon, silakan ke Karyakarsa thewwg.
Hanya dengan Rp. 60.000 sudah dapat 4 cerita sampai tamat plus dua extra part. Gimana? Murah meriah kan? Yuk klik link-nya.
https://karyakarsa.com/Thewwg/kloter-1-iam-ina-carra
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro