Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Pertikaian si Kembar

Sedangkan di tempat yang berbeda dalam waktu yang sama, Ellanor menatap datar pada layar laptop di depannya. Tatapannya sama sekali tak berpaling dari adegan yang ditampilkan layar setelah dia berhasil meretas CCTV kediamannya sendiri. Ellanor jelas mendengar perdebatan ayah dan ibunya. Apalagi fakta tentang dirinya yang baru dia ketahui.

Perempuan itu semakin menekuk kakinya, memeluk kedua kaki tersebut dengan tubuh yang bergetar halus. Bohong rasanya jika dia berkata biak-baik saja. Perasaan yang awalnya hanya terkejut menjadi terluka sangat besar.

"Heh, anak haram?" Ellanor terkekeh kecil. Matanya berembun, tapi enggan untuk menangis.

Sekarang dia mulai tahu kenapa selama ini dirinya didiskriminasi oleh keluarganya sendiri. Bahkan seingatnya, tidak ada yang memberikan kasih sayang padanya selain sang ibu. Itupun secara tidak langsung. Wanita itu lebih banyak diam saat dirinya disiksa oleh sang ayah. Namun di malam harinya, Vicy selalu menemukan kotak obat di depan pintu kamarnya. Dia yakin pelakunya adalah sang ibu.

Ellanor terkekeh miris. Kepalanya mendongak ke atas, meratapi nasibnya yang sungguh sialan. Apa Julia pikir sekotak obat bisa menyembuhkan lukanya? Wanita itu sangat salah. Luka di kulitnya bahkan tidak pernah benar-benar sembuh. Selain dari pukulan Dom, Vicy juga sering menambah lukanya sendiri hingga sangat dalam.

"Sekarang kita tahu kan Vicy. Kita bukan anak sah keluarga itu. Pantas saja kita tidak memiliki marga keluarga Hernanez. Entah siapa yang harus kita salahkan saat ini. Mom yang ketahuan berselingkuh, Dad yang sangat kejam, atau memang takdir yang berniat menyiksa kita?"

Ellanor menatap lurus ke arah cermin. Saling berhadapan dengan bayangannya yang memberikan tatapan serupa. Dia berbicara pada bayangannya sendiri. Seakan bayangan tersebut adalah Vicy. Sudah lama dia tidak merasakan keberadaan Vicy dalam tubuhnya. Ellanor yakin perlahan jiwa Vicy makin melemah dan mati oleh sakit hatinya sendiri

Vicy terlalu lemah. Apalagi dengan fakta yang baru diketahuinya ini, semakin tidak ada alasan untuk Vicy muncul. Jiwa haus kasih sayang itu tidak akan menerima fakta menyakitkan tersebut.

Sedangkan Ellanor tidak memberikan ekspresi berlebihan selain diam dengan tatapan kosong. Bohong jika dia tidak sakit hati. Dia jauh lebih sedih meski wajahnya sedatar tembok. Dia dan Vicy memiliki satu tubuh dan satu hati yang sama. Apa yang dirasakan Vicy jelas akan dirasakan Ellanor. Inilah bagian yang paling dibencinya. Sikap lemah dan mudah putus asa.

Ellanor menarik napas panjang, berusaha meraup oksigen sebanyak mungkin. Konon udara baik akan membuat suasana hati turut membaik. Perlahan tubuhnya mulai rileks, meski hatinya tetap saja terasa nyeri.

Setelah beberapa lama berusaha menenangkan diri, mengendalikan lagi perasaannya agar bisa tenang. Ellanor menutup layar laptopnya. Sudah tidak ada tayangan menarik selain Dom yang termenung seperti patung. Entah apa yang lelaki paruh baya itu pikirkan. Ellanor sudah tidak perduli.

"Pertama, aku harus memastikan kebenaran itu dan mencari siapa lelaki yang dimaksud mereka. Tidak peduli andai lelaki itu adalah ayah kandungku, dia harus tetap mati. Lelaki bajingan itu secara tidak langsung menjadi penyebab penderitaan Vicy selama ini."

Ellanor merasakan kepalan tangannya semakin menguat. Tatapannya sangat tajam di tengah malam yang kelam. Dia tidak pernah merasa seemosi ini sebelumnya. Dendam dan amarah menguasai hatinya dengan sempurna.

Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum miring. "Kembali ke rumah? Let's see, apa mereka bisa membawaku kembali."

Ellanor sudah memutuskan untuk tidak kembali ke sana. Selain terlalu banyak luka dan penderitaan, dirinya bukan Vicy yang terus mengemis kasih sayang. Dia sudah nyaman tinggal di apartemen dan hidup mandiri. Selain itu, dia bisa bebas melakukan rencananya tanpa pengawan keluarga Hernandez.

"Aku benar-benar tidak sabar melihat penyesalan mereka."

***

Drake menyesap wine di gelas beningnya. Tatapannya sejak tadi mengamati beberapa orang yang terus berdebat dan saling serang. Dia tidak berniat masuk ke dalam perdebatan. Alih-alih melerai, Drake malah memiliki kesenangan sendiri dengan melihat orang-orang yang terus berdebat. Tidak peduli jika mereka adalah kawannya.

"Calton, berhenti, astaga!" Nathan sampai frustasi melerai dua saudara yang sejak tadi saling serang. Bahkan keadaannya tidak jauh berbeda dengan keadaan si kembar. Padahal dirinya tidak ikut berkelahi, tapi wajahnya juga ikut lebam. Nathan menoleh dan menatap Drake dengan wajah memelas. "Drake, bantuin. Mereka bisa saling bunuh!"

Drake mengedikkan bahunya pelan. "Biar saja. Mereka akan berhenti jika salah satunya sudah mati, atau koma mungkin."

Nathan mengerang kesal. Tenaganya benar-benar terkuras habis karena melerai si kembar. Perkelahian ini sudah berlangsung hampri satu jam dan tidak terlihat satu pun yang mau mengalah.

"Ke mana otakmu, hah! Kenapa kamu bisa bertindak sejuah ini!" Calton berteriak keras. Dia menarik keras Carlos dan mencengkramnya dengan erat. Dadanya naik turun, tatapannya sangat tajam pada Carlos.

"Apa pedulimu? Dia hanya beban dan aib keluarga. Aku hanya ingin menyingkirkan dia selamanya."

"Sialan!"

Bugh

Bugh

Bugh

Calton semakin membabi buta memukul sang kembaran. Amarahnya semakin bergejolak mendengar kalimat tanpa dosa yang Carlos keluarkan. Keadaannya memang tidak lebih baik, memar dan sudut bibirnya yang robek sudah menjadi bukti betapa kuatnya Carlos memukulnya.

Namun keadaan Carlos juga lebih mengenaskan. Pria itu sampai tertunduk dengan kaki yang bersimpuh. Dadanya sangat sesak luar biasa akibat terkena tendangan kuat yang diberikan Calton. Bibir pemuda itu masih sempat-sempatnya terkekeh. Dia menatap Calton dengan tatapan tajam. "Kamu bahkan menghajarku demi gadis sialan itu."

"Dia masih adik kita, brengsek!" hardik Calton yang merasa semakin marah. "Jika sampai terjadi sesuatu yang buruk pada Vicy, kamu benar-benar tidak akan selamat," ancamnya tidak main-main.

Setelah mengatakan hal tersebut, Calton menyentak tangan Nathan yang sejak tadi menahannya. Pemuda itu berbalik pergi dengan langkah lebar. Sedangkan Carlos mengepalkan tangannya dengan kuat. Dia semakin membenci Vicy yang membuatnya dihajar oleh Calton.

"Gadis sialan!"

Bersambung




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro