Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5. Sebuah Permintaan



"Selagi bisa, Semesta akan usahakan segalanya untuk Mentari."

***

"Nggak semua hal yang kamu mau bisa kamu dapetin, Sem."

Cowok dengan wajah pasrah yang berdiri di hadapan Mentari itu menghela napasnya pelan. Bukan itu maksudnya. Semesta tidak bermaksud menuntut Mentari untuk selalu mengutamakan dirinya atau bahkan selalu menemaninya setiap saat. Semesta juga tahu betul bahwa di hidup Mentari ada banyak sekali hal-hal lainnya yang lebih penting dari dirinya. Salah satunya adalah karir cewek itu di dunia modeling.

Jadi, Semesta sangat menyadari jika hidup Mentari memang tidak hanya tentang dirinya saja. Namun, kali ini Semesta hanya ingin ditemani oleh Mentari saat manggung di acara kampus nanti malam. Semesta hanya ingin dilihat dan disemangati secara langsung oleh pacarnya sendiri saat berada di atas panggung. Apakah itu permintaan yang salah dan berlebihan? Lagipula ini adalah pertama kalinya Semesta meminta hal tersebut kepada Mentari. Mengingat betapa sibuknya cewek itu dengan berbagai macam kegiatannya, Semesta tidak pernah menuntut banyak hal. Bahkan hanya untuk sekedar mengajak seperti ini saja, Semesta harus berpikir berulang kali. Meyakinkan dirinya bahwa permintaannya tidak terlalu menuntut dan masih dalam batas wajar.

Ya, sehati-hati itu Semesta pada Mentari saking tidak maunya membuat Mentari tidak nyaman dengan dirinya dan hubungan mereka saat ini. Dari sini, kalian bisa menilai sendiri, kan? Secinta apa Semesta pada Mentari-nya.

"Bukan gitu maksud aku, sayang," ucap Semesta mencoba meluruskan sembari mengulurkan tangan kanannya ke kepala Mentari. Memberi usapan lembut di kepala cewek yang menatapnya tidak bersahabat itu. Sayangnya detik berikutnya dengan cepat Mentari justru langsung menepis tangan besar Semesta dan membuat cowok itu lagi-lagi hanya menghela napasnya. Mengalah.

Mentari berdecak pelan. Ia berkata sedikit berbisik akan tetapi sarat akan penegasan di setiap katanya. "Ini di depan kelas, Sem. Bisa nggak sih nggak usah pegang-pegang dulu?"

Menghela napas kasar, Mentari menatap sekelilingnya. Mereka berdua memang masih berdiri di depan ruang kelas terakhir mereka sore ini. Di dalam ruangan memang sudah tidak ada orang, tetapi sedari tadi banyak sekali mahasiswa mahasiswi berseliweran di depan mereka melewati koridor. Apalagi posisi mereka saat ini berdiri di ambang pintu. Lebih tepatnya Semesta menghalangi Mentari yang ingin cepat-cepat pergi. Sementara Semesta sendiri tidak mau pergi sebelum Mentari menyetujui permintaannya. Kali ini saja, Semesta ingin egois.

"Kenapa nggak boleh pegang kamu?" Satu alis Semesta terangkat heran. "Kamu malu kalau aku pegang-pegang kepala kamu? Kamu malu kelihatan sama orang lain kalau kita punya hubungan?"

"Ck! Jangan mulai deh, Semesta!"

Jujur, sebenarnya Semesta masih ingin meladeni respon Mentari barusan. Semesta merasa aneh. Padahal ia hanya memegang dan memberi usapan sayang di kepala Mentari. Bukan melakukan adegan tidak senonoh lainnya yang tidak patut dipertontonkan di muka umum. Lantas, kenapa Mentari terlihat begitu tidak suka dan tidak mau ia sentuh? Setakut itukah Mentari pada penilaian orang yang melihat mereka? Atau... Mentari malu? Malu menjadi pacarnya?

Semesta merasa... memang dirinya setidak pantas itu ya untuk Mentari?

Pasalnya dulu Mentari tidak seperti ini. Dua bulan awal mereka menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih, hubungan mereka benar-benar baik selayaknya pasangan kekasih pada umumnya. Sikap Mentari benar-benar baik dan lembut. Bahkan Bunda Semesta juga langsung menyukai dan bisa akrab dengan Mentari. Sayangnya masuk bulan ketiga, bertepatan dengan kepergian kedua orang tua Semesta, perlahan sikap Mentari berubah dan akhirnya sikap itu bertahan hingga sekarang.

Semesta sendiri masih tidak mengerti apa yang membuat Mentari seperti ini. Semesta juga tidak bisa banyak menuntut Mentari atau sekedar bertanya lebih jauh tentang perubahan sikap Mentari padanya jika ingin hubungan mereka bertahan lebih lama. Mengingat kejadian satu bulan lalu saat anniversary mereka yang ke satu tahun, Semesta benar-benar dibuat takut. Semesta tidak ingin mengakhiri hubungannya dengan Mentari untuk sekarang—ralat, sampai kapanpun Semesta tidak akan pernah mau putus dengan Mentari. Tidak akan!

"Hidup aku bukan cuma tentang kamu aja. Aku harus kerja biar dapetin uang. Emang nemenin kamu manggung doang aku bisa dapet uang dan jadi kaya?" ketus Mentari. "Minggir!"

Semesta tidak memedulikan kata terakhir yang Mentari ucapkan. Hari ini cowok itu ingin keras kepala sama seperti Mentari. Ia masih ingin mencoba bernegosiasi. "Tapi nanti malem kamu nggak ada jadwal pemotretan, Mentari. Kamu sendiri yang bilang tadi pagi waktu aku tanya."

"Itukan tadi pagi, Sem. Sekarang beda lagi. Aku tiba-tiba diminta dateng buat bahas project bulan depan. Emang cuma nongkrong santai doang, tapikan aku udah terlanjur iyain," bantah Mentari. Ia melipat tangannya di depan dada dengan mengalihkan tatapannya ke arah lain. Kemanapun asal tidak menatap mata Semesta yang sedari tadi tidak berhenti menatapnya semakin intens.

Entahlah. Mentari memang paling tidak bisa menatap mata Semesta lebih lama.

"Salah sendiri kamu juga nggak ngajak aku dari pagi. Kalau kamu bilang dari pagi, aku bisa nolak ajakan mereka," tambah Mentari terkesan mencari pembelaan dan tidak mau disalahkan.

Kedua mata Semesta menyorot Mentari semakin dalam. Ia tidak peduli dengan fakta jika saat ini Mentari tidak mau menatapnya dan kekeuh menolak permintaannya. "Kamu tau? Tadi pagi aku sengaja nanya kayak gitu karena aku emang udah niat ngajak kamu buat nemenin aku manggung. Aku seneng banget waktu kamu bilang nanti malem kamu nggak kemana-mana. Aku ngerasa beruntung banget hari ini. Aku juga sengaja ngasih tau kamu setelah kelas kita selesai biar ajakan aku nggak ganggu fokus kamu waktu kelas tadi."

Semesta membuang napasnya pelan seiring dengan ekspresinya yang mendadak menjadi sendu dan mata Mentari yang perlahan mau menatapnya. "Tapi ternyata sekarang kamu lebih milih buat nongkrong sama temen-temen kamu di kerjaan daripada nemenin aku. Aku bisa apa kalau emang itu udah jadi pilihan kamu?"

Mentari diam. Begitu juga dengan Semesta.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Semesta menghembuskan napas putus asa. "Ya udah lah, aku—"

"Oke. Aku mau nemenin kamu nanti malem!" potong Mentari cepat.

Senyum Semesta perlahan terbit seiring dengan kepalanya yang kembali terangkat. Ia tidak salah dengar, kan? Anggap aja Semesta lebay, tapi kenyataannya membujuk Mentari yang keras kepala itu bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Jadi jika kali ini berhasil, Semesta tentu akan merasa sangat senang. Tidak sia-sia ia menampakkan ekspresi sedihnya untuk menarik perhatian Mentari.

"Serius?" tanya Semesta dengan mata berbinar bahagia. "Kamu beneran mau nemenin aku manggung nanti malem?"

Mentari mengangguk pelan. "Ayo anterin aku pulang dulu buat siap-siap. Nanti jemput aku sebelum acara kamu mulai."

Semesta mengejar Mentari yang sudah lebih dulu berjalan dan masuk ke dalam lift. Tak lupa dengan wajah sumringah dan kepalan tangan yang ia ayunkan ke bawah untuk mengucapkan kata 'yes' berkali-kali hingga membuat beberapa orang yang tidak sengaja melihat ke arahnya terheran-heran.

Cowok dengan kemeja hitam dan celana jeans hitam itu, murah senyum atau... sedikit tidak waras?

"Sebenernya aku masih kesel karena kemarin kamu lebih milih latihan band daripada nemenin aku pemotretan," ucap Mentari tiba-tiba saat lift mulai berjalan menuju lantai dasar. Beruntung di dalam lift saat ini hanya ada mereka berdua.

Semesta menepuk-nepuk pelan puncak kepala Mentari masih dengan senyum bahagianya. Kali ini Mentari tidak menolak perlakuannya seperti tadi. "Jadi ceritanya kamu mau balas dendam, nih? Tapi sebagai permintaan maaf aku, kemarin semua tugas-tugas kamu kan udah aku kerjain sayang. Aku juga udah masakin kamu. Ya meskipun sepupu kamu, Bang Astley yang paling semangat ngabisin nasi goreng udang buatan aku."

Pintu lift terbuka.

Mentari berjalan keluar disusul oleh Semesta di sebelahnya. Cewek itu mengedikkan bahunya tidak peduli. "Itu kewajiban kamu sebagai cowok aku buat bantuin aku ngerjain tugas. Kalau aku punya cowok tapi nggak bisa bantu dalam hal apapun di hidup aku, ya ngapain aku punya cowok?"

"Prinsip aku, kalau punya cowok cuma nambah beban di hidup aku, ya mending nggak usah punya sekalian. Tanpa cowok semua di hidup aku udah berjalan dengan baik. Semua bisa aku lakuin sendiri. Aku bisa nyari uang sendiri. Aku bisa berdiri di kaki aku sendiri. Jadi... kenapa aku harus nyiksa diri buat mempertahankan cowok yang sama sekali nggak berguna dan bisanya cuma bikin hidup aku susah doang?" Mentari menepuk-nepuk pundak Semesta yang berjalan di sampingnya dengan senyum percaya diri. "Jadi, kamu harus terlihat berguna biar aku bisa pertahanin kamu. Minimal nggak nambah beban lah."

Tawa kecil Semesta terdengar begitu renyah. Ia sama sekali tidak pernah merasa dimanfaatkan oleh Mentari seperti kebanyakan orang pikir setelah mendengar jawaban Mentari barusan. Justru Semesta merasa senang jika dirinya bisa berguna untuk Mentari. Tak hanya soal tugas saja. Namun, dalam hal apapun. Selagi Semesta bisa, ia akan usahakan segalanya untuk Mentari.

"Kalau aku nggak mau bantu ngerjain tugas kamu lagi, gimana?" goda Semesta. Tentu saja Semesta selalu mau membantu Mentari. Bahkan tanpa cewek itu minta sekalipun.

Mentari menatap Semesta sejenak ketika cowok itu membukakan pintu mobil untuknya. Ya, mereka sudah sampai di parkiran tempat mobil Semesta terparkir rapi di sana.

"I want it, i got it!" ucap Mentari dengan aura percaya diri yang terpancar semakin kuat. Artinya Semesta tidak boleh menolak permintaannya.

Mentari memang cewek paling keras kepala dan penuh ambisi yang pernah Semesta temui. Sialnya ia justru jatuh sejatuh-jatuhnya pada pesona cewek yang orang lain bilang gila itu.

Semesta terkekeh pelan. Meskipun tidak ada yang lucu, tetapi karena Semesta memang sedang berbahagia, jadinya kedua sudut bibirnya seolah ingin tertarik ke atas terus-menerus. Membentuk senyuman yang sebenarnya jarang sekali ia tampakkan pada orang lain selain pada Mentari-nya.

"Tapi kata kamu tadi, nggak semua hal di dunia ini yang kita mau bisa kita dapetin?" tanya Semesta mengulang ucapan Mentari saat di depan kelas tadi yang ditujukan pada dirinya.

Mentari memutar bola matanya malas. Oh, ayolah! Itu hanya berlaku untuk orang lain. Tidak berlaku untuk seorang Mentari Gauri si keras kepala ini. "Itu buat kamu. Nggak berlaku buat aku!"

"Apapun yang aku mau, harus aku dapetin!" lanjut Mentari tegas.

Semesta mengulurkan satu telapak tangannya di atas kepala Mentari saat cewek itu akan masuk dan duduk di dalam mobil. Menjaga agar kepala Mentari tidak terbentur atap mobil. "Iya-iya tuan putri. You want it, you got it."

bersambung...

***

KANGENNNN GAK KANGEN GAK?!!!

Hayo komen dulu siapa yang udah kangen Semesta?

Ke depan, kita akan rajin ketemu Semesta tiap Selasa, Jumat, dan Sabtu

Ikutin terus jangan sampai skipppppppp!!!!!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro