Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3. Cowok Asing

Hellow Marsmillow? Gimana kabar kalian hari ini?

Part ini bakalan membuat kalian sedikit emosi mil wkwk

Selamat membaca, jangan lupa buat vote dan komen yang banyak ya Millow!!!

***

Selesai latihan band, seperti biasa, anak-anak Aspire tidak langsung pulang. Mereka biasanya akan meluangkan sedikit waktu untuk mengobrol. Mulai dari membahas hal penting, seperti mengenai masa depan Aspire, hingga events kampus selanjutnya yang akan melibatkan mereka. Sampai mengobrol hal yang tidak penting juga. Seperti sekarang contohnya, mereka terlihat asyik membahas hal random.

"Pocky mulu, Bang," celetuk Semesta pada cowok yang berdiri di ambang pintu dengan dua bungkus Pocky di tangannya.

Rajavas Sadega atau yang biasa dikenal dengan nama Javas. Mahasiswa semester 5 jurusan visual communication design sekaligus drummer Aspire itu tertawa renyah mendengar celetukan adik tingkatnya. "Enak, Ta. Mau lo?"

Semesta menggeleng. Semesta memang kurang menyukai makanan manis seperti itu. Kecuali Mentari yang menawarinya.

Tenggara, cowok yang duduk di sofa sembari bersenandung pelan itu ikut menyahut. "Nggak ada bosennya. Tiap hari bawa Pocky ke studio."

"Kayaknya lo nggak bisa hidup tanpa Pocky," imbuh Tenggara. Teman satu angkatan Javas yang menjadi salah satu vocalist di Aspire.

"Kalau Bang Javas bawa cewek, ntar pada kaget," jawab Biru.

Biru memukul paha Semesta saat Semesta mencoba menjahilinya dengan menyenggol lengannya hingga ponselnya hampir terjatuh. Dan kini, berakhirlah mereka berdua saling adu pelototan mata, hingga saling memberi pukulan kecil dan dorong-dorongan.

Sudah biasa. Biru dan Semesta, sang bassist dan sang guitarist Aspire itu memang selalu seperti itu.

"Heh! Upin Ipin! Gelut mulu!" lerai Caraka pada dua adik tingkatnya yang duduk bersebelahan di karpet. Caraka, sang manager Aspire sekaligus Kakak tertua di Aspire, menggeleng heran melihat tingkah Biru dan Semesta.

Keduanya memang sama-sama pendiam. Bedanya, terkadang Semesta memang sedikit jahil. Semesta sering menjahili Biru dengan hal-hal random yang membuat Biru merasa sedikit terganggu. Meski terkenal sebagai cowok dengan stok kesabaran yang banyak, kalau sudah berhadapan dengan Semesta, rasanya stok kesabaran Biru selalu menipis dan berujung pertengkaran seperti ini.

"Dia yang mulai duluan, Bang," jawab Biru. Selain menjadi teman satu band dan satu angkatan Semesta di Harnus, Biru juga menjadi tetangga Semesta.

Rumah mereka berdua berdekatan. Bahkan bersebelahan. Jadi tak heran jika mereka berdua sudah akrab jauh sebelum gabung ke Aspire. Ya meskipun mereka sering terlihat tidak akur. Ah, hampir tidak pernah akur. Namun, seperti itulah cara mereka berteman.

Sementara itu, Kajev dan Reijiro, sang vocalist dan keyboardist Aspire, hanya memerhatikan dengan tawa kecil mereka.

"Mampus gue!" Semesta menepuk jidatnya. Membuat Biru yang masih duduk di sebelahnya menoleh bingung.

"Napa lo?"

"Mentari," jawab Semesta setengah berbisik agar yang lainnya tidak mendengar. "Gue ada janji sama Mentari."

"Oh..." Biru menganggukkan kepalanya paham. Ia lantas mengarahkan dagunya ke arah pintu. Memberi isyarat agar Semesta segera pergi jika memang ada perlu. "Sana."

Sebenarnya Semesta tak enak dengan yang lain kalau dirinya pulang terlebih dahulu seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi? Ada hal penting yang harus ia selesaikan dengan Mentari sekarang.

"Bang, gue balik duluan. Nggak apa-apa, kan?" pamit Semesta menghampiri Caraka yang tadinya asyik mengobrol dengan Javas di ambang pintu.

Caraka mengangguk cepat. "Nggak papa lah, Ta. Kan latihannya udah kelar."

Semesta menghela napasnya lega lantas berpamitan dengan semua anak Aspire sembari mengangkat satu tangan. "Bro, gue balik duluan, ya!"

"Tiati, Ta!"

"Yoi, hati-hati!"

"Y."

***

Setelah memarkirkan mobilnya di pekarangan rumah Mentari. Semesta buru-buru turun. Rumah sederhana dengan bangunan satu lantai yang ditumbuhi berbagai bunga di halamannya ini menjadi tempat yang sering Semesta kunjungi selain rumah Kakeknya--tempat ia tinggal--dan studio Aspire.

"Tante." Semesta mencium punggung tangan Kinan yang berada di teras dengan senyuman ramah.

"Aduh, tangan Tante kotor, Ta. Abis ngasih pupuk ke bunga-bunga ini."

Semesta tertawa kecil. Tak masalah dengan hal itu. "Nggak papa, Tante. Emm...Mentarinya udah pulang pemotretan, Tan?"

"Loh?" Kinanti terlihat bingung. Wanita berusia sekitar 45 tahun itu bertanya penasaran dengan sedikit kerutan di dahi. "Bukannya Mentari pemotretan dianter kamu, ya, Ta? Kemarin Mentari bilang katanya kamu yang antar ke tempat pemotretan?"

Semesta merasa tak enak. Cowok itu menggaruk tengkuknya gugup. "Iya, Tante. Awalnya emang Esta mau nemenin Mentari pemotretan karena kelas kita hari ini kosong. Tapi nggak jadi. Soalnya Esta lupa kalau ada jadwal latihan band sama anak-anak Aspire."

"Oh pantesan tadi pagi waktu mau berangkat Mentari kelihatan badmood gitu."

"Iya, Tante. Maafin Esta, ya."

Kinan mengangguk paham. Lantas tersenyum hangat. Kinan bisa menangkap raut wajah bersalah Semesta yang coba cowok itu sembunyikan darinya. "Nggak apa-apa, Nak. Kan kamu juga pasti ada kesibukan sendiri. Nanti jelasin baik-baik ya ke Mentari. Atau mau Tante bantuin biar Mentari nggak marahin kamu?"

Semesta menggeleng cepat. Bukannya tidak mau dibantu oleh Kinan, akan tetapi lebih baik tidak usah. Karena kalau sampai Kinan ikut berbicara dengan Mentari mengenai masalah ini, sudah pasti Mentari akan semakin marah dengan Semesta dan menganggap Semesta mengadu pada ibunya.

Seperti yang sudah Semesta ketahui, Mentari memang paling tidak suka jika ada orang lain ikut campur dengan masalah yang terjadi di hubungan mereka. Bagi Mentari masalah apapun yang terjadi di hubungan mereka, ya hanya mereka berdua lah yang berhak tahu dan menyelesaikan. Sekalipun itu orang terdekatnya seperti orang tua ataupun sahabat. Mentari tetap tidak suka.

"Berarti dari pagi Mentari belum pulang, ya, Tan?" tanya Semesta memastikan.

"Belum," geleng Kinan. "Kamu mau nunggu? Kalau gitu, Tante buatin min--"

"Eh, nggak usah Tante." Cegah Semesta cepat membuat ucapan Kinan terpotong. Semesta mengangkat dua kantong kresek berwarna putih yang ada di tangan kirinya. Tadi sebelum ke rumah Mentari, Semesta memang menyempatkan untuk mampir ke Minimarket yang berada di dekat rumah Mentari. "Tadi Esta bawain minuman sama makanan buat Tante sama Mentari. Ini Esta juga bawa bahan makanan. Esta mau masakin Mentari. Biar dapet maaf dari Mentari."

Kinan tersenyum untuk menggoda Semesta. "Aduh, jadi ceritanya mau ngambil hati Mentari pakai masakan kamu nih?"

"Iya Tante," angguk Semesta ikut tertawa. Meski malu dengan senyuman jahil yang Kinan lemparkan ke arahnya, akan tetapi, satu hal yang patut Semesta syukuri adalah, ia selalu diterima dengan baik oleh ibu Mentari. Bahkan Semesta merasa mendapatkan kasih sayang pengganti almarhum Bundanya dari Kinan.

Kinan menggeleng kagum. Ia menepuk-nepuk pundak Semesta pelan. "Ya ampun, Ta. Tante beruntung banget punya calon menantu idaman kayak kamu. Udah ganteng, sopan, ramah, bisa ngertiin Mentari, jago masak lagi."

"Oh iya! Kamu juga rajin. Sering bantuin Mentari ngerjain tugas. Kemarin yang ngerjain tugas Mentari juga kamu, kan?" Semesta mengangguk. "Maafin anak Tante, ya, Ta. Sering merepotkan kamu."

Semesta tersenyum. Ia sama sekali tak merasa keberatan dengan hal itu. Membantu Mentari mengerjakan tugas, bukanlah hal yang besar bagi Semesta. "Iya, nggak apa-apa, Tante. Mentari kan kemarin kecapekan karena pemotretan. Sekarang juga. Jadi Esta bantuin."

"Ta, Mentari itu suka banget sama masakan kamu. Cuma dia gengsi aja buat ngaku," kekeh Kinan membuat hati Semesta langsung berbunga-bunga.

Detik itu juga Semesta salah tingkah memikirkan jika selama ini ternyata Mentari menyukai masakannya. Masakan yang selalu Mentari bilang rasanya biasa saja bahkan cenderung tidak enak.

"Beneran, Tan? Mentari beneran suka masakan Esta?"

Kepala Kinan mengangguk pelan. "Iya, Ta. Serius. Lihat aja, dia kalau makan masakan kamu pasti lahap. Beda kalau Tante yang masak."

Semesta menatap Kinan seakan meminta izin. "Jadi, boleh kan kalau Semesta nanti minjem dapurnya?"

"Boleh, dong. Ya udah sana kamu langsung ke dapur aja, biar kalau Mentari pulang, masakan kamu udah siap. Tante mau lanjutin ngasih pupuk ke bunga. Soalnya nanti malam Ayahnya Mentari pulang. Bisa marah-marah kalau lihat bunganya nggak Tante rawat."

"Iya, Tante." Semesta tertawa kecil lalu masuk ke dalam rumah Mentari dengan penuh semangat. Rumah yang sudah ia hafal tata letak ruangannya saking seringnya ia datang ke sini.

Saat di dapur, Semesta tiba-tiba kepikiran sesuatu. Ia menghela napasnya pasrah. "Kira-kira Mentari mau maafin gue nggak ya? Kalau nanti dia nggak mau maafin gue, terus masakan gue dibuang, gimana ya?"

Semesta mengusap wajahnya kasar. Ia memukul kepalanya pelan. "Udah, Ta! Masak! Masak! Jangan malah mikir yang enggak-enggak! Yang penting lo berusaha dulu buat dapetin maaf dari dia!"

Semesta berencana sore ini ia akan memasak nasi goreng udang kesukaan Mentari. Setelah mendengar ucapan Kinan yang mengatakan jika malam ini Ayah Mentari pulang dari dinas kerjanya di luar kota, Semesta langsung kepikiran untuk memasak dengan porsi yang agak banyak. Agar mereka berempat bisa memakannya bersama-sama malam nanti.

Semesta mulai mengeluarkan semua bahan masakannya dan mulai mengambil piring, pisau, dan lainnya untuk memulai pertempurannya di dapur.

Hobi memasak yang ia warisi dari almarhum Bundanya itu ternyata tidak sia-sia. Beberapa kali Semesta berhasil mendapatkan maaf dari Mentari dengan cara ini. Dan kali ini, Semesta sangat berharap, ini juga berhasil.

Tak lama setelah Semesta selesai mengupas bawang merah, bawah putih, memotong cabai hijau dan merah, samar-samar, Semesta mendengar suara-suara dari arah ruang tamu. Karena penasaran, Semesta berniat keluar untuk melihatnya. Apakah itu Mentari yang sudah pulang atau justru Ayah Mentari yang sudah sampai terlebih dahulu.

"Siapa sih? Apa Mentari udah pul--"

"Astaga! Kenapa kamu ada di sini?!" Mentari terlonjak kaget. Ketika hendak masuk ke dapur, dirinya hampir bertubrukan dengan Semesta yang justru berniat keluar dari dapur.

"Kamu udah pulang?"

Berbeda dengan Mentari yang menampilkan wajah kesal, sebaliknya, Semesta justru menampilkan wajah berseri-seri bahagia melihat kedatangan Mentari. Terlihat dari pancaran kedua mata cowok itu.

"Kamu ngapain di sini, Sem?!"

"Aku mau masakin kam--"

Lagi-lagi ucapan Semesta terpotong kala seorang cowok asing yang tidak Semesta kenali tiba-tiba mendatangi mereka.

"Tar, mana kamar mandi lo? Gue mau buang air kecil."

Semesta melemparkan tatapan penuh tanya ke Mentari. Bukannya menjawab, cewek itu justru menarik tangan cowok asing itu sampai di depan pintu kamar mandi.

"Nih, kamar mandinya."

"Mentari," panggil Semesta. Setelah cowok tadi masuk ke dalam kamar mandi, Semesta buru-buru meraih tangan Mentari untuk meminta penjelasan. "Siapa dia? Kamu pulang sama siapa tadi?"

Melepaskan genggaman tangan Semesta, Mentari melipat tangannya di depan dada. "Dia temen aku di pekerjaan, Sem. Nggak usah kekanakan dan mikir yang aneh-aneh. Dia cuma nganter aku pulang karena cowok aku nggak peduli dan nggak mau nganter aku pemotretan!"

***

Emosi nggak?😔

Pesan buat Mentari?

Pesan buat Semesta?

Kalian juga bisa baca Semesta versi AU Instagram, di instagram aku yaa @tamarabiliskii

Lanjuttt??!!

Spam emoticon 🪐☀ di sini :

Follow akun instagram kita biar kalian nggak ketinggalan info lainnya :

@tamarabiliskii

@semesta.auriga

@mentari.gauri

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro