Peluk
Langkah kaki itu bergema di lorong rumah sakit, buket bunga besar tak menghalangi gadis berambut hitam kecoklatan untuk tidak bergerak lincah melewati beberapa perawat atau pasien yang lalu lalang.
"Selamat Pagi!"
Sapa itu bergema bersamaan dengan pintu kamar terbuka, memperlihatkan seorang pemuda berambut hitam legam sedang duduk di atas ranjang sambil memakan sarapan paginya.
"Good morning Nalya." sapa si pemuda sambil tersenyum.
Nalya menaruh buket bunganya di meja samping ranjang, memeluk si pemuda.
"Harum seperti biasanya,"
"Tentu saja donk! Khusus untuk pacar!" sahut Nalya sambil terkikik.
"Vino, Jaka titip pesan tadi, lho Nalya?"
Seorang lelaki berumur 30 tahunan membuka pintu sambil membawa sebungkus martabak, bau harumnya langsung merebak ke seluruh ruangan. Wajahnya menyiratkan keheranan mendapati eksistensi gadis berkuncir kuda di ruangan inap adiknya.
"Ah... Kak Rion tau aja Nalya lapar..." ucap Nalya merebut martabak yang masih dibungkus kertas minyak itu.
Pria berjas hitam itu mendesah, "Vino, jinakin hewan peliharaan lo dulu."
"Ish! Kak Rion!" Nalya memukul Rion sambil cemberut, sedangkan Vino tertawa-tawa, Nalya selalu bisa membuat hari Vino berwarna.
Nalya duduk di salah satu sofa yang berada di dalam kamar inap yang elite itu.
"Selamat makan!"
"Siapa bilang ini untukmu!"
Rion lekas mengambil martabak itu dari Nalya membuat gadis itu menggerutu kesal, berusaha untuk merebut martabak itu kembali.
Sedangkan Vino tertawa melihat tingkah tom jerry dari kedua manusia yang ada di hadapannya. Rion memang selalu pelit kalau urusan makanan, padahal pria yang kini menjabat sebagai general manajer di salah satu perusahaan itu bisa saja memesan makanan lagi.
***
Nalya menengadahkan tangannya di jendela, menyebabkan rintik air jatuh di telapak tangannya yang putih mulus. Wajah cantiknya tampak memperhatikan air yang membasahi tanah.
"Nay, Lo nggak ikut bimbingan Pak Resto?"
Nalya menengok dan memperhatikan Riani yang sudah membawa beberapa tumpuk kertas yang dimasukkan ke dalam map bening.
"Nggak, proposalku belum selesai," kata Nalya sambil menunjuk proposalnya yang penuh coretan tinta merah.
"Lho? Bukannya kemarin udah di perbaikin?"
Riani duduk di samping Nalya sambil membuka proposal Nalya, gadis itu hanya diam memperhatikan hujan.
"Astaga! Kalo gini terus, kapan lo PKL nya?"
"Nah itu," Nalya lalu menghadap Riani, "Aku galau berat!" ucapnya mendramatisir sambil menelungkupkan tangan di meja dan menyembunyikan wajahnya.
"Sudah sabar nak..." Riani mengelus punggung Nalya, "Tuhan pasti nunjukin jalannya..."
"Riani nggak ngebantu!" ucap Nalya sambil bermimik cemberut, dia badmood maksimal.
"Ya... Lo perbaikin aja lah, lagian hari ini nggak ada matkul Manajemen Rumah Sakit. Perpustakaan lagi kenceng juga WIFInya" usul Riani
Semangat Nalya kembali, meski sedikit. "Oke! Kalau gitu aku langsung cus!" ucapnya sambil menyambar berkas proposalnya dan tas gendong merah muda.
Riani hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Nalya yang selalu enerjik dan ekspresif itu.
"Semoga aja dia gak kesandung lagi."
BRUK!
Nalya mengusap-ngusap kepalanya, saking semangatnya tadi ia berlari kecil ke perpus dan langsung masuk tanpa melihat sekitar lalu menabrak orang yang ada di depannya. Gadis itu berdoa agar dahinya tidak benjol,menyebabkan kadar keimutannya berkurang beberapa persen.
"So-sorry, eh Nalya?"
Gadis itu mengenali suara bass yang dihasilkan oleh pemuda yang ditabraknya, "Kak Stefan?"
"Eh, beneran Nalya rupanya," ucap pemuda itu sambil terkekeh, "kebiasan Lo yang sering nyeruduk itu nggak ilang-ilang ternyata."
Nalya mengerucutkan bibirnya, "Kak Stefan! Itu nggak lucu!" ucapnya
Stefan yang mengenakan kemeja kotak-kotak biru itu tersenyum, "Udah lama kita nggak ketemu, gimana kabar lo sekarang?"
"Baik-baik aja," sahut Nalya sambil mengibas-ngibaskan tangannya, "Kak Stefan sendiri ngapain kesini? Bukannya ini perpus wilayah Kedokteran ya?"
Stefan membungkukkan badannya sedikit mensejajarkan pandangannya dengan Nalya lalu menyentil dahi gadis itu. "Kepo banget."
"Sakit tau!" ucap Nayla sambil mengelus dahinya yang dianiaya oleh mantan kakak kelasnya di SMA itu, sedangkan Stefan malah tertawa dengan reaksi Nalya.
"Ngomong-ngomong ngapain lo ke perpus?" tanya Stefan setelah melirik berkas proposan yang dibawa Nalya.
"Kepo." sahut Nalya sambil ngacir ke dalam perpus
Stefan rupanya mengikuti jejak Nalya yang masuk ke dalam perpus, pemuda itu duduk di kursi samping Nalya.
"Cie... yang proposalnya di tolak dosen,"
"Dasar! Kak Stefan bisa diem gak sih? Aku lagi konsen nih."
Stefan berdehem sambil memperhatikan Nalya, "Mau gue bantu nggak?"
"Boleh!" sahut Nalya sumringah, kesal tadi entah hilang kemana.
Setengah jam mereka habiskan untuk memperbaiki proposal milik Nalya. Gadis itu terlihat serius untuk memperbaiki proposalnya.
.***
"Hm... kali ini lavender ya?"
Vino melirik kearah Nalya yang mendorong kursi rodanya, gadis itu tampak manis dengan blus simpel berwarna pastel serta rambut yang dikepang dua.
"Seratus!" ucap Nalya ceria,
Mereka berdua sedang berada di taman rumah sakit yang luas, cahaya matahari sore terlihat menghiasi langit.
"Tumben gak wangi teri," ucap Vino "Nggak naik angkot nih?"
Biasanya Nalya akan menjenguk Vino sehabis pulang kuliah, karena Nalya belum diperbolehkan membawa kendaraan sendiri jadinya ia sering naik angkot atau bus untuk pergi ke rumah sakit.
"Vino nyebelin deh!" ucap Nalya sambil menjepit hidung Vino membuat pemuda itu kesakitan, "Tadi habis dianter temen." lanjutnya
"Temen? Riani? Bukannya dia sering naik bus ya?"
"Bukan Riani! Tapi Kak Stefan!"
"Kak Stefan?" Vino menatap Nalya kebingungan, "Setahuku kamu nggak punya temen namannya Kak Stefan."
"Ah itu..." Nalya mengetuk dagunya dengan jari, "Kami baru ketemu seminggu yang lalu di perpustakaan, dia kakak kelasku waktu SMA dulu." terang Nalya.
"Ho.. kalian cukup dekat ya?"
"Lumayan, dulu dia sering membantuku walau kadang nyebelin..."
Vino mendengarkan cerita Nalya tentang masa SMA nya dulu, sesekali ia memperhatikan raut wajah Nalya. Mata coklat terangnya tampak berbinar-binar dan wajahnya terus berubah ekspresi sesuai dengan cerita yang dibawakannya.
Diam-diam Vino mengulas senyum kecil, mata abu-abunya melihat kearah matahari yang mulai tenggelam. Diliriknya Nalya yang duduk di bangku sampingnya. Diraihnya gadis itu lalu mengecup pipinya lembut.
"Vi-vino!" ucap Nalya Kaget
"Aku sayang padamu, selalu." ucap Vino sambil mengelus kepala Nalya membuat gadis itu bersemu.
***
Nalya berlari di sepanjang koridor kampus, setelah 6 kali revisi akhirnya proposalnya di terima juga, Sebentar lagi ia dapat PKL di rumah sakit tempat Vino dirawat sekalian modus. Untung saja kampus sepi karena kegiatan perkuliahan telah selesai, hanya beberapa mahasiswa yang lalu lalang.
Gadis itu berdiri di halte menunggu bus, tidak sabar untuk memberitahu Vino bahwa minggu depan ia akan PKL.
"Woi! Senyum-senyum sendiri, nanti dikira orang gila tau!"
Nalya kaget mendapati keberadaan Stefan disampingnya, pemuda itu tampaknya baru saja selesai dengan kelasnya.
"Biarin week!" kata Nalya lalu menjulurkan lidahnya.
"Mau ke rumah sakit lagi?" tanya Stefan, Nalya mengangguk semangat
"Aku nggak sabar ngasih tau Vino." ungkap gadis itu
Jadilah mereka berdua pergi ke rumah sakit menggunakan mobil Stefan. Mereka tiba setelah setengah jam perjalanan.
Stefan ikut menjenguk Vino. Mereka bertiga mengobrol asik, sesekali Stefan mengejek Nalya yang dibalas dengan tatapan sinis atau wajah cemberut khasnya. Vino memperhatikan sambil tertawa Stefan mengingatkannya pada Rion-kakaknya yang biasanya kurang akur dengan Nalya, hingga tidak terasa malam pun tiba. Membuat Nalya dan Stefan harus pamit pulang.
"Hati-hati di jalan," ucap Vino lalu mengecup kening Nalya. Pemuda itu beralih kepada Stefan, "Jaga Nalya untukku."
Stefan mengangguk, "Tenang aja, Kingkong bakal tetep aman."
Nalya menyikut perut Stefan sebelum keduanya keluar dari kamar inap Vino.
Pemuda itu menatap mereka yang berjalan keluar dari balik jendela sambil tersenyum, yang menyiratkan kesedihan dan kelegaan.
***
"Ah... mogok!" rutuk Stefan sambil memukul setir.
Mobil Stefan berhenti di pinggir jalan dengan hujan yang deras mengguyur. Nalya memandang kearah luar melalui jendela mobil. Tinggal beberapa meter lagi mereka akan sampai di rumah sakit.
"Sampai disini aja," ucap Nalya "Lagian lagi deket."
Stefan mengangguk, mebiarkan Nalya keluar dari mobilnya.
Payung berwarna biru muda langsung terbuka, melindungi Nalya dari rintik air hujan. Ia lumayan bersemangat untuk segera memulai rutinitas yang telah ia lakukan dua minggu terakhir ini.
BATS!
Angin kencang datang dan langsung menghempaskan payung Nalya ketika gadis itu terkaget dengan suara klakson mobil yang lewat di jalanan .
Namun ia tidak merasa basah, kemeja putih yang ia kenakan belum basah.
"Kingkong, kita lari secepatnya,"
Tahu-tahu Stefan sudah ada di sampingnya, memayunginya dengan jaket tebal yang biasa dipakai pemuda itu. Mau tidak mau Nalya mengikuti perkataan Stefan, berlari menuju ke rumah sakit dengan jantung yang berdebar kencang.
"Makasi Kak Stefan," ucap Nalya sambil melirik Stefan yang setengah basah,
"No Prob," ucap Stefan
Nalya memasuki pelantaran rumah sakit setelah melambaikan tangan pada Stefan. Jantungnya masih saja berdegub kencang. Nalya menepuk pipinya berulang kali, agar perasaan aneh yang menjalar hatinya tidak membuatnya hilang fokus.
"Hei! Bengong aja!" ucap Arakida, salah satu mahasiswi koas yang Nalya kenal
"Ma-maaf," sahut Nalya
Arakida melirik kearah luar, "Yang tadi itu gebetanmu?"
"Ha? enggak?!" ucap Nalya salah tingkah
Arakida menyippitkan matanya, "Ah masa... wajahmu merah lho!"
Nalya langsung gelagapan, Arakida tertawa melihat reaksinya.
"Cie... ada yang jatuh cinta..." goda Arakida
"Ara! Udah!" kata Nalya "Mending kita pergi ke UGD,"
Arakida terkikik kecil, "Oke-oke bos!"
Sepanjang hari itu Nalya memikirkan ucapan Arakida, gadis perambut panjang itu. Akhir-akhir ini jantungnya memang sering berdegup kencang ketika berada di dekat Stefan. Degup yang sama seperti saat ia bertemu dengan Vino pertama kali.
Nalya lalu memperhatikan Vino yang sedang bercakap-cakap dengan seorang suster di lorong. Mereka terlihat asik mengobrol dan tertawa. Nalya cukup kenal dengan perawat itu karena sering terlihat bersama Vino, anak SMK yang juga sedang magang di rumah sakit ini.
Kelihatannya perawat itu menyukai Vino.
Tunggu ada yang salah disini.
Nalya memegang dadanya, tidak ada rasa sesak atau cemburu yang biasa ia rasakan ketika memergoki Vino dekat dengan gadis lain selain dirinya.
Apa mungkin ia telah pindah ke lain hati? Tapi dia masih pacaran dengan Vino... sejak kapan?
Entah kenapa Nalya merasa dadanya sesak, untuk alasan yang berbeda dan hanya dirinyalah yang tahu.
***
Vino memperhatikan Nalya yang sedang mengupas buah apel, gadis itu tampak lebih pendiam beberapa akhir ini.
"Apa PKL itu melelahkan?" tanya Vino,
"Ya... begitulah Vin." Jawab Nalya "Tapi aku cukup menikmatinya kok!" lanjutnya dengan nada ceria
"Hoo..." Vino mencopot apel yang telah dikupas, lalu memasukkannya ke dalam mulut sambil tetap memperhatikan Nalya yang menata apel yang telah ia kupas diatas piring.
"Nalya, aku menyayangimu." kata Vino tiba-tiba
Nalya tersenyum "Aku juga sayang Vino."
"Kamu sayang Stefan juga kan?" tembak Vino, membuat Nalya terdiam. Gadis itu tidak tau harus mengatakan apa.
"Aku sudah tau itu," ungkap Vino sambil menengadah ke langit-langit kamar, berat untuknya mengatakan hal itu.
"Maaf..." ucap Nalya sambil menunduk, ia merasa bersalah pada Vino, sangat-sangat bersalah.
"It's Okay."
Vino membawa Nalya pada pelukannya, gadis itu balas memeluk Vino sambil menangis. Keduanya sama-sama merasa terluka namun inilah kenyataannya. Tidak ada yang dapat mereka pungkiri dan dustai. Dalam peluk mereka berusaha untuk mengerti satu sama lain, berusaha untuk merelakan meski tidak dapat saling menyembuhkan.
Tiada yang terobati
Di dalam peluk ini
Tapi rasakan semua
Sebelum kau kulepas selamanya
Tak juga kupaksakan
Setitik pengertian
Bahwa ini adanya
Cinta yang tak lagi sama
***
2 hari kemudian...
Nalya berada di depan rumah sakit, gadis itu baru saja akan dijemput oleh Stefan. Mereka mengobrol ringan sebelum dikejutkan oleh suara tabrakan dan teriakan seorang anak kecil.
Keduanya memindahkan atensi pada seberang jalan, sebuah mobil berwarna putih tampak mengepukan asap dibawah sebuah pohon, sebuah kursi roda tampak tergeletak rusak.
"Vino!!" teriak Nalya sambil mendekat.
Pemuda yang dipanggil namanya diam tak bergerak, darah memenuhi jalanan. Di tangan kanan pemuda itu terdapat sebuah mainan mobil-mobilan.
Paramedis segera mendekati lokasi, seorang perawat yang membawa anak kecil langsung memberikan anak kecil yang tengah menangis itu kepada Stefan sebelum membantu paramedis lain memindahkan Vino.
Vino langsung dilarikan ke ruang operasi, terdapat serpihan kursi roda di dalam tubuhnya dan harus segera di keluarkan. Nalya dan Stefan menunggu dengan cemas, perawat dan anak kecil tadi juga berada disana menunggu dengan kegelisahan yang sama, Rion kakak Vino datang dengan wajah berantakan dan jas kantoran.
Lampu ruangan operasi lalu menyala hijau, bersamaan dengan keluarnya seorang dokter.
"Bagaimana keadaannya dok?" Stefan langsung bertanya
Dokter itu menggeleng lemah, "Maaf, tapi pasien telah berpulang."
Nalya langsung menangis di pelukan Stefan. Rion mengusap wajahnya frustasi sedangkan perawat dan anak kecil yang ditolong Stefan menangis sesenggukan.
Lepaskanku segenap jiwamu
Tanpa harus ku berdusta
Karena kaulah satu yang kusayang
Dan tak layak kau didera
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro