Part 18 - Sahabat
Sahabat adalah seseorang yang selalu ada saat bagaimanapun keadaan kamu. Bukan ia yang hanya datang saat senang dan kayamu, tetapi selalu beralasan untuk datang saat dirimu dalam kesedihan dan kesusahan.
Namun, buka berarti sahabat itu hanya untuk tempag berkeluh kesah. Jangan lupakan ia, saat kebahagiaan menghampirimu dan ajak mereka juga untuk berbahagia bersama.
Mentari telah menyapa dunia sejak beberapa jam yang lalu. Tampak kini gadis berjilbab syar'i warna hitam, sedang fokus membaca buku yang sengaja dibawanya dari rumah.
Saat dirinya merasa bosan terus berkutat dengan huruf-huruf dalam lembaran itu. Tampak gadis itu mengembuskan napas cukup dalam dan meletakkan buku itu di atas meja sampingnya. Kemudian kepalanya menoleh ke arah sang sahabat yang masih terbaring lemah dan tak sadarkan diri.
"Cahaya, sudah empat hari, nih. Ayo dong sadar. Kamu nggak kangen apa sama aku? Aku kangen banget lo, Ay sama kamu," ucap gadis itu mengelus punggung tangan sang sahabat sembari menatap sendu ke arah muka Cahaya yang masih tetap dengan kondisi mata terpejam.
Ya, semenjak Melly mengetahui kabar Cahaya yang kecelakaan. Ia langsung minta izin suaminya untuk menjenguk dan menjaga sahabatnya itu selama di rumah sakit.
Malik yang paham kedekatan keduanya dan bagaimana keadaan Cahaya yang sebatang kara dari cerita sang istri tempo hari. Akhirnya menyetujui dan mengalah sementara untuk tinggal bersama mertuanya agar lebih dekat dengan rumah sakit.
Sudah empat hari berlalu semenjak Cahaya dipindahkan ke ruang rawat inap. Gadis itu belum menunjukkan perkembangan kondisi menjadi lebih baik setelah melewati masa kritisnya dan masih bertahan memejamkan mata, seperti sangat menikmati waktu istirahatnya.
"Cahaya, kamu tahu nggak. Ternyata nikah itu seru banget lo. Udah apa-apa jadi serba ibadah, kemana-mana ada yang nemenin, ada yang selalu negur juga kalau kita ngelakuin kesalahan. Pokoknya seru dan nikmat banget. Ayo dong, Ay sadar. Aku nggak sabar, nih dengar cerita kamu. Kabar terakhir kamu chat aku, kan ... kamu mau dilamar Bagas."
'Eh iya, sudah tiga hari ini. Aku kok nggak pernah lihat bagas ke sini, ya?' batin Melly saat baru menyadari jika laki-laki itu belum pernah sama sekali menampakkan batang hidungnya.
"Assalamualaikum." Terdengar suara berat dari pintu masuk, membuat Melly menoleh dan langsung melebarkan senyum saat mendapati sang suami-lah yang datang.
"Waalaikumsalam warohmatullah wabarokatuh," ucap Melly bangkit dan mencium punggung tangan sang suami penuh takzim.
"Gimana kabar Cahaya?"
Melly tampak menggeleng dan terlihat bersedih setelah menatap Cahaya, kini netranya beralih ke arah sang suami kembali. "Sabar, ya. Jangan putus doa. Karena Allah-lah Sang Maha Penyembuh."
"Iya, Mas. Mas juga bantu doa, kan?" ucap Melly yang langsung menghambur ke pelukan sang suami.
"Insyaallah pasti, Sayang," ujar Malik sembari mengelus punggung Melly agar wanita itu lebih tenang.
"Ya udah, yuk makan siang. Mas bawain nasi bebek kesukaan kamu," ucap Malik langsung merangkul pinggang sang istri setelah melepas pelukannya, lalu mengajak ke taman rumah sakit.
Melly sempat mengecup pipi sang suami karena saking senangnya dibawakan makanan favotinya itu, membuat sang suami terkekeh dan mencubit mesra hidung wanitanya.
Ya, selama tiga hari ini, Malik akan selalu ke rumah sakit untuk makan siang bersama sang istri. Kebetulan ia sedang memantau lokasi proyeknya yang tak jauh dari rumah sakit ini.
Melly dan Hawa yang kini sama-sama memiliki suami sepakat berbagi tugas untuk menjaga Cahaya selama di rumah sakit. Jadwal Melly mulai pagi sampai siang, sedangkan siang nanti, Hawa-lah yang akan berjaga sampai sore. Untuk malam hari, keduanya meminta bantuan suster jaga khusus dari pihak rumah sakit.
"Aku bingung deh, Mas. Gimana jelasin semuanya ke Cahaya setelah ia sadar nanti," ucap Melly sesekali berbicara saat setelah menelan makanannya.
"Tentang perusahaan Cahaya?" Melly langsung menganggukkan kepala.
"Tahan dulu dan alihkan bagaimanapun caranya, sampai kondisi Cahaya benar-benar pulih."
"Semoga bisa ya, Mas." Malik tampak menganggukkan kepala.
Mentari terus beranjak tiada pernah terhenti meski sedetik pun. Kini, warna jingga mulai terbentang di langit bagian barat. "Ay, yakin, nih kamu nggak mau sadar sekarang? Aku mau pulang, nih." Melly menatap Cahaya intens, penuh harap gadis di hadapannya itu akan membuka mata jika diancam dekimian. Namun kenyataannya nihil, hari ini hasilnya masih sama dengan yang sebelum-sebelumnya. Gadis yang nampak pucat itu masih bertahan di alam bawah sadarnya.
Melly mengembuskan napas cukup panjang. "Ya udah, istirahat yang nyaman ya, Ay. Aku pulang dulu. Besok pagi, insyaallah balik lagi kemari," pamit Melly mencium kening Cahaya kemudian berlalu.
Hari ini Melly menjaga Cahaya seharian, karena Hawa meminta maaf tak bisa mengganti dia berjaga sebab ada keperluan penting. Setelah keluar dari ruang rawat Cahaya, saat ini Melly menggantikan peran Hawa untuk menemui suster penjaga.
"Maaf, Sus. Saya mau pulang dulu. Titip Bu Cahaya ya, Sus. Kalau ada apa-apa langsung hubungi nomor saya atau Hawa."
"Baik, Bu." Suster Ila tersenyum ramah dan Melly pun pamit untuk segera pulang, karena suaminya sudah menunggu di parkiran.
Persahabatan yang indah benar-benar terjalin diantara ketiganya. Kasih sayang mereka terlihat tanpa pamrih, begitu tulus. Seakan saling merasakan apa yang dirasakan salah satu dari mereka. Lihat saja Melly dan Hawa saat melihat Cahaya yang terbaring lemah seperti ini. Mereka menyempatkan waktunya untuk menemani Cahaya meski sebenarnya keduanya telah hidup berkeluarga. Hawa dan Melly sangat sedih melihat kondisi Cahaya dan tak pernah putus doa untuk sahabatnya itu, berharap akan segera pulih.
---***---
Suasana Rumah sakit terlihat tak begitu ramai. Tepat pukul 18.00 WIB suster Ila masuk ke ruang rawat inap Cahaya untuk mengecek kondisinya.
Saat dirinya baru saja usai melakukan infus intravena dan meletakkan kembali tangan Cahaya di atas ranjang. Betapa terkejutnya Suster Ila ketika melihat ujung jari Cahaya tiba-tiba bergerak dan berlanjut pada kedua kelopak mata Cahaya yang ikut sedikit bergerak. Ia langsung memanggil dokter agar segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Beberapa menit setelah pemeriksaan, dokter yang sejak tadi di temani suster Ila, memutar tubuhnya kemudian tersenyum dan berkata, "Alhamdulillah pasien sudah sadar, segera hubungi keluarganya." Suster Ila pun melaksanakan apa yang diperintahkan sang dokter.
Melly yang mendengar kabar dari suster Ila langsung mengajak suaminya untuk segera ke rumah sakit. Tak lupa, ia pun mengubungi Hawa dan memberitahukan kabar bahagia itu.
Setelah lima belas menit berlalu, Melly dan suaminya dengan wajah semringah datang tergopoh-gopoh langsung ke ruang rawat Cahaya. Namun begitu keduanya sampai di depan pintu, mereka langsung menghentikan langkah saat mendengar suara teriakan Cahaya.
.
.
.
.
Bersambung
Gimana dengan Part ini?
Yuk komenin 😁😁
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro