Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 14 - Rahasia Kehidupan

Namanya juga kehidupan dunia, tak ada yang abadi. Tak ada istilahnya sukses dan selalu sukses. Pasti adakalanya hidup ini akan melewati fase kegagalan pada waktu tertentu. Perusahaan Cahaya yang berkembang pesat selama beberapa tahun ini, nyatanya juga mengalami sebuah hal yang di luar dugaan di bulan ini.

Omset  naik turun itu sudah biasa dalam dunia bisnis, tetapi khusus bulan ini terjadi hal yang tak biasa. Omset perusahaan milik Cahaya tiba-tiba mengalami penurunan drastis. Beberapa produk yang terjual sangat sedikit sekali hingga terhitung rugi dalam jumlah lumayan besar.

Tampak gadis berkerudung pasmina warna hitam itu memijit-mijit keningnya. Duduk sendiri di ruangannya setelah meeting bulanan tadi bubar.

Astaga ... sepertinya ini semua kelalaianku. Beberapa bulan ini aku kurang fokus dalam mengelola perusahaan. Kurang teliti dan tak peka. Akibatnya bisa sefatal ini, batin Cahaya yang tampak merasa bersalah. Apalagi mengingat dirinya sempat membentak salah satu bagian personalia tadi, hatinya semakin dihantui rasa bersalah.

Beberapa bulan ini memang kinerja Cahaya menurun drastis. Sepertinya benang-benang asmara yang terajut semakin erat untuk Bagas membuatnya  lalai dengan pekerjaannya sendiri. Ia kecolongan dan lengah dengan persaingan pasar yang semakin kuat.

"Astaghfirullahal'adzhim," ucap Cahaya seraya mengusap wajahnya dengan kasar.

Aku nggak boleh larut terus menerus dengan masalah yang ada. Aku tak boleh tinggal diam. Aku harus segera bangkit dan memperbaiki semuanya, tekad Cahaya memberi semangat untuk dirinya sendiri.

Baru saja ia mulai membuka berkas-berkas di atas meja, bunyi ketukan pintu terdengar. "Masuk," ucap Cahaya membenahi duduknya dengan punggung bersandar. Berusaha tetap rileks meski masalah cukup serius mendera perusahaannya.

"Maaf, Bu. Saya mengganggu."

"Nggak kok, Ver. Silakan duduk." Gadis cantik di hadapannya itu pun duduk. Tampak kemudian ia menyerahkan sebuah amplop putih seraya berkata, "Ini surat persetujuan dari pihak HRD mengenai surat resign saya, Bu."

"Hm. Kamu jadi resign bulan ini? Apa nggak bisa ditunda dulu, misal bulan depan? Keadaan di perusahaan lagi genting, Ver. Aku sangat butuh bantuan kamu." Cahaya yang sudah membaca surat itu tampak menghela napas cukup dalam.

"Maafkan saya Bu Cahaya, pernikahan saya nggak bisa dimundurkan. Dan ini permintaan calon suami saya agar berhenti bekerja sebelum menikah," ucap Vera tegas, membuat Cahaya mengangguk-anggukkan kepala.

"Oh, jadi kamu resign gara-gara akan nikah?"

"Iya, Bu."

"Oh, okelah kalau gitu. Selamat ya, semoga lancar sampai H. Jadi keluarga berbahagia," ucap Cahaya setelah menandatangani surat itu langsung menyerahkannya ke tangan Vera.

"Aamiin, aamiin. Makasih doanya ya, Bu. Besok-besok saya pasti akan ke rumah Bu Cahaya untuk mengantar undangannya." Cahaya mempersembahkan senyumnya seraya menganggukkan kepala, ikut berbahagia atas kebahagiaan sekretarisnya itu.

---***---

Langit gelap tanpa gemerlipnya bintang-bintang akibat mendung luas menyelimuti hamparannya. Suasana sepi di kantor, sama sekali tak menyurutkan semangat Cahaya untuk lembur malam ini.

"Kangen juga, sih. Udah lama nggak lembur," ucap Cahaya sembari mengangkat kedua tangannya ke atas, merenggangkan otot-ototnya yang mulai kaku. Pasalnya, sejak usai melaksanakan salat Maghrib, dirinya terus fokus duduk menatap laptop yang menyala di meja kerjanya.

Kini, jarum jam dinding menunjukkan angka sepuluh. Meski pekerjaannya belum semua beres, ia tetap memilih membereskan semua berkas yang sempat berserakan di meja. Sudah menjadi komitmen Cahaya dengan dirinya sendiri. Lembur hanya diperbolehkan untuk dirinya sendiri maksimal pukul 10 malam. Lebih dari angka itu, ia harus segera pulang. Ia tak mau menyakiti dirinya sendiri.

"Malam, Bu," sapa Pak Satpam yang sedang berjaga, tampak ia berkeliling saat kaki Cahaya menuju ke parkiran.

"Iya, Pak, malam. Mari, Pak. Saya pulang dulu," balas Cahaya dengan ramah kemudian berlalu dari hadapan laki-laki berbaju putih dan bercelana  hitam itu.

Jalanan sudah mulai tampak sepi dari lalu lalang kendaraan, membuat Cahaya mengemudi kendaraan roda empatnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Pikiran lelah dan sempat mengalami frustasi, membuat wanita itu merasa sangat lelah.

Entah sudah berapa kali, gadis itu menutup mulutnya yang kerap menguap, hingga kini kedua matanya tampak berair. "Astaga, kenapa aku jadi ngantuk gini, sih." Cahaya yang kembali menguap langsung menutup mulut dengan tangan kirinya.

Saat melihat lampu merah menyala, kesempatan baginya untuk memikirkan sesuatu agar kantuk tak menyerangnya dengan sangat. "Waduh bahaya, nih. Aku ngapain ya biar nggak ngantuk banget gini," gumamnya sembari netranya mengitari ruang mobil, mencari sesuatu agar bisa mengalihkan rasa kantuk yang mendera.

Saat melihat tape recorder di sampingnya, akalnya pun baru mendapatkan ide. Ia putar volume tape itu sedikit keras setelah senandung lagu berjudul 'happy now' mulai terdengar rungunya.

Beberapa menit berselang, akhirnya Cahaya bisa mengembuskan napas lega. Karena dirinya saat ini telah sampai di rumah dengan selamat. Lagu tadi, memang berhasil mengurangi rasa kantuk yang menyerang dirinya.

"Alhamdulillah, akhirnya sampai rumah," ucap Cahaya mematikan tape recorder-nya kemudian bergegas turun dari mobil.

Setibanya di kamar, ia langsung masuk ke kamar mandi. Menyiram tubuhnya dengan air hangat, agar rileks saat tidur nanti. Namun, belum juga matanya terlelap saat dirinya kini telah terkapar di tempat tidur. Matanya langsung terbuka, saat mengingat dirinya belum salat Isya.

"Astaghfirullahal'azim. Aku lupa belum salat Isya'." Gadis itu langsung bangkit, mengusir rasa malas yang begitu memaksa dirinya agar tidur saja dari pada salat. 'Salatnya nanti malam aja sekalian sebelum Subuh' suara menyesatkan itu seakan berbisik di telinganya.

Dengan tegas Cahaya menolak rayuan itu dan bergegas menuju kamar mandi saat mengingat nasihat Melly tempo hari. "Kalau kamu mau perbaiki diri, jaga salatmu ya, Ay. Agar Allah selalu merahmati dan meridai setiap langkahmu. Jaga salat memang berat, tetapi itu adalah tiang agama. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Shalat itu adalah tiang agama (Islam), maka barangsiapa mendirikannya, sungguh ia telah menegakkan agama (Islam) itu; dan barang siapa merobohkannya, sungguh ia telah merobohkan agama (Islam) itu" (HR al-Baihaqi)."

Lima belas menit berselang, Cahaya telah usai dengan ibadah empat rakaatnya. Saat dirinya kembali ke kasur empuk yang seakan terlihat melambai-lambai untuk segera berebah. Netranya tak sengaja melihat sebuah pigura yang menampakkan foto dirinya dengan sang sahabat, Melly dan Hawa.

Cahaya meraih pigura, lalu tangannya mengusap-usap gambar tak bernyawa itu seraya mengukir senyum. "Kamu sudah menikah, Mel. Beberapa hari lagi kamu, Wa. Apakah setelah itu aku? Tapi kapan, ya?" Pandangan Cahaya beralih ke arah langit-langit kamarnya yang temaram, karena kini hanya lampu tidur yang menyala.

"Semoga Bagas serius dengan ucapannya dan akan segera datang melamar," gumam Cahaya penuh pengharapan. Ia meletakkan pigura itu lalu merebahkan tubuhnya.

---***---

Langit telah menampakkan sang fajar, bertepatan dengan itulah alarm ponsel Cahaya berbunyi kompak dengan jam wekernya yang lebih nyaring berbunyi.

Rungu Cahaya yang mendengar alarm itu mulai terusik. Meski kelopak matanya masih tertutup rapat seperti direkat, tetap saja ia memaksakan dirinya untuk bangkit. Dengan mulut menguap dan sedikit netra terbuka, langkah Cahaya tertatih-tatih menuju meja yang agak jauh dari kasurnya.

Sesampainya di meja itu ia matikan alarm dari ponsel, kemudian melanjutkan langkah di sebuah lemari kecil tempat ia meletakkan jam weker. Ya, begitulah inisiatif Cahaya agar tak malas bangun untuk salat Subuh.

Alarm yang berbunyi keras baginya percuma jika hanya diletakkan di meja dekat lampu tidur. Karena tangannya dengan mudah mematikan dan tidur kembali. Namun, dengan cara menjauhkan jarak dua alat pengingat itu di tempat berbeda, ternyata ampuh membangunkan dirinya untuk melaksanakan salat Subuh tepat waktu akhir-akhir ini.

"Alhamdulillah, bisa salat Subuh tepat waktu," ucap Cahaya dengan wajah berseri penuh syukur atas nikmat yang Allah berikan kepadanya

.
.
.
.
.
.
Bersambung
24 Syawwal 1442 H

Gimana dg part ini?
Yuk komenin 😁

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro