Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 07 - Bukan ABG labil

Cahaya tetap memaksakan langkah meski hatinya terus bergemuruh. Amarah menguasai diri, ingin sebenarnya berbalik badan. Namun, ia sadar, dirinya bukanlah ABG labil yang terkalahkan oleh api cemburu.

"Ehm. Selamat malam," ucap Cahaya berusaha seprofesional mungkin. Bagas dan gadis di depannya langsung menoleh. Tangan laki-laki itu sontak turun dari bibir gadis di depannya, tadinya Bagas sedang membersihkan sedikit makanan yang menempel di bibir gadis itu.

"Eh, Sayang. Akhirnya kamu datang juga." Tampak Bagas bergegas bangkit, menyambut kekasihnya dengan menyeret kursi ke belakang agar diduduki Cahaya.

Cahaya menghela napas sedikit dalam, bibirnya mengukir senyum, berusaha tetap tenang, menahan gejolak hatinya dan hanya menuruti apa yang dilakukan Bagas.

Tak banyak percakapan yang terjadi. Setelah mengetahui nama gadis itu adalah Vera. Cahaya bertanya tentang latar pendidikan dan pengalaman kerjanya.

"Gimana, Ay? Saya nggak salah pilih, kan?" tanya Bagas setelah Vera menjawab semua pertanyaan Cahaya dengan jelas dan tegas. Berulang kali Cahaya mengukir senyum dan mengangguk-anggukkan kepala saat Vera menjawab beberapa pertanyaannya dengan baik dan lancar. Ia terlihat puas dan cocok dengan pilihan Bagas.

"Selamat ya, Ver. Anda saya terima menjadi sekretaris saya. Mulai besok anda bisa langsung masuk kerja," ucap Cahaya seraya menjulurkan tangan ke depan Vera.

Gadis cantik berambut gelombang itu pun menyambut uluran tangan Cahaya dengan antusias. "Terima kasih atas kesempatannya Bu Cahaya. Saya merasa tersanjung bisa bergabung dengan perusahaan anda. Kalau begitu, Saya permisi ya, Bu, Mas. Saya masih ada janji ketemu seseorang soalnya."

Cahaya menganggukkan kepala, begitu pun Bagas. Ketiganya saling bertukar senyum, sampai akhirnya Vera meninggalkan keduanya dalam satu meja.

"Ehm, dia siapa kamu, Gas? Akrab dan mesra banget kelihatannya," ucap Cahaya sembari tangannya mengaduk-aduk minuman, sedangkan netra gadis itu sama sekali tak melihat ke arah laki-laki di sampingnya.

Mendengar pertanyaan dan melihat gelagat Cahaya, sontak Bagas terbahak. Kedua netra Cahaya langsung menatap Bagas dengan heran dan berpikir apakah ada kata yang lucu dalam pertanyaannya?

"Kamu cemburu, Sayang?" tanya Bagas setelah menuntaskan tawanya. Cahaya bergeming sejak tadi, enggan untuk protes atau bertanya kenapa laki-laki itu tertawa. Mood-nya sedang tak bagus, jadi enggan ia banyak cakap.

Saat mendapatkan pertanyaan dari Bagas pun ia hanya mengendikkan bahu, sesekali menyedot minuman segar yang dipegangnya.

"Dia itu sepupu aku, Ay. Sejak kecil memang kita kayak udah kakak dan adik kandung. Apalagi semenjak Rifa, adik aku tiada. Dia udah aku anggep seperti adik kandungku sendiri."

Cahaya yang inginnya cuek, akhirnya menatap Bagas iba. Ia tak menyangka jika cemburunya benar-benar salah sasaran.

"Astaga maafin aku ya, Gas. Aku malah cemburu sama adik sepupu kamu."

Bagas menatap Cahaya seraya bibir yang tertarik melengkung senyum. "Nggak apa-apa, Sayang. Cemburu itu kan tanda cinta," ucap Bagas dengan mengerlingkan satu matanya ke arah Cahaya.

Gadis di sampingnya pun tersipu malu. Rona di pipi tak bisa dicegah menyemburat warna kemerah-merahan. Keduanya pun melanjutkan aktivitas makan malam dengan obrolan hangat seperti hari-hari yang telah berlalu.

Selang hampir satu jam. Sepasang kekasih itu tampak keluar dari restoran.
"Malam ini aku anter kamu ya, Ay," pinta Bagas saat keduanya berada di parkiran.

"Aku bawa mobil tadi, Gas."

"Nggak masalah, biar sopir aku yang bawa mobil kamu. Kamu ikut mobil aku ya. Aku kangen, nih sama kamu, kurang lama bareng sama kamunya," ujar Bagas.

"Makanya segera halalin, biar kita bisa hidup bareng dan sama-sama terus. Sebelum aku berubah pikiran," sindir Cahaya lirih, langkahnya dipercepat mendahului.

Bagas pun mengejar langkah sang kekasih. Meski ucapan Cahaya lirih, rungunya masih mampu mendengar penuturan gadis itu. Apalagi mendengar kalimat terakhir sang kekasih, membuat dirinya tampak sedikit panik.

Tak membutuhkan waktu lama, tangan laki-laki itu pun dengan cepat meraih tangan sang kekasih, membuat wanita itu otomatis menghentikan langkah.

"Kasih waktu aku untuk menyiapkan semuanya dengan matang ya, Sayang. Jangan sampai kamu ada pikiran untuk beralih ke lain hati," ucap Bagas seraya menggenggam kedua tangan Cahaya.

"Aku ini bukan ABG lagi, Gas. Sudah lebih tiga bulan kita berstatus pacaran. Tapi kamu belum pernah membahas sedikit pun soal keseriusan hubungan kita ke jenjang berikutnya. Kamu inget, kan syarat kita pacaran? Aku udah mentolerirnya sampai sekarang, Gas." Cahaya pun akhirnya mengeluarkan uneg-uneg yang selama ini ia tahan dalam hati.

"Apakah kamu tahu, Gas. Dari lubuk hati aku yang paling dalam, sebenarnya aku tak ingin pacaran. Apalagi genggaman tangan ini. Kamu pasti juga sudah tahu kan, Gas. Jika ini adalah dosa?" Tangan Cahaya pun perlahan bergerak, melepas genggaman tangan Bagas.

"Aku mengatakan ini bukan berarti sok suci. Aku juga tak munafik, jika aku selalu nyaman bersama kamu. Tapi, status pacar selalu membuat hati aku gelisah, Gas. Aku hanya khawatir kalau kamu sewaktu-waktu ninggalin aku dan memilih wanita lain. Aku sangat berharap, kamulah yang akan menjadi penerang hidupku setelah kedua orang tuaku tiada." Cahaya menatap Bagas dengan tatapan cinta, penuh harap jika laki-laki itu tak menunda waktu lebih lama untuk menikahinya.

"Tenang ya, Sayang. Aku sebagai laki-laki perlu persiapan untuk meminang seorang wanita. Apalagi wanita spesial seperti kamu. Kamu bukan wanita biasa, Sayang. Kamu adalah wanita terpandang dan aku perlu waktu untuk menyiapkan semuanya. Karena setelah aku lamar kamu nanti, aku ingin acara pertunangan kita mewah. Kita, kan sama-sama orang kaya. Jadi tak layak acara yang kita nanti, malah sederhana tanpa kesan. Kamu spesial buatku, Sayang. Jadi aku mau semuanya akan kuspesialkan buat kamu."

Cahaya tertegun, hatinya berdebar kencang seirama dengan degup jantungnya yang mulai bermaraton. Jangan lupa pipinya yang kini merona. Tangan yang tadi sempat akan terlepas dari genggaman tangan Bagas, kini membalas genggaman itu.

Cahaya terbuai oleh ucapan Bagas yang menspesialkan dirinya. Bagaimana pun hati wanita ingin tegas, tetap saja perasaannya sangat mudah lulus meski hanya lewat ucapan laki-laki yang menurutnya manis.

"Terimakasih, Sayang. Aku janji akan sabar menunggu," ucap Cahaya dengan senyum bibir yang semakin merekah.

Bibir Bagas pun tak kalah mempersembahkan senyum lebar. Bahagia telah bisa meyakinkan sang kekasih atas cintanya.
"Ya udah, aku antar kamu pulang sekarang, ya."

Cahaya pun mengangguk, keduanya berjalan beriringan dengan bergandengan tangan. Tak lupa Bagas membukakan pintu untuk Cahaya sebelum dirinya masuk ke mobil dan duduk di kursi kemudi.

Kau begitu sempurna
Dimataku kau begitu indah
Kau membuat diriku akan s'lalu memujamu

Disetiap langkahku
Kukan s'lalu memikirkan dirimu
Tak bisa kubayangkan hidupku tanpa cintamu

Janganlah kau tinggalkan diriku
Takkan mampu menghadapi semuaa
Hanya bersamamu ku akan bisa

Alunan lagu berjudul 'sempurna' ini menemani perjalanan keduanya. Bagas pun tak ketinggalan menirukan lagu itu sembari sesekali melihat ke arah Cahaya.

Senyum Bagas, seakan memberi isyarat jika lirik lagu itu adalah perwakilan isi hatinya. Cahaya sengaja menoleh ke jendela luar, bibirnya terasa berkedut menahan senyum. Ia benar-benar malu, tetapi sangat bahagia dengan kelakuan Bagas yang menurutnya sangatlah romantis.

"Kenapa pipi kamu memerah gitu, Ay. Nggak lagi sakit, kan?" tanya Bagas sengaja menggoda Cahaya.

Gadis itu pun menoleh, "Eh, apaan, sih, Gas. Nggak kok."

"Kamu bahagia, kan, selama bersamaku?" tanya Bagas menoleh ke arah Cahaya begitu mobil berhenti karena lampu merah menyala.

"Sangat, Gas. Aku bahagia, banget."

"Sama, Sayang. Aku juga sangat bahagia semenjak kamu hadir dalam kehidupanku."

Mendengar bunyi klakson dari mobil belakangnya. Bagas terkesiap, buru-buru kakinya menginjak gas untuk melajukan mobilnya. Cahaya hanya terkekeh melihat hal itu dan kembali menatap ke arah depan.

Belum lama mobil kembali melaju, netra Cahaya memicing saat mendapati seseorang di sebelah mobil yang terparkir di pinggir jalan.

.
.
.
.
.
.
Bersambung

Gimana dengan Part ini?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro