Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 06 - Menahan Prasangka

Saat cinta berkuasa dalam hati untuknya, maka netra ini hanya akan melihat kelebihannya dan akan memaklumi setiap kekurangannya.

💌💌💌💌

Saat cinta berkuasa dalam hati untuknya, maka netranya hanya akan melihat kelebihannya dan akan memaklumi setiap kekurangannya. Namun sebaliknya, jika benci yang menguasai hati untuknya, maka netranya akan mencari celah untuk menemukan kekurangannya tak peduli sekecil apa pun itu dan akan melupakan setiap kebaikannya.
Begitulah nurani setiap manusia, saat cinta melanda maka mudah untuk memaafkan setiap kesalahan si dia.

Seorang gadis tampak duduk tak tenang. Entah sudah ke berapa kalinya ia menengok jarum jam di pergelangannya, terus berputar tak berhenti sedetik pun.

Sesekali ia juga mengambil benda pipih yang sejak tadi bertengger di meja. Tampak jemari lentiknya mengusap layar ponsel saat merasa bosan.

Hampir tiga jam berlalu, tampak gadis berjilbab warna coksu itu menghela napas cukup dalam, saat netranya menangkap tiga cangkir yang berjajar di hadapannya. Hanya satu cangkir yang isinya tinggal setengah, sedangkan dua cangkir lainnya telah tandas ia minum.

"Astaga, sudah jam segini Bagas ke mana, sih?" ucapnya lirih tampak kesal, tetapi dalam hatinya juga terbesit rasa khawatir. Kepalanya sejak tadi tak bosan menengok ke arah pintu masuk kafe, memastikan apakah itu Bagas yang masuk.

Bunyi notif pesan masuk terdengar, buru-buru tangan Cahaya mengambil ponsel dan segera mengecek, pesan siapa yang masuk.

Baru saja ia mengusap layar pipih itu. "Cahaya," sapa seseorang yang baru datang dan langsung menghampiri gadis yang sejak tadi duduk sendirian. Gadis itu pun urung melihat pesan di ponselnya.

"Sorry, Sayang. Aku telat banget, nih datangnya. Udah dari tadi?" imbuh laki-laki itu sembari duduk tepat di sampingnya.

Cahaya tersenyum, meski berat untuk melebarkan bibirnya untuk melengkungkan senyum tetap saja ia lakukan. "Lumayan, baru tiga jam yang lalu aku sampai di sini," sindir Cahaya menyebutkan lamanya waktu ia menunggu dengan setia laki-laki itu sampai.

"Ya ampun, Maaf banget, Sayang. Tadi ada urusan mendadak dan nggak bisa aku tinggalin."

"Kenapa nggak ngabarin aku, biar aku nggak lumutan nungguin kamu," ucap Cahaya kesal tampak bersedekap.

"Handphone-ku lowbat, Ay. Jadi nggak bisa ngabarin kamu. Sorry, ya. Please," ucap Bagas dengan nada memohon.

Cahaya pun akhirnya tampak menghela napas dalam dan cukup panjang, kemudian menganggukkan kepala. Membuat Bagas bisa mengembuskan napas lega.

"Thank's My Dream Girl. I Love You," ucap Bagas sembari mengelus punggung tangan tangan Cahaya lembut. Pipi Cahaya langsung merona mendengar ucapan dan perlakuan Bagas barusan. Kekesalan menunggu Bagas selama tiga jam tadi, langsung menguap-hilang tak tersisa. Apalagi kata I love You dari lisan laki-laki itu selalu berhasil membuatnya tersipu malu dan hatinya berbunga-bunga.

"Kamu mau minum dan makan apa?" tanya Cahaya.

"Aku sudah kenyang, Ay."

Mendengar kata kenyang, kening Cahaya sontak berkerut. "Jadi kamu sudah makan? Makan sapa siapa? Aku nungguin kamu dari tadi nahan lapar lo, Gas!" cecar Cahaya tampak emosi dan sedikit meninggikan volume suaranya.

"Eh, tadi aku mendadak meeting sama klien, Ay. Diajak makan sekalian, nggak enak dong aku nolaknya."

"Em gitu, ya udah aku mau pulang aja kalau gitu," ucap Cahaya kesal, ia hendak bangkit setelah meraih tasnya. Namun, dengan cepat Bagas menahan lengan Cahaya agar pacarnya mengurungkan niatnya.

"Nggak boleh pulang kalau kamu belum makan. Makan dulu ya, Sayang. Kalau kamu sakit, aku bakalan sedih. Kamu mau bikin aku sedih?"

Cahaya kalah telak, mendengar ucapan Bagas yang cukup panjang dan panggilan itu, membuatnya hatinya kembali luluh. Ia pun akhirnya kembali duduk dan hanya diam saat Bagas akhirnya memanggil waiters setelah tersenyum manis ke arah kekasihnya itu.

"Untuk menebus kesalahanku, aku suapin kamu, ya," ucap Bagas saat pesanan makanan itu dengan cepat datang dan tersaji di atas meja.

"Enggak, ah, Gas. Malu tau dilihatin orang."

"Nggak apa-apa, Sayang. Ngapai malu, kan disuapin sama pacar sendiri. Lagian udah mulai sepi ini. Sini aaaa." Bagas lantas mengarahkan sendok yang telah berisi nasi dan lauknya ke depan mulut Cahaya.

Hati Cahaya semakin meleleh dengan sikap romantis Bagas. Mulutnya pun akhirnya menganga, tak pedulikan rasa malu yang sebenarnya mendera akibat sebagian orang melihat ke arahnya.

Selang waktu lima belas menit. Cahaya mengusap bibirnya yang basah setelah menenggak minumannya. Ia masukkan ponsel ke tas lalu beranjak saat melihat bagas berjalan mendekat ke arahnya.

"Langsung pulang, Sayang?"
Cahaya pun mengangguk lalu berjalan beriringan dengan sang kekasih.

Baru saja langkah keduanya melewati pintu keluar. Terdengar ponsel Bagas berdering. "Bentar ya, Sayang. Ada yang telepon. Atau kamu ke mobil dulu?" tawar Bagas sebelum menerima panggilan.

"Aku tunggu di mobil, ya."
Cahaya pun langsung mengambil langkah setelah mendapatkan laki-laki itu mengangguk.

Halaman rumah makan ini masih tampak ramai dengan lalu lalang orang-orang yang keluar masuk. Dengan kaki jenjang yang mengenakan high hils, langkah Cahaya terlihat anggun. Ditambah lagi dengan kecantikannya yang tampak dengan make up alami. Jadi tak heran jika ada laki-laki iseng menyapanya.

"Cewek. Sendirian aja, nih?"

"Mau aku temenin nggak?"

Cahaya sama sekali tak menggubris sapaan itu, pandangannya fokus ke depan menuju mobil yang tak jauh dari pandangannya. Namun, betapa kagetnya Cahaya, saat tiba-tiba muncul seseorang dari arah berlawanan menabrak lengan kanannya.

Benturan kedua bahu itu cukup keras, karena sosok itu setengah berlari tiba-tiba melintas. Sampai-sampai tas yang dibawanya jatuh, hingga mengeluarkan isi-isinya.
"Kamu ini gimana sih, Mas. Punya mata dipakek, dong," omel Cahaya langsung duduk jongkok meraih benda-benda yang berserakan.

"Astaghfirullah, maaf-maaf, Mbak. Saya buru-buru banget soalnya." Sosok laki-laki yang menabrak Cahaya pun ikut jongkok, membantu mengambil barang gadis itu hingga tuntas.

"Sekali lagi maaf ya, Mbak," ucap laki-laki berkopiah hitam itu menangkupkan kedua tangannya di dada.

Cahaya pun menghela napas cukup panjang lalu menganggukkan.
"Makasih, Mbak."

"Ada apa, Sayang?" Suara Bagas langsung terdengar, membuat Cahaya dan laki-laki yang masih berdiri itu menoleh ke arahnya.

"Insiden kecil aja, kok. Yuk pulang!" Cahaya langsung menggandeng lengan Bagas tanpa melontar satu kata pun kepada laki-laki itu.

Bagas pun mengantar Cahaya pulang. Mobil melaju telah lebih dari sepuluh menit, tetapi tetap hening-sama sekali tak ada obrolan.

"Kamu masih marah sama aku, Ay?" tanya Bagas sesekali menoleh ke arah kekasihnya yang tampak lesu.
Cahaya menoleh lalu berucap, "Nggak kok."

"Terus kenapa diem aja dari tadi? Kamu juga kelihatan lesu gitu. Ada yang sakit?" tangan kirinya meraih tangan Cahaya lalu menggenggamnya, sedangkan tangan kanannya memegang kemudi.

"Lagi capek pikiran aja, Gas. Aku bingung harus cari pengganti Melly."
"Loh, emangnya Melly keluar dari kantor?"

Cahaya mengangguk lalu menceritakan Melly yang berencana keluar dari kantor dalam waktu.

"Tenang, ya. Aku bakal bantuin kamu nanti cari pengganti Melly."

"Serius, Gas?" tanya Cahaya seakan tak percaya.

"Iya, Sayang. Apa pun akan aku lakukan, asal kamu bahagia." Bagas mengangkat tangan Cahaya, lalu mengecupnya.

"Uluh, uluh, kamu baik banget, sih. Jadi makin sayang," ujar Cahaya terharu dan tak segan mengungkapkan isi hatinya.

Bagas pun tersenyum menatap Cahaya sebentar, lalu kembali fokus mengemudi.

---***---

Keesokan harinya.

Hari ini Cahaya bergegas keluar dari kantor tepat pukul lima.
Tadi Bagas mengajaknya ketemuan di kafe pukul empat, tetapi Cahaya meminta maaf akan datang terlambat karena harus mengurus kepindahan Melly dulu.

"Maafin aku jika selama ini ada salah salah sama kamu, ya," ucap Melly dengan muka sendu.

Cahaya pun tak kalah sendu menatap sang sahabat. Ia langsung merengkuh tubuh Melly ke dekapannya. "Aku yang banyak salah sama kamu selama ini, Mel. Bukan kamu. Maafin aku, ya," ucap Cahaya tak bisa menahan cairan bening di pelupuk matanya untuk tak menetes.

"Sama-sama ya, Ay. Kamu wajib datang lo ke acara nikahan aku." Pelukan keduanya pun akhirnya terurai.

"Pasti, Mel. Aku datang ngajak Bagas nggak apa-apa."

"Iya nggak apa-apa," ucap Melly berusaha tersenyum. Entahlah, sampai saat ini sebenarnya Melly punya firasat tak enak dengan laki-laki itu. Namun, Melly tak berani mengungkapkannya kepada Cahaya.

"Kamu harus tetap hati-hati dengan hati kamu ya, Ay. Cintamu jangan berlebihan. Segala sesuatu yang berlebihan itu tak baik, kan. Apalagi jodoh itu rahasia Allah, belum tentu dia yang kita cintai itulah jodoh kita."

"Iya, Mel. Makasih nasihatnya ya."

"Yaudah. Aku pamit ya, Ay. Bang Rendi udah datang tuh."

"Iya, Mel. Hati-hati di jalan, ya."
Melly mengangguk kemudian mengucapkan salam.

Cahaya pun menjawab salam, netranya terus menatap setiap gerak Melly sampai akhirnya mobil yang dimasuki gadis itu melewati gerbang.

Selang lima belas menit kemudian, Cahaya telah sampai di resto tempat janjiannya dengan Bagas.

Dengan langkah santai nan anggun Cahaya memasuki pintu restoran. Kecantikan Cahaya memang mampu menarik perhatian para laki-laki. Penampilannya tampak elegan dengan setelan baju tunik warna maron, jilbab dan kulotnya berwarna putih.

Ia tak pedulikan lalu lalang laki-laki yang menyapa dan hanya menggodanya dengan kerlingan satu mata. Karena yang dipikirannya saat ini hanyalah tertuju pada laki-laki yang menunggunya sejak tadi.

Kepala Cahaya sempat celingukan begitu dirinya masuk di resto, mencari keberadaan sang kekasih. Namun, saat kepalanya menoleh lurus ke depan. Dirinya langsung terpaku, kaget melihat sosok laki-laki dan perempuan yang terlihat begitu mesra.

.
.
.
.
.
Bersambung

Gimana dg part ini?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro