Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 01 -Aroma Cinta

🏵🏵🏵🏵

Di dunia ini tak ada yang abadi.
Semua akan sirna saat Allah menghendaki.
Mari jangan hanya sibuk perihal duniawi.
Sehingga lalai untuk urusan ukhrawi.

💌💌💌💌

Tak ada kehidupan makhluk yang kekal, karena kekekalan hanya milik Sang Pencipta. Begitu pun manusia yang tiada sempurna. Dibalik kelebihan yang ia miliki, pasti terselip sebuah kekurangan. Dibalik senyumnya yang seakan senantiasa bahagia, adakalanya masa dimana ia merasakan sebuah kesedihan. Hanya saja, terkadang seseorang mampu menyembunyikan kesedihan itu dengan tetap tersenyum.

Seperti sosok gadis yang kini sedang duduk seorang diri, begitu pandai ia menyembunyikan kesedihan dalam hatinya dengan topeng senyum yang terus terukir di bibir. 

Gadis berbulu mata lentik itu, beberapa menit yang lalu telah usai membaca surat yasin beserta doa untuk ayah dan bundanya. Ia pun tak langsung bangkit, netranya terus menatap ukiran nama itu lamat-lamat, “Ayah ... Bunda, maaf, Aya baru sempat kemari,” ucap gadis cantik yang kini mulai berkaca-kaca saat menatap ukiran nama ayah dan bundanya di batu nisan. Namun, bibirnya terus berusaha tertarik ke samping membentuk lekungan senyum, menyembunyikan kepedihan hati dan sesak dada akibat himpitan rasa rindu yang mendera.

Selang beberapa menit, tak bisa terbendung lagi, akhirnya luruhlah cairan bening itu menganak sungai di pipi putihnya dengan lancang.

Kesibukan yang benar-benar menyita waktu karena karirnya yang terus melonjak, membuat Cahaya tak lagi setiap pekan mengunjungi dan membacakan surat yasin serta doa untuk kedua orang tuanya. Namun, setelah semalam bermimpi bertemu dengan sang bunda. Barulah ingat, jika telah sekian purnama ia lewati tanpa sekalipun mengirim doa ataupun mengunjungi keduanya di TPU desa sebelah. Jadi tak heran jika pagi-pagi sekali, kini ia  telah berada di samping pusara kedua orang tuanya.

Memoar kehidupan di masa lalu seakan berputar kembali. Senyum teduh dari ayah dan bundanya kini seakan tergambar jelas saat Cahaya memejamkan mata, membuat hatinya semakin terjepit hingga ingin menjeritkan kata rindu ingin bertemu.

Pendiam dan bijaknya sang ayah, cerewet dan kasihnya sang bunda begitu ia rindukan. Rindu juga dengan kehangatan keluarga saat berkumpul bersama dengan canda ria. Oh Ayah ... Oh Bunda ... Aya kangen banget dengan semua hal yang telah kita lalui bersama, batin Cahaya sembari mengusap dua batu nisan itu bergantian.

Cahaya terus larut dalam kerinduan yang seakan tak menemukan muaranya. Ternyata, saat ditinggal sosok orang dicinta, rindu ini semakin lama bukannya pupus, yang ada malah semakin menyayat. Mungkinkah karena memang tak ada kesempatan lagi untuk saling bersua, saling mendekap atau pun saling berbagi. Bisa jadi begitu kan?

Mentari kian meninggi, tampak gadis berjilbab warna navy dengan setelan blouse lengan panjang warna biru muda dan celana kulot panjang warna putih itu kini bangkit setelah memakai kacamata hitamnya, menyembunyikan matanya yang sembab dan sedikit memerah.

Baru saja langkahnya melewati pintu gapura makam, tubuhnya oleng seketika. Bukan sebab ujung high heels-nya yang terjerembab atau tersandung, melainkan sebab tubuh tegap nan gagah dari arah berlawanan itu tiba-tiba menabraknya.

Untung saja tubuhnya yang serasa melayang itu tak sampai mendarat di tanah, karena sebuah tangan kekar dengan sigap menangkap tubuhnya.

Degup jantung Cahaya kian memacu cepat akibat keterjutannya. Apalagi saat mendapati sosok berdasi yang ia lihat dari balik kacamata hitam itu. Sontak mulut Cahaya sedikit menganga. Selain ketakjuban akan ketampanan laki-laki itu, Cahaya pun sangat mengenal laki-laki yang tak pernah ia duga bisa bertemu setelah hampir sepuluh tahun berlalu.

“Sorry ... sorry kamu nggak apa-apa?” tanya laki-laki itu sembari membantu Cahaya untuk bisa berdiri tegap.

“I-iya, nggak apa-apa, kok,” ucap Cahaya terlihat salah tingkah, namun tetap bibirnya mempersembahkan sebuah senyum.

Laki-laki itu pun ikut mengukir senyum. Melihat senyum manis dari bibir merah Cahaya, membuatnya terkesima. Cantik, batinnya.

“Maaf, kamu Bagas, kan?” tanya Cahaya sembari menuding ke arah laki-laki itu.

“Kamu siapa? Kok tahu namaku?” tanya balik laki-laki itu, tampak mengerutkan kening, heran.
Cahaya sontak menutup mulut, menyembunyikan senyuman bibirnya yang kini semakin melebar.

“Sudahlah ... kamu pasti nggak akan ingat sama aku. Aku duluan, ya,” pamit Cahaya hendak berlalu dari hadapan Bagas.

Cahaya merasa lucu saja jika mengingat bagaimana dirinya di masa lalu yang mengagumi laki-laki itu dalam diam.

Iya, Bagas adalah sosok laki-laki tampan yang menjadi idola para wanita saat SMA-nya dulu. Selain tampan, Bagas juga terkenal playboy, hampir cewek-cewek cantik pernah dipacarinya. Namun, Cahaya mengagumi Bagas tak hanya karena tampan, melainkan karena laki-laki itu pernah menolongnya saat ia kehilangan sepatunya akibat kejailan temannya saat pulang sekolah.

Bagas yang tadinya akan ke makam adiknya urung, ia sangat penasaran dengan cewek cantik yang ditabraknya barusan ternyata mengenalnya. Sedangkan dirinya tak mengetahui siapa dia sebenarnya. “Maaf, Mbak. Sebenarnya kamu siapa?” tanya Bagas mencegah tangan Cahaya yang akan membuka pintu mobil.

“Hehehe, jadi kamu penasaran?” tanya Cahaya langsung terkekeh.

Bagas hanya menjawab dengan anggukan kepala.

Tangan Cahaya pun akhirnya terangkat untuk melepas kacamata hitamnya, lalu bertanya, “Ingat aku siapa?”
Bagas tampak menatap wajah cantik cahaya dengan intens, terkesima dengan kecantikan wanita yang kini tampak lesung pipitnya, membuat senyum itu semakin manis.

Setelah hampir satu menit berusaha mengingat-ingat, Bagas pun akhirnya menggelengkan kepala.

“Kenalin, Aku Cahaya. Cewek gendut yang dulu pernah kamu tolongin nyariin sepatu yang hilang saat mau pulang sekolah.”
Bagas terdiam, tampak laki-laki berambut sedikit ikal itu sedang berpikir, mengingat-ingat kisah masa lalunya.

Cahaya kembali terkekeh, melihat wajah Bagas yang berpikir keras seperti itu menurutnya sangat lucu. “Tuh, kan. Kamu nggak ingat. Ya sudah, aku pamit duluan.”

“Eh, bentar-bentar. Masa lalu biarlah berlalu. Yang penting aku mau kenal kamu yang sekarang, bukan yang dulu. Boleh, kan?”

Cahaya kembali tersenyum, “Okey, No Problem,” ucap Cahaya sembari menganggukkan kepala.

Keduanya pun akhirnya singgah di sebuah kafe yang telah disepakati. Tak butuh waktu lama untuk keduanya akrab. Karena selain keduanya memang pernah kenal, juga memiliki cerita di sekolah yang sama di masa lalu.

Banyak hal yang menjadi topik pembicaraan mereka saat ini. Baik  saat masih di SMA, saat kuliah di jurusan masing-masing sampai akhirnya kini mereka sukses di dunia kerjanya.

Waktu terasa bergulir begitu cepat, tak terasa keduanya hampir dua jam mengobrol. “Astaga hampir jam setengah sembilan, nih. Aku harus segera ke kantor, nih, Gas,” ucap Cahaya setelah menyesap kopi dari cangkirnya.

“Wah, padahal masih banyak lo yang mau aku nanyain ke kamu, Ay,” ungkap Bagas yang tampak kecewa.

“Sorry, ya, Gas. Sebenarnya aku pun ingin kita ngobrol lebih lama. Tapi, aku ada meeting setengah jam lagi. Jadi bener-bener nggak bisa sekarang. Gampanglah, Next Time insya allah kita atur untuk ketemu lagi, ya.”

Bagas sempat mengembuskan napas berat, tetapi setelahnya ia tersenyum sembari menganggukkan kepala. Melepas gadis cantik, yang sepertinya sukses memberikan aroma cinta dalam hatinya.

.
.
.
.
.
Bersambung

Gimana dg awal part ini?
Yuk komenin untuk up lanjutannya 🙂

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro