Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11. Hidup Baru Yang Tak Pernah Berubah

Davina menatap tanpa daya ketika bertatapan dengan David yang juga tak bisa berucap. Mulut pria itu masih tersumpal kain, begitu pun dengan Ega. Davina diberikan pada salah satu pengawal dan dibawa ke dalam mobil. Begitu pintu ditutup, ia melihat David yang dilemparkan ke arah Ega. Ega langsung menangkapnya dan ia bisa melihat sang kakak yang mengerang kesakitan sambil memegang kaki sementara Dirga berdiri di hadapan keduanya. Entah apa yang dikatakan Dirga pada keduanya, Davina merasa lega, setidaknya pria tidak mengeluarkan pistol  untuk menghabisi nyawa David maupun Ega dengan cepat. Ega adalah seorang dokter, Davina hanya bisa berharap pria itu bisa membantu David.

Dirga berbalik dan lamgsung naik ke dalam mobil yang Davina tumpangi. Membuat gadis iu bergeser ke samping. Mendengus singkat, Dirga mengamati wajah Davina yang tertunduk. Mobil mulai melaju dan ia sempat melihat semua anak buah Dirga yang naik ke dalam mobil masing-masing, meninggalkan David dan Ega. Ega membantu David berdiri ketika mobil berbelok dan melenyapkan sosok keduanya dari pandangan Davina. 

“Kau masih tak berhenti merepotkanku, ya?”

Davina menggigit bibir bagian dalamnya. Menggumamkan kata maaf yang sangat lirih dengan bibirnya yang bergetar hebat.

“Kau bersungguh-sungguh?” decak Dirga sambil mengangkat salah satu alisnya dengan tatapan mengejek. 

Davina tak menjawab. Ya atau tidak, kedua jawaban itu sama sekali tak akan berarti apa pun bagi Dirga.

“Aku sudah menduga, di balik kepolosan dan kepatuhanmu, kau tak berhenti membuat rencana di kepalamu yang kecil itu. Tapi …” Dirga berhenti sejenak, tangannya terulur menangkap wajah Davina dan mendongakkan wanita itu sehingga tatapan keduanya bertemu. “Kali ini aku memaafkan pelarianmu. Kau tahu kenapa?”

Davina menggeleng meski tahu jawabannya, sambil menahan rasa sakit di tulang rahangnya yang serasa remuk.

Seringai Dirga naik lebih tinggi. “Kau memberiku samsak balas dendam lainnya. David Riley Carson.”

Davina tak terkejut. Seharusnya keberadaan David tetap terahasiakan.

“Hanya dia yang diharapkan oleh pria sialan itu untuk menolongmu, tanpa tahu tak ada apa pun yang perlu diharapkan dari seorang pemuda sembrono yang masih belajar cara merangkak itu.” Dirga tertawa geli. Ujung ibu jarinya mengusap bibir bagian bawah Davina dengan gerakan yang pelan meski tekanannya membuat Davina kesakitan. “Tidakkah kau merindukanku selama lima hari ini?”

“A-apa yang akan kau lakukan pada David? dan Ega, pria itu tidak tahu apa-apa tentang hubungan keluarga kita yang buruk. Kumohon jangan sentuh dia.” Davina mencoba bersuara meski suaranya keluar berbentuk cicitan.

“Dia harus hidup, untuk menyaksikan setiap penderitaan dan siksaan yang kau terima. Hanya itu satu-satunya cara untuk mendapatkan penderitaan dan siksaan yang sama besar dengan yang kau dapatkan. Konon ikatan batin saudara kembar begitu kuat. Untuk setiap luka yang kau dapatkan, dia juga akan merasakannya, kan?”

Air mata Davina meleleh. Ya, itulah yang terjadi antara dirinya dan David. Itulah yang membuatnya selalu menahan semuanya seorang diri meski David selalu mempertanyakan kemurungan wajahnya.

Dirga terkekeh lagi, melepaskan wajah Davina dengan sebuah dorongan yang tak terlalu kuat tapi juga tak lembut. “Aku akan membuatnya menggila dengan semuanya. Sama seperti ketika aku menggila kekasihku dilempar dari atap gedung oleh ayahmu.” Kali ini suara Dirga berupa desisan yang tajam dengan emosi yang begitu kuat. Tatapannya menusuk ke kedua mata Davina yang terpaku, oleh kepekatan dendam dan kebencian yang tersorot di kedua matanya.

Bibir Davina membeku. Mencerna sumpah terakhir yang diucapkan oleh Dirga. Tercengang dengan keras. Tak hanya Dirga yang hampir dibunuh oleh ayahnya, tetapi juga kekasih Dirga yang dilempar dari atap gedung? Davina benar-benar kehilangan kata-kata untuk mengomentari kekejaman yanga telah dilakukan oleh ayahnya. Bagaimana mungkin ia memiliki ayah sekejam dan sekeji itu? Ia tahu ayahnya adalah seorang pria dan ayah yang buruk. Tetapi … dosa itu terlalu banyak dan besar untuk ia tebus seorang diri.

“Kenapa kau begitu pucat? Terkejut menyadari berapa banyak yang harus kau tanggung? Percayalah, semua penyesalan, kebencian, dan kemarahan yang berkecamuk di hatimu, tak sedikit pun akan memperbaiki situasi. Jadi … pilihan yang kau miliki hanya berpura menyesali semuanya dan tampak menderita untuk sedikit menghiburku.”

Davina menggigit bibir bagian dalam demi menahan isakannya. Tetapi air matanya tetap meleleh dan membentuk anak sungai di pipi. Hidup barunya telah dimulai.

Dirga meraih tangan Davina, mengelus cincin yang terselip di jari manis gadis itu kemudian membawa tangan yang masih dihiasi noda darah David tersebut ke bibirnya. Mendaratkan satu kecupan di punggung tangan. Tanpa melepaskan kecupan tersebut, pandangan Dirga bergerak naik, mengunci kedua mata Davina yang digenangi air mata. “Hidup baru kita akan dipenuhi keharuan dan senyum.”

Davina tahu apa artinya itu. Hidup baru mereka hanya ada air matanya dan senyum kepuasan Dirga.

*** 

Setelah dua jam lebih perjalanan, mobil sempat singgah di rumah sakit untuk memeriksa rahimnya, juga Dirga menyuruh dokter untuk melakukan kontrasepsi seperti yang disarankan dokter. Lebih karena pria itu tak butuh masalah semacam ini terulang daripada memang keadaan rahimnya yang masih lemah. Obat yang diberikan Galena membuat rahimnya terkikis dan butuh pemulihan yang cukup lama untuk kembali normal.

“Turun,” perintah Dirga ketika mobil berhenti di depan teras. Pria itu turun lebih dulu dan Davina menyusul. Menatap rumah tingkat tiga yang ada di hadapannya. Penjara seumur hidupnya.

Hati Davina lagi-lagi teriris menatap rumah tersebut. Pada akhirnya ia kembali ke tempat ini.

“Masuk,” perintah Dirga lagi melihat Davina yang hanya tertegun di samping mobil. Saat ia menaiki undakan dan melintasi teras, ia berpapasan dengan Clay yang baru keluar dari dalam rumah.

Langkah Clay terhenti, mengamati penampilan Davina dari atas ke bawah dengan seringai mengejek. Gaun putih yang banyak terciprat darah dan pandangannya berhenti ada jari manis Davina yang sudah dilingkari cincin. Anak buahnya sudah menceritakan semuanya. “Jadi, dari pelayan sekarang kau sudah menjadi nyonya Dirgantara?” Ada cemoohan dalam suara Clay. “Bagaimana perasaanmu, Nyonya Dirgantara?”

Davina menahan bibirnya agar tetap terbungkam. Mungkin Dirga sudah menikahinya, tetapi ia bukanlah istri Dirga. Apalagi nyonya Dirgantara di rumah ini. Clat tahu itu, semua ikatan yang sudah mereka sumpahkan, hanyalah tali yang menjerat lehernya. Bahwa dirinya adalah pelayan Dirga.

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Dirga. “Bukankah aku menyuruhmu mengurus keluarga Carson, kan?”

Clay menunjukkan berkas di tangannya. “Kita akan mengirim semua buktinya pada kedua orang tua angkat cecunguk Riley. Dan … mereka pasti akan bersedia melakukan semua yang kau inginkan.”

Dirga mendengus puas sedangkan Davina kembali memucat. Cecunguk Riley yang dimaksud oleh Clay adalah David.

“Perlukah kita buang cecunguk itu dari keluarga palsunya?”

Mata Davina melebar, menoleh ke arah Dirga yang juga menatapnya.

“Kita harus membuang semua yang dimilikinya, kan? Keluarga Carson memberinya cukup banyak hal yang memuluskan rencananya di rumah sakit.”

Dirga menyeringai, tampak mempertimbangkan. “Kita akan melakukannya. Sekarang ada hal yang lain yang sedang kurencanakan.”

Davina tak bisa membaca apakah itu hal baik buruk untuk David.

“Hanya saja, buat penyembuhan kakinya menjadi lebih lama dari seharusnya. Kau punya koneksi di banyak rumah sakit, kan?”

“D-dirga …” Ada rengekan dalam suara Davina. “Kumohon?”

Dirga terdiam. Mendengar permohonan Davina malah mendorongnya untuk menjawab. “Buat dua kali lipat lebih lama dari seharusnya.”

Davina merapatkan mulutnya. Air mata kembali mengaliri wajahnya.

“Sepertinya ide yang bagus,” komentar Clay dengan senyum kepuasan yang tak kalah lebarnya dengan Dirga. “Aku pergi,” ucap pria itu kemudian berjalan melewati keduanya.

Dirga menangkap lengan atas Davina dan menyeret tubuh gadis itu masuk ke dalam rumah. Naik ke lantai dua dan langsung menuju kamar. Melintasi ruang tidur yang luas, masuk ke dalam kamar mandi dan mendorong tubuh mungil Davina ke dalam bath up yang sudah dipenjuhi air. 

Tubuh Davina jatuh ke dalam air, wajahnya sempat tenggelam membuat gadis itu menggapai pinggiran bath up dan bangun terduduk. Terbatuk-batuk dengan keras karena menelan air yang terlalu banyak. Air dalam bath up seketika berubah menjadi kemerahan.

“Bersihkan dirimu,” perintah Dirga dingin. “Dan jangan lupa bersihkan kamar mandinya.”

“Temui aku di meja makan dalam sepuluh menit. Tidak terlambat sedetik pun,” tambah Dirga sebelum benar-benar keluar dari kamar mandi.

Davina membelalak. Sepuluh menit?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro