Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

{ bonus chapter }

Dua bulan sudah kau berkencan dengan Haru. Status kalian saat ini tentu saja adalah sepasang kekasih. Iya, kau tidak jomblo lagi sekarang. Bagaimana? Senang bukan, akhirnya perasaanmu tidak bertepuk sebelah tangan?

Tapi meskipun kini status kalian adalah sepasang kekasih, entah mengapa kau merasa semuanya sama saja. Iya, tidak ada yang berubah selain status di antara kalian berdua. Kau sampai bertanya-tanya dalam hati. Waktu itu apakah Haru benar-benar menyatakan perasaanya padamu dan memintamu untuk jadi pacarnya?

Kau terus menguras otakmu untuk menggali ingatan apakah Haru pernah bilang 'cinta' atau sejenisnya, hingga kau tersadar bahwa dia tidak pernah mengatakan sesuatu yang seperti itu. Kau ingat dulu ketika kau menyatakan perasaan padanya, Haru hanya berkata bahwa 'mungkin aku juga memiliki perasaan yang sama denganmu'.

Mungkin lho ya, mungkin.

Semua orang tau bahwa kata 'mungkin' adalah kalimat yang tidak pasti dan sarat akan keraguan. Selama berpacaran pun, kontak fisik kalian terbilang sedikit. Jarang malahan. Entah itu berpelukan atau berpegangan tangan, semua itu selalu kau yang memulainya.

Pelukan dan pegangan tangan saja jarang, apalagi ciuman?

Oh, sial. Harus kau akui selama berpacaran dengan Haru, kalian belum pernah berciuman sekali pun.

Miris ya?

Emang

Bukannya kau mesum atau apa. Kau hanya ingin merasakan masa-masa indah pacaran yang normal layaknya orang-orang kebanyakan. Seperti berkencan di akhir pekan, misalnya. Tapi jangankan kencan di akhir pekan, mengirimimu pesan pun terkadang Haru lupakan.

Di saat seperti ini lah jiwa "su'udzon" mu mengambil alih.

Apakah benar Haru mencintamu seperti kau mencintainya? Bagaimana kalau ternyata dia tidak memiliki perasaan apa-apa padamu? Bagaimana jika selama ini hanya kau saja yang menganggap kalian berpacaran?

Duh, hanya membayangkannya saja ulu hatimu terasa sakit bukan main.

"[Name], daijobu ka?"

Kau tersentak kaget saat seseorang menepuk pundakmu. Kau mengerjap beberapa saat sebelum kepalamu menoleh hanya untuk mendapati Haru yang kini menatapmu dengan iris biru lautnya.

Saat itu kau menyadari bahwa kelas sudah kosong, hanya menyisakan kau dan Haru di dalamnya.

"Eh? Sudah bel pulang ya?" tanyamu linglung.

Haru mengangguk sebelum menjawab, "Kelas selesai 5 menit yang lalu."

5 menit? Apakah saking husyuk-nya melamun, kau sampai tidak mendengar bel sekolah berbunyi?

Tak ingin membuat Haru menunggu lebih lama lagi, kau lantas segera meraih barang-barangmu yang tercecer di atas meja dan memasukkannya ke dalam tas sekolahmu agar kau dan Haru bisa segera pulang.

.
.
.
.

Tak ada percakapan di sepanjang perjalanan pulang kalian. Jika biasanya kau akan berceloteh ini itu untuk sekedar mengisi keheningan, kini yang kau lakukan hanyalah diam dan berjalan seraya menundukkan kepala.

Haru yang berjalan di sampingmu jelas merasa bingung. Hal itu terlihat dari mata birunya yang sesekali melirikmu di sela langkah kakinya. Kalau Haru tidak salah, kau mulai bersikap aneh sejak tadi pagi. Ketika dia bertanya kenapa, kau hanya menjawab tidak apa-apa, lengkap dengan senyum yang tidak mencapai matamu. Makoto bahkan bertanya pada Haru apakah kalian memiliki masalah? Haru jelas menjawab tidak, karena memang dia merasa kalian tidak memiliki masalah apa pun. Tapi tetap saja, itu menurut Haru. Dan menurut Haru tentu saja berbeda dengan menurutmu. Iya, 'kan?

Saat kau masih terhanyut dalam pikiranmu, tiba-tiba saja kau mendengar Haru berseru.

"[Name], awas!"

Belum sempat memproses apa yang terjadi, kau merasakan lengan Haru sudah berada di sekeliling tubuhmu.

Hangat.

Haru menarikmu ke dalam pelukannya saat ada pengendara sepeda melaju kencang ke arahmu. Pengendara itu bahkan tidak repot-repot berhenti hanya untuk memastikan apakah orang yang hampir ditabraknya itu baik-baik saja atau tidak.

Manik [eye color] mu mengerjap beberapa kali. Dengan kepalamu menempel di dada bidang Haru, kau bisa merasakan detak jantungnya. Kau jelas terkejut dengan apa yang baru saja terjadi, namun yang lebih membuatmu terkejut adalah posisimu saat ini.

"Kau tidak apa-apa?" Haru bertanya ketika dia melepaskan pelukannya. Kau diam-diam mendesah kecewa dalam prosesnya.

"A-aku tidak apa-apa. Terimakasih, Haru." Ucapmu pelan.

Haru diam tak menjawab. Manik birunya terus menatapmu yang kini enggan menatapnya.

"Lihat aku, [Name]."

Kau bergeming. Alih-alih menatap Haru, kau justru semakin menundukkan kepalamu.

Set

Haru meraih dagumu agar kau bisa balas menatapnya.

"Kau kenapa? Hm?" Tanya Haru lagi. Kali ini nadanya lebih lembut dari sebelumnya, "Jika aku melakukan kesalahan atau membuatmu kesal, katakan saja padaku. Kau jadi pendiam sejak tadi pagi, melamun sepanjang hari dan-..."

"Apa kau mencintaiku, Haru?"

Kalimat Haru terputus oleh pertanyaanmu yang tiba-tiba. Pria itu kini menatapmu dengan mata birunya yang membulat sempurna.

"A-apa? Kenapa kau bertanya seperti itu?"

"Jawab saja. Ya, atau tidak?"

Manik sapphire itu tak lepas dari wajahmu. Haru tidak tau apa yang membuatmu tiba-tiba menanyakan hal ini, tapi jika jawabannya bisa membuatmu kembali bersikap seperti dulu lagi, maka dia akan melakukannya.

"Ya. Aku mencintaimu, [Name]."

Matamu melebar mendengar jawaban Haru. Kau tidak merasakan adanya kebohongan dalam kata-katanya, terlebih manik sebiru lautan itu kini menatapmu dengan kesungguhan yang kentara.

"Aku tidak tau kenapa kau menanyakan hal yang sudah jelas apa jawabannya."

"Aku ragu."

"Ragu? Kau meragukan perasaanku?"

Ada nada getir dalam suara Haru. Dan kau tidak bisa mengabaikan itu.

"Meskipun kita berpacaran, kau selalu cuek padaku. Kita bahkan belum pernah pergi kencan berdua saja. Jika kita pergi bersama, kau selalu mengajak yang lain. Entah itu Makoto, Nagisa atau Rei, dan bahkan Rin. Aku sampai berpikir apakah sebegitu tidak inginnya kau terjebak denganku? Aku hanya merasa kau ... Kau mungkin tidak sungguh-sungguh menyukaiku sebagaimana aku menyukaimu. Selalu aku yang memulai, entah itu pelukan atau gandengan tangan. Dan ..." Jeda sesaat. Kau menggigit bibir bawahmu sebelum melanjutkan. "... Kau bahkan belum pernah menciumku sekali pun."

Kau menunduk dalam. Rasa canggung dan malu membuatmu enggan menatap Haru.

Hening beberapa saat hingga telingamu mendengar Haru menghela napas pelan.

"Aku... aku hanya khawatir akan mengacaukannya. Kau adalah pacar pertamaku, [Name]. Aku belum pernah melakukan hal seperti itu dengan siapa pun sebelumnya. Aku... Aku tidak tahu caranya." Ada rona tipis di kedua pipi Haru ketika ia mengakhiri kalimatnya.

Kau tidak bisa berkata-kata atas jawaban Haru. Kau tentu saja tau kalau Haru belum pernah berpacaran sebelumya. Tapi, hey ... Kau tidak berpikir bahwa ternyata Haru sepolos ini. Bukan berarti kau berpengalaman dalam hal-hal yang berbau romansa, hanya saja kau mengerti beberapa berkat novel yang kau baca ataupun film yang kau tonton.

"Jadi, kau menyukaiku sebagaimana aku menyukaimu?" Tanyamu memastikan.

"Tentu saja."

"Kau bukan tidak mau menciumku, kau hanya tidak tau caranya?"

Haru membuang muka, malu. "Yeah, seperti yang aku bilang. Aku tidak tau caranya."

"Kalau begitu, aku hanya perlu mengajarimu, 'kan?"

"A-apa?"

Tanpa peringatan apa pun, kau menarik dasi sekolahnya dan berjinjit untuk menempelkan bibirmu pada bibir Haru yang sedikit terbuka karena terkejut.

Haru dapat merasakan bibirmu yang lembut menempel tepat di bibirnya. Suhu tubuhnya meningkat, wajahnya pun memerah. Entah sadar atau tidak, perlahan Haru menutup mata dan dengan canggung membalas ciumanmu. Nafas kalian beradu. Bahkan Haru dapat merasakan betapa hangatnya nafasmu menerpa wajahnya.

Bibirmu seperti air. Begitu menyenangkan dan membuat Haru ketagihan.

.
.
.

*****

Udah woi ngehalu nya wkwk

Gimana? Puas ga sama bonusnya? Ga puas ta' gaplok nanti //plak

Ga kok canda, tapi serius awokwokwok

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro