Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

09. The Great Horror


Elias dan Özker bertukar posisi dengan cepat. Sang tetua menghalau para kepala suku untuk turun melalui lift, sementara Elias melompat ke tangga menuju dek nahkoda bersama si prajurit. Nora mengikuti rombongan terakhir. Ia tak mungkin lompat ke lift yang sudah bergerak turun.

Dek nahkoda telah kacau terlebih dahulu. Sang kapten kapal mencengkeram kemudi hingga buku-buku jarinya memutih.

"Apa perintahmu, Pasha?" geramnya. Ia mengawasi bentangan lembah di depan. Ada jalur khusus yang menembus tebing, celah yang hanya mampu dilewati kapal ini tetapi tidak dengan raksasa yang tiga kali lipat lebih tinggi. "Kita tidak bisa menunggu lebih dari sepuluh menit. Kita akan gunakan roda dan Ekstrak Pohon sekaligus."

"Tunggu sinyal dari Özker. Masih ada kepala suku lain di Anatolli." Elias bertelekan pada dasbor. Salah seorang kru nahkoda yang berjaga-jaga di balkon memberikan isyarat melalui tangan. Ia mengacungkan tiga jari. Itu pertanda bahwa waktunya bersiap-siap, dan sang nahkoda memerintahkan awaknya untuk menuangkan sesuatu.

Nora menyaksikan sejumlah kru menggotong karung-karung dari sudut penyimpanan. Seseorang membuka tutup tungku pembakaran, kemudian satu per satu isi karung ditumpahkan. Serbuk berkilauan memenuhi tungku. Tak ada aroma yang tercium sama sekali, selain suhu ruang yang semakin meningkat. Sebulir keringat mengalir di tengkuk Nora.

Kru di balkon menurunkan satu jari. Özker berhasil memindahkan para kepala suku ke kapal masing-masing.

"Kencangkan rantai!" seru sang nahkoda. Ketika para krunya berpencar, terdengar raungan raksasa. Mereka sempat berhenti sejenak, merasakan getaran itu menggelitik bulu kuduk mereka hingga berdiri.

Nora bertukar tatap dengan Elias. Sang pasha menelan ludah.

Inilah ancaman sebenarnya.

"Cepat!" desak sang nahkoda.

Sementara itu si prajurit baru saja akan menurunkan jari lagi, mengacungkan telunjuknya saja sebagai isyarat, ketika Özker tahu-tahu melompat ke dek dari bawah. Nora memekik kaget. Sang tetua begitu luar biasa dengan staminanya untuk memanjat pagar antar dek tanpa kesulitan. Wajahnya merah padam dan bersimbah keringat.

"SEKARANG!" serunya, dan sang nahkoda memutar kemudi.

Kapal berguncang dengan deritan nyaring memekakkan telinga. Nora tidak siap dengan pergeseran itu. Ia terhuyung-huyung dan Elias sigap menangkapnya. Sang pasha menarik Nora agar ikut bersandar pada dasbor.

"Pegang erat-erat," bisiknya, sebelum berpindah ke balkon.

Nora menyaksikan kedua pemimpin suku bergabung di sana. Mereka membicarakan sesuatu tentang keselamatan suku-suku lain, yang telah setuju untuk bergantung pada Kapal Anatolli sementara waktu. Rantai-rantai telah dikencangkan. Mereka baru saja berdebat, menentukan ke mana kapal akan pergi setelah meninggalkan lembah, tetapi raungan Götu Dev menenggelamkan suara mereka. Kedua lelaki itu lantas bungkam dan mendongak ke arah yang sama.

Di atas lembah, tampak kepala manusia raksasa menyembul dari kejauhan. Nora melongo melihat besar kepalanya yang mencapai separuh tinggi Anatolli. Jika dari jarak sekian saja sudah tampak kepala sang raksasa, maka apa jadinya jika Götu Dev melompat ke lembah?

Kapal sebesar Anatolli takkan punya kesempatan untuk kabur.

Nahkoda membawa kapal meluncur membelah lembah menuju jalur lintas bawah tebing. Rantai yang mengikat kapal-kapal kecil saling bergemerincing ketika bergesekan, bergema nyaring di udara. Götu Dev kembali meraung. Kali ini getaran langkahnya semakin kencang dan tebing yang diinjaknya mulai menggugurkan serpihan.

Elias menunjuk sesuatu di arah berlawanan. "Dua Götu Dev!"

"Cepat! Cepat!" bentak Özker.

Sang nahkoda menggeram di balik kemudi. Para awaknya bersiap-siap dengan mengeluarkan sisa karung yang tersedia di ruang penyimpanan. Nora menyaksikan para pemuda itu saling tatap dengan cemas ketika menarik karung terakhir keluar.

Oh, tidak. Tak ada karung lagi selain tiga yang mereka keluarkan. Apakah itu bakal cukup untuk membawa kapal menjauh sebelum dikejar raksasa terlebih dahulu?

Terdesak oleh rasa penasaran, Nora keluar ke balkon. Ia ingin tahu sebesar apa tepatnya ancaman itu—ancaman yang tidak diperhitungkan seutuhnya oleh Joseph dan Melisa sialan. Bagaimana bisa mereka mewariskan kebencian kepada anak cucu, ketika ada ancaman lebih besar yang mesti dihadapi?

Apa yang Joseph dan Melisa pikirkan sehingga mementingkan kebencian mereka di atas segalanya?

Özker terkejut dengan kehadiran Nora. "Nona, jangan kemari," geramnya. "Jika terjadi sesuatu—"

"Aku harus melihat sendiri rupa Götu Dev itu." Sela Nora tak sabar. Ia mendongak ke arah tebing di seberang kapal. Sejengkal lagi, Kapal Anatolli dan rombongannya akan memasuki jalur lintas tebing. Injakan raksasa di atas mereka membuat bebatuan meruntuh. Kerikil hingga serpihan sebesar kepalan tangan menghujani balkon saat kapal mulai masuk dalam bayang-bayang.

Kemudian, muncul jari-jari besar yang membentang di jalur keluar tebing.

Mereka memekik ngeri menyaksikan jari-jari kukuh sebesar kapal-kapal kecil itu berusaha menggapai mereka. Samar-samar terdengar suara sang nahkoda membentak, memerintahkan para krunya untuk menyekop Ekstrak Pohon dari pembakaran. Laju kapal harus diperlambat.

Namun, terlambat. Kapal Anatolli melaju kencang menuju jalur keluar, melesat ke arah kematian.

Lonceng-lonceng peringatan berdenting dari arah kapal-kapal suku lain.

Özker membentak. "Putar haluan!"

"Tidak bisa!" Elias balas menyeru. "Kapal akan terguling dan menimpa kapal-kapal lain!"

"Orang-orang bisa melompat!"

"Tidak semuanya sekuat dirimu!"

Sungguh, apakah mereka akan bertikai sekarang? Nora merasakan sekujur tubuhnya meremang. Ada desakan kuat untuk melompat di antara mereka. Namun, perhatiannya teralih saat tangan sang raksasa menjauh.

Tidak. Sesuatu mendorongnya.

"Lihat!" Nora berseru. Kedua lelaki itu spontan menoleh ke arah yang sama. Götu Dev yang menghalangi mereka tahu-tahu terdorong jatuh dari tebing. Debumannya menggetarkan udara. Air beriak kencang dan kapal-kapal terombang-ambing. Götu Dev berperawakan macam laki-laki itu berguling menjauh. Dari atas tebing, terdengar lengkingan Götu Dev lain. Raksasa kedua melompat ke arah Götu Dev pertama, menghajarnya dan mendorongnya menjauh dari tebing.

Özker terperangah. "Mereka bertikai."

Elias, menyadari situasi terlebih dahulu, berseru kepada nahkodanya. "Putar haluan!" katanya. "Ambil jalur panjang lembah!"

Sang nahkoda menurut. Ia memutar kemudinya perlahan-lahan, menyeimbangkan kapal sembilan dek agar tidak terguling. Rantai-rantai pengikat kapal-kapal kecil saling berbenturan dan gemerincingnya memantul pada dinding tebing.

Pada detik-detik pengalihan haluan kapal, Nora menyaksikan kedua raksasa saling menghajar di balik tebing. Raungan mereka memecah kesunyian langit.


- - -


Kapal berlabuh lagi setelah sehari penuh berlayar. Waktunya kapal-kapal suku lain melepaskan belenggu rantai yang menemani mereka. Dari cara mereka berterima kasih kepada Elias dan Özker, tak terbayang apa jadinya jika mereka mesti kabur sendirian. Kapal mereka, yang rata-rata hanya sepertiga besar Kapal Anatolli, akan mudah dijangkau raksasa dalam sekali ayun.

Kapal Anatolli berhenti di bawah naungan sebuah pohon raksasa. Jangkar ditancapkan dan tenda-tenda didirikan lagi, tetapi kali ini tak ada pasar. Para Avankaya hanya perlu fokus mengekstrak sari-sari pohon untuk diolah. Sementara itu, para prajurit Kohl memanfaatkan waktu untuk berlatih di balik badan kapal.

Elias Pasha pun ikut menggelar acara di dek utama. Kendati ruang kerjanya selalu terbuka untuk menerima kunjungan, ia juga tetap mengadakan acara seperti ini—siapa tahu ada yang ingin menyampaikan aduan atau permintaan yang bisa disaksikan publik.

Ia tidak sendirian. Ada Özker dan Nora yang menemani di sisinya. Satu per satu rakyat mampir—sendirian maupun bergerombol. Permintaan dan keluhan mereka rata-rata serupa. Banyak barang pecah belah akibat guncangan kapal. Bahan makanan yang tumpah. Kerusakan pada lapisan luar lambung kapal. Ekstrak Pohon yang menipis.

Elias dan Özker menanggapi bergantian, walau lebih tepatnya Elias yang menjawab, sementara Özker menyela di beberapa kesempatan. Nora biasanya akan ikut campur jika ini terjadi di keluarga von Dille. Untuk saat ini, ia menutup mulut untuk memelajari dinamika kedua pemimpin.

Elias berniat menutup acara ketika matahari naik sejengkal di atas kepala. Namun niatannya terhalang saat datang sepasang pemuda dan gadis Avankaya. Mereka duduk bersimpuh di hadapan Elias, tetapi sedikit condong kepada Nora juga.

"Pasha," sapa sang pemuda. Ia dan gadisnya mengangguk hormat pada Nora. "Kami kemari untuk menyampaikan keinginan menikah. Karena penghulu kita sudah meninggal dua bulan lalu ... dan belum ada penghulu lagi, sudikah Pasha atau Nona yang Agung untuk menjadi penghulu kami?"

Elias membulatkan mata. Begitu pula Nora. Namun tidak bagi Özker. Sang tetua mendengus.

"Tidak bisa." Ia merebut posisi Elias untuk menjawab. "Pasha maupun Nona yang Agung belum menikah. Tak boleh ada yang menjadi penghulu." Özker lantas menghadap sang pemimpin dengan tatapan tajam. "Kau mesti mengangkat penghulu baru atau menunda pernikahan itu."

Nora yakin saran Özker memang benar, sebab ia tak terlalu paham dengan tradisi pernikahan di kedua suku ini, tetapi ekspresi pasangan tersebut mengeruh.

Cukup lama Elias mengunci mulut. Pada akhirnya, setelah berkutat dengan benaknya sendiri, ia menghela napas.

"Untuk sementara ini ... aku percayakan posisi penghulu kepada Özker," ujarnya. Saat sang tetua menatapnya dengan alis terangkat, Elias tersenyum diplomatis. "Engkau sudah memiliki anak cucu. Engkau pula yang terbijak di Kohl. Karena itu, Özker, jadilah penghulu bagi kedua suku kami untuk sementara waktu."

Özker tidak langsung menjawab. Ia menatap Elias dengan tajam seolah berusaha menguliti kebenaran dari sang pasha. Jeda yang tidak sebentar itu membuat keheningan terasa canggung. Pasangan muda yang bersimpuh saling melirik dengan gugup.

"Baiklah," jawab Özker. "Namun ingat, Pasha, tidak semua perkara terkait pernikahan bisa kujawab. Selaiknya seorang pemimpin juga menjadi penghulu bagi rakyatnya."

Nora seketika menemukan benang merah.

Bukankah pasangan itu bilang kalau mereka tidak punya penghulu selama dua bulan? Ditambah lagi ... ucapan Özker barusan ....

Oh!

Elias rupanya baru menjabat dua bulan!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro