Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 25

Last bab yang sebelumnya pernah kuposting di wattpad. Nextnya adalah bab baru. Bab yang saat ini hanya bisa diakses di karyakarsa.
Semoga masih ada yang menikmati.


-----------------------------------------------------------------


Kebiasaan yang tak pernah hilang membuatku nyaman tanpa merasa kehilangan.

Tidak ada yang berubah. Kalimat itulah yang terulang dalam pikiran Aesha mana kala melihat kegiatan dari keluarga tantenya ini selepas sholat magrib bersama di rumah mereka.

Keputusan mutlak dari keluarga besar, dimana Aesha akan tinggal bersama Nada dan juga Agam, tidak membuatnya merasa kehilangan sedikitpun. Karena disetiap kondisinya, Nada dan juga Agam tidak pernah melupakan Aesha.

Contohnya saja malam ini. Dongeng selepas magrib adalah kegiatan tetap yang dilakukan sejak Zhafir kecil, yang sempat diikuti pula oleh Aesha beberapa kali pada waktu dulu. Namun yang tidak pernah dia duga, hingga sekarang, dimana kondisinya sudah berubah, anak-anak sudah dewasa semua, kegiatan baik ini tetap dilakukan oleh Agam.

Dengan membuat lingkarang kecil, Agam memerhatikan satu persatu anggota keluarganya. Dimulai dari istri cantiknya, putri kecilnya yang kini sudah beranjak remaja, lalu putranya bersama istrinya, dan juga Aesha, member baru yang kini akan anggap seperti putrinya sendiri.

"Tumben nih ayah gugup bawain ceritanya. Apa karena ada putri cantik di sebelah ayah malam ini?" liriknya ke arah Aesha.

Agam tidak berhenti tersenyum. Dia tahu selama beberapa waktu, terutama ketika terjadi musibah kemarin ini, kegiatan bercerita selepas magrib sempat terhenti, dan kini ia ingin memulainya lagi, tentu saja dengan nuansa yang jauh lebih ceria namun tetap bermanfaat bagi yang mendengarkan.

"Aesha dulu pernah ikut mendengarkan beberapa kali ya cerita selepas magrib ini. Gimana tanggapan kamu nih? Sebelum ayah mulai ceritanya, alangkah lebih baik kita kasih waktu buat Aesha ceritain gimana perasaannya ketika ikut mendengarkan kembali?"

Melirik ke semuanya terlebih dahulu, Aesha bergumam pelan. "Rasanya aneh."

"Ah? Aneh? Aneh kenapa, Nak?" tanya Agam begitu tenang.

"Aneh aja. Disaat semua orang sibuk dengan duniawi, di rumah ini aku ngerasa enggak ada yang berubah, sekalipun rasanya berbeda dengan dunia luar."

"Owh ... jadi karena itu kamu rasanya aneh?"

"Hm."

"Alhamdulillah. Hayo, ada yang tahu enggak kenapa ayah malah mengucap syukur?"

"Karena kak Aesha masih bisa membedakan dunia dan akhirat," ucap Zyva. Gadis kecil yang kini sedang memasuki masa remaja.

Melihat Agam menganggukan kepala, Aesha kembali bergumam. "Memangnya sekarang ada yang enggak bisa bedain dunia dan akhirat?"

Menanggapi dengan gaya khas emak-emak, Nada memberikan tanggapan secepat mungkin atas pertanyaan Aesha. "Banyaaakkk ...."

"Sstt, jangan begitu, Bu. Boleh ayah meluruskan sedikit? Sebenarnya orang-orang itu bukan tidak bisa membedakan mana dunia dan akhirat. Akan tetapi mereka lebih ke arah lupa. Maka dari itu, sebagai sesama manusia harus saling mengingatkan. Mengingatkan untuk kebaikan adalah hal baik yang wajib banget dilakukan. Dan yang perlu ayah tekankan di sini, tidak hanya orangtua yang mengingatkan kepada anaknya, tetapi anak-anak pun bisa sekali mengingatkan orangtuanya."

Tersenyum melihat ekspresi bingung Aesha, Agam kembali bergumam. "Kalau masih ada yang ingin ditanyakan, atau kurang jelas, monggo, Nak."

"Yah ... mungkin kak Aesha masih bingung bedain dunia sama akhirat."

"Hust. Bisa diem enggak!" tegur Zhafir sebal melihat kebawelan adiknya.

"Ayah yakin Aesha enggak bingung mengenai ini. Tapi dia sedang mencerna sudah berapa banyak hal yang sempat terlupakan olehnya untuk kepentingan akhirat kelak. Benarkan tebakan ayah?"

Merespon langsung dengan anggukan kepala, Aesha membalas tatapan orang-orang padanya.

"Kalau boleh jujur, Aesha ngerasa malu duduk di sini, malam ini. Karena kalau dibandingkan dengan ibu Nada, kak Aneska, bahkan sama dek Zyva, Aesha masih enggak ada apa-apanya."

"Jangan bicara seperti itu, Nak. Ayah enggak ada niat membandingkanmu dengan yang lainnya. Semuanya punya porsi masing-masing. Baik itu porsi kelebihan atau kekurangan. Dan yang menilai semua itu bukan pula ayah, atau Zhafir, tapi Tuhan. Jadi kita disini enggak ada yang berhak menghakimi satu sama lain. Dan untuk cerita ayah malam ini rasanya cocok dengan perasaan yang sedang kamu alami. Jadikanlah dirimu pengembara. Judul itu sepertinya yang cocok ayah berikan untuk cerita kali ini."

"Singkatnya, عَنْ ابْنِ عُمَرْ رضي الله عَنْهُمَا قَالَ : أَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِمَنْكِبَيَّ فَقَالَ : كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ . وَكاَنَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ : إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ . [رواه البخاري]

Dari Ibnu Umar radhiallahuanhuma berkata : Rasulullah Sallallahu alaihi wa Sallam memegang kedua pundak saya seraya bersabda : "Jadilah engkau di dunia seakan-akan orang asing atau pengembara ", Ibnu Umar berkata : Jika kamu berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari jangan tunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk (persiapan saat) sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu" (HR. Bukhari)

Bukan maksud ayah untuk mengungkit musibah kita semua kemarin ini, tapi usia tidak ada yang pernah tahu. Dimana pun, kapanpun, semua bisa terjadi. Karena itulah, malam ini, izinkan ayah mengajak kalian semua untuk menjadi pengembara. Kenapa menjadi pengembara? Karena pengembara itu tidak pernah menunda waktu. Di pagi hari, seorang pengembara akan terus bergerak, berjalan dari satu tempat ke tempat lain, mencari-cari dimana adanya makanan, dan minuman, serta tempat yang layak untuk disinggahi. Lalu di malam harinya, dia tidak akan tidur pulas. Seorang pengembara akan tetap siaga kapanpun dan dimana pun. Sikap-sikap itulah yang perlu kita contoh. Balik ke topik awal, dimana Aesha mengatakan sekarang ini banyak orang yang sibuk dengan urusan duniawi hingga melupakan hal-hal remeh seperti yang kita lakukan malam ini. Padahal dibalik cerita singkat yang sedang ayah dongengkan kepada kalian, terselip banyak pesan di dalamnya. Dan satu pesan ayah untuk kalian semua, seorang pengembara tidak pernah meremehkan apapun. Bahkan dari hal kecil saja membuatnya waspada dan sangat berhati-hati."

"Disamping itupula, tidak ada seorang pengembara yang menunda-nunda sesuatu. Misalkan saja, sudah waktunya makan siang, dia menunda tugasnya mencari makanan, maka dia sendiri yang akan merasakan rugi. Rugi karena merasa lapar dan tidak ada makanan yang bisa dia santap."

"Diakhir cerita ini, ayah mau bacakan satu ayat untuk kalian. فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. [QS. As-Syarh : 7]

Intinya, selagi bisa dikerjakan sekarang, mengapa harus menunggu nanti. Benarkan?"

Mendengarkan dengan sangat serius, seketika Aesha mengingat pertemuannya tadi di rumah sakit bersama kapten Gen. Seorang laki-laki yang ia tahu berusaha mendekatinya sejak dulu, namun selalu dia abaikan karena perbedaan di antara mereka.

"Berarti harus dibilang dari sekarang, kalau kita berbeda," gumam Aesha pelan namun berhasil menarik perhatian yang lain.

"Bilang ke siapa?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro