31. I Got You
Absen dulu dong buat dopping si bantat, biar bisa bawa pak Alek nyampai pucuk secepatnya 😈😈😈😈😈
Maafin aing yang bolong update minggu lalu 😂😂✌✌✌
Happy reading~
Semua anggota tim Ji Hoon kembali ke rumah Alexon setelah selesai dalam misi hari ini. Mereka memuji aksi Lalisa yang berhasil mengelabui Lee Rang, membuat gadis itu tersipu malu dan diam-diam bangga pada dirinya. Sekarang hanya tinggal menunggu Lee Rang bepergian ke tempat yang mencurigakan atau menunggu laki-laki itu melakukan panggilan telepon di mobilnya.
"Bersantailah sebentar, aku akan membuatkan makan malam untuk kalian semua," kata Alexon pada semua rekan timnya.
Hari ini mereka semua sudah bekerja keras. Jadi, tidak ada salahnya jika sebagai tuan rumah, Alexon memberikan makan para tamunya.
"Kenapa tidak membeli makanan saja saat di perjalanan?" Lalisa bertanya iseng. Jelas gadis itu memilih untuk mengekori Alexon ke dapur, karena tidak ada pekerjaan yang bisa dilakukannya di ruang tengah.
"Karena aku lebih suka melihatmu memakan masakanku, daripada memakan masakan orang lain." Alexon menyahut tanpa melihat ke arah Lalisa, laki-laki itu sibuk mencuci sayurannya.
Lalisa berdecak sebal sambil membuka bungkusan jelinya. "Kau pasti sengaja membuatku bergantung padamu."
"Memang itu tujuanku," balas Alexon tanpa keraguan sedikit pun, "Jika kau terus bergantung padaku, maka kau tidak akan pernah pergi dariku."
"Cih, posesif sekali," decih Lalisa dengan nada gerutu dibuat-buat.
Alexon berbalik untuk menatap Lalisa, setelah selesai berkutat dengan sayurannya. "Hanya padamu," tegasnya.
Lalisa menahan kedua sudut bibirnya untuk tersenyum, apa lagi merona. Dia jelas tidak ingin terlihat salah tingkah di hadapan Alexon dan mempermalukan diri.
Gadis itu menopangkan dagu dan menatap intens sang profiler yang saat ini tengah memotong bawang. Profesi laki-laki itu jelas berbanding terbalik dengan kegiatannya saat ini.
"Alexon, kenapa kau memilih untuk jadi profiler, alih-alih seorang koki?" Lalisa bertanya dengan penuh keingintahuan. Dinilainya dari rasa, masakan sang profiler jelas memiliki citra yang tidak kalah mewah dengan rasa masakan dari restoran bintang lima.
"Karena aku lebih suka menangkap penjahat, ketimbang berkutat di dapur," balas Alexon apa adanya, "Memasak itu sama sekali tidak ada tantangannya."
"Kau pasti suka tantangan. Jika ada jurang dan jembatan di depanmu, kau pasti akan menyeberangi jurang, alih-alih jembatan, 'kan?" tukas Lalisa.
Alexon tersenyum ketika dia memindahkan bahan-bahan yang sudah dipotong ke dalam wadah dan mengangguk membenarkan. "Anggap saja begitu."
"Kenapa suka sekali membahayakan diri?" Lalisa terdengar menggerutu tidak suka, bibirnya bahkan mengerucut sebal.
"Lalu, apa bedanya denganmu?" balas Alexon tidak mau kalah. Untuk kali ini dia memfokuskan pandangannya pada Lalisa. "Kau sendiri suka sekali melibatkan diri dalam bahaya. Pertama, kau menyusup ke TKP. Kedua, kau melawan Sungjae tanpa tahu siapa dia sebenarnya. Ketiga, kau menerjang Ha-na padahal tahu kalau wanita itu dalam keadaan tidak sadar dan terakhir, kau baru saja masuk ke kandang singa." Alexon menuturkan dengan sangat panjang, juga berapi-api.
"Sekarang katakan padaku, siapa yang lebih suka menceburkan diri dalam masalah, aku atau kau?" Alexon menantang balik. Tatapannya terlihat geram karena gadis yang disukainya ini begitu keras kepala.
Lalisa memamerkan deretan gigi rapinya, membuat gadis itu tampak begitu menggemaskan. "Kupikir bahaya tidak selamanya menakutkan, ada kalanya itu justru malah terasa sangat menyenangkan."
"Hanya orang gila yang menyukai hal-hal gila seperti ini."
Alexon dan Lalisa jelas merupakan pasangan yang gila karena menyukai hal-hal yang gila.
📍📍📍
Alexon sedang berpikir, bagaimana mungkin Sweetest Killer tahu mengenai Kitten? Bahkan jika dia diwasi, dari mana laki-laki itu tahu kalau Kitten sangat berarti untuknya dan Lalisa?
"Apa mungkin ada mata-mata di antara kami?" Alexon bergumam ragu. Jari-jarinya bergerak di bibir bawah dengan penuh kebingungan.
Alexon berdecak dan bangkit dari duduknya yang sejak tadi menjaga Lalisa dalam tidurnya. Laki-laki itu menghampiri Lalisa dan membenarkan selimut gadis itu, kemudian keluar dari kamarnya.
Ini sudah jam dua belas malam lewat, tapi Alexon sama sekali tidak bisa tidur, bahkan setelah melewati hari yang melelahkan ini. Rasanya dia tidak akan pernah tenang, sebelum mendapatkan sesuatu tentang Sweetest Killer.
Alexon berjalan ke ruang tamu, di mana empat rekannya tengah tertidur pulas di sana. Untuk pertama kalinya, laki-laki itu melakukan profiling pada rumahnya sendiri. Sang profiler mencoba untuk mengingat detail rumahnya sebelum dia memiliki banyak tamu yang datang silih berganti. Pandangannya berhenti pada deretan koleksi miniaturnya.
Dengan langkah berat, Alexon berjalan ke depan koleksi mobil dan robot-robotannya yang tersusun rapi di rak berliku yang menyatu dengan dinding. Tampaknya ada posisi yang berubah dari kali terakhir Alexon memperhatikannya sekitar sebulan lalu. Karena laki-laki itu yang menyusunnya, maka sudah sewajarnya jika dia menghafal pula tempat-tempatnya. Lalu, miniatur mobil berwarna merah yang menjadi kesayangannya diambil dengan penuh ragu.
Alexon berbalik dan menatap ruangan di sekeliling dari tempatnya berdiri, ternyata semua sudut ruangan tercakup dalam satu pandangan. Lalu, laki-laki itu menatap mobil mainan di tangannya, kemudian menarik paksa atapnya dan mata kamera jatuh dari sana.
Bagaimana Alexon harus bereaksi sekarang? Haruskah dia merutuki diri karena tidak sadar sejak awal atau haruskah dia memaklumi diri karena terlambat menyadari kalau orang yang selama ini dicari berada tepat di depan matanya?
"Seo Jung-hoo," gumam Alexon dengan senyum sinis yang terpatri di wajah tampannya. "Jadi, ternyata sosok yang kucari berada tepat di depan wajahku sendiri?" Alexon menggeleng dan melepaskan tawa miris.
Bagaimana mungkin Alexon bisa sebodoh ini? Jelas ada sesuatu yang aneh pada Jung-hoo sejak awal, tapi Alexon tidak pernah menganggapnya serius. Gelang yang terasa familier pasti dia lihat di tangan Jung-hoo, alasan kenapa Sweetest Killer selalu mematikan lampu saat akan berhubungan, karena laki-laki itu ingin menyembunyikan tatonya dan ketika berada di rumahnya, Jung-hoo selalu menggunakan pakaian lengan panjang yang menutupi hingga pergelangan tangan, agar Alexon tidak bisa melihat tatonya. Lalu, ketika bertemu di toserba waktu itu, jelas Jung-hoo yang sedang mengawasinya. Alasan kenapa bangkai Kitten bisa sampai di rumahnya, karena Jung-hoo mengawasinya dan Lalisa. Dan saat Lalisa diculik, ada sosok Jung-hoo juga di sana.
Wah~ bagaimana bisa Alexon melewatkan semua hal penting ini di depan mata. Rasanya dia benar-benar malu pada profesi dan kemampuan profiling yang selalu dia banggakan. Mungkin Alexon harus mengundurkan diri pekerjaannya setelah ini.
Mau tidak mau, Alexon harus membangunkan semua rekannya. Mereka perlu mencari tahu lebih banyak tentang Jung-hoo detik ini juga.
"Jadi, laki-laki yang tertawa bersama kita, makan bersama kita, dan bersenang-senang saat ulang tahunmu adalah SK?." Jinyoung memekik tidak percaya. Rahangnya hampir jatuh setelah mendengar penjelasan rinci sang profiler. "Wah~ bagaimana mungkin kita membicarakan seorang pembunuh di depan pembunuh itu sendiri? Tidakkah ini melukai harga diri kita sebagai detektif?"
Apa yang Jinyoung katakan memang benar. Ini sangat memalukan dan merupakan aib bagi mereka berlima. Namun, tidak ada waktu untuk menyesalinya saat ini.
Ji Hoon menepuk ringan tangannya untuk mengambil alih perhatian semua rekannya. "Identitas SK sudah ditangan. Hal yang harus kita lakukan adalah menggali masa lalunya dan mencari tahu apa hubungannya dengan Lee Rang, kemudian menemukan tempat persembunyiannya," kata Ji Hoon berapi-api.
"Tapi kita membutuhkan sinyal," sela Jaebum.
Alexon mengangguk paham. "Aku akan mematikan pengacak sinyalnya, tapi kita akan bekerja dengan lampu mati dan tanpa suara. Aku tidak ingin mengambil risiko apa pun untuk apa yang sudah kita dapatkan saat ini."
Semua setuju dengan saran Alexon. Ji Hoon kembali membagikan tugas pada keempat rekannya tentang pencarian apa yang harus diutamakan saat ini.
"Kuharap tidak ada pengkhianat di antara kita." Alexon menatap rekannya satu per satu, membuat semua orang juga saling melemparkan pandangan karena suaranya yang terdengar penuh harapan.
Sontak saja, ucapan Alexon membuat pandangan curiga terlempar ke sana sini, tapi tidak ada yang membuka suara sampai lampu dimatikan.
Semua orang bekerja dalam gelap dan menggali apa saja di masa lalu Jung-hoo. Pencarian dimulai dari yang terbaru, hingga yang terlama dan sulit dijangkau, juga tidak lupa melacak ponsel dan mencari riwayat perjalanan laki-laki itu.
Satu jam sudah terlewati sejak mereka semua bekerja untuk mencari informsi tentang sosok Sweetest Killer dan Jung-hoo.
"Oh, apa ini?!" Tae-il berseru terkejut. Gerakan jari-jemarinya begitu cepat menari di atas keyboard, dengan tatapan yang begitu fokus.
Semua orang menatap Tae-il dengan penuh tanda tanya, kemudian Tae-il menunjukkan laptopnya pada semua orang.
Seo Jung-hoo seorang jurnalis. Dia pernah terlibat kecelakaan kerja saat meliput sebuah kebakaran bersama rekannya, Park Hyungsik. Namun, rekannya meninggal dan menjadi salah satu korban.
Itulah yang Tae-il tuliskan, sebelum akhirnya Alexon mengambil alih untuk melihat data-data yang sudah dikumpulkan. Tae-il mengumpulkan beberapa artikel mengenai kebakaran saat itu, juga mencari tahu penyebab dan mengumpulkan keterangan dari saksi yang terdapat di artikel. Diketahui bahwa Park Hyungsik baru saja bekerja selama satu minggu.
Alexon segera menuliskan balasannya di atas kertas.
Hubungi kantor tempat mereka bekerja dan tanyakan tentang Jung-hoo lebih lanjut. Mungkin saja SK menukar identitas aslinya untuk mencuri identitas orang lain dan cari tahu juga tentang Park Hyungsik.
Tae-il mengangguk dan mengambil kembali laptopnya.
Lee Rang tidak melakukan panggilan mencurigakan dan langsung kembali ke rumah.
Tulisan itu diberikan Jinyoung ke Alexon, yang dibalas berupa anggukan singkat dan meminta maknae itu mencari lebih banyak tentang Jung-hoo.
Selama hampir lima jam bekerja dalam gelap, ada beberapa informasi yang berhasil dikumpulkan. Pertama, Jung-hoo menghilang setelah kematian Park Hyungsik dan meninggalkan anak istrinya begitu saja lima tahun lalu. Kedua, data-data yang Park Hyungsik serahkan saat melamar kerja adalah palsu. Ketiga, diketahui pula kalau Park Hyungsik pernah ditahan di penjara remaja. Keempat, Park Hyungsik memiliki seorang adik bernama Park Jisung dan keduanya pernah tinggal di sebuah panti asuhan, dengan keberadaan Park Jisung yang entah ada di mana sekarang.
Lalu, penelusuran terus berlanjut, sampai akhirnya Jinyoung menemukan sebuah artikel lama yang memuat tentang kasus penculikan anak belasan tahun lalu, yang diduga dua dari empat korban di sana adalah kakak beradik Park itu. Dan semua orang berasumsi kalau kakak beradik Park yang menjadi korban penculikan adalah Jung-hoo dan Lee Rang.
Merasa sudah mendapatkan informasi yang cukup, Alexon meminta rekannya untuk kembali beristirahat, sebelum memulai hari yang sangat panjang ketika matahari terbit nantinya
Namun, alih-alih beristirahat seperti rekannya yang lain, Alexon justru masih terjaga dan kembali ke kamarnya untuk menemani Lalisa yang masih terlelap. Tampaknya ada yang mengganjal pikiran sang profiler, hingga menahan laki-laki itu untuk tidur. Pandangannya tidak ingin lepas dari selembar berita yang sudah dicetak.
"Siapa dua korban penculikan lainnya?" Alexon bergumam penuh rasa ingin tahu. Di dalam berita tidak tertulis jelas dua korban lainnya, hanya terungkap identitas si Park Bersaudara. Itupun hanya diungkapkan secara samar. "Kenapa tidak disebutkan sama sekali?"
Alexon tidak tahu kenapa dia merasa sangat penasaran dengan dua korban penculikan lainnya yang bersama dengan Park Bersaudara itu. Sang profiler hanya merasa seperti ada sesuatu yang menariknya untuk mencari tahu lebih banyak. Entah ini murni karena keingintahuan atau ada sesuatu yang lain—yang tersembunyi di balik kasus penculikan belasan tahun lalu.
"Alexon."
Sang pemilik nama tersentak karena suara serak Lalisa. Oh, sudah berapa lama laki-laki itu melamun, hingga putri sang walikota terbangun dari tidur nyenyaknya. Jam digital di nakas sudah menunjukkan pukul enam lewat, di mana Lalisa memang terbiasa bangun pada pukul segitu.
Lalisa menarik punggung dari kasur dan duduk menghadap sang profiler. "Kau tidak tidur? Wajahmu terlihat sangat lelah."
Alexon membalas dengan senyum kecil. "Aku tidak bisa tidur."
Lalisa menuruni kasur, menghampiri Alexon di sofa dan duduk di samping sang profiler. "Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?"
Alexon mengangguk apa adanya dengan senyum kaku.
"Apa itu?"
"Entahlah," Alexon membalas apa adanya dengan gelengan kecil. Lalu, menjatuhkan kepalanya pada paha Lalisa. "Tolong pinjamkan aku pahamu sebentar. Sepertinya aku butuh tidur beberapa menit."
"Aku tahu kau sangat ingin menangkap SK, tapi kau juga harus menjaga kesehatanmu." Lalisa mengingatkan dengan rasa khawatir yang bergertar di suaranya. Dibandingkan dengan semua orang, Alexon bekerja dua kali lebih keras dan membuat putri sang walikota khawatir pada profiler tampan di pangkuannya ini. "Kau tidak akan bisa menangkapnya jika jatuh sakit."
"Jika nanti aku jatuh sakit ..." Alexon membalas dengan setengah sadar. Tampaknya dia mulai memasuki alam bawah sadarnya dalam hitungan detik, setelah menemukan bantal ternyamannya. "... maka kau akan merawatku." Semakin lama, suara Alexon hilang ditelan kantuk yang menyerang.
"Kau akan menyuapiku, kemudian memberiku obat, dan menemaniku tidur sepanjang malam. Kau akan ada di sisiku sampai ...." Celotehan Alexon masih berlanjut dengan suara yang sudah setipis angin, hingga akhirnya benar-benar tenggelam di bawah alam sadarnya.
Lalisa tersenyum mendengar celotehan Alexon. Entah kenapa, dia merasa kalau laki-laki itu sangat menggemaskan ketika sedang berjalan menuju alam bawah sadarnya.
"Aku akan berada di sisimu sampai kau tidak lagi menginginkanku." Lalisa melengkapi celotehan Alexon yang mengantung di udara.
Keduanya jelas memiliki perasaan yang sama, tapi sama-sama tidak ingin mengikat satu sama lain dan membebaskan masing-masing dari mereka untuk menentukan pilihan sendiri. Hubungan keduanya memang berdiri tanpa status, tapi dibangun di atas kepercayaan yang memiliki pondasi lebih kuat dari status mana pun.
Lalisa mengusap pipi Alexon yang cukup tirus. Laki-laki itu pasti sering melewatkan jam makannya karena terlalu sibuk bekerja. "Kau selalu mengingatkanku untuk makan, tapi kau sendiri sering kali melewatkannya." Lalisa menggerutu sebal. Dia pikir Alexon adalah tipe yang suka memperhatikan orang lain, tapi tidak pernah memperhatikan diri sendiri.
Gadis itu menusuk kecil pipi Alexon untuk memastikan kalau laki-laki itu sudah nyenyak, kemudian memindahkan kepala sang profiler ke bantal yang sesungguhnya. Lalu, meninggalkan Alexon setelah mengusap bibir laki-laki itu.
Sebenarnya Lalisa ragu, tapi dia ingin melakukan satu hal yang setidaknya bisa dibanggakan untuk waktu yang sangat lama di depan Alexon, yaitu dengan membuatkan sarapan untuk sang profiler.
Karena Lalisa tidak bisa memasak seperti Alexon, maka gadis itu hanya membuatkan roti lapis dengan isian daging, telur dan beberapa bahan lainnya. Sepanjang hidupnya, Lalisa tidak pernah membuat makanan seperti ini untuk dirinya sendiri, apa lagi untuk orang lain dan Alexon akan jadi orang pertama yang merasakan makanan buatannya.
Roti lapis dan susu cokelat hangat tampaknya cukup untuk mengisi perut sang profiler. Lalisa benar-benar bangga dengan apa yang dia lakukan pagi ini. Sungguh sesuatu yang patut diapresiasi karena gadis itu rela berkutat di dapur hanya untuk sarapan.
"Astaga!" Lalisa memekik terkejut saat melihat Alexon sudah duduk manis di meja makan dan menatapnya dengan senyum yang begitu hangat. "Sejak kapan kau duduk di sana?" tanyanya gugup.
"Baru saja," balas Alexon apa adanya, "Kau membuatkan sarapan untukku?" tanya dengan kedua sudut bibir yang menahan girang.
Lalisa mengangguk kaku dan menghampiri Alexon, kemudian memberikan sarapan untuk sang profiler. "Kau jarang makan belakangan ini. Jadi, aku membuatkan sarapan seadanya untukmu." Lalisa agak malu saat mengatakannya, tapi tetap tidak menghilangkan kebanggaan untuk dirinya sendiri. "Aku tidak pernah memasak sebelumnya. Jadi, rasanya mungkin—"
Lalisa menghentikan kalimatnya saat Alexon langsung melahap roti lapis buatannya. Gadis itu menunggu setiap kunyahan sang profiler dengan begitu gugup. "Bagaiaman rasanya?"
"Ini agak asin," balas Alexon apa adanya. Senyum geli tercetak di wajahnya, tapi tidak membuatnya berhenti mengunyah. Laki-laki itu justru malah semakin lahap memakannya.
"Kalau begitu jangan dimakan." Lalisa ingin mengambil roti lapisnya. Dia tidak marah karena Alexon berkata jujur, dia justru malah merasa tidak enak karena memberi sang profiler makanan yang keasinan. "Kau akan sakit perut jika makan sesuatu yang asin sepagi ini."
Alexon menjauhkan sarapannya dari jangkauan tangan Lalisa. Jelas dia tidak ingin melepaskan roti lapis miliknya saat ini. "Pencernaanku tidak selemah itu," balasnya tidak mau kalah. Satu gigitan besar kembali merobek roti lapisnya. "Ini enak jika aku mengabaikan rasa asinnya."
"Alexon, jangan dimakan," rengek Lalisa. Sungguh, gadis itu tidak ingin jika terjadi sesuatu pada sang profiler karena sarapan buatannya.
"Sudah kukatakan kalau aku akan menerima apa pun yang kau berikan padaku. Apa pun," balas Alexon mengingatkan dengan tegas, "Dan roti lapis ini jelas sesuatu yang tidak akan pernah kutolak—apa pun alasannya— bahkan jika kau menuangkan sesendok lada di dalamnya."
"Kau akan mati jika memakan sesendok lada untuk satu roti lapis," balas Lalisa menanggapi serius ucapan Alexon.
Alexon mengangguk membenarkan. "Kalau begitu ... aku akan memasak kembali masakanmu untuk mengurangi tingkat kematiannya saat dimakan."
Lalisa tersenyum kecil karena celotehan Alexon. Laki-laki itu sangat manis karena selalu berusaha untuk membuat Lalisa merasa tidak kecil.
"Kenapa tidurmu sebentar sekali?" Lalisa mengalihkan topik selagi menemani Alexon menghabiskan sarapannya. "Kupikir satu jam belum berlalu sejak aku meninggalkanmu."
"Karena aku kehilangan bantal ternyamanku. Itulah kenapa aku terbangun."
Sungguh, ini masih terlalu pagi untuk mendengar kalimat picisan dari Alexon, tapi anehnya Lalisa malah tersenyum dan diam-diam merasakan kehangatan yang mengalir di pembuluh darahnya.
"Berapa jam biasanya kau tidur dalam sehari?" Tampaknya Lalisa ingin mengetahui lebih banyak tentang Alexon. "Belakangan ini kau selalu begadang, 'kan?"
Alexon bergumam, mencoba untuk mengingat seperti apa pola tidurnya sebelum menangani kasus Sweetest Killer. "Biasanya cukup teratur, bahkan sangat cukup, tapi kasus SK memang agak menghancurkan pola tidurku."
Lalisa mengembuskan napas kasar dan menatap sedikit iba. "Kuharap SK segera tertangkap, agar kau tidak lagi begadang semalaman seperti hari ini," katanya mengharapkan dengan sungguh-sungguh.
"Kami sudah mendapatkan identitasnya." Alexon mengakhiri sarapan hari ini dengan menenggak susu hangatnya.
"Benarkah?" Lalisa terkejut dengan mata membulat yang tampak antusias. "Jadi, siapa laki-laki itu?" tanyanya seraya memberikan selembar tisu pada Alexon, agar sang profiler bisa membersihkan sisa susu yang menempel di sudut bibirnya.
"Seseorang bernama Park Hyungsik." Alexon menjawab tanpa ingin mengatakan siapa sebenarnya laki-laki bermarga Park itu. Sang profiler pikir, Lalisa hanya akan panik jika mengetahui latar belakang Jung-hoo.
Jadi, lebih baik menyembunyikannya dari gadis itu.
"Dia memiliki hubungan khusus dengan Lee Rang?"
"Mereka kakak beradik."
Lalisa bergumam takjub, sekaligus ngeri. Tiba-tiba saja seperti ada angin yang tertiup di belakang lehernya, membuat gadis itu merinding dan nyaris menggigil. "Jadi, mereka pasangan adalah psikopat kakak beradik?" tanyanya memastikan.
Alexon mengangguk samar. "Jadi, jangan coba-coba untuk melemparkan diri ke kandang singa lagi," tegasnya penuh penekanan.
Lalisa mendesis penuh rasa ingin tahu ketika Alexon sibuk membereskan piring kotornya. "Menurutmu bagaimana psikopat dibesarkan?" tanyanya dengan pandangan yang mengikuti langkah Alexon ke tempat cuci piring.
Alexon bergumam dan berpikir sambil mencuci piring kotor. "Mereka dibesarkan dengan hasrat—membunuh atau menyakiti orang lain."
Lalisa membalik tubuh untuk menghadap Alexon sepenuhnya. "Psikopat seperti apa yang menurutmu paling menyeramkan?"
Tampaknya ada yang salah dengan ucapan Lalisa, hingga Alexon menghentikan kegiatannya untuk beberapa detik, kemudian melanjutkan setelah tersenyum tanpa alasan. "Psikopat yang paling menyeramkan adalah psikopat yang tidak sadar sedang memelihara monster di tubuhnya."
Lalisa tertegun. Rasanya seperti Alexon baru saja menyindirnya.
"Aku tidak berbicara tentangmu." Alexon menoleh dengan senyum kecil yang dikhususkan untuk Lalisa. "Jadi, tolong jangan tersinggung."
Lalisa membalas dengan senyum kaku. Gadis itu masih berusaha untuk tidak menganggap dirinya sebagai monster dan meninggalkan kenangan buruk itu di dasar ingatannya.
"Hyung! Alexon Hyung!" Teriakan Jinyoung terdengar sampai ke dapur, membuat Lalisa dan Alexon sontak menoleh terkejut.
"Ada apa? Kenapa berteriak sepagi ini?" tanya Alexon saat Jinyoung menampakkan diri di dapur dengan napas terengah.
Jinyoung menghampiri Alexon dan berbisik. "Lee Rang baru saja melakukan panggilan telepon, tapi bukan menggunakan nomor terdaftar atau yang dia berikan pada Lalisa. Dia menggunakan ponsel yang lain."
"Apa yang dia bicarakan?" Alexon balas berbisik.
"Aku tidak yakin, tapi sepertinya Lee Rang akan pergi ke suatu tempat—ke tempat persembunyian SK mungkin."
"Bangunkan yang lain. Kita akan mengikuti Lee Rang," kata Alexon pada Jinoyung.
Sang maknae menyanggupi dan langsung bergerak cepat, sementara Alexon sendiri segera melepas sarung tangan karetnya.
"Bersiaplah. Kita harus pergi ke suatu tempat." Alexon tersenyum pada Lalisa.
Lalisa membalas dengan senyum cerah, kemudian berlari menuju kamar Alexon di lantai dua. Gadis itu jelas tidak ingin melewatkan apa pun. Dia siap ikut menantang bahaya bersama sang profiler.
Tidak ada siapa pun lagi di rumah Alexon. Semua orang sudah pergi dengan tujuan masing-masing. Tae-il pergi ke kedai untuk mendapatkan sinyal, Jinyoung dan Jaebum pergi untuk mencari Jung-hoo. Lalu, Ji Hoon mengawasi rekan timnya dari dalam mobil bersama Lalisa, sementara Alexon menunggu di sebuah gang sempit.
Untuk kali ini, Lalisa tidak diberi ear piece seperti kemarin karena ada hal-hal yang tidak perlu gadis itu ketahui. Jadi, Lalisa hanya menatap layar yang sama dengan yang Ji Hoon tatap, tanpa tahu misi apa yang dilakukan saat ini.
Alexon menopangkan siku pada jendela kirinya. Laki-laki itu mengawasi pergerakan mobil Lee Rang yang masih terus bergerak di layar ponselnya.
"Sudah menemukan di mana Jung-hoo berada?" Alexon bertanya dengan agak cemas. Laki-laki itu terlihat begitu gelisah sekarang.
Entah apa yang Alexon pikirkan, tapi profiler itu benar-benar tidak tenang. Rasasnya seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Perasaan asing yang mulai dia rasakan ketika mengetahui kasus penculikan Park Bersaudara itu sembilan belas tahun lalu.
"Jung-hoo pergi bersama Walikota Jung ke Jeju," Jaebum menyahut lebih dulu, "Kemungkinan akan kembali besok."
"Bagus, kalau begitu kita hanya perlu mengalihkan perhatian Lee Rang dan aku akan pergi tempat yang Lee Rang datangi saat ini."
"Kau yakin akan pergi sendiri?" Itu suara Ji Hoon, terdengar agak ragu saat bertanya.
"Tentu saja," balas Alexon tanpa ragu, "Memang apa yang harus aku ragukan untuk membobol tempat persembunyian SK?"
"Aku tahu kau selalu bisa mengatasi masalahmu sendiri, tapi berhati-hatilah saat menghadapi SK. Tidak ada yang tahu betapa gilanya laki-laki itu," kata Ji Hoon mengingatkan. Laki-laki itu terdengar seperti seorang kakak yang sedang mengkhawatirkan adiknya.
"Aku akan baik-baik saja. Tidak perlu mengkhawatirkanku. Cukup Lalisa saja yang mencemaskanku, kalian tidak usah." Jujur saja, Alexon tidak suka menanggung beban kekhawatiran orang lain untuknya. Beban kekhawatiran Lalisa saja sudah terasa sangat berat.
"Hyung, kami mengkhawatirkanmu karena kau adalah aset yang sangat berharga. Tim dua tidak akan lengkap tanpamu." Jinyoung menyela dengan dramatis. "Itulah sebabnya kami mengkhawatirkanmu."
Alexon mendecih tipis dan melemparkan pandangan keluar. Diam-diam dia merasa hangat dengan kepedulian rekannya, meski enggan mengakui.
Di sisi lain, ada Lee Rang yang lagi-lagi menggerutu kesal. Laki-laki itu sungguh muak karena harus melompati kubangan air seperti katak, agar tidak mengotori pakaiannya. Jika bukan karena kakaknya, Lee Rang jelas tidak sudi menginjakkan kaki ditempat yang kotor ini.
"Aku harus benar-benar membelikan gedung baru untuknya!" kata Lee Rang penuh tekad. Harus dia pastikan kalau hari ini adalah kali terakhirnya menginjakkan kaki di gedung busuk ini.
Acara menggerutu Lee Rang memang tidak pernah ada habisnya. Setelah mengoceh tentang kubangan air, sekarang laki-laki itu mengoceh tentang pakaian.
"Aku pasti terlihat seperti pesuruh, alih-alih adik kandungnya." Lee Rang membuang mantel, sepatu, serta sweter yang terkena noda darah ke dalam perapian. Persis seperti yang sang kakak lakukan pada sepatunya tempo hari. "Lagipula kenapa hyung menusuknya dengan sangat brutal, hingga membuat darahnya muncrat ke mana-mana. Padahal satu sayatan di arteri bahu cukup untuk membuat wanita itu mati dalam hitungan detik."
Jadi, Lee Rang datang jauh-jauh hanya untuk disuruh membakar pakaian yang sang kakak gunakan tempo hari untuk membunuh seorang wanita yang sama sekali tidak dikenalnya. Juga meminta laki-laki itu untuk mengambil beberapa setel pakaiannya yang dibawa ke jasa pencucian.
Lee Rang menggeleng tidak habis pikir. "Dia memiliki uang yang cukup banyak untuk membeli lusinan setelan jas, tapi kenapa malah repot-repot menaruh pakaiannya di tempat pencucian," gerutunya jengkel.
Laki-laki itu jelas tidak senang dengan beberapa sifat sang kakak yang sangat menyebalkan, karena selalu memilih hal-hal rumit untuk beberapa situasi tertentu. Kenapa tidak menjadi seperti Lee Rang yang setiap bulannya selalu memenuhi lemarinya dengan setelan pakaian baru?
Setelah membakar dan menyusun pakaian sang kakak, laki-laki itu iseng berjalan ke ruang kontrol dan langsung mendaratkan tubuh di kursi untuk memantau layar-layar di depannya. Terlihat jelas kalau kamera yang dipasang di rumah Alexon sudah kembali menampilkan gambar, yang artinya pengacak sinyal sudah di non-aktifkan.
Lee Rang memutuskan untuk mengecek rekaman sebelumnya.
"Apa yang mereka lakukan gelap-gelapan seperti itu?" Lee Rang bertanya pada dirinya, saat rumah Alexon terlihat begitu gelap. "Apa mereka bekerja mencari informasi dengan cara seperti itu?" Tawa Lee Rang meluncur dengan begitu ringan. Dia merasa lucu melihat kerja keras Alexon dan rekan-rekannya.
"Aku harus memberitahu hyung soal ini." Masih dengan tawanya, Lee Rang mengambil ponsel lipat tahun 90-annya dan menghubungi sang kakak. "Hyung, kau tahu apa yang aku lihat barusan?" tanyanya begitu sang kakak menjawab panggilannya.
"Seorang nenek tanpa busana menghampirimu dan menyatakan perasaannya padamu," sahut sosok di seberang sana dengan setengah acuh.
"Tidak, Hyung. Ini lebih lucu dengan kejadian lucu mana pun," sanggah Lee Rang. Tatapannya tercurahkan pada layar gelap di depannya. "Profiler itu dan timnya bekerja dalam gelap. Sepertinya mereka sedang menyelidiki tentang kita, tanpa membiarkan kita tahu."
Penuturan Lee Rang disambut decihan ringan oleh kakaknya. "Mereka pasti sedang menyiapkan sesuatu yang besar untuk kita. Biarkan saja. Toh, mereka tidak akan menemukan apa pun. Memangnya apa yang mereka miliki saat ini?" Tampaknya Jung-hoo memiliki kepercayaan diri yang jauh lebih tinggi dari Alexon, hingga beranggapan kalau sang profiler tidak menemukan apa pun.
Lee Rang mengangguk membenarkan, tapi diam-diam juga memikirkan sesuatu yang lain. "Bagaimana jika dia menemukan tempat ini?" tanyanya berandai-andai.
"Bahkan jika dia menemukannya, dia tetap tidak akan bisa masuk," balasnya angkuh. Ekspresinya sekarang pasti terlihat antusias sama seperti Lee Rang. "Haruskah kita menyambut kedatangannya?" tanya Jung-hoo meminta pendapat.
"Kau ingin aku menyiapkan hadiah untuknya?" Tiba-tiba saja Lee Rang menjadi tiga kali lebih bersemangat. Adrenalinnya baru saja melompat tinggi. "Aku akan mencarikannya dengan senang hati."
"Lalisa," kata Jung-hoo tanpa keraguan. Nadanya terdengar begitu geli. "Berikan gadis itu sebagai hadiahnya. Alexon pasti akan menerima dengan senang hati, sama seperti dia menerima Kitten malam itu."
"Kau sudah berjanji akan memberikan Lalisa padaku, Hyung!" protes Lee Rang tidak terima, "Jangan coba-coba untuk mengingkari kesepatakan kita."
Jung-hoo mendecih sinis. "Memangnya kapan aku setuju untuk memberikan gadis itu padamu, hah?" tantangnya.
Lee Rang berdecak, Jung-hoo memang belum menyetujui permintaannya tempo hari. Sang kakak hanya mengatakan akan memikirkannya lagi.
"Pokoknya aku akan mencarikan hadiah yang khusus untuknya, tapi yang jelas itu bukan Lalisa!" tegas Lee Rang berapi-api.
"Terserah," sahut Jung-hoo setengah acuh. Dia jelas enggan berhadapan dengan adiknya yang sedang tergila-gila pada gadis belasan tahun. "Obsesimu hanya akan menyakitimu." Lalu, tanpa ingin mendengarkan ocehan Lee Rang lebih lanjut, Jung-hoo langsung memutus sambungan telepon mereka.
Lee Rang melempar ponselnya asal-asalan ke meja dan memutar otak untuk berpikir. "Hadiah apa yang cocok untuk profiler itu?" gumamnya seraya mengetukkan jari pada meja. "Kaki kanan? Tangan kiri? Telinga? Jari kelingking? Mata?"
Lee Rang berceloteh asal-asalan mengenai hadiah apa yang ingin dia berikan pada Alexon, yang jelas dia tidak akan memberikan Lalisa. Gadis itu terlalu berharga untuk dijadikan hadiah.
Berbicara soal Lalisa, Lee Rang jelas masih menunggu pesan singkat atau panggilan dari gadis itu sejak kemarin. Dia sangat mengharapkan pertemuan selanjutnya dengan Lalisa. Itulah sebabnya laki-laki itu sampai membawa ponsel pintarnya ke dalam hunian Jung-hoo, padahal dia biasa meninggalkan benda itu di mobil dan hanya membawa ponsel tahun 90-annya untuk digunakan menghubungi sang kakak.
Namun, tampaknya Lalisa benar-benar membuat Lee Rang melakukan sesuatu di luar kebiasaannya, yang tentunya akan mengakibatkan sebuah kesalahan fatal hari ini.
Laki-laki itu memutuskan untuk pergi saja dari hunian sang kakak. Dia perlu udara segar agar pikirannya bisa lebih terbuka dan meninggalkan dua ponsel utamanya di meja tanpa sadar.
Setidaknya, waktu setengah jam lebih Alexon habiskan untuk menunggu Lee Rang di gang sempit. Laki-laki itu menunggu Lee Rang pergi, sebelum nantinya dia pergi ke tempat yang Lee Rang datangi.
"Alexon, aku tidak menemukan CCTV di sekitar Lee Rang memarkirkan mobil, tapi setahuku kawasan itu memiliki beberapa gedung kosong." Tae-il memberitahu melalui ear piece, yang disambut dengan anggukan singkat dari Alexon.
"Tidak masalah. Aku pasti akan menemukannya," sahut Alexon penuh kepercayaan diri.
Perlu sepuluh menit lagi untuk menunggu mobil Lee Rang melewati gang sempit tempat mobil Alexon bersembunyi. Langsung saja sang profiler mengunci navigasinya menuju tempat tujuan Lee Rang tadi dan yang Tae-il katakan memang benar, kawasan tempat terakhir yang Lee Rang datangi berada di titik yang dikelilingi gedung, tanpa CCTV.
Setidaknya ada tiga gedung yang terlihat tidak ditempati, tapi masih dalam kondisi yang bagus. Sekarang Alexon hanya perlu memilih gedung mana yang harus dia masuki lebih dulu.
Sang profiler menimbang sebentar dan memilih gedung yang paling jauh dari tempat diparkirkannya mobil Lee Rang. Tidak ada alasan khusus kenapa Alexon memilihnya, laki-laki itu hanya memposisikan diri sebagai Lee Rang. Dia akan memarkirkan mobil ditempat yang jauh dari tujuan utamanya agar tidak terlalu terlihat mencurigakan.
Sepertinya Alexon baru saja tiba dibagian lobi gedung, di mana genangan air terlihat menenuhi lantai. Terlihat jauh sekali dari gudang pertama yang tampak bersih dan rapi. Sang profiler masih berpikir untuk menemukan jalan mana yang akan membawanya pada tempat persembunyian sang pembunuh berantai. Ada terlalu banyak lantai dan tangga di gedung ini. Tidak mungkin Alexon harus memeriksanya satu-satu.
Alexon menyentuh ear piece-nya saat terdengar gemerisik dari sana.
"Hyung, aku iseng melacak ponsel Lee Rang dari nomor yang dia berikan pada Lalisa dan sinyalnya berada tidak jauh dari tempatmu." Jinyoung memberitahu mengenai penemuannya. "Kupikir kalian berada di gedung yang sama sekarang."
"Lalu, di mana Lee Rang saat ini?" tanya Alexon.
"Sinyal mobilnya baru saja memasuki Jembatan Cheongdam."
"Kirimkan lokasi ponsel Lee Rang padaku," titah Alexon.
Entah kenapa, pencarian ini terasa sangat mudah atau ini adalah jebakan?
Bermodalkan lokasi yang Jinyoung kirimkan, Alexon mulai melakukan pencarian. Laki-laki itu beberapa kali salah berbelok karena sedikit kesulitan membaca peta buta, tapi setelah lima belas menit berusaha, akhirnya dia sampai juga pada sinyal ponsel Lee Rang. Di mana sinyal itu berada di lantai delapan dari total lima belas lantai yang ada.
Tepat di hadapannya ada sebuah pintu besi yang tampak sangat kokoh, dengan fitur kunci otomatis dan pemindai sidik jari di dinding. Meski terlihat tidak layak di bagian luar, tapi jelas hunian Jung-hoo ini memiliki sistem keamanan yang tinggi.
"Apa yang terjadi jika aku menempelkan sidik jariku di sana?" Alexon bergumam penuh tanda tanya.
Jawaban jelasnya sudah pasti aksesnya tidak diterima, tapi lebih daripada itu, apa kira-kira yang terjadi setelah sistem keamanan menolak akses yang masuk? Mungkinkah alarm berbunyi atau akan muncul semacam lemparan panah kecil dari dinding?
Oh, tidak! Alexon pasti terlalu banyak menonton Sci-Fi, membuatnya membayangkan terlalu jauh.
"Menurut kalian, kombinasi angka berapa yang Jung-hoo gunakan?" tanya Alexon pada rekannya yang lain. "Tanggal lahir terlalu biasa dan tidak ada psikopat yang membuat kombinasi angka kembar," celotehnya sebelum ada yang menyahut.
"Dia menggunakan enam kombinasi angka," tambah Alexon.
"Tapi dia terobsesi dengan angka sembilan, 'kan?" tanya Jaebum memastikan.
Benar. Sosok Sweetest Killer terobsesi dengan angka sembilan. Lalu, berapa kombinasinya?
"Hyung, mungkinkah sandinya sama dengan pelat mobil Lee Rang?" Jinyoung menyahut setelah Alexon membalas gumam atas pertanyaan Jaebum. "Jika dijumlahkan hasilnya masing-masing menjadi sembilan, 'kan?"
Mata Alexon berbinar cerah. "Tumben sekali kau tidak memberikan ide bodoh," balasnya asal-asalan. Laki-laki itu sama sekali tidak berpikir kalau itu menyakiti perasaan Jinyoung dan maknae itu pun justru malah bangga karena mendapatkan pujian. "Berapa pelat nomornya?"
"361242."
Alexon menekan digit yang Jinyoung sebutkan, tapi sang profiler masih agak ragu untuk mengunci sandinya. Dia masih memikirkan kemungkinan yang terjadi jika akses masuk ditolak.
"Alexon, bagaimana? Apa pintunya terbuka?" Ji Hoon membuka suara untuk mencari tahu.
Pada akhirnya, Alexon mengunci kombinasi angkanya, tapi yang didapat adalah bunyi yang menolak akses masuknya. Sang profiler berdecak kesal, tapi tidak menurunkan kewaspadaannya.
"Bukan itu sandinya," kata Alexon.
Sang profiler mencoba untuk berpikir, kira-kira kombinasi angka berapa yang Jung-hoo gunakan untuk rumahnya? Tanggal pembunuhan sebenarnya bisa saja menjadi satu dari banyak kemungkinna yang ada, tapi dari banyak kasus yang ada, tanggal kematian siapa yang Jung-hoo pilih?
"Jung-hoo pasti menggunakan kombinasi acak, di mana-mana angka itu memiliki arti tersendiri untuknya." Tae-il ikut menyela ke dalam pembicaraan untuk mengeluarkan pendapat.
Alexon memutar otaknya dengan keras. Dia sedang mengingat pola tato yang sempat dilihatnya beberapa waktu lalu dan mencari deretan angka kalau-kalau ada. Namun, sama sekali tidak ada deretan angka yang terekam di dalam ingatan sang profiler.
Alexon seakan dikejutkan dengan pikirannya sendiri. Langsung saja dia merogoh saku dan mengambil selembar kertas yang memuat berita tentang penculikan yang dialami Park Bersaudara itu. Matanya menjelajah liar untuk mencari tanggal.
29 September 2000.
Alexon mempertaruhkan keberuntungannya lagi dengan menakan digit, '000929' sebagai permintaan untuk akses masuk.
Dan Voila! Pintu besinya bergeser dan memberikan akses yang begitu luas pada Alexon.
"Aku sudah membuka pintunya," kata Alexon ketika tatapannya masih tumpah pada ruangan mewah di dalamnya.
Alexon terpana bukan karena tidak menyangka ada kemewahan di dalam gedung dengan kubangan air dan sarang laba-laba di setiap sudut. Melainkan ada sensasi asing yang baru saja menyapa permukaan kulitnya.
Apa yang terjadi pada Alexon? Kenapa laki-laki itu merasa sangat ragu untuk melangkahkan kaki, seolah akan ada sesuatu yang menyerangnya di dalam sana.
"... Alexon!"
Alexon tersentak saat Ji Hoon memanggil namanya dengan begitu keras dan menyadarkannya dari lamunan asing yang entah datang dari mana. Namun, laki-laki itu tidak peduli dengan pertanyaan yang dilemparkan, dia justru malah menelepon Lalisa.
"Apa kau bisa menahan Lee Rang untuk tidak kembali selama aku di sini dengan mentraktirnya kopi?" Alexon meminta dengan penuh kesadaran, meski tatapannya masih setengah terkejut. "Kupikir akan memakan banyak waktu untuk menggeledah rumah ini."
"Berapa lama aku harus menahannya?" tanya Lalisa.
"Selama yang kau bisa."
"Aku akan berusaha sebaik mungkin. Kau berhati-hatilah di sana," kata Lalisa mengingatkan.
"Hyung, ada apa?" Jinyoung bertanya dengan kewaspadaan yang tinggi melalui ear piece-nya. Kemarin jelas-jelas Alexon menentang ide menggunakan Lalisa sebagai umpan, tapi apa yang baru saja terjadi?
Alexon tidak menjawab dan langsung melepaskan ear piece-nya, membuat sambungan terputus secara total. Sang profiler seperti berada di dunianya sendiri—dunia asing yang sebelumnya tidak pernah dia tahu.
"Yak, Alexon!" Ji Hoon berteriak saat Alexon tidak lagi menjawab. "Tae-il, cari tahu kenapa aku tidak tersambung dengan Alexon lagi."
"Sepertinya Alexon melepaskan ear piece-nya, Hyung," balas Tae-il.
Ji Hoon berdecak kesal, seraya memukul kemudinya, yang tanpa sadar sedang ditatap penuh keingintahuan dari Lalisa. "Aish, selalu saja mengambil langkah sendiri."
"Hyung, hasruskah kita menysulnya?" Jaebum membuka suara.
Ji Hoon menggeleng dan menyugar rambutnya. "Biarkan saja. Kau dan Jinyoung pergilah ke tempat Tae-il, aku akan pergi menghampiri Lee Rang."
"Kenapa Alexon tidak bisa dihubungi?" Lalisa memberanikan diri untuk bertanya, ketika Ji Hoon mulai membelah jalanan dengan mobilnya.
Ji Hoon menoleh singkat. "Dia melepaskan ear piece-nya."
"Kenapa Alexon melakukannya?"
Ji Hoon tidak yakin kenapa Alexon melakukannya. "Entahlah, kupikir dia hanya tidak ingin diganggu."
Lalisa mengangguk paham. Diam-diam dia meminta hati dan pikirannya untuk tenang dan tidak terlalu mengkhawatirkan sang profiler. Alexon pasti akan baik-baik saja. Laki-laki itu tidak akan terluka.
Alexon sudah menduga kalau dia akan menemukan sesuatu yang luar biasa jika berhasil memasuki tempat persembunyian Sweetest Killer dan sang profiler benar-benar menemukan sesuatu yang membuatnya menganga saat membuka sebuah tirai merah.
"Siapa Jung-hoo sebenarnya?"
📍📍📍
Mana tim yang kekeh kalau jung-hoo itu SK? SELAMAT KALIAN TIDAK MUDAH OLENG 🤣🤣🤣
kira-kira si bapak liat apa dibalik tirai sampai menganga begitu? 😈😈😈
Kalian sudah mencium aroma-aroma perpisahan, 'kan? Tolong para buchen pak alek siapkan dirinya untuk perpisahan mendatang 🌚🌚🌚
Oh, iya, rencananya Partner bakalan ada versi peluk 🙈🙈🙈 Jadi, yang pengin peluk pak Alek bisa mulai menabung cuan di celengan ayam mulai sekarang. Tenang gaes, masih lama prosesnya sampai masuk open PO. Paling 3/4 bulanan dari sekarang. Nabung 2/3 ribu sehari cukup buat peluk pak Alek nanti 😁😁😁😁😁
26 November 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro