23. Lalisa Secrets
Ralat ya, gaes, ternyata bukan chapter 27 yang harus ditandai, tapi CHAPTER 26. Matematika aing cetek amat sampai ngitung aja selisih begini 🤣🤣🤣🤣
Absen dong. Aing ingin melihat pasukan buchennya pak Alek 👉👈
TAPI MONMAAP YA, GAES. INI CHAPTER EDISI GALAU 😈😈😈😈😈😈
Happy reading ~
Lalisa berjalan bolak-balik di ruang tamu dengan gelisah. Gadis itu bingung memikirkan apa yang terjadi pada Kitten semalam. Seingatnya tidak ada apa pun yang terjadi setelah Alexon pulang. Lalisa tertidur nyenyak tanpa memikirkan apa pun.
Lalu, apa yang terjadi selama tidurnya yang tidak Lalisa sadari?
Pada akhirnya, Lalisa menyerah untuk berpikir karena tidak bisa mengingat apa pun. Gadis itu jatuh terduduk di sofa dengan linangan air mata.
"Lalisa, apa kau di dalam?" Itu suara Alexon. Terdengar seperti memburu dan tidak sabaran saat mengetuk pintu.
Lalisa melompat dari duduknya dan segera membuka pintu. Gadis itu langsung menarik Alexon masuk, seolah tidak ingin siapa pun melihat kehadiran laki-laki itu.
"Lalisa, ada apa? Kenapa kau menangis?" Tangan Alexon secara otomatis menyeka air mata Lalisa dengan punggung tangannya. "Apa yang terjadi?"
"Kitten," bisik Lalisa.
"Apa yang terjadi pada Kitten?" Terdengar kekhawatiran yang begitu kental di dalam suara Alexon, juga tatapan cemasnya untuk gadis di depannya. "Lalisa, apa yang-" Alexon terpaksa menelan pertanyaannya saat menyadari ada yang salah dengan tangan Lalisa.
Lalisa berkeringat sangat banyak, membuat darah kering di tangannya menjadi lengket kembali.
"Lalisa, kau berdarah!" pekik Alexon. Buru-buru dia membersihkan darah di tangan Lalisa dengan lengan pakaiannya. "Kenapa kau terluka seperti ini? Apa yang kau lakukan semalam?"! Alexon nyaris berteriak karena rasa khawatirnya yang meledak.
"Alexon," lirih Lisa, "Kitten ...."
Alexon sudah membersihkan sisa darah di tangan Lalisa, tapi dia tidak menemukan luka apa pun di tangan gadis itu. Lalu, dia mengangkat kepala saat Lalisa terus saja menyebut nama Kitten.
"Apa yang terjadi pada Kitten?"
Lalisa masih menangis ketika menuntun Alexon untuk ke dapur dan menunjukkan jasad Kitten. Namun, gadis itu tidak berani melihatnya dan memilih untuk bersembunyi di balik punggung sang profiler.
Melihat keadaan mengenaskan Kitten membuat Alexon terkejut, tapi tatapannya terlihat begitu datar.
Alexon berbalik dan memeluk Lalisa, membiarkan gadis itu menangis dalam pelukannya sambil sesekali mengusap punggung putri sang walikota.
"Kau yang melakukannya?" bisik Alexon. Suaranya tidak terdengar menuduh, tapi murni bertanya karena ingin tahu.
Pelukan Lalisa mengencang, tubuhnya kaku dalam rengkuhan sang profiler. Tangisannya terdengar semakin keras dengan ketakutan yang semakin menghantuinya.
"Aku tidak tahu. Aku tidak ingat apa pun," balas Lalisa dengan suara bergetar.
Alexon mengusap punggung Lalisa dan mencium pucuk kepala gadis itu. "Lalisa, tidak apa-apa. Jangan menangis lagi. Ini bukan salahmu," bisiknya menenangkan, "Ayo, pergi ke kamar dan tenangkan dirimu dulu."
Lalisa menurut ketika dituntun untuk meninggalkan dapur, tanpa ingin melepaskan pelukannya pada sang profiler.
Keduanya duduk di pinggir tempat tidur dengan pelukan yang masih sangat erat. Lalisa seakan tidak ingin melepaskan dan Alexon sendiri tidak berniat untuk menarik diri.
Diam-diam Alexon memikirkan apa yang tuan Jung katakan saat mereka makan siang bersama. Lalu, teringat juga dengan racauan Lalisa malam itu dan yang paling hangat adalah ucapan Lalisa semalam.
"Mereka bilang aku nyaris membunuh ayahku, tapi aku tidak ingat ...."
"Jika ada sesuatu yang aneh pada tingkahnya atau dia mendadak lupa dengan apa yang dilakukannya, tolong segera kabari aku."
"Aku takut melukaimu dengan tanganku sendiri."
Jelas ada sesuatu yang terjadi pada Lalisa-sesuatu yang membuat gadis itu tidak ingat dengan apa yang dilakukannya.
Alexon sedang berpikir mengenai penyakit yang diderita gadis itu, hingga membuat penderitanya tidak ingat apa pun. Sang profiler tidak berpikir kalau Lalisa mengidap D.I.D karena selama tinggal bersama, gadis itu sama sekali tidak menunjukkan perubahan perilaku yang signifikan. Jadi, kepribadian ganda bukanlah penyakit Lalisa saat ini.
"Alexon, apa kau bisa menyingkirkan Kitten?" Lalisa berbisik di sela tangisannya.
Alexon mengusap kepala Lalisa sebelum melepaskan pelukannya. "Tenangkan dirimu selagi aku mengurusnya dan setelah itu kita bicara."
Lalisa hanya mengangguk dan membiarkan Alexon mengusap air matanya.
Jujur saja, Alexon tampak prihatin saat melihat tubuh mengenaskan Kitten. Fakta bahwa Lalisa menyayangi kucing itu membuat sang profiler sangat sedih. Satu-satunya teman bermain yang gadis itu miliki sudah hilang selamanya.
Setidaknya perlu waktu setengah jam bagi Alexon untuk membereskan bangkai Kitten di dapur dan menguburnya di belakang apartemen.
Saat kembali untuk berbicara pada Lalisa di kamar gadis itu, Alexon tidak menemukan sang empunya.
"Lalisa, kau di mana?" Alexon memanggil dengan sedikit keras. Pandangannya agak panik karena tidak mendapatkan jawaban. "Lalisa?"
Namun, kepanikan Alexon tidak berlangsung lama saat samar-samar mendengar suara percikan air dari kamar mandi. Laki-laki itu duduk di depan meja belajar dan menunggu Lalisa, tapi lima belas menit sudah berlalu dan percikan air tidak berhenti mengalir.
"Lalisa, kau di dalam?" Alexon mengetuk dengan agak brutal dan menempelkan telinga ke pintu. Air masih mengalir dari pancuran. "Lalisa, jawab aku!"
Lalisa tidak menjawab dan rasa panik menggigit Alexon dengan tiba-tiba. Tangannya dengan lancang membuka pintu kamar mandi, tapi sial pintunya di kunci dari dalam.
Alexon tidak punya pilihan selain mendobrak pintu. Setidaknya perlu tujuh dobrakan untuk membuat pintu kamar mandi terbuka dan menampilkan sosok yang tergeletak lemah di bawah pancuran air.
"LALISA!"
Alexon mematikan pancuran dan membawa Lalisa keluar dari kamar mandi. Gadis itu basah kuyup dengan bibir pucat dan suhu tubuh yang begitu dingin. Lagi-lagi sang profiler tidak memiliki pilihan hari ini. Dengan terpaksa Alexon menanggalkan pakaian Lalisa dan menggantinya dengan pakaian kering, kemudian menelepon tuan Jung.
"Walikota Jung, maaf mengganggu pagi-pagi begini." Alexon mengutarakan sesalnya dengan begitu khawatir sambil sesekali melirik Lalisa. "Tapi Lalisa pingsan di kamar mandi."
Alexon tidak menjelaskan dengan detail karena dia sendiri masih mencoba untuk mengerti dan tidak ingin membuat tuan Jung mengkhawatirkan Lalisa.
"Aku akan meminta dokter keluargaku datang. Tolong jaga Lalisa sebentar karena aku sedang di Blue House dan tidak bisa meninggalkan rapat di sini."
Alexon menyanggupi.
Laki-laki itu menjaga Lalisa sampai dokter yang dimaksud datang. Putri Walikota Jung itu mendapatkan infusan dan beberapa catatan vitamin yang dibutuhkan.
Harusnya Alexon ada di kantor sekarang dan membahas mengenai kasus Sweetest Killer yang sudah dilimpahkan pada tim baru, tapi sang profiler belum sempat melayangkan protes dan tidak ada panggilan apa pun dari Komisaris Kang. Jadi, dia masih menjadi anggota resmi dari Tim X-seven.
Namun, faktanya laki-laki itu lebih memilih untuk menunggu Lalisa, ketimbang pergi ke kantornya setelah mendapatkan panggilan bertubi-tubi.
"Lalisa, sebenarnya apa yang kau coba sembunyikan dariku?" Alexon bergumam lirih dan menatap iba gadis di depannya. "Apa penyakitmu hingga kau takut melukaiku dengan tanganmu sendiri?"
Alexon sibuk dengan pikirannya dan lagi-lagi kepalanya dipenuhi dengan sosok Lalisa. Ada begitu banyak hal yang ingin dia ketahui, tapi tidak menuntaskan rasa penasarannya karena tidak ingin menyinggung gadis itu jika bertanya lebih.
Erangan halus di belakangnya mengambil alih perhatian Alexon. Dia yang semula melamun di dekat jendela langsung menghampiri Lalisa. Gadis itu sibuk menetralkan rasa pusingnya.
Alexon sudah berdiri di samping Lalisa, tapi tidak ada yang laki-laki itu katakan. Dia hanya diam dan membiarkan Lalisa mengatasi sakit kepalanya lebih dulu.
Profiler itu bermaksud untuk membantu Lalisa bangkit dari posisi tidur, tapi tangannya ditepis seolah enggan untuk disentuh. Jujur saja, Alexon agak terkejut karena sikap Lalisa tadi, tapi mencoba untuk tidak memikirkan apa pun.
"Aku sudah mengubur Kitten," katanya memberitahu.
"Terima kasih," balas Lalisa tanpa melihat ke arah sang profiler. Dia sibuk melepaskan infus di tangannya karena merasa tidak membutuhkannya.
"Jangan dilepas." Alexon menahan pergelangan tangan Lalisa. "Dokter bilang, kau harus menghabiskan infusan ini."
Lagi-lagi Lalisa menepis tangan Alexon yang menyentuhnya dan tetap melepaskan infusnya. "Aku baik-baik saja. Kau bisa pulang sekarang. Terima kasih sudah datang," katanya tanpa melihat ke arah Alexon.
Jelas Lalisa baru saja menunjukkan sifat dinginnya pada sang profiler-tanpa sebab-membuat laki-laki itu mengerutkan alis bingung dan mulai bertanya-tanya tentang apa salahnya pagi ini, hingga dia diperlakukan seperti ini.
"Apa aku membuatmu marah pagi ini?" tanya Alexon langsung. Dia tidak memiliki waktu untuk sekadar berbasa-basi. "Kenapa tiba-tiba bersikap sangat dingin padaku?"
Lalisa menghela napas panjang dan menatap Alexon. "Pergilah selagi aku masih berbicara baik-baik padamu. Jangan memaksaku untuk bersikap lebih keras lagi."
Oh, apa Lalisa baru saja mengancam Alexon?
Ini jelas bukan Lalisa yang Alexon kenal, bahkan Lalisa yang ditemuinya pertama kali tidak terasa sedingin ini.
"Aku akan pergi setelah cairan infusmu habis," balas Alexon tidak mau kalah. Laki-laki itu dengan sigap mengambil suntikan baru di atas nakas dan bersiap untuk memasang kembali infus gadis itu, tapi Lalisa menolak dan menepis.
"Alexon, pergilah!" Lalisa berteriak frustrasi. Tatapannya terlihat seperti akan menangis, tapi sebisa mungkin menahan diri. "Aku sudah selesai memanfaatkanmu. Jadi, pergilah sekarang."
Lagi-lagi Lalisa melukai perasaan Alexon dengan kata-katanya yang kejam, tapi sekali lagi sang profiler membuktikan kalau dia sudah terlatih untuk perubahan sikap gadis itu.
"Lalisa, aku tidak-"
Ucapan Alexon terpotong saat Lalisa melompat turun dari kasur dan langsung mendorongnya untuk keluar dari kamar, tapi saat berada di depan pintu utama laki-laki itu menolak untuk didorong lagi. Alexon melawan Lalisa dengan sedikit kekuatannya dan menatap gadis itu dengan tidak habis pikir.
"Kau ingin menghindariku lagi, 'kan?" tukasnya, "Kau ingin menyembunyikan kesulitanmu dariku lagi."
"Persetan dengan kesulitanku!" Lalisa berteriak frustrasi di balik bibir pucatnya. Wajah gadis itu sedikit memerah karena menahan tangis. Tangannya bahkan sudah terkepal kuat. "Aku tidak ingin melihatmu lagi!"
Dengan sisa-sisa tenaganya, Lalisa mendorong Alexon keluar dari apartemennya dan membanting pintu dengan sangat keras, kemudian luruh ke lantai dengan punggung yang bersandar di pintu.
Gadis itu menulikan telinganya dari panggilan Alexon yang masih berusaha untuk bicara baik-baik padanya.
"Lalisa, aku tahu kau bisa mendengarku sekarang. Buka pintunya dan bicaralah denganku," Alexon menggedor tanpa membuang banyak tenaga. "Aku tahu kau sedang kesulitan sekarang. Jadi, buka pintumu dan selesaikan masalahmu bersamaku."
Suara Alexon terdengar begitu memohon. Padahal Lisa-lah yang membutuhkan sosok Alexon, tapi sekarang malah terlihat sebaliknya.
Mengusir Alexon di saat benar-benar membutuhkan pegangan terasa sangat berat untuk Lalisa. Gadis itu harus bertahan sendiri seperti yang sudah pernah dilaluinya.
Suara sang profiler masih terdengar di balik pintu, tapi Lalisa membekukan hatinya dengan tidak menggubris bantuan yang ditawarkan padanya.
Gadis itu memeluk kedua lututnya dengan isakan tangis yang samar.
Lalisa sudah cukup kehilangan Kitten dengan tangannya sendiri. Dia tidak ingin hal yang sama terjadi pada Alexon. Jadi, lebih baik menjauhkan laki-laki itu darinya sebelum sang profiler ikut terluka.
"Lalisa, aku tahu kau masih membutuhkanku." Alexon masih berusaha untuk menarik perhatian Lalisa sambil sesekali memberikan ketukan kecil di pintu. "Kau tidak perlu sungkan untuk memanfaatkanku. Sudah kukatakan untuk tidak terbebani, 'kan?"
Beberapa orang yang lewat melihat Alexon dengan agak miris. Pasalnya laki-laki itu terlihat seperti patah hati, hingga harus mengemis di depan pintu apartemen sang kekasih.
Alexon menjilat bibirnya yang kering. Kepalanya menunduk menatap ujung sepatu, sebelum menarik napas dalam. Pesan tuan Jung kembali terngiang di dalam kepalanya.
" Jangan tinggalkan anakku bahkan jika dia yang memintanya."
Tuan Jung mengatakan hal itu karena sudah mengira hal ini akan terjadi. Cepat atau lambat, Lalisa akan mengusir Alexon secara paksa-persis seperti yang baru saja gadis itu lakukan.
Sekarang apa yang harus Alexon lakukan?
Dia jelas tidak mungkin mengiba sepanjang hari hanya agar Lalisa tidak bersikap keras padanya, tapi tidak bisa juga memaksa gadis itu bicara.
Getaran ponsel Alexon sama sekali tidak membantu. Dengan berat hati dia melangkah pergi dari apartemen Lalisa dan terpaksa pergi ke kantor, sebelum ponselnya meledak karena terus diberondong dengan panggilan tanpa henti.
📍📍📍
Raga Alexon berada di kantor, tapi pikirannya berkelana entah ke mana dan jauh sekali dari jangkauan. Hyun-Jae asyik menjelaskan, sementara Alexon sibuk dengan pikirannya sendiri. Dia sama sekali tidak tertarik dengan penjelasan Hyun-jae. Toh, Alexon bisa mencarinya sendiri, tanpa harus repot-repot diberitahu.
"Rapat hari ini selesai."
Alexon tidak mendengar apa yang Hyun-jae katakan, tapi anehnya merespons paling cepat saat rapat dibubarkan. Laki-laki itu langsung berdiri tanpa pamit pada rekan barunya. Persetan jika umpatan dilemparkan padanya karena tidak memiliki sopan santun.
"Alexon, laporkan langsung padaku jika kau mendapatkan sesuatu!" teriak Hyun-jae sebelum Alexon hilang dari pandangannya.
Alexon tidak menggubris dan menganggap teriakan itu hanyalah angin lalu. Ada hal yang lebih penting yang harus laki-laki itu lakukan, yaitu mencari tahu mengenai penyakit Lalisa saat ini.
Profiler itu berkutat dengan komputernya dan mulai melakukan pencarian. Alexon memasukkan kata kunci yang begitu panjang, yaitu 'penyakit yang membuat penderitanya tidak ingat dengan apa yang dilakukan' dan banyak artikel yang muncul.
Demensia, alzheimer dan amnesia adalah yang paling banyak muncul dari hasil pencariannya. Alexon mulai membaca dan memahaminya satu per satu. Laki-laki itu harus tahu dengan apa yang Lalisa alami, agar tahu bagaimana cara mengatasinya nanti.
"Oh, Hyung, siapa yang sakit?" Itu Jinyoung. Maknae itu baru saja kembali dari toilet dan mengintip apa yang Alexon lakukan. "Apa nenek atau kakekmu mendadak linglung?"
Alexon menggeleng tanpa menoleh pada Jinyoung. "Ini tidak ada hubungannya dengan nenek atau kakekku."
Jinyoung mengangguk sambil melangkah kecil menuju kursinya. "Kupikir satu di antara mereka mengalami transient global amnesia."
Alexon menghentikan kegiatannya dan memberikan fokus pada Jinyoung. "Apa itu penyakit lupa?"
Jinyoung bergumam kecil. "Semacam itu. Nenekku pernah mengalami beberapa tahun lalu."
Ini adalah kali pertama Alexon merasa tertarik untuk berbicara pada Jinyoung, hingga menggeser kursi agar lebih dekat dengan sang maknae. "Seperti apa penyakitnya?"
"Nenekku terbangun dari pingsannya. Saat itu kami sedang liburan dan dia nyaris tenggelam di laut, lalu saat sadar dari pingsannya dia tidak ingat dengan liburan saat itu dan dokter mengatakan kalau nenekku mengalami TGA."
Alexon mengangguk paham, kemudian kembali pada komputernya dan segera mencari apa yang Jinyoung katakan tadi. Setelah membaca beberapa artikel, demensia dan alzheimer sama sekali tidak cocok dengan apa yang terjadi pada Lalisa. Jadi, pilihannya jatuh untuk mencari tahu lebih banyak tentang TGA.
"Transient global amnesia adalah kondisi medis yang langka, di mana seseorang mengalami episode kehilangan memori yang tiba-tiba. Selama episode TGA, seseorang tidak dapat membentuk ingatan baru dan mengalami kesulitan mengingat ingatan baru-baru ini. Karena tidak ada memori yang dibuat selama episode TGA, orang tersebut tidak akan pernah mengingat periode ini." Alexon membaca dengan hati-hati dan mencoba untuk memahami dengan perlahan, sambil mencocokkan dengan kondisi Lalisa.
"Beberapa orang tidak dapat mengingat ingatan dari jam, hari atau lebih lama dari masa lalu. Kehilangan memori biasanya berlangsung selama satu sampai delapan jam, tapi dapat juga berlangsung selama setengah jam sampai dua puluh empat jam. Kebanyakan orang dengan TGA hanya mengalami satu episode seumur hidup. Sekitar 5-25% mengalami episode berulang."
"Penyebab mendasar dari TGA tidak diketahui. Bagi beberapa sebagian orang, TGA dapat terjadi sebagai akibat dari pemicu atau peristiwa tertentu, termasuk; perendaman tiba-tiba dalam air panas atau dingin, trauma kepala, stres emosional atau psikologis, konsumsi alkohol dan obat-obatan berlebihan."
Alexon mulai merangkai informasi yang sejauh ini didapatnya. Lalisa mengatakan kalau dia pernah nyaris membunuh ayahnya, tapi gadis itu tidak ingat. Lalu, tadi gadis itu juga mengatakan tidak ingat dengan apa yang terjadi pada Kitten. Tuan Jung juga meminta Alexon agar sebisa mungkin Lalisa tidak mengonsumsi obat tidur, karena gadis itu pernah ketergantungan. Dan jelas Lalisa sedang mengalami tekanan psikologis yang cukup berat belakangan ini.
"Inikah yang diderita Lalisa?" gumam Alexon. Tidak dipungkiri kalau dia masih berusaha untuk memahami semua yang informasi yang didapatnya. "Dan gadis itu mengalami episode lagi semalam?"
Alexon menatap penjelasan panjang di depannya dengan kedua tangan terlipat di dada. Laki-laki itu masih belum bosan merangkai ingatannya, meski keyakinan sudah tertanam sedikit demi sedikit.
"Lalisa mengusirku karena tidak tahu kapan akan mengalami episode dan selama episode, dia tidak bisa membentuk ingatan baru. Dia mengusirku karena takut aku terluka saat dia mengalami episode," gumam Alexon dengan anggukan samar. Profiler itu semakin mengerti sekarang.
Alexon tersenyum di tengah kegelisahan hatinya. "Gadis itu benar-benar sangat manis."
"Kau pasti sedang jatuh cinta lagi, 'kan, Hyung?" Jinyoung menyeletuk saat lagi-lagi Alexon terlihat seperti sedang dimabuk asmara.
Sontak saja Alexon menelan senyumnya dan menatap tajam sang maknae. "Bagaimana dengan tugasmu? Kau sudah melakukannya?"
Jinyoung mendengus dan memberikan flashdisk pada Alexon. "Aku bahkan nyaris tidak tidur karena mencarinya."
"Kerja bagus," puji Alexon dan menerima flashdisk dari Jinyoung dengan senang hati. "Jangan sampai X-seven tahu tentang apa yang kita kerjakan."
"Kau benar-benar tidak akan bekerja sama dengan mereka?" Tae-il menyela setelah mendengar penuturan terakhir Alexon.
"Aku bekerja untuk diriku sendiri," sahut Alexon setengah acuh.
"Tapi kau tidak bisa bersikap seperti ini terus-terusan." Kali ini Ji Hoon yang angkat bicara. Dia merasa perlu mendisiplinkan sikap anggotanya. Sambil membereskan kertasnya, dia menatap Alexon. "Hyun-jae tidak akan membiarkanmu bersikap seperti ini dalam waktu yang lama."
Alexon mengangguk paham. "Maka dia akan segera mendepakku dari tim dan aku akan bebas," celetuknya dengan ringan.
Ji Hoon hanya menggeleng sebagai respons. Dia sudah kenyang berhadapan dengan sikap Alexon yang terbilang tidak acuh ini. Profiler itu tetap saja bertindak sesuka hati tanpa pernah memikirkan orang lain.
"Sudah waktunya pulang." Alexon mengangkat kepala setelah melirik arlojinya. Lalu, berdiri dan menatap rekannya satu per satu. "Aku duluan," pamitnya.
"Selalu saja pulang lebih awal," gerutu Ji Hoon.
Di antara mereka semua, Alexon-lah yang memiliki jam kerja paling fleksibel. Laki-laki itu bisa datang dan pulang kapan saja selama tidak ada kasus darurat yang harus ditangani.
Faktanya Alexon tidak pulang ke rumah, melainkan kembali ke apartemen Lalisa setelah mempertimbangkan banyak hal. Profiler itu jelas masih sangat mengkhawatirkan putri Walikota Jung itu.
Dalam perjalanannya, Alexon tidak henti-hentinya menghubungi Lalisa, tapi dari dua puluh lima panggilan, tidak satu pun yang diangkat oleh gadis itu, membuat sang profiler tidak bisa tenang di balik kemudinya.
"Gadis itu benar-benar membuatku gila," gerutunya seraya mengacak rambut kasar.
Hal yang Alexon lakukan pertama kali saat sampai unit apartemen Lalisa adalah memohon pada gadis itu untuk dibukakan pintu.
"Lalisa, kau di dalam, 'kan?" Alexon bertanya dengan ketukan halus. "Tolong buka pintunya. Kita harus bicara."
Lalisa tetaplah Lalisa. Gadis itu sudah mengusir dengan kejam, mustahil akan menerima kembali dan bersikap seolah tidak terjadi apa pun.
Dari ruang tamunya, Lalisa bisa mendengar suara sang profiler yang sangat memohon. Namun, gadis itu menulikan telinga dan membiarkan Alexon di depan sana, sementara sang empunya duduk di sofa dengan memeluk kedua lutut.
Putri Walikota Jung itu jelas masih syok dengan kejadian tadi pagi. Wajahnya bahkan masih terlihat pucat dengan tatapan menerawang.
Dering ponselnya dibiarkan meraung tanpa ada niat untuk mendiamkan atau menjawabnya. Gadis itu sibuk dengan pikirannya.
"Kitten," gumam Lalisa putus asa. Masih teringat jelas bagaimana hancurnya tubuh Kitten tadi pagi dan sejak saat itu ketakutan tidak meninggalkannya, bahkan tangannya masih bergetar sesekali.
Rasa bersalah tidak henti-hentinya menghantui Lalisa. Gadis itu sudah merasa bersalah sepanjang hari. Benar-benar tidak ada yang dia lakukan setelah mengusir Alexon dari apartemen. Gadis itu hanya melamun tanpa peduli dengan rasa laparnya.
"Lalisa, kumohon, buka pintunya." Lagi-lagi Alexon memohon di depan pintunya tanpa rasa lelah. "Atau setidaknya jawab teleponku jika kau tidak ingin bertemu denganku."
Lalisa beranjak dari sofa, tapi bukan untuk membuka pintu, melainkan gadis itu masuk ke kamar dan menutup diri dengan selimut. Putri Walikota Jung itu berharap tidak akan mendengar suara Alexon lagi, tapi faktanya laki-laki itu masih terdengar memohon.
"Tuhan, kenapa dia keras kepala sekali?" Lalisa mengusap wajahnya yang basah. Dia benar-benar tidak ingin bertemu dengan Alexon saat ini.
Melihat laki-laki itu hanya akan menambah ketakutannya saja dan Lalisa tidak menginginkannya. Gadis itu sudah cukup memiliki segudang ketakutan dan tidak ingin menambah daftar di dalamnya.
"Alexon?"
Sang pemilik nama menoleh dan mendapati tuan Jung berdiri di belakangnya. Alexon mendadak kaku, bingung harus merespons seperti apa.
Alexon tidak menepati satu janjinya pada tuan Jung. Dia tidak mengatakan tentang Kitten saat menelepon tadi pagi.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya tuan Jung dengan sedikit kebingungan.
Alexon membasahi bibirnya. "Apa kita bisa bicara sebentar?"
Tuan Jung menatap beberapa saat, sebelum akhirnya mengangguk.
Keduanya turun ke lantai dasar untuk pergi ke kafe di depan apartemen dan duduk berhadapan.
Alexon jelas terlihat tidak tenang. Ada banyak hal yang mengganggu pikirannya saat ini.
"Terjadi sesuatu pada Lalisa, 'kan?" tebak tuan Jung saat Alexon masih bungkam dan menatap cangkir minuman.
Ditembak tepat sasaran membuat Alexon kikuk. Dia mengangkat pandangan dengan ragu, serta sorot yang terlihat penuh penyesalan.
"Apa Lalisa didiagnosis mengalami transient global amnesia?" tanya Alexon langsung. Dia pikir tidak ada gunanya berbasa-basi untuk keadaan seperti ini.
Tuan Jung agak terkejut. Ekspresinya mendadak tegang dan matanya memancarkan kekhawatiran yang kental. "Lalisa mengatakannya padamu?"
Alexon menggeleng dengan senyum tipis. "Aku hanya menduga," katanya setengah berbisik.
Laki-laki itu masih mempertimbangkan untuk memberitahu tuan Jung mengenai Kitten. Bukannya Alexon tidak ingin mengatakan yang sebenarnya, hanya saja laki-laki itu ragu tanpa alasan.
"Kau tahu, apa itu transient global amnesia?" tanya tuan Jung dengan penuh kewaspadaan.
Alexon mengangguk. "Dan kupikir dia mengalami episode semalam," cicitnya dengan penuh keraguan.
Mata tuan Jung membulat sempurna. Dia nyaris saja melompat dari kursinya. "Dia mengalami episode-lagi?"
Alexon menggeleng sambil menyugar rambut. "Aku tidak benar-benar yakin, tapi tadi pagi Lalisa meneleponku dengan panik. Dia memintaku untuk datang dan saat itu aku menemukan tubuh Kitten-kucing yang kami rawat-sudah hancur tidak terbentuk. Lalisa menangis, mengatakan kalau dia tidak ingat apa pun, tapi faktanya tangan Lalisa dipenuhi dengan darah kering."
Alexon menuturkan dengan panjang tanpa melewatkan apa pun. Tidak ada alasan untuk memberikan penjelasan setengah-setengah.
Punggung tuan Jung terlempar lemas. Pada akhirnya, apa yang dia takutkan benar-benar terjadi.
"Dan seperti dugaanmu tempo hari, Lalisa mengusirku. Dia bilang dia tidak membutuhkanku lagi," tambah Alexon dengan miris. Laki-laki itu tersenyum pahit. "Lalisa juga bilang padaku ... kalau dia takut menyakitiku dengan tangannya sendiri."
Tuan Jung terlihat putus asa. Kerutan di wajahnya tampak dua kali lebih tebal dari biasanya. Sebelah tangannya digunakan memijat pelipis. "Kenapa hal ini harus terjadi lagi?" desahnya lelah.
Alexon paham dengan rasa khawatir tuan Jung. Dia seolah bisa merasakan sedikit kegelisahan yang mengganggu sang walikota. Kini Alexon hanya diam menatap cangkirnya, sambil menunggu tuan Jung memberikan reaksi yang lebih dari sekadar keputusasaan.
"Sebenarnya, Lalisa adalah kasus yang sangat langka." Tuan Jung nyaris berbisik dengan suaranya yang tertahan. Terlihat seperti tidak sanggup untuk membuka luka lama yang sudah dilupakannya. "Dokternya bahkan tidak yakin mendiagnosis saat kali pertama Lalisa mengalami episode. Sangat sedikit kasus yang membuat penderitanya melakukan hal sejauh Lalisa atau mungkin tidak ada, tapi melihat latar belakang pemicunya, maka TGA adalah yang paling tepat dan ini adalah episode pertamanya dalam tiga tahun terakhir, setelah dua episode sebelumnya terjadi empat tahun lalu."
Empat tahun lalu?
Alexon menjilat bibir. Dia ragu untuk bertanya, tapi privasi Lalisa tidaklah penting untuk situasi seperti ini. Jadi, Alexon memberanikan diri untuk bertanya dan melanggar ucapannya sendiri.
"Saat itu ada pesta kecil di rumahku bersama beberapa temanku dan mereka bertemu dengan Jung-hoo. Lalisa sempat meralat jawaban Jung-hoo tentang berapa lama dia bekerja untukmu. Jung-hoo bilang tiga tahun, tapi Lalisa bilang ini sudah memasuki tahun keempat dan Lalisa bilang ..." Alexon membasahi bibirnya lagi. Keraguan benar-benar menyelimutinya sekarang. Rasanya seperti berkhianat secara tidak langsung pada Lalisa. "... dia tidak akan pernah melupakan hari pertama Jung-hoo bekerja sebagai pengawalmu. Apa yang terjadi saat itu?"
Tuan Jung menatap Alexon beberapa saat. Rupanya laki-laki di depannya mengetahui banyak tentang sang putri, lebih banyak dari yang pernah dia bayangkan selama ini.
"Lalisa mencoba untuk menabrak Jung-hoo dengan mobil," balas tuan Jung getir. Bibirnya tampak bergetar hebat. "Lalisa mengejarnya ratusan meter dan berhasil menabrak Jung-hoo, sebelum akhirnya dia menabrak pohon."
Masa lalu Lalisa memang penuh dengan kejutan. Tidak salah jika Alexon merasa tertarik dengan kehidupan pribadi Lalisa. Laki-laki itu seakan tahu ada banyak cerita di balik sosok Lalisa yang dikenalnya sekarang dan Alexon sudah hampir mencapai puncak.
"Lalisa ingat dengan apa yang dia lakukan selama episode-nya?" tanya Alexon setengah terkejut.
Tuan Jung menarik napas dalam dan menggeleng pelan. "Pada awalnya tidak, tapi saat melihat rekaman black box malam itu ... Lalisa mengakuinya, tapi tidak ingat dengan alasan kenapa dia melakukannya pada Jung-hoo."
Alexon mengangguk paham. Dari beberapa artikel yang dibacanya memang menyebutkan kalau penderitanya sulit membuat ingatan baru, tapi bukan berarti tidak bisa membentuk ingatan sama sekali.
Nyatanya Lalisa hidup dalam banyak ketakutan. Di usianya yang sangat muda, gadis itu harus menanggung banyak luka masa lalu yang membuat Lalisa menjaga diri dari dunia luar-yang agaknya menakutkan untuk putri sang walikota.
"Alexon, aku tahu aku sudah sangat merepotkanmu sejauh ini, tapi bisakah kau tidak meninggalkannya saat ini?" Lagi-lagi tuan Jung memohon pada Alexon karena hanya sang profiler yang bisa membantu putrinya. "Lalisa juga melakukannya padaku. Dia mengusirku setelah tahu kalau dia pernah mencoba untuk membunuhku-tanpa dia sadari. Lalisa mengurung diri dan tidak ingin bertemu dengan siapa pun, persis seperti yang dia lakukan sekarang."
Mata tuan Jung terlihat berair. Walikota itu jelas sedang mencemaskan putrinya. Ramainya kafe saat ini tidak membuat tuan Jung menyembunyikan kesedihan dari banyaknya pasang mata yang melihat.
"Ini masa-masa sulitnya. Aku tidak bisa mengawasinya karena pekerjaanku dan tidak ada orang yang bisa aku mintai tolong untuk menjaganya, selain dirimu." Tuan Jung tampak meminta belas kasihan dari Alexon. Sang walikota hampir-hampir menyatukan kedua tangannya untuk memohon.
"Apa yang bisa aku lakukan untuknya?" Alexon akan melakukan apa saja untuk membantu Lalisa melewati masa sulitnya saat ini. Apa saja.
"Tinggallah lagi bersama Lalisa."
📍📍📍
"Lalisa, ini adalah pesan suara ke-99 yang aku tinggalkan malam ini. Apa kau masih tidak ingin bicara denganku? Setidaknya balas pesanku dan katakan padaku mengenai situasimu saat ini."
Alexon berbicara dengan nada pasrah dari seberang sana, sementara Lalisa mendengarkan suara sang profiler dari atas tempat tidurnya dengan wajah merah dan sembap.
"Aku tahu tentang TGA-mu. Aku tahu kalau kau mengusirku bukan karena kau tidak membutuhkanku, tapi karena kau tidak ingin melukaiku, 'kan? Kau takut melukaiku, seperti kau melukai ayahmu dan Kitten."
Lalisa tersedak salivanya saat sang profiler selalu menembak dengan tepat sasaran, tanpa pernah meleset sedikit pun. Matanya kembali basah, padahal Lalisa sudah susah payah untuk menghentikan tangisannya.
"Lalisa, percayalah kalau aku tidak akan terluka karenamu. Semakin kau menjauh dariku, semakin kau kesulitan melewati saat-saat ini. Kau tidak boleh sampai stres atau kau akan mengalami episode lagi. Jadi, kumohon jangan menjauh seperti ini. Setidaknya biarkan aku membantu mengatasi masalahmu."
Lalisa mengusap kasar matanya. Kenapa profiler itu sangat keras kepala dan tidak pernah mengenal kata menyerah? Padahal Lalisa sudah bersikap sangat kasar, tapi laki-laki itu selalu saja menawarkan bantuan padanya.
"Lalisa, menjauhiku seperti ini bukan solusi. Apa kau pikir kau akan baik-baik saja setelah ini? Tidak, Lalisa! Kau hanya akan menyiksa dirimu-dan diriku. Jadi, berhenti mengabaikanku dan biarkan aku mengambil tanggung jawab ayahmu."
Pesan suara Alexon masih tersisa 1 menit 29 detik lagi, tapi Lalisa tidak ingin mendengarkannya sampai selesai. Gadis itu tidak ingin goyah, setelah seharian penuh meyakinkan diri untuk tidak bergantung pada sang profiler.
Lalisa menatap tangannya yang bergetar dengan senyum getir. "Kau adalah seorang pembunuh, Lalisa. Kau seorang monster," gumamnya dengan senyum miris. "Kau tidak pantas untuk Alexon."
Gadis itu meringkuk di bawah dekapan mantel sang profiler, memeluk dirinya begitu erat dengan angan-angan sang profiler-lah yang dipeluknya. Lalisa tidak tahu sejak kapan dia begitu menyukai hangatnya pelukan Alexon. Tahu-tahu saja dia sangat merindukan laki-laki itu. Beruntung ada mantel beraroma khas yang membuatnya merasa seperti sedang bersama sang profiler.
Satu hari bahkan belum terlewati, tapi Lalisa sudah putus asa dengan masalahnya. Lalu, bagaimana dia melewati hari esok tanpa Alexon lagi?
Andai saja Lisa tidak memiliki penyakit apa pun, dia pasti akan membiarkan sang profiler memasuki kehidupannya lebih jauh lagi.
Di saat Lalisa berusaha untuk melupakan kerinduannya pada Alexon, laki-laki itu malah terlihat melamun di pinggir kolam renang. Jika saja ini bukan musim dingin, dia pasti sudah mencelupkan kakinya ke dalam air.
Laki-laki itu memeriksa notifikasi ponselnya berkali-kali, berharap akan menemukan satu pesan masuk dari gadis yang disukainya.
Alexon mengembuskan napas kasar sambil menatap genangan air yang bergoyang lembut karena tiupan angin. "Lalisa," gumamnya dengan keputusasaan. Laki-laki itu tampak tidak bersemangat karena tidak mendapat respons dari Lalisa. "Apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu percaya?"
Nyatanya mendapatkan kepercayaan Lalisa sangatlah sulit, lebih sulit dari mendapatkan kepercayaan ayah gadis itu.
"Kenapa sulit sekali menerimaku di dalam hidupmu?" Alexon menatap foto pertama Lalisa yang diambilnya pada awal pertemuan mereka. "Tapi kau mudah sekali memasuki kehidupanku, bahkan sampai memporakporandakannya."
Alexon pikir ini sangat tidak adil. Bukannya dia tidak ingin berjuang, hanya saja laki-laki itu merasa agak menyedihkan karena harus mengemis pada Lalisa untuk hal-hal kecil.
Laki-laki itu menenggak birnya sampai tandas, kemudian kembali ke dalam rumah saat dirasa sudah terlalu lama menghabiskan waktu dengan angin malam.
Alexon menoleh pada sisi kosong di sampingnya. Biasanya dia akan melihat Lalisa di sana, tapi sekarang hanya ada ruang kosong yang tidak berarti. Laki-laki itu mengembuskan napas kasar dan tersenyum samar, sebelum akhirnya menatap langit-langit.
"Selamat malam, Lalisa. Kuharap kau bisa tidur nyenyak dan bermimpi indah malam ini."
📍📍📍
Seorang laki-laki dengan punggung tegapnya sedang asyik bersandar, sambil sesekali bersiul saat melihat layar komputer. Dari dalam layar sosok Lalisa terlihat jelas. Gadis itu baru saja kembali ke kamar, setelah mengambil air minum dari dapur.
"Episode-nya kali ini cukup parah." Nadanya terdengar agak geli. Telunjuknya menggosok dagu dengan wajah yang terlihat antusias. "Dia pasti benar-benar sangat kesulitan sekarang, tapi tidak mengurangi keras kepalanya."
Laki-laki itu tersenyum sinis dan segera meninggalkan komputernya, berjalan beberapa langkah, dan berdiri di depan dinding yang tertutup kain merah. Lalu, laki-laki itu menyibaknya dengan kasar.
Deretan foto memenuhi dinding, dengan anak panah yang mengarah ke mana-mana. Foto Alexon berada di tengah, yang berjejer dengan foto keempat rekannya dan masih banyak lagi foto-foto lain yang hanya diketahui oleh sang empunya-di mana salah satunya adalah foto Ye-jin.
"Sayang sekali aku harus melibatkan gadis ini," katanya dengan sesal yang dibuat-buat. Laki-laki itu baru saja menempelkan foto Lalisa di dinding, untuk dibiarkan bergabung dengan foto-foto dari targetnya. "Padahal aku tidak ingin melibatkannya sejak awal."
"Maafkan aku, Lalisa," gumamnya seraya mengusap wajah cantik sang putri walikota, dengan seringai yang geli. "Tapi aku harus menggunakanmu untuk Alexon."
Laki-laki itu mendesis sambil menatap jejeran foto Alexon dan rekannya. Bibirnya bergerak kecil seolah sedang mempertimbangkan sesuatu. Dia mengambil lima langkah mundur saat selesai dengan pikirannya, mengambil panahan yang berada di meja, kemudian melemparkan pada salah satu anggota tim Ji Hoon.
"Mari kita bermain-main sedikit," katanya dengan tawa geli.
Laki-laki itu mengambil topi dan jaketnya, kemudian keluar dari ruang persembunyian yang berada di bawah tanah untuk segera melaksanakan aksinya.
📍📍📍
Pernah dengar nama penyakit Lisa sebelumnya? Kalau cari artikelnya emang minim info, banyaknya artikel bahasa inggris. Menangis aing pas riset 😭😭😭😭
Pak Alek, maaf karena sudah membuatmu galau lagi, lagi, dan lagi 🤣🤣🤣
Perjuangan untuk mendapatkan Lalisa masih agak panjang dengan jalanan berliku dan bakalan ditambah pusing sama SK yang mulai ngincar crushnya dia. Si bapak auto protektif 27 jam 🤭🤭
Tebak, siapa target SK malam ini? 10 orang jawabannya bener aing bakalan update lagi malam jum'at 😈😈😈😈
Oh, dan tolong carikan bapak aing yang paripurna ini, gaes. Dia sudah tenggelam di rawa-rawa sejak dua minggu mau otw tiga minggu. Kalau ketemu paketkan ke huniannya mbak crush aja, ya.
12 Oktober 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro