14. Save Me, Please
Pak Alek tuh mengudaranya seminggu sekali, gaes. Kalau belum satu minggu gak usah ditunggu, gak usah bolak-balik cek notif karena MUSTAHIL aing muncul, kecuali bantat mode setan 🌚🌚🌚🌚
Happy reading ~
Sekitar sepuluh menit Alexon habiskan untuk menelusuri jalanan berair yang bercampur lumpur di bawahnya. Tidak ada siapa pun yang mengikutinya di belakang. Petugas yang diberikan titah untuk mengawalnya sementara lenyap di belakang sana, atas permintaan khusus dari sang profiler.
"Aku tidak bisa berpikir jika ada orang lain di sekitarku. Jadi, kembalilah, aku akan baik-baik saja sendiri." Itulah yang Alexon katakan pada petugas patroli yang sempat menemani puluhan meter perjalanannya.
Di jalan keluar tunggal, Alexon melihat mobilnya terparkir di sana dengan jendela terbuka yang menunjukkan sosok di balik kemudinya.
Hal pertama yang Alexon lakukan adalah melepas sepatu busuknya dan mengambil sepatu cadangan di dalam bagasi, juga sebotol air mineral untuk mencuci kakinya.
Jinyoung hanya memperhatikan setiap tindakan Alexon tanpa banyak bertanya karena tahu kalau profiler itu sedang dalam suasana hati yang tidak baik untuk dilemparkan banyak pertanyaan.
Alexon menyandarkan punggungnya dan menutup mata dengan telapak tangan. Terlihat jelas kalau laki-laki itu sangat putus asa sekarang. Jinyoung pikir, Alexon tidak menemukan apa pun di sepanjang jalannya. Lagi pula, apa yang bisa diharapkan dengan aliran pembuangan sampah yang sisi kanan dan kirinya hanyalah kerangka gedung dan rongsokan sampah bangunan.
"Aku tidak bisa berpikir sekarang," keluh Alexon.
Jinyoung memandang iba ke arah rekannya yang terlihat begitu putus asa. Ini adalah kali pertama dia melihat Alexon seperti kehilangan harapan, bahkan tanpa melakukan usaha sedikit pun.
"Kau harus menenangkan pikiranmu lebih dulu, Hyung, sebelum menggunakannya untuk berpikir." Jinyoung berusaha membantu Alexon untuk menenangkan diri. "Jika pikiranmu kacau, kau tidak akan mendapatkan apa pun."
Alexon paham akan hal itu. Dia mengetahui dirinya jauh lebih baik dari siapa pun, tapi nada bergetar Lalisa yang penuh dengan ketakutan terus terngiang di dalam kepalanya dan mengacaukan sistem otaknya.
Alam bawah sadar Alexon bertekad untuk menemukan Lalisa malam ini juga. Jadi, laki-laki itu menarik semua benang kusut di dalam pikirannya dan hanya menyisakan ingatan penting yang berhubungan dengan hilangnya Lalisa malam ini.
Laki-laki itu mulai memusatkan pikirannya dan merangkai sendiri kasus penculikan Lalisa dengan imajinasi dan mengembalikan dirinya ke pintu besi di belakang tumpukan sampah.
Lalisa diseret setelah kesadarannya hilang, dibawa melewati tumpukan sampah, sebelum akhirnya digendong di bahu oleh laki-laki yang memukulnya saat akan melewati pintu yang sebenarnya tidak terkunci.
Alexon tidak melihat wajahnya karena tertutup topi dan masker seperti yang Tae-il katakan, tapi jelas melihat laki-laki itu melintas di depan mobilnya. Lalu, laki-laki yang dilihatnya masuk ke sebuah bangunan tidak terurus yang tempatnya tidak Alexon ketahui dengan pasti.
"Di sini tidak ada kamera pengawas karena kawasan ini sudah lama terbengkalai, bahkan akses masuknya cukup susah," kata Jinyoung memecah imajinasi Alexon.
"Ada berapa tepatnya bangunan terbengkalai di sini?" tanya Alexon cepat.
Jinyoung mendesis tidak yakin. "Entahlah, tapi kudengar kawasan ini ingin bangun untuk kompleks asrama. Jadi, pasti ada banyak."
Alexon keluar dari mobil. Berjongkok di depan aliran busuk yang dia lewati dan meneliti ke mana langkah basah yang bercampur lumpur pergi.
"Katakan pada mereka untuk memeriksa pintu keluar jalan ini. Apakah ada kendaraan atau seseorang yang keluar masuk hari ini," titah Alexon.
Jinyoung langsung melakukan perintah Alexon, tapi bukan dengan berbicara melalui telepon, melainkan menggunakan radionya untuk lebih mempermudah komunikasi mereka.
Alexon masih meneliti jejak lumpur di tanah yang semakin jauh semakin tipis pula jejaknya yang mengarah ke selatan, sampai benar-benar hilang tidak berbekas.
"Tae-il hyung bilang, ada sebuah motor yang terlihat masuk di ujung jalan ini, melalui kamera pengawas yang ada di seberang jalan sekitar setengah jam lalu," jelas Jinyoung pada Alexon, "Tapi tidak ada yang bisa dikonfirmasi karena terlalu gelap."
Alexon mengangguk paham. Setidaknya, dia yakin di antara puluhan gedung terbengkalai yang dilihatnya sekarang, salah satu di antaranya adalah tempat Lalisa disekap. Laki-laki itu hanya perlu mencari tempat yang tepat untuk menyelamatkan Lalisa.
"Tapi ngomong-ngomong, kenapa tempat ini dibiarkan terbengkalai?" Alexon berdiri dan menghadap pada Jinyoung sambil mengedarkan senternya untuk mendapatkan pemandangan yang lebih jelas.
Alexon pikir, dia melihat warna hitam pekat pada tembok bangunan, juga beberapa dinding beton yang runtuh dan setengah hancur yang menunjukkan pernah terjadi kebakaran sebelumnya dan mungkin pengeboman kecil.
"Ada rumor yang beredar, kalau pembangunan ini menelan banyak pekerja selama pembangunannya," jelas Jinyoung dengan setengah ragu, "Pernah suatu hari mereka kehilangan lima pekerjanya dalam sehari dan total ada lima puluh kematian selama enam bulan pengerjaannya."
"Lalu, kebakarannya?"
"Salah satu pekerja mengatakan kalau pembangunan ini terkutuk dan tidak boleh dilanjutkan atau akan semakin banyak pekerja yang mati di sini. Lalu, pekerja itu membakar beberapa gedung dan juga memasang peledak dengan daya kecil, tapi cukup untuk menewaskan pemilik lahan ini." Jinyoung menjelaskan dengan sangat lancar, seolah dia sudah melakukan riset untuk menjawab segala pertanyaan Alexon. "Dan sejak saat itu, lahan pembangunan ini dibiarkan begitu saja selama bertahun-tahun."
Mendengar penjelasan Jinyoung, membuat Alexon menyunggingkan senyum sinisnya. "Bukan lahan pembangunan ini yang terkutuk, mungkin saja kematian para pekerja itu memang disengaja, guna mengambil setengah dari asuransi kematian mereka."
Jinyoung hanya meresponsnya dengan anggukan paham. Dia belum pernah melihat kasus yang seperti itu sebelumnya. Jadi, tidak banyak yang bisa dia katakan.
"Lalu, apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Jinyoung.
"Minta polisi yang berpatroli di sekitar untuk datang, guna membantu kita menyisir tempat ini dan katakan untuk tidak menyalakan sirene saat memasuki wilayah ini. Penculiknya mungkin akan bertindak di luar kendali, kalau tahu dia terkepung."
Alexon masuk di belakang kemudinya, disusul dengan Jinyoung yang sibuk berbicara melalui radionya untuk menyampaikan pesan. Laki-laki itu menyetir dengan cukup pelan, sambil menyisir jalan di sekitarnya. Fokus utama pencarian Alexon sekarang adalah bangun setengah jadi yang setidaknya sudah memiliki dinding.
Setelah berjalan sekitar 30 meter ke depan, Alexon menghentikan mobilnya saat melihat bangunan yang memiliki dinding di semua sisinya. Laki-laki itu memulai pencariannya dari gedung yang bertuliskan Ohsamu-4 di sisi kanan.
Lahan pembangunan ini memiliki banyak bangunan setengah jadi yang terbengkalai dengan masing-masing gedung memiliki tiga atau empat lantai, juga vandalisme di mana-mana.
"Tempat ini masih bisa diakses bebas selama dua tahun sejak pembakaran dan baru ditutup setelah tahun ketiga," jelas Jinyoung di tengah-tengah penjelajahan gedung mereka. "Kadang juga dijadikan sarang penjudi."
Ah, Alexon paham sekarang kenapa banyak sekali sampah botol soju, kaleng bir, sisa-sisa kartu dan sampah kardus lain yang menunjukkan adanya aktivitas baru.
Bantuan yang Alexon minta datang dua menit kemudian. Dia memberikan arahan pada tujuh polisi patroli yang membantunya malam ini. Alexon juga menekankan keselamatan Lalisa di atas segalanya dan kembali berpencar.
Alexon baru menyadari satu hal setelah memasuki tiga gedung dan tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan. "Ini benar-benar tidak efektif," keluhnya, "Kita hanya akan membuang waktu jika memeriksa satu per satu seperti ini tanpa ada petunjuk apa pun."
Profiler itu sudah sampai di lantai dasar, tapi Jinyoung menghentikan langkahnya di tengah tangga, sambil sibuk dengan ponsel di tangan. Mata Jinyoung menjelajahi layar ponselnya dengan cepat sebelum akhirnya menatap Alexon di bawah sana.
"Apa Sungjae dekat dengan Lalisa?" tanya maknae itu.
Alexon menaikkan alisnya karena pertanyaan acak Jinyoung barusan. "Kenapa menanyakan hal itu?" tanyanya dengan suara yang begitu lirih dan nyaris tidak terdengar.
Tiba-tiba saja pikirannya menjadi pecah ke mana-mana.
Jinyoung turun menghampiri Alexon dan memberikan ponselnya, di mana dia baru saja menerima detail kasus dari penculikan Masan.
Profiler itu melihat biodata Sungjae di sana, tapi bukan nama Yook Sungjae yang tertera, melainkan Kim Seok Gyu dengan usia dua puluh enam tahun dan memiliki beberapa kasus kejahatan lainnya.
"Ketua Tim Ji bilang, laki-laki itu pelaku penculikan di Masan dan saat ini kaki tangannya sudah ditangkap, juga Kepolisian Masan sedang menuju tempat gadis-gadis itu disekap." Jinyoung menjelaskan panjang lebar, sementara Alexon sibuk melihat kiriman Ji Hoon. "Mungkinkah-"
"Mungkin saja." Alexon memotong cepat pertanyaan Jinyoung, seolah dia sudah tahu apa yang akan maknae itu katakan. "Lalisa bilang, dia merasa tidak nyaman saat berduaan saja dengan Sungjae. Kupikir, dia menyadari sesuatu aneh dari laki-laki itu dan memutuskan untuk tidak terlalu dekat dengannya."
Alexon menjilat bibirnya yang terasa kering. Sejak awal pun, dia merasa ada yang tidak beres pada teman baru Lalisa itu. Sang profiler merasa seperti, Sungjae sudah mengincar Lalisa sejak awal dan kalau penculikan malam ini memang dilakukan oleh laki-laki itu, maka Alexon akan memberikan Sungaje pelajaran berharga yang tidak akan rambut pirang madu itu lupakan seumur hidup.
Ponsel Jinyoung dikembalikan pada pemiliknya, saat ponsel Alexon bergetar. Nomor tidak dikenal baru saja menghubunginya dan tanpa ragu, profiler itu menjawab panggilannya.
"Dengan Alexon-"
"A-Alexon, tolong aku." Suara bergetar Lalisa memotong sapaan profiler itu. "Sungjae menculikku dan berusaha untuk melecehkanku."
Seketika jantung Alexon berhenti berdetak begitu saja, darahnya berhenti berdesir, digantikan dengan ketakutan yang mengalir di bawah kulitnya.
Suara Lalisa dua kali lebih bergetar dari yang dia dengar terakhir kali, pertanda kalau gadis itu sangat ketakutan sekarang dan Alexon merasa sangat menyesal karena sudah mendengar suara itu.
"Kau di mana sekarang?" Suara Alexon terdengar begitu lirih dengan keputusasaan di setiap katanya. "Aku akan menyelamatkanmu."
Jinyoung memperhatikan Alexon dengan lekat saat suara profiler itu terdengar begitu lembut. Dia bertanya-tanya, apakah yang menelepon profiler itu adalah Lalisa.
Lalu, Alexon memberikan kode pada Jinyoung untuk segera keluar dari gedung dan meminta maknae itu untuk mengemudikan mobilnya, sementara dia berbicara dengan Lalisa.
"Aku ... aku tidak tahu. Aku berada di sebuah bangunan setengah jadi. Aku tidak tahu ini di mana." Lalisa menangis di seberang sana, tapi gadis itu berusaha untuk terdengar kuat. Meski sebenarnya Alexon bisa merasakan ketakutan Lalisa setiap kali gadis itu menarik napas. "Alexon aku takut. Sungjae adalah psikopat."
Alexon mengangguk sambil menutup pintu mobilnya. Dia sudah mengetahui hal itu dan Alexon tidak akan membiarkan Sungjae lolos malam ini-tidak setelah laki-laki itu mencoba untuk melecehkan Lalisa.
"Lalisa, sekarang tenanglah," pinta Alexon setelah dia sendiri bersusah payah untuk menekan rasa khawatirnya untuk gadis itu. "Saat ini hanya kau sendiri yang bisa menolong dirimu. Jadi, tenangkan dirimu dan carilah apa pun yang bisa digunakan untuk menandai lokasimu sekarang."
"Aku tidak tahu. Tidak ada yang bisa dijadikan petunjuk," rengek Lalisa.
Alexon mengusap kasar wajahnya. "Lalisa, pasti ada sesuatu di sana. Carilah dengan teliti agar aku bisa menjemputmu sekarang. Kumohon."
Napas Lalisa terdengar bergetar penuh ketakutan dan juga putus-putus. Alexon pikir, Lalisa sudah mencapai batas maksimal ketakutannya.
"Cahaya!" seru Lalisa. "Aku melihat cahaya yang sepertinya berasal dari sebuah tower. Aku tidak yakin ... tapi, hanya itu yang bisa aku lihat sekarang. Sepertinya, aku berada di lantai atas."
Alexon mengangguk paham. Dia akan segera menyelamatkan Lalisa dengan petunjuk singkat yang baru saja dia dapatkan dan langsung memberitahu Jinyoung. Lalu, maknae itu meneruskan informasinya pada polisi patroli yang membantu mereka.
"Lalisa, sekarang dengarkan aku baik-baik. Kau tidak boleh melakukan apa pun yang membuat Sungjae marah atau dia akan menyakitimu. Jangan memancing amarahnya dan dengarkan saja dia. Aku akan segera menyelamatkanmu. Bertahanlah sampai aku datang dan jangan terluka."
Harapan Alexon tentu saja gadis itu mendengarkan ucapan terahirnya, tapi Lalisa sudah terlanjur memancing amarah Sungjae, hingga membuat laki-laki itu melayangkan sejumlah pukulan padanya.
Sekarang Lalisa terlihat berantakan. Rambut yang semula tergerai dengan rapi, kini terlihat begitu kusut dan wajah cantik gadis itu terlihat lebam di beberapa sisi, terutama bibir yang robek. Gadis itu tidak lagi memakai pakaiannya, karena Sungjae benar-benar menggunting habis pakaian Lalisa dan hanya menyisakan pakaian dalam saja, setelah gadis berponi melayangkan sejumlah kalimat yang mampu meledakkan amarah Sungjae.
Ada satu kebiasaan Sungjae yang Lalisa sadari ada pada laki-laki yang menculiknya, kebiasaan menjentikkan jari saat sedang bosan dan Lalisa mendengarnya jauh sebelum penutup matanya dibuka, yaitu saat dia sedang mengumpulkan kesadarannya.
Kebiasaan sungjae yang satu itu sangat mengganggu Lalisa, setiap kali gadis itu mendengar jentikannya-sama mengganggunya saat dia berusaha untuk memindai ruangan di sekeliling tadi.
Itulah kenapa Lalisa bisa dengan yakin menyebutkan nama itu, bahkan ketika dia tidak bisa melihat wajah itu sedikit pun.
Dan sekarang Lalisa juga tidak lagi terperangkap di atas kursi, melainkan dia bebas menyeret tubuhnya di lantai, setelah Sungjae melepaskannya dari ikatan kursi dan melempar tubuh gadis itu ke lantai.
Lalisa menggeleng kuat untuk menyingkirkan helaian rambut yang menempel pada wajahnya yang penuh dengan keringat. Tangannya masih terikat di belakang, dengan ponsel Sungjae yang berada padanya.
Saat sibuk melampiaskan amarahnya, Sungjae tidak sadar dengan ponselnya yang jatuh. Lalu, laki-laki itu keluar meninggalkan Lalisa dengan janji akan kembali secepatnya dan bermain dengan gadis itu.
Lalisa benar-benar beruntung, karena tidak pernah menyimpan kontak Alexon selama ini. Dengan begitu, setiap laki-laki itu menelepon atau mengirimkan pesan, Lalisa akan melihat setiap deret angka yang berbaris, hingga hafal di luar kepala dan benar-benar berguna di saat seperti ini.
Sungjae kembali setelah meninggalkan Lalisa beberapa saat untuk mengurangi sedikit amarahnya pada gadis itu. Lalisa berada di dekat lemari usang-yang dulunya entah digunakan untuk apa-dan melemparkan ponsel curiannya ke sana.
Laki-laki itu sudah tidak bersembunyi di balik topi dan masker. Dia menunjukkan wajahnya secara terang-terangan, tanpa memiliki alasan kenapa dia harus menutupi jati dirinya.
Tanpa basa-basi lagi, Sungjae menyeret tubuh gadis yang tidak bersalah itu dengan kasar, menimbulkan luka gores yang lebih banyak lagi. Tidak tanggung-tanggung, Sungjae menarik rambut Lalisa untuk memindahkan tubuh gadis itu, tanpa mau repot-repot meraih lengannya. Lalu, dihempaskan begitu saja hingga wajah cantik itu nyaris terbentur lantai.
Sungjae menatap Lalisa yang tidak berdaya dengan bengis di bawah sana. Wajahnya mengeras menahan amarah dengan gigi gemertak.
"Katakan itu sekali lagi, maka aku tidak akan bersikap lembut padamu kali ini." Sungjae kembali menantang Lalisa dengan tangan yang mencengkeram rahang gadis itu.
Wajah Lalisa sudah lebam, sudut bibirnya robek dengan darah mengalir, pelipisnya juga terluka, dan masih banyak goresan di tubuh gadis itu untuk membuktikan adanya tindak kekerasan. Sungjae jelas sudah bersikap sangat kasar pada Lalisa.
Lalu, jika luka yang gadis itu dapatkan saat ini Sungjae labeli sebagai 'sikap lembut', maka seberapa jauh laki-laki itu akan bertindak kasar pada Lalisa?
Lalisa tertawa sinis dalam cengkeraman Sungjae. Matanya menatap tanpa ketakutan, meski tubuhnya bergetar menahan tangis. Gadis itu tidak akan menyerah untuk melawan psikopat di depannya.
"Kau hanyalah seorang pengecut yang melarikan diri dari masalahmu." Lalisa menekan satu per satu kata yang dia ucapkan dengan penuh ejekan di dalam suaranya. "Kau meminta seseorang menjaga ruang bermainmu, sementara kau melarikan diri. Alih-alih seorang psikopat, kau hanyalah bajingan pengecut."
Lalisa mendengar tawa tertahan dalam mulutnya, sambil berusaha meredam rasa sakit di seluruh tubuhnya. Nyatanya, bukan hanya Sungjae yang tidak waras, tapi Lalisa juga karena dengan terang-terangan melawan psikopat dengan tangan dan kaki terikat.
"Kau adalah psikopat yang memalukan," desis Lalisa. Dia masih melanjutkan serangannya, sementara Sungjae diam mendengarkan dengan darah yang kembali mendidih. "Apa yang bisa kau banggakan dari aksimu yang pengecut ini? Teman sesama psikopatmu mungkin akan malu karena tindakan pengecutmu."
Berbeda dengan Alexon yang memiliki bakat untuk membuat Lalisa kesal dalam hitungan 0.01 detik, Lalisa memiliki bakat terpendam untuk meledakkan amarah psikopat di depannya kurang dari satu menit.
"Kau. Hanyalah. Seorang. Pengecut!"
Tepat setelah Lalisa selesai dengan semua celotehannya, Sungjae kembali melayangkan tangan pada wajah gadis itu. Tidak hanya sekali, melainkan Sungjae menampar Lalisa sebanyak tiga kali dengan menahan wajah itu untuk tetap berada di tangannya.
Lalisa pikir lehernya seperti akan patah sekarang karena tamparan Sungjae benar-benar sangat keras dan menyakitkan. Bukan sudut bibir Lalisa lagi yang mengeluarkan darah, tapi darah keluar dari mulut gadis itu dengan cukup banyak, saat gadis itu terbatuk.
Bukannya merasa bersalah, Sungjae justru malah tertawa geli karena melihat Lalisa yang kesakitan.
"Kau masih ingin berbicara?" tantang Sungjae dengan tawa sinisnya. Laki-laki itu siap untuk melakukan hal yang lebih kasar dari sekadar tamparan sekarang.
Lalisa masih menyesuaikan rasa anyir di dalam mulutnya yang membuat gadis itu ingin muntah saat harus meminum darahnya sendiri. Putri Jung Woo Sung itu merasa seperti akan mati sebentar lagi jika Sungjae terus memperlakukannya seperti ini.
Namun, Lalisa tidak akan memohon ampun pada psikopat di hadapannya.
Lalisa tertawa dalam rasa sakitnya. Dia menyeka darah di mulutnya menggunakan bahu dan meludahkan darahnya tepat di wajah Sungjae, yang membuat laki-laki itu spontan menutup rapat matanya.
"Kau mungkin berpikir kalau orang akan menjadi segan dengan aksi yang kau lakukan selama ini, tapi di mataku ..." Lalisa masih memiliki sedikit tenaga dan akan terus mengerahkan segala cara untuk mempertahankan harga dirinya. "... kau tidak lebih dari seorang bajingan pengecut. Hanya seorang pengecut."
Sungjae menyingkirkan darah di wajahnya dengan kasar dan decihan tipisnya. Harus dia akui, kalau Lalisa benar-benar sangat pemberani, jauh lebih pemberani dari yang pernah Sungjae bayangkan. Lalu, dia mengumpulkan rambut Lalisa dalam satu tangan dan menariknya ke belakang, membuat Lalisa menatap Sungjae dengan penuh rasa sakit.
"Kau hanya berani pada gadis yang tidak berdaya dengan tangan dan kaki terikat seperti ini," decih Lalisa, "Bahkan anak lima tahun akan merasa kasihan padamu."
Sepertinya, Lalisa masih memiliki banyak tenaga untuk membuat Sungjae jengkel. Masih ada banyak kata yang bisa gadis itu katakan untuk memancing kemarahan Sungjae.
"Bajingan sepertimu seharusnya tidak pernah lahir ke dunia ini. Kau bukan manusia, kau hanyalah sampah bodoh yang tidak berguna!"
Batas kesabaran Sungjae sudah menyentuh titik terakhirnya. Dia menarik rambut Lalisa dan bersiap untuk menghantamkan kepala itu pada lantai.
"Aku akan membunuhmu jika dia memiliki satu luka tambahan!"
Kening Lalisa hanya berjarak satu jengkal dari lantai, saat ancaman lantang itu menggema di dalam ruangan. Gadis itu seperti mendapatkan kembali napasnya, saat mendengar suara Alexon-meski belum bisa melihat wujud laki-laki itu.
Sungjae tertawa kering dan mengangkat kepala Lalisa untuk menatapnya. "Kau yang memintanya datang?" geramnya dengan gigi gemertak.
Lalisa membalas tawa Sungjae dengan senyum sinis penuh kemenangan. "Kau tamat hari ini!"
Sungjae mendorong kasar kepala Lalisa, hingga gadis itu tergeletak di lantai dengan keadaan mengenaskan. Putri walikota Seoul itu tersenyum dalam pandangan kaburnya saat sekilas melihat sosok Alexon yang berdiri agak jauh darinya.
Tangan Alexon terkepal kuat saat melihat kondisi Lalisa di depannya. Gadis itu tidak berdaya dan penuh dengan luka, membuat batin sang profiler menjerit.
Sungjae berbalik untuk menatap Alexon di belakang. Keduanya melemparkan tatapan tajam seolah mereka sudah ditakdirkan untuk saling membenci di kehidupan ini.
Alexon itu selalu menjaga kebersihan pakaiannya. Dia benci jika ada sesuatu yang menempel pada pakaiannya, apalagi jika itu kotoran bernama lumpur.
Setelah membuang sepatunya yang berbau busuk, mungkin Alexon harus merelakan salah satu sepatunya lagi karena sudah dipenuhi lumpur dan laki-laki itu tidak berniat untuk memilikinya lagi. Bukan hanya sepatu, tapi lengan dan celana profiler itu juga bernodakan lumpur yang sama dengan yang berada di sepatu Sungjae saat ini.
Tampaknya, Alexon melewati banyak drama untuk bisa sampai pada Lalisa.
"Kenapa kau melakukan ini?" tanya Alexon dengan gigi gemertak, "Kenapa kau menculik belasan gadis dan mengurung mereka di sebuah gudang?"
Sungjae mendecih dan memandang Alexon dengan geli. "Itu bukan sesuatu yang harus kujawab."
"Kau dendam pada kakak perempuanmu karena kau dijadikan objek seksualnya saat kau seusia dengan Lalisa?" Alexon mulai melancarkan serangannya setelah menyisihkan emosinya dan mengubah intonasi bicaranya untuk memancing Sungjae. Dia berjalan dengan perlahan dari ujung tangga, untuk mendekati lawan bicaranya. "Kau marah padanya dan sekarang melampiaskan hal itu pada gadis yang bahkan tidak mengenalmu?"
Sungjae yang tadinya begitu percaya diri menghadapi Alexon, kini mulai merasakan tekanan psikologisnya, akibat untaian kata yang keluar dari mulut sang profiler.
"Tutup mulutmu!" tegas Sungjae memperingati. Wajahnya mengeras dengan tangan terkepal kuat
"Kau mengurung mereka, sama seperti kau dikurung. Kau memperlakukan mereka, sama seperti kau diperlakukan saat itu. Kau tetap melampiaskan amarahmu, bahkan setelah kau membunuh kakakmu. Apa aku salah?" Alexon semakin lancar menggunakan lisannya. Ekspresi wajah itu dibuat untuk mengejek lawan bicaranya dengan senyum geli dan meremehkan yang terlihat. "Harusnya, kau puas dengan membunuh kakakmu dan memalsukan kematiannya sebagai tindakan bunuh diri. Bukannya malah bertingkah seperti binatang!"
Ucapan Alexon menghantui Sungjae. Bayang-bayang saat dia dijadikan boneka seks oleh kakaknya, berputar dengan cepat di kepala laki-laki itu, mengantarkan kembali rasa trauma bertahun-tahun yang sudah dia lupakan.
Bukan hanya ingatannya yang kembali, rasa takut yang dia rasakan saat itu kembali merayap di bawah kulit dan mengikatnya dengan rasa sesak.
Agaknya, Sungjae mulai sulit membedakan mana yang nyata dan mana khayalan. Laki-laki itu memegang kepalanya dengan kalap, pandanganya tidak fokus dengan gerakan acak yang menunjukkan, kalau dia sedang tidak bisa berpikir jernih sekarang.
"Diam! Aku bilang, diam!" teriak Sungjae frustrasi.
"Kau memperlakukan gadis lain seperti binatang, untuk membalas perbuatan kakakmu, tapi dia bahkan tidak merasakan sakit yang kau rasakan saat itu." Rupanya, serangan Alexon belum selesai, masih ada untaian kata yang harus dia katakan untuk menyadarkan Sungjae. "Memperlakukan mereka seperti binatang, tidak akan membuatmu menjadi manusia yang lebih baik. Kau tetap saja seperti binatang, baik saat itu maupun sekarang."
Sungjae mencengkeram kuat rambutnya dengan kedua tangan. Dia seolah melihat dirinya delapan tahun lalu di balik punggung Alexon. Laki-laki itu melihat bagaimana kakaknya memperlakukannya seperti boneka untuk memenuhi hasrat wanita itu. Sungjae diperlakukan seperti binatang. Dia dipukul, diteriaki dengan umpatan, bahkan saat dirinya jadikan budak seks juga direkam oleh wanita itu, membuat kepala Sungjae seperti akan pecah.
Nyatanya, Sungaje tidak pernah bisa melupakan masa lalu kelamnya, meski hasratnya untuk membunuh sang kakak sudah terpenuhi, tapi dia tidak pernah merasa puas, setelah balik memperlakukan sang kakak sama seperti dia diperlakukan.
Sungjae masih diselimuti oleh amarahnya, bahkan ketika sang kakak satu-satunya memohon ampun di bawah kakinya, setelah menyiksa wanita itu dengan sebuah vibrator.
Dendam dan kemarahan Sungjae tidak pernah berakhir, meski dia sudah membalasnya. Perasaan haus akan membalas siksaan yang dia dapatkan, membuat Sungjae melampiaskannya pada gadis-gadis yang tidak bersalah.
Alexon sadar dengan gangguan halusinasi yang sedang Sungjae alami sekarang. Hal ini profiler itu manfaatkan untuk mendekati Lalisa, yang sudah sangat lemah dan seperti sedang sekarat. Dia membantu Lalisa untuk duduk dan segera melepaskan ikatan tangan gadis itu dengan pisau lipatnya.
"Sudah kukatakan untuk tidak membuatnya marah," geram Alexon saat dia sibuk memotong tali yang melilit tangan Lalisa. "Kenapa kau tidak pernah mendengarkanku, hah?"
Terdengar jelas kalau Alexon marah pada gadis keras kepala ini. Lalisa harus melihat situasinya lebih dulu, sebelum melakukan suatu tindakan. Gadis itu harus tahu, kapan waktunya untuk melawan dan kapan waktunya untuk diam.
Saat berhadapan dengan psikopat, sudah seharusnya gadis itu menutup rapat mulutnya agar tidak terluka.
"Dia mencoba ... untuk menyentuhku," jawab Lalisa dengan napasnya yang terputus. Mulutnya terasa sangat kaku dan sakit, setiap dia membuka suara. "Aku tidak punya-"
"Diamlah," potong Alexon cepat. Lalu, berpindah ke depan untuk memotong tali di kaki Lalisa. "Mulutmu pasti sakit sekarang."
Sungjae berjuang untuk menyingkirkan bayang-bayang masa lalunya. Dia berbalik dan mendapati punggung Alexon, di mana laki-laki itu masih sibuk melepaskan ikatan Lalisa. Lalu, dengan perasaan marah yang memuncak, Sungjae mengambil kursi lipat yang sebelumnya Lalisa gunakan dan bersiap untuk melemparkannya pada Alexon.
Lalisa yang melihat Sungjae di belakang sana, menggunakan sisa-sisa tenaganya untuk bergerak melindungi Alexon. "Alexon awas!"
Tepat di akhir katanya, kursi yang Sungjae pegang menghantam sebagian punggung Lalisa, membuat gadis itu tumbang di atas Alexon.
Kejadiannya tertalu cepat, hingga Alexon tidak bisa merekamnya dengan jelas.
"Lalisa!" panggil Alexon, saat tubuh gadis itu sepenuhnya jatuh di atasnya. "Hei, Lalisa, bangun!"
Gadis itu tidak menjawab. Matanya sudah tertutup dengan tubuh lemah yang tidak berdaya.
Alexon tertawa dalam ketidakpercayaannya. Dia terlalu terkejut, hingga napasnya tersangkut di tenggorokan, sebelum otaknya kembali bekerja dan menyingkirkan Lalisa dari tubuhnya.
Profiler itu bangkit dari lantai dengan tangan terkepal kuat. "Bajingan gila," geramnya. Lalu, berlari menyerang Sungjae yang diiringi umpatan. "Membusuklah kau di neraka, berengsek!"
Alexon menerjang Sungjae dengan tubuhnya, membuat kedua laki-laki itu berguling ke lantai bersama-sama. Alexon tidak memiliki waktu untuk mengeluhkan rasa sakitnya dan Sungjae tidak memiliki waktu juga untuk menghindari kursi yang dilemparkan padanya.
Lengan Sungjae terkena benturan kursi, membuatnya hilang konsentrasi sesaat dan tidak pernah menyadari kedatangan Alexon yang siap membunuhnya. Alexon bermaksud melayangkan tinjuannya pada Sungjae, tapi laki-laki menggulung dirinya ke samping, hingga pukulan Alexon mendarat pada lantai.
Tangan Alexon jelas terluka karena menghantam lantai dengan begitu kuat, tapi dia sama sekali tidak bisa merasakan sakitnya luka itu.
Sungjae sudah sadar sepenuhnya dari kejaran trauma masa lalu delapan tahun silam. Dia sudah siap untuk melawan Alexon dengan pisau lipat, yang disembunyikan di balik kaos kakinya.
"Mari kita lihat, siapa yang akan membusuk di neraka hari ini," tantang Sungjae dengan tawa geli yang menunjukkan kalau adrenalinnya kembali tertantang setelah kehadiran Alexon.
Sungjae menyerang lebih dulu dengan mata pisau sepanjang 5 cm, dengan mengarahkannya tepat di jantung, tapi Alexon berhasil menghindar dan justru sebaliknya, serangan itu sang profiler manfaatkan untuk melemparkan tubuh Sungjae dengan menarik lengan laki-laki itu.
Alexon memegang sabuk hitam DAN III untuk seni bela diri hapkido, menghindari serangan acak Sungjae barusan bukanlah sesuatu yang sulit. Justru serangan itu akan memberikan keuntungan tersendiri untuk Alexon.
Tubuh Sungjae terlempar ke dinding, akibat tarikan Alexon yang tidak berperasaan. Punggung dan lengannya menjadi korban dari kemarahan sang profiler yang baru saja meluap.
Dengan pisau lipat andalannya, Sungjae kembali menyerang Alexon bertubi-tubi. Terlihat jelas kalau dia ingin mencabik profiler itu sampai mati, tapi semua serangannya berhasil dihalau oleh Alexon.
Lalu, sekarang giliran Alexon yang menyerang. Dia membanting Sungjae ke lantai, setelah laki-laki itu kewalahan menggunakan pisaunya. Punggung Sungjae menghantam lantai dengan begitu keras, hingga derak tulang patah sampai pada telinga Alexon.
Namun, bukan hanya Sungjae satu-satunya pihak yang terluka sekarang, tapi Alexon juga. Tanpa profiler itu sadari, pisau Sungjae menggores pipi dan lengannya, tapi sekali lagi, luka itu bahkan tidak terasa menggigit sama sekali.
Alexon menduduki perut Sungjae dan mencengkeram kuat kerah baju laki-laki itu. Lalu, memberikan kepalan tangannya pada Sungjae dengan membabi buta yang diiringi dengan setiap kalimat.
"Ini karena kau sudah menyerang Lalisa." Alexon memberikan pukulannya tepat di hidung Sungjae.
"Ini karena kau sudah menyeretnya." Pukulan kedua tepat mengenai rahang Sungaje. Lalu, kemudian menyerang pelipis. "Ini karena kau sudah merusak pakaiannya."
Setidaknya, Sungjae sudah menerima tujuh pukulan sampai sejauh ini, yang merupakan balasan karena laki-laki itu sudah melukai, menyakiti, membuat Lalisa ketakutan dan terakhir karena sudah melecehkan gadis itu.
Wajah Sungjae sudah penuh dengan darah, akibat kebrutalan Alexon yang sepertinya dikendalikan oleh setan. Namun, profiler itu tidak peduli dan terus saja melampiaskan kemarahannya atas segala luka di tubuh Lalisa, bahkan di saat Sungjae tidak mampu memberikan perlawanan sedikit pun.
"Hyung, hentikan! Kau akan membunuhnya!" Jinyoung menarik lengan Alexon, mencoba untuk menjauhkan profiler itu dari pelaku. "Hyung, kau bisa menjadi tersangka pembunuhan kalau dia mati!"
"Lepaskan aku!" Alexon menepis kasar tangan Jinyoung agar bisa kembali melayangkan pukulannya.
Sepertinya, Alexon benar-benar melepaskan kemarahannya saat ini, hingga laki-laki itu memiliki kekuatan dua kali lipat untuk melempar tubuh Jinyoung yang mengganggunya.
"Yak, Alexon Black! Kau bisa membunuhnya!" Itu teriakan Ji Hoon yang baru saja datang dan menyaksikan kebrutalan profilernya. Dia dan dua polisi lainnya menarik lengan Alexon, agar laki-laki itu segera menjauhi Sungjae.
Alexon memberontak saat dipisahkan. Dia merasa belum puas membalaskan semua kesakitan Lalisa malam ini. Namun, Ji Hoon segera menyadarkan kegilaannya dengan sebuah tamparan dan juga cengkeraman.
"Alexon sadarlah!" teriak Ji Hoon di wajah Alexon. Sebelah tangannya berada di belakang kepala profiler itu, untuk menahan fokus Alexon agar tidak pergi ke mana pun.
Napas Alexon memburu. Pandangan laki-laki itu tidak fokus, meski Ji Hoon memaksa untuk menatapnya. Profiler itu seperti linglung. Dia lupa dengan apa yang baru saja dia lakukan dan dia membutuhkan udara tambahan untuk paru-parunya.
"Kau tidak akan bisa menghukumnya, kalau dia mati sekarang. Usaha kita menangkapnya akan sia-sia, karena dia tidak akan merasakan dinginnya jeruji besi," jelas Ji Hoon dengan suara rendahnya. "Dia harus tetap hidup, agar bisa dihukum dan hidup dalam penderitaan."
Alexon mengangguk samar. Dia masih sedikit bingung, karena amarahnya yang begitu luap, hingga kepalanya terasa seperti akan pecah.
"Sekarang yang terpenting adalah Lalisa."
Mendengar nama Lalisa membuat Alexon kalang kabut. Dia menoleh dan segera mencari keberadaan Lalisa, di mana tubuh itu sudah ditutupi dengan mantel yang sebelumnya gadis itu kenakan.
Alexon nyaris merangkak saat menghampiri Lalisa. Tubuhnya terasa lemah, bukan karena lelah memukuli Sungjae, melainkan karena seluruh tenaganya meleleh menjadi ketakutan saat menyadari kondisi gadis itu.
Tubuh Lalisa beralih pada Alexon. Kepala gadis itu diletakkan di atas paha sang profiler. Nyatanya, Lalisa tidak benar-benar kehilangan kesadarannya. Gadis itu masih memiliki sedikit kesadaran untuk melihat Alexon di atasnya.
"Maaf, karena mengabaikan teleponmu," sesal Alexon. Suaranya terdengar parau dan bergetar. "Harusnya, aku tidak bersikap seegois itu."
Lalisa tidak bisa menjawab. Dia hanya mampu memberikan senyum tipis pada Alexon sebagai ucapan terima kasihnya pada laki-laki itu.
"Yook Sungjae-ah, tidak, maksudku Kim Seok Gyu-kau ditahan atas tindakan penyerangan, penculikan, pelecehan, termasuk pemalsuan identitas dan juga pembunuhan. Apa pun yang kau katakan bisa digunakan untuk melawanmu di pengadilan. Kau berhak diam dan didampingi pengacara."
Ji Hoon melakukan prosedur terakhir, sebelum akhirnya memborgol kedua tangan Sungjae di belakang punggung.
Perasaan Lalisa semakin bertambah lega saat mendengar penuturan panjang Ji Hoon. Dia ingin berbicara, tapi suaranya enggan keluar dan gadis itu sepertinya sudah mulai lelah dan kedinginan. Pada akhirnya, gadis itu jatuh pingsan setelah perjuangan panjangnya melawan Sungjae.
"Lalisa!" teriak Alexon saat Lalisa terkulai lemas dalam rengkuhan.
"Hyung, kita harus membawanya ke rumah sakit."
Alexon setuju dengan usul Jinyoung. Dia membawa Lalisa ke dalam pelukannya dan saat akan melewati tangga, dia berhenti untuk berbicara terakhir kalinya pada Sungjae, di mana wajah laki-laki itu sudah tidak berbentuk lagi.
"Aku akan benar-benar membunuhmu kalau kita bertemu lagi setelah ini," ancam Alexon.
Lalu, dengan kejam menendang lutut belakang Sungjae, membuat laki-laki itu berguling melewati tujuh anak tangga. Lebih dari sepuluh orang melihat tindakan Alexon barusan, yang jelas sebuah kesengajaan, tapi tidak ada yang berani memberikan reaksi selain Ji Hoon.
"Alexon!" teriaknya. Dia pikir, profiler itu sudah dikuasai oleh setan, hingga tidak pernah puas memberikan pelajaran pada Sungjae.
Sungjae jelas merintih, tapi dia tidak bisa mengatakan apa pun, karena mulutnya yang kelu. Hanya erangan penuh kesakitan yang terdengar.
Lalu, tanpa rasa bersalah sedikit pun, Alexon berjalan melewati Sungaje yang berusaha bangkit atas bantuan polisi di sebelahnya.
Jinyoung pamit lebih dulu pada dua rekan seniornya dan segera menyusul langkah Alexon di depan.
"Aku akan mengantarmu, Hyung," kata Jinyoung saat Alexon berdiri di samping mobil merahnya.
Alexon tidak menjawab, tapi Jinyoung tahu kalau dia mendapatkan persetujuan dari profiler itu.
"Kita akan pergi ke rumah sakit mana, Hyung?" Jinyoung bertanya saat mereka sudah keluar dari area bangunan terbengkalai ini dan langsung menemui jalan besar.
Alexon menurunkan sedikit pandangannya, di mana Lalisa berada dalam pelukannya sekarang dengan kondisi yang benar-benar menyedihkan. "Ke rumahku saja."
Jinyoung agak terkejut. Dia menoleh sekilas untuk memastikan keseriusan jawaban sang profiler. "Kau yakin tidak ingin membawanya ke rumah sakit? Dia terluka sangat parah, Hyung."
Alexon memberikan jeda yang cukup panjang, sampai akhirnya mobil berhenti karena lampu merah. Lalu, dia dan Jinyoung saling melemparkan pandangan.
"Apa menurutmu Lalisa akan baik-baik saja jika kita membawanya ke rumah sakit tanpa pakaian?" Alexon murni bertanya pada Jinyoung, sama sekali tidak ada niat untuk melemparkan sarkasme.
Ah, Jinyoung lupa dengan fakta yang satu itu. Saat ini tubuh Lalisa hanya dibalut pakaian dalam dan diselimuti dengan mantel yang Alexon berikan minggu lalu.
"Aku akan mengantarnya ke rumah sakit nanti pagi," tambah Alexon saat Jinyoung hanya merespons dengan anggukan kecil.
Alexon memperbaiki posisi gadis di atas pangkuannya. Laki-laki itu bisa merawat luka Lalisa sementara, sebelum akhirnya mendapatkan pemeriksaan menyeluruh di rumah sakit nanti pagi.
Apa yang menimpa Lalisa malam ini adalah kesalahan Alexon. Andai saja dia tidak mementingkan egonya, pasti gadis itu tidak akan terluka sampai separah ini dan Alexon tidak akan pernah memaafkan dirinya atau berani menemui Lalisa, jika sesuatu yang buruk terjadi pada gadis di pangkuannya.
"Apa aku boleh menginap di sini, Hyung?" Jinyoung bertanya dengan deretan gigi rapinya.
Maknae itu melewati beberapa jam terakhirnya dengan cukup dramatis malam ini dan tidak bisa dipungkiri, kalau dia lelah sekarang.
"Aku terlalu lelah kalau harus kembali ke rumah dan memesan taksi," tambahnya saat dia belum mendapat reaksi dari Alexon. "Aku juga bisa membantumu kalau kau butuh sesuatu."
Alexon hanya mengangguk sebagai jawaban. Lalu, meminta Jinyoung untuk mengikutinya ke lantai dua, di mana Alexon memberikan kamar yang Lalisa pakai sebelumnya untuk Jinyoung dan menempatkan si gadis di kamarnya.
Profiler itu nyaris menangis saat melihat luka dan lebam yang memenuhi tubuh Lalisa. Dia tidak bisa membayangkan betapa sakitnya tubuh gadis itu sekarang.
Dalam penuh perasaan bersalah, Alexon menyeka tubuh kotor Lalisa menggunakan air hangat dan mengobati setiap goresan luka gadis itu dengan kelembutan. Lalu, dengan perjuangan yang sangat panjang, Alexon melilitkan perban elastis di bahu kanan Lalisa sementara waktu dan memakaikan salah satu piamanya yang sudah tidak terpakai.
Sepertinya, Alexon harus meminta maaf atas banyak hal pada Lalisa, termasuk meminta maaf karena sudah melihat tubuh setengah telanjang itu dan menyentuhnya tanpa izin.
Kening Lalisa tergores. Luka di sudut bibirnya juga cukup panjang dan pasti akan sangat menyakitkan untuk gadis itu. Alexon merapikan rambut Lalisa yang berada di sekitar wajah gadis itu dan mengusap lembut pipi berisinya.
Apa yang harus Alexon lakukan untuk menebus kesalahannya malam ini karena sudah membuat Lalisa terluka parah?
Rasanya, meminta maaf saja tidak akan pernah cukup. Kejadian malam ini pasti akan membuat Lalisa trauma dan sulit bagi seorang gadis untuk bangkit dari keterpurukan setelah pelecehan seksual.
Lalu, bagaimana Alexon harus berhadapan dengan Lalisa saat gadis itu sadar nanti? Rasanya, Alexon tidak sanggup untuk bertatapan langsung dengan Lalisa.
Alexon malu. Hanya karena keegoisannya, dia nyaris menghancurkan masa depan seorang gadis. Entah apa yang terjadi pada Lalisa tadi, jika Alexon menuruti perintah Ji Hoon.
Yah~ untuk kali ini Alexon bangga dengan sifat keras kepalanya.
Alexon membungkus punggung tangan Lalisa dan mengusap pergelangan tangan gadis itu yang tergores tali. "Terima kasih karena sudah bertahan."
📍📍📍
Sumpah ya, aing tuh gak berani bikin adegan kekerasan buat Lisa. Aing yang nulis, tapi aing juga yang takut. Soalnya kebayang gitu di dalam kepala, aing jadi gak tega. Jadi scene-nya ala kadarnya
😭😭😭😭😭😭😭😭
DAN BUAT PAK ALEK, SUNGGUH KUTIDAK MEMILIKI KATA UNTUKMU PAK. DIRIMU TERLALU SEMPURNA UNTUK KARAKTER BUCHEN HALU YANG TIDAK PERNAH ADA SEBELUMNYA.
Sayangnya pak Alek ke Lalisa tuh bikin cemburu, anjir. Baru kenal dua minggu, hatinya dipatahin satu minggu lalu, dikasari tiap ketemu, tapi liat Lalisa jadi korban dianya galau bukan main 😭😭
SAYANG PAK ALEK POKOKNYA MESKI PENAMPILAN KEK DEMIT MANGKAL, TETAP SAYANG KOK AING 🤣🤣🤣🤣
23 Juli 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro