Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

08. Sweetest Killer

Pada akhirnya, Alexon memutuskan untuk membawa pulang beberapa berkas mengenai kasus Sweetest Killer dan menyelidikinya sendiri. Saat ini, dia hanya tertarik pada pembunuh berantai itu, tanpa ingin dikecohkan dengan kasus yang lain.

Tidak masalah jika Alexon harus bekerja sendiri untuk kasus Sweetest Killer, selama itu akan memberikan petunjuk, dia pasti akan baik-baik saja.

Di atas meja berukuran 1m x 1m, Alexon menyusun kertasnya sesuai dengan urutan kasus pembunuhan dan mulai mencari pola, selain dari yang sudah ditemukan sampai sejauh ini. Profiler itu mulai mencari pola melalui tanggal terjadinya pembunuhan itu.

Pembunuhan pertama: 24 Agustus 2019

Pembunuhan kedua: 12 September 2019

Pembunuhan ketiga: 11 Oktober 2019

Pembunuhan keempat: 20 Oktober 2019

Pembunuhan kelima: 8 November 2019

Pembunuhan keenam: ?

Dilihat dari urutan setiap tanggal, pembunuh itu tidak menjadwalkan pembunuhannya berdasarkan tanggal tertentu, tidak juga terjadi per satu bulan sekali. Pada bulan Oktober terjadi dua kali pembunuhan, dengan jarak waktu yang sangat pendek.

Alexon mengetukkan jarinya, mencoba untuk memahami deretan angka itu sekali lagi, tapi nyatanya sulit memahami hanya dengan melihat. Laki-laki itu mengambil kertas kosong dan mulai mencoret kertasnya dengan angka-angka tersebut.

Pertama-tama, Alexon mencoba untuk menghitung jarak tanggal, dari satu kasus ke kasus lainnya dan hasilnya cukup membingungkan.

P1 – P2 = 19 hari.

P2 – P3 = 29 hari.

P3 – P4 = 9 hari.

P4 – P5 = 19 hari.

P5 – P6 = ?

Alexon masih tidak paham dengan pola angkanya yang selalu diakhiri angka sembilan. Laki-laki itu menatapnya dengan lamat dan mencoba untuk membaca profil para korban satu per satu, di mana kesamaan dari kelima korban adalah usia mereka yang sama, yaitu kisaran dua puluh sembilan tahun.

"Mereka semua berusia 29 tahunan," gumam Alexon. Dia mencoba untuk menguraikan isi pikiran, sambil menikmati susu cokelat panas kesukaannya.

Dengan sabar, Alexon memilah isi pikirannya, sambil melihat kembali rentang selisihnya waktu kejadian, yang mana hanya berkisar pada angka 9, 19, dan 29 dengan urutan yang acak.

"Dia terobsesi dengan angka sembilan," gumam Alexon setelah sekian lama menggunakan otaknya untuk berpikir.

Baiklah, Alexon tidak boleh terlalu bersemangat dalam menyelesaikan teka-teki ini. Dia harus menguraikannya dengan sangat hati-hati dan tepat sasaran.

Alexon menggigit kukunya, sambil memahami kembali polanya. Dia membaca ulang jarak di antara kasus satu dengan yang lainnya, sampai akhirnya Alexon mendapatkan jawaban. "19, 29, 9, 19 ... maka, seharusnya pembunuhan selanjutnya dilakukan 29 hari dari kasus terakhir."

19, 29, 9, 19, 29.

Itulah pola tanggal yang Alexon temukan. Buru-buru dia mengambil kalendernya dan menghitung 29 hari ke depan dari kasus terakhir. Hitungan akhir Alexon berhenti pada tanggal 7 Desember, yang membuat batin laki-laki itu menjerit histeris karena tanggal itu jatuh pada hari besok.

Alexon menarik napasnya dalam, rasa panik tiba-tiba saja menggerogotinya, dengan tulang-tulangnya yang mulai menggigil. Laki-laki itu mencoba untuk menenangkan diri dan mengosongkan pikirannya sebentar.

"Tenang Alexon, tenang," kata laki-laki itu menenangkan diri sendiri, sambil terus mengatur pernapasannya.

Mendapatkan pola tanggal tidak akan menuntun mereka pada pelakunya, hal lainnya yang harus Alexon temukan adalah lokasi pembunuhan selanjutnya. Sama  seperti sebelumnya yang mengurutkan tanggal, profiler itu juga mulai mengurutkan lokasi kejadiannya.

P1 – Gwanghui-dong 2(i)-ga, Jangchungdan-ro 10-gil

P2 – Bukchan-dong, Namdaemunno 4(sa)-ga

P3 – Namchang-dong, Namdaemunsijang 6-gil

P4 – Dasan-dong, Dongho-ro 17-gil

P5 – Oksu-dong, Dokseodang-ro

P6 – ?

Alexon mencari daerah itu satu per satu menggunakan maps dan lagi-lagi dia dibuat terkejut, saat menghubungkan daerah satu dan lainnya secara berurutan, yang nyatanya juga membentuk sebuah pola dan saat Alexon menarik lurus salah satu garisnya, dia menemukan angka sembilan berdasarkan garis yang dia sambungkan satu dengan yang lainnya.

"Pembunuh ini memang terobsesi dengan angka sembilan," gumam Alexon tidak habis pikir. Laki-laki itu menenggak habis susu cokelatnya, sebelum mengambil jaket dan kunci mobilnya.

Alexon membereskan hasil coretannya, berjalan cepat menuruni anak tangga, sambil menelepon seseorang.

"Ketua Tim Ji, kumpulkan anak-anak di kantor sekarang. Aku punya sesuatu yang harus dibahas tentang kasus SK," pintanya pada Ji Hoon.

Dengan terburu-buru, tapi tetap berhati-hati, Alexon memasukkan catatannya ke dalam mobil. "Aku akan menjelaskan semuanya di kantor nanti. Kita tidak punya banyak waktu!"

Ji Hoon pasti sedang mengumpat dari rumahnya, karena Alexon dengan kurang ajar mematikan sambungan telepon, setelah memerintahnya.

Saat sampai di kantor, belum ada satu pun anggota timnya yang datang. Yah, Alexon juga tidak mengharapkan mereka akan datang bersamaan dengan dirinya, mengingat ini sudah pukul sebelas malam dan terlebih lagi ini adalah hari libur mereka, setelah disibukkan dengan dua kasus penyelidikan beruntun.

Jadi, sambil menunggu rekannya datang, Alexon mulai menyusun catatannya di dinding kaca. Menuliskan semuanya secara detail dengan menggunakan berbagai macam warna spidol agar mudah dibaca.

"Hyung, kenapa meminta kami untuk berkumpul?" Jinyoung bertanya dalam perjalanannya menghampiri Alexon, sambil menguap lebar dan lebih yang parahnya lagi, maknae itu masih menggunakan piyama.

Alexon berdecak sambil menggeleng. "Apa kau ini anak sekolah dasar? Kenapa jam segini sudah menggunakan piyama," cibirnya.

Jinyoung kembali menguap, sebelum dia sempat membalas ucapan sang profiler. Dia benar-benar sangat mengantuk sekarang, setelah seminggu terakhir disibukkan dengan kasus tumpang tindih. Jadi, dia menghabiskan waktu liburnya untuk tidur sepanjang hari, tapi Alexon mengacaukan di penghujung harinya.

Alexon tidak lagi memberikan perhatiannya pada Jinyoung. Dia kembali meneliti papan kaca di depan, untuk memeriksa kembali catatannya.

"Apa semua itu tentang SK?" Jaebum datang bergabung dengan plastik penuh camilan di tangannya.

Alexon menoleh dan mengangguk singkat. "Hmm, aku baru saja menemukan pola pembunuhannya."

Mata Jaebum berbinar mendengarnya, tapi dia tidak memberikan komentar dan malah membongkar barang belanjaannya. Lalu, menempelkan kaleng cola yang dingin pada pipi Jinyoung, membuat maknae itu melompat dari kursinya karena terkejut.

"Ah, Hyung," rengek Jinyoung, saat Jaebum sibuk menertawakannya.

"Hei, kita di sini untuk membahas kasus SK, bukan untuk melihatmu tidur, Maknae," kata Jaebum mengingatkan.

Anggota tim Ji Hoon sudah lengkap, sepuluh menit setelah Jaebum datang. Kini mereka sudah siap untuk mendengarkan semuanya penjelasan Alexon mengenai Sweetest Killer, dengan masing-masing tangan yang menggenggam camilan yang dibawa Jaebum tadi.

Alexon menjelaskan semua yang dia temukan tadi, lengkap dengan bagaimana dia memecahkan teka-teki itu, setelah tiga jam lamanya berkutat dengan berkas milik Sweetest Killer.

"Jadi, lokasi selanjutnya di Yongsandong 1(il) - ga?" tanya Tae Il memastikan.

"Karena dia selalu memasukkan angka '9' untuk setiap polanya, maka itu adalah tempat selanjutnya." Itulah yang Alexon pikirkan.

"Tapi, Yongsandong 1(il) – ga cukup luas. Bagaimana kita tahu siapa korban selanjutnya?" Wajah Jinyoung penuh dengan kebingungan, menatap satu per satu anggota timnya untuk mencari jawaban.

"Sejauh ini, kita memiliki ciri tetap dari korban. Wanita 29 tahunan, tinggal sendiri, bekerja sampai larut malam, tinggi rata-rata 165-170 cm dan rambut panjang sepinggang. Setidaknya, kita bisa mengerucutkan dugaan untuk korban selanjutnya," jelas Ji Hoon panjang lebar, yang disetujui oleh Alexon. "Karena kita hanya memiliki waktu sekitar 24 jam, mari kerjakan semuanya sekarang. Tae Il, cari data kependudukan Yongsan-gu bagian 1(il)-ga yang terbaru, cetak semua datanya dan pisahkan."

Semua anggota tim Ji Hoon mulai bekerja di bawah perintah laki-laki itu. Mereka saling bertukar informasi satu sama lain. Setidaknya, ada hampir 5.000 orang yang bermukim di Yongsandong 1(il) – ga, terdiri dari berbagai macam usia dan dari 5.000 data diri, mereka harus memisahkan wanita berusia 29 tahunan lebih dulu. Lalu, mengerucutkan kembali melalui tinggi badan, dengan usia sematang itu mustahil untuk bertambah tinggi dalam jumlah banyak dan terakhir memisahkan mereka semua berdasarkan status, kebanyakan dari mereka yang lajang dan sudah memiliki pekerjaan, biasanya tidak tinggal bersama orang tua.

Beruntung sekali Jaebum membawa plastik penuh makanan, atau mereka semua akan kelaparan, selagi memisahkan data penduduk yang bermukim di Yongsandong 1(il) – ga.

Hingga fajar menyingsing, setidaknya ada 49 data pribadi wanita berusia 29 tahunan dengan ciri tertentu yang berhasil mereka kumpulkan, tapi sayang, pekerjaan mereka tidak dijelaskan secara detail.

Ji Hoon menatap wajah-wajah lelah di hadapannya dengan seulas senyum bangga. Meskipun Alexon sangat menyebalkan luar dalam, tapi isi kepala laki-laki itu jelas sangat brilian. Kasus ini sudah berjalan selama berbulan-bulan dan bergilir dari satu tim ke tim lainnya, tapi belum ada yang bisa memecahkan pola pembunuhan Sweetest Killer.

Namun, seorang Alexon Black melakukannya hanya kurang dari lima jam, sebuah prestasi yang patut untuk diacungi jempol.

"Kalian sudah bekerja keras sejak semalam," kata Ji Hoon dengan tepukan tangan ringan untuk mengambil perhatian anggota timnya. "Jadi, istirahatlah selama tiga jam sebelum kita melakukan penyelidikan ke Yongsan."

Jaebum yang menduga kalau dia akan bermalam di kantor, sudah lebih dulu menyiapkan pakaian ganti di mobilnya. Jadi, dia tidak perlu repot-repot untuk pulang dan mengganti pakaian dan tentang masalah tidur, laki-laki itu bisa beristirahat di asrama, begitu pula dengan Tae Il dan Ji Hoon.

Khusus untuk Jinyoung dan Alexon, keduanya sama-sama memutuskan untuk pulang dan beristirahat di rumah masing-masing dan akan kembali sesuai kesepakatan.

***

Sesampainya di Yongsandong 1(il) - ga, mereka semua langsung berpencar, dengan masing-masing membawa sepuluh lembar data diri calon korban. Mereka harus bersyukur, karena 7 Desember jatuh pada hari sabtu. Setidaknya, peluang untuk bertemu langsung dengan calon korban dan menanyakan perihal Sweetest Killer jauh lebih besar.

Alexon menatap bangunan bertingkat di depannya. Sebuah asrama yang cukup mahal dalam pengelihatannya, karena bangunnya masih terlihat baru. Profiler itu mulai mencari di mana tepatnya letak asrama Yoo Seo-jin, si calon korban yang berada paling dekat dengan posisi terakhir Alexon.

Alexon mengetuk dengan sopan, ketika dia menemukan alamat yang dicari dan menunggu pintu dibuka dengan sabar. Seorang wanita dengan proporsi tubuh bak seorang model keluar untuk menyapa Alexon.

Sang profiler dipersilakan masuk, setelah menunjukkan kartu identitas. Matanya langsung mengelilingi ruang tamu Seo-jin, melihat-lihat dengan harapan akan mendapatkan foto wanita itu dengan seorang laki-laki ber-hoodie, seperti yang ada pada lima korban Sweetest Killer sebelumnya.

"Maaf, karena mengganggu waktu istirahatmu," sesal Alexon dengan penuh kesopanan.

Seo-jin mengangguk kecil. "Lalu, apa yang bisa aku bantu untuk penyelidikanmu?"

Alexon mulai menjelaskan tentang pembunuhan yang dilakukan Sweetest Killer secara singkat dan mengutarakan kedatangannya saat ini adalah untuk mengonfirmasi pekerjaan Seo-jin, juga beberapa hal kecil lainnya.

"Aku bekerja di sebuah bar-cafe dan jam kerjaku tidak menentu. Kadang bekerja dari pagi sampai siang hari, kadang juga sore hari sampai tengah malam," jelas Seo-jin.

"Lalu, apa akhir-akhir ini kau sedang dekat ... dengan seorang laki-laki yang baru kau kenal belakangan ini?" tanya Alexon menggali informasi.

"Aku memiliki kekasih dan kami sudah berkencan selama dua tahun," balas Seo-jin lagi.

Alexon menanyakan hal-hal kecil lainnya dan memutuskan untuk mencoret Yoo Seo-jin dari daftar calon korban miliknya, karena wanita itu sudah mempunyai kekasih dan menjalin hubungan cukup lama, juga Alexon sempat melihat foto Seo-jin dengan seorang laki-laki yang memperlihatkan wajahnya pada kamera. Jadi, jelas kalau wanita itu bukan terget malam ini.

Masih ada delapan orang lagi yang harus Alexon temui, tapi terik matahari seakan ingin membakar tubuhnya, membuat laki-laki itu berlari ke dalam mobil untuk melindungi diri dan kembali melanjutkan penyelidikannya.

Setidaknya, sudah ada enam orang yang Alexon temui, dua di antaranya dia temui langsung di tempat kerja. Namun, keenam orang berikutnya juga tidak termasuk dalam 'kriteria utama' yang menjadi incaran Sweetest Killer.

Ada yang hanya bekerja pada pagi hari saja, ada yang baru menikah minggu lalu, ada yang baru saja meninggal karena kecelakaan mobil dan ada pula yang baru saja menikah bulan lalu, tapi sudah pisah rumah dua minggu kemudian.

Alexon mengusap wajah lelahnya dan menatap dua data diri terakhirnya. Ini sudah pukul enam sore, tapi belum ada kabar apa pun dari anggotanya yang lain. Laki-laki itu berniat untuk menelepon Jinyoung, tapi Ji Hoon sudah lebih dulu meneleponnya.

"Sudah menemukan seseorang?" tanya Ji Hoon langsung.

Alexon menggeleng tanpa bisa dilihat oleh Ji Hoon. "Aku sudah menemui tujuh nama, tapi tidak ada satu pun yang kita cari. Bagaimana denganmu?"

"Aku juga tidak mendapatkannya, ada saja poin penting yang tidak mereka miliki," keluh Ji Hoon.

"Lalu, bagaimana dengan yang lain? Apa mereka juga tidak menemukan apa pun?"

"Mereka juga masih menemui wanita-wanita itu," sahut Ji Hoon.

Alexon memijat pelipisnya pelipisnya pelan. Dia mulai frustrasi dalam pencariannya yang sama sekali tidak memiliki hasil. Ji Hoon memutuskan sambungan, saat wanita yang harus dia temui sudah datang untuknya.

"Pasti di Yongsandong 1(il) - ga," gumam Alexon penuh keyakinan, "Tidak mungkin di Itaewon."

Posisi Yongsandong 1(il) – ga lebih sejajar dengan posisi Bukchang-dong dan Namchang-dong. Sementara Itaewon berada sedikit ke kanan dari dua tempat itu. Jadi, pasti tempat selanjutnya adalah Yongsandong 1(il) – ga.

Alexon kembali melanjutkan pencariannya. Dia tidak boleh meragukan apa yang sudah dia kerjakan sampai sejauh ini, atau semuanya hanya akan sia-sia. Namun, sebelum lanjut mengunjungi rumah selanjutnya, Alexon menyempatkan diri untuk membeli makanan di toserba, guna mengganjal lapar.

Laki-laki itu mengantre di belakang seorang wanita mapan, yang sibuk menyerahkan barang belanjaannya sambil menelepon dan Alexon sendiri sibuk dengan ponselnya. Dia iseng mengirimkan pesan pada Lalisa.

"Ayolah, hari ini ulang tahunku yang ke-29. Apa kau pikir aku akan menghabiskan waktu denganmu?" Wanita di depan Alexon tertawa heboh bersama teleponnya. "Tentu saja, aku akan menghabiskan waktu dengan kekasihku. Dia bilang akan menyiapkan sesuatu untukku."

Wanita itu menyisir rambut panjangnya dengan jari. Lalu, melirik pergelangan tangannya, di mana sebuah gelang yang begitu cantik dan juga jarang dimiliki orang lain melingkar indah di tangannya.

"Semalam dia baru saja memberikanku gelang. Dan kau tahu, dia memesan khusus hanya untukku. Kyaa~ bukankah dia sangat romantis."

Kehebohan wanita di depan Alexon tidak membuat laki-laki itu terganggu sama sekali, dia justru malah sibuk dengan ponselnya dan Lalisa.

Menggoda Lalisa itu sangat menyenangkan.

"Terima kasih, Hera~ssi." Wanita itu mengambil barang belanjaannya dan segera pergi meninggalkan kasir, masih dengan teleponnya yang heboh.

Lalu, Alexon mengambil giliran untuk membayar dan kembali melanjutkan pencarian, sambil menikmati camilan di dalam mobil.

***

Malam sudah datang, semua anggota tim Ji Hoon berkumpul di depan rumah salah satu rumah wanita, yang masuk dalam daftar mereka. Dari semua data yang mereka miliki, tidak ada satu pun yang memiliki foto yang mirip dengan lima korban sebelumnya, tidak juga memiliki gelang seperti lima korban lainnya.

Mereka semua sudah mengonfirmasi empat puluh delapan wanita yang terdaftar, hanya tinggal satu wanita lagi yang belum berhasil mereka dapatkan keterangannya.

"Apa kau yakin, dia korban selanjutnya?" Ji Hoon meminta pendapat Alexon yang sedang sibuk menggigit kukunya.

"Dari empat puluh sembilan wanita, harusnya ada satu di antara mereka," gumam Alexon. Dia menatap rumah minimalis di depannya dengan cemas.

Saat malam datang, adrenalin di dalam tubuh mereka seakan terbakar, menunggu kepulangan sang pemilik rumah, yang memancing kecemasan mereka semua.

"Apa sudah ada telepon dari kantor?" tanya Ji Hoon pada tiga anggotanya yang lain.

Jaebum menggeleng. "Belum ada laporan masuk atas kasus pembunuhan malam ini, tidak juga soal penguntitan."

Alexon merasa sangat gelisah. Dia tidak bisa berdiri tenang dan terus saja menoleh ke kanan kiri untuk mencari. "Jam berapa biasanya wanita itu sampai di rumah?"

"Para tetangga bilang, biasanya Kim Chan-i pulang sebelum jam sepuluh malam," sahut Jinyoung. Wanita yang sedang mereka tunggu sekarang adalah satu dari sepuluh nama yang berada di dalam daftar Jinyoung. "Tapi, dia tidak bekerja hari ini, Hyung, kata pegawai di sana Chan-i libur."

"Kalau wanita itu tidak bekerja hari ini. Lalu, ke mana perginya dia?" gumam Alexon.

Laki-laki itu tampak frustrasi dari semua orang yang berada di timnya, seolah masalah ini menyangkut hidup dan matinya. Alexon merasa cemas, karena tidak ingin ada korban berikutnya. Jadi, dia berharap kalau aksi malam ini bisa dicegah.

"Apa yang kalian lakukan di depan rumahku?" Suara seorang wanita berhasil menarik perhatian seluruh anggota tim dua, terutama Alexon.

"Kim Chan-i~ssi?" tanya Alexon langsung.

Wanita itu hanya mengangguk bingung.

"Kami dari kepolisian—"

"Langsung saja," potong Alexon cepat, "Kami sedang menyelidiki sebuah kasus pembunuhan berantai, di mana kau adalah satu dari beberapa wanita yang kemungkinan akan menjadi korban selanjutnya."

Penjelasan Alexon jelas membuat Chan-i terkejut bukan main, hingga wanita itu tersentak. Beruntung Ji Hoon langsung mengambil alih dan menjelaskannya lebih rinci, juga mengonfirmasi apa yang perlu mereka ketahui saat ini.

"Ini tidak mungkin," bisik Alexon dengan gelengan kecil.

Di antara empat puluh sembilan nama yang mereka selidiki, tidak ada satu pun yang terlihat memiliki hubungan dengan Sweetest Killer. Jika, pembunuh itu benar-benar menggunakan pola angka '9', seharusnya lokasi selanjutnya berada Yongsandong 1(il) – ga, tapi kenapa tidak ada satu pun yang cocok?

Alexon berjongkok sambil merusak tatanan rambutnya. Kepala laki-laki itu seperti akan pecah. Bukan hasil seperti ini yang dia bayangkan. Jika, sosok Sweetest Killer tidak bisa ditangkap hari ini, setidaknya mereka bisa mencegah jatuhnya korban baru. Itulah yang Alexon bayangkan.

"Mungkin bukan ini lokasi selanjutnya." Nyatanya, Ji Hoon agak kasihan saat melihat Alexon.

Mereka semua sudah bekerja keras sepanjang malam, berusaha untuk menemukan target Sweetest Killer selanjutnya, tapi mereka tidak mendapatkan hasil apa pun malam ini.

Alexon menggeleng tidak habis pikir. Dia yakin betul, kalau ini adalah lokasi selanjutnya, yang kemungkinan juga akan menjadi lokasi terakhir dari petualangan Sweetest Killer, mengingat polanya sudah membentuk angka '9' yang begitu sempurna.

Profiler itu mencoba untuk membongkar ingatannya lagi, mungkin saja ada sesuatu yang dia lewatkan dalam pencariannya.

"Hari ini ulang tahunku yang ke-29. Dia menyiapkan sesuatu untukku. Dia memberiku gelang yang dipesan khusus."

Alexon bangkit dari rasa frustrasinya, saat dia menyadari petunjuk penting yang dia lewatkan hari ini. Wanita yang tepat berada di depannya, saat di toserba tadi sore.

"Aku tahu di mana target selanjutnya!" seru Alexon yang memancing perhatian seluruh anggota timnya.

Tanpa mengatakan apa pun, laki-laki itu berlari memasuki mobilnya dengan terburu-buru.

"Yak, Alexon Black! Kau mau ke mana?" teriak Ji Hoon.

Namun, yang diteriaki sama sekali tidak menggubris, membuat sang ketua tim berdecak kesal dengan tingkah semena-mena itu.

"Ikuti dia," titah Ji Hoon pada Jinyoung.

Jinyoung menuruti perintah Ji Hoon tanpa mengatakan apa pun. Sang maknae mengejar mobil merah Alexon dan mengimbangi kecepatan mobil itu.

Tujuan Alexon saat ini adalah toserba yang dia datangi tadi sore. Si penjaga kasir, sepertinya cukup mengenal dengan wanita yang berdiri di depannya tadi. Alexon berharap, kalau penjaga kasir itu masih orang yang sama dengan yang tadi sore.

"Maaf, mengganggu, tapi kau tahu di mana alamat wanita yang mengantre sebelum aku tadi sore?" Alexon langsung melemparkan pertanyaan pada si penjaga kasir yang juga melayaninya tadi sore.

Si wanita penjaga kasir terlihat bingung dan juga curiga, hingga Alexon harus menunjukkan tanda pengenalnya agar wanita itu mau berbagi informasi dengannya.

"Oh, Hyung!" Jinyoung berseru, saat dia hampir saja menabrak Alexon di pintu masuk. "Apa yang—"

Alexon mendorong bahu Jinyoung agar tidak menghalangi jalannya. "Aku baru saja mengirimkan alamat padamu. Wanita itu sepertinya yang akan menjadi korban malam ini. Hari ini dia berusia dua puluh sembilan tahun dan dia memiliki gelang yang dipesan khusus."

Alexon hanya menjelaskan sampai di sana, tapi dia yakin kalau Ji Hoon mengerti dengan apa yang dia katakan. Lalu, tanpa mengindahkan kehadiran Jinyoung di sampingnya, Alexon kembali meninggalkan maknae itu tanpa kata.

"Ah, Hyung! Tunggu aku!" Jinyoung mengekori Alexon dengan mobilnya, sambil menggerutu kesal. "Aish, setidaknya katakan ke mana kau akan pergi!"

Setelah mendapatkan pesan berisikan alamat dari Alexon, Ji Hoon dan dua anggota lainnya bergegas pergi ke sana. Perlu waktu dua menit untuk sampai pada rumah wanita itu.

"Benar, alamatnya yang ini," kata Ji Hoon setelah memastikan alamat yang diberikan Alexon.

Lalu, tanpa menunggu lama, mereka memasuki pekarangan rumah wanita yang Alexon sebut sebagai Goo Ye-jin. Ji Hoon menekan bel dengan santai dan menunggu untuk dibukakan pintu.

"Dengan Goo Ye-jin~ssi?" tanya Ji Hoon memastikan.

"Iya, aku Goo Ye-jin," balas wanita itu dengan bingung, "Kalian siapa?"

"Kami dari kepolisian." Ji Hoon menunjukkan kartu identitasnya, yang semakin membuat Ye-jin mengerutkan alisnya bingung.

"Ada yang bisa aku bantu?" tanya Ye-jin.

"Sayang, siapa yang datang?" teriak seorang laki-laki dari dalam rumah Ye-jin, membuat ketiga detektif itu membulatkan mata dan melemparkan pandangan.

"Seseorang dari—"

"Tetangga!" Ji Hoon mencengkeram tangan Ye-jin untuk menghentikan ucapan wanita itu. "Katakan itu padanya."

Ye-jin tentu bingung, tapi dia menuruti ucapan Ji Hoon.

"Tetangga sebelah yang datang."

Lalu, Ji Hoon membawa Ye-jin untuk menjauh dari pintu, agar dia bisa menjelaskan maksud kedatangannya malam ini. Di tangan yang dicengkeram Ji Hoon, melingkar sebuah gelang yang mereka semua kenali sebagai hadiah kematian dari Sweetest Killer. Hanya lewat tatapan mata, Jaebum dan Tae Il tahu apa yang Ji Hoon perintahkan sekarang.

Sementara Ji Hoon menjelaskan pada Ye-jin, kedua detektif itu akan memeriksa laki-laki yang berada di rumah. Baik Jaebum dan Tae Il, keduanya masuk mengendap dengan pistol yang siap siaga.

Tidak ada siapa pun di ruang tamu. Jaebum dan Tae Il memutuskan untuk berpisah. Satu memeriksa dapur, satu lagi memeriksa kamar mandi. Namun, mereka tidak menemukan apa pun, dan pencarian berlanjut ke kamar terdekat, di mana jendelanya terbuka dengan lebar.

Tae Il langsung berlari menuju jendela dan melihat sosok bayangan gelap yang baru saja melompati dinding.

"SK KABUR!" teriak Tae Il memberitahu Jaebum. Dia ikut melompat dari jendela dan Jaebum berlari keluar memberitahu Ji Hoon.

"SK kabur!" teriak Jaebum dari depan pintu.

Alexon yang baru saja datang langsung kalang kabut saat mendengarnya. Tanpa menunggu sedetik pun, dia berlari keluar dari pekarangan rumah Ye-jin dan mengejar Sweetest Killer. Laki-laki itu tahu ke mana arah tembok belakang rumah Ye-jin.

Dan benar saja, jauh di depan sana, Alexon melihat seseorang yang sedang berlari kencang dalam kegelapan yang samar.

"YAK, BERHENTI KAU, BAJINGAN!" teriak Alexon di tengah kegiatan berlarinya.

Namun, sosok yang diteriaki jelas tidak akan berhenti hanya karena umpatan Alexon. Justru sosok itu semakin berlari kencang dan mengambil belokan untuk menyulitkan sang profiler di belakangnya.

Alexon pikir, dia pernah mengalami hal serupa di masa lalu, tapi dia segera menepis bayang-bayang Lalisa dari dalam kepalanya dan mempercepat larinya.

Laki-laki itu heran, kenapa di saat genting seperti ini ada saja kejadian klise yang menghambat pekerjaannya. Tepat saat Alexon mengambil belokan tajam, dia menabrak seseorang. Alexon jatuh terduduk, sedangkan orang yang ditabrak berguling sekali di tanah.

Oh, sepertinya, Alexon menghantam tubuh di depannya dengan begitu keras, sampai mampu membuat sosok itu terjungkal dengan suara terkejut yang histeris dan disusul umpatan samar.

Keduanya sama-sama sibuk menetralkan rasa sakit karena terkejut, tanpa sempat untuk memandang satu sama lain.

"Hyung, kau baik-baik saja?" Itu Jinyoung, ada Jaebum juga di belakangnya.

Keduanya tampak agak meringis saat menyadari ada sosok lain yang jatuh bersama Alexon. Seseorang dengan rambut panjangnya yang tergerai.

Alexon mengangguk dan menunjuk jalanan lurus di depan, di mana bayangan laki-laki itu sudah tidak ada, tapi dia yakin, kalau orang yang dia kejar lari ke arah sana. "Dia lari ke sana."

Mengejar laki-laki itu jauh lebih penting, ketimbang membantunya untuk berdiri dan Alexon paham akan hal itu. Jadi, dia sama sekali tidak mengeluh, saat Jinyoung dan Jaebum mengejar target mereka, tanpa membantunya lebih dulu.

Nah, selain mengejar target mereka, hal penting lainnya yang harus Alexon lakukan adalah menanyakan keadaan dari sosok yang dia tabrak barusan, yang masih merintih kesakitan.

"Kau baik-baik saja?" tanya Alexon hati-hati.

Sosok di hadapannya itu sibuk memijat pergelangan kakinya yang mungkin terkilir. Merasa itu adalah pertanyaan bodoh yang seharusnya tidak ditanyakan, membuat sosok itu murka.

"Apa kau buta?! Aku terlem—"

Oh, Tuhan, kenapa dari sekian banyak orang yang ada di muka bumi, Alexon selalu dipertemukan dengan Lalisa dalam keadaan yang tidak pernah menyenangkan?

Lalisa menghela napas panjang, tanpa ingin melanjutkan umpatannya. Sementara Alexon langsung membantu gadis itu untuk berdiri dan membersihkan debu yang menempel pada pakaian Lalisa, tanpa memedulikan pakaiannya sendiri.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Alexon.

Dia tidak ingin bertanya, apakah Lalisa baik-baik saja atau tidak, karena sudah jelas gadis itu tidak baik-bak saja. Tidak juga ingin bertanya, apakah ada bagian tubuh yang sakit atau tidak, karena gadis itu sibuk mengumpat sejak terjungkal.

Lalisa membiarkan Alexon membersihkan pakaiannya. "Aku dari toserba," katanya.

Alexon menegakkan tubuh, setelah debu yang menempel pada pakaian Lalisa sudah berkurang banyak, bahkan menyempatkan diri untuk merapikan rambut Lalisa yang berantakan.

"Apa yang kau beli? kau tidak membawa apa pun." Alexon mengedarkan pandangannya ke tanah, kalau-kalau ada barang yang tercecer, tapi nyatanya tidak ada apa pun di sana.

"Aku menitipkan belanjaanku di sana, karena aku ingin ke Subway di depan jalan," balas Lalisa.

Alexon menatap dalam diam, mencoba untuk tidak memikirkan hal yang lain, saat dia sedang bersama Lalisa. Lalu, tidak berapa lama, Jinyoung dan Jaebum kembali dengan napas terengah.

"Kita kehilangan dia, Hyung," kata Jinyoung dengan napas terputus.

Alexon mengangguk. Dia tidak akan menyalahkan siapa pun atas hilangnya target mereka.

"Kita akan menangkapnya lain kali, yang penting kita berhasil mencegah jatuhnya korban baru dan penyelidikan ke depannya nanti akan jauh lebih mudah, karena kita memiliki saksi hidup." Alexon menyemangati anggota timnya, untuk tidak terlalu merasa kecewa karena gagal menangkap Sweetest Killer.

"Ah, di mana Tae Il? Kupikir, tadi dia mengejarnya."

"Tembok di belakang terlalu tinggi, Tae Il hyung tidak bisa melompatinya," sahut Jaebum.

Alexon meminta Jinyoung dan Jaebum kembali ke rumah Ye-jin dan mengatakan akan menyusul nanti. Laki-laki itu pikir, dia masih memiliki sedikit urusan dengan Lalisa.

"Aku akan menemanimu ke Subway," kata Alexon saat hanya ada dia dan Lalisa sekarang.

"Aku bisa pergi sendiri." Lagi-lagi, Lalisa menolak kebaikan hati Alexon.

Nyatanya, tidak ada yang berubah dari Lalisa, meskipun gadis itu sudah sedikit melunak pada Alexon, karena mau memberitahu namanya tanpa profiler itu minta, juga mau membalas pesan isengnya.

"Seorang gadis tidak seharusnya berkeliaran di malam hari sendirian."

"Ini baru jam sembilan malam."

"Tetap saja, ini sudah malam tahu."

Lalisa memutar bola matanya malas, karena Alexon tidak pernah mau mengalah padanya.

"Anggap saja ini sebagai permintaan maafku, karena sudah menabrakmu tadi," kata Alexon beralasan lain.

Apa Lalisa memiliki pilihan lain? Tentu saja, tidak ada. Apa pun jawabannya, Alexon tetap akan berkeras untuk menemaninya. Jadi, Lalisa menerima tawaran itu dengan anggukan malas. Lalu, berjalan mendahului Alexon, tapi baru selangkah, gadis itu sudah merintih kesakitan sambil memegangi sebelah kakinya.

"Kau terkilir?" tanya Alexon khawatir.

Lalisa menggeleng tidak yakin.

Alexon bermaksud untuk membawa Lalisa duduk di toserba yang berjarak 20 meter dari mereka, tapi gadis itu kembali merintih saat Alexon membungkus sikunya.

Dengan cepat, Alexon melirik siku Lalisa yang baru saja dia sentuh dan ternyata ada darah segar yang mengalir di sana.

"Kau juga terluka," ringis Alexon.

Lalisa melihat sikunya dan benar saja, ada darah di sana. Namun, gadis itu sama sekali tidak merasakan sakit sedikit pun. Andai saja Lalisa mengenakan jaket atau lengan panjang, maka sikunya mungkin tidak akan terluka. Sayangnya, gadis itu hanya mengenakan kaus putih lengan pendek, yang bertuliskan 'VELVET' di dada.

Alexon berjongkok di depan Lalisa. "Ayo, naik."

Lalisa menautkan alisnya bingung, dengan sorot yang memandang horor. "Kau tidak menyuruhku untuk naik ke punggungmu, 'kan?"

"Memangnya, ke mana lagi kau akan naik, kalau bukan ke punggungku?" sahut Alexon setengah ketus.

Lalisa menggeleng tegas. Ini jelas terlalu berlebihan. Kakinya hanya terkilir dan masih bisa berjalan sendiri, tidak perlu sampai digendong seperti itu.

"Aku akan berjalan saja," tolaknya.

Untuk kali ini, Alexon tidak ingin menerima penolakan apa pun dari Lalisa. Jadi, dia melingkarkan tangannya pada lutut belakang Lalisa dan menyentaknya, hingga gadis terlempar ke depan dan menabrak punggung Alexon.

"Berhenti menjadi gadis yang keras kepala," pinta Alexon dengan nada memohon, "Itu semua tidak akan membantumu di masa depan. Kau harus mengalah sesekali."

Lalisa hanya mengembuskan napas kasar dan melingkarkan tangannya pada leher Alexon, membuat profiler itu diam-diam tersenyum setelah ocehan kecilnya. Lalu, membawa Lalisa pada meja bertenda di depan toserba dan masuk untuk membeli beberapa barang guna mengobati luka Lalisa.

"Apa kau sedang mengejar seseorang tadi?" tanya Lalisa, saat Alexon mulai membersihkan lukanya dengan antiseptik.

"Kami mengejar SK," jawab Alexon sambil meniup pelan luka Lalisa. "Kau tidak melihat seseorang berlari di depan toserba?"

Lalisa menggeleng kecil sebagai jawaban. "Apa SK yang kau maksud itu Sweetest Killer?"

"Hmmm."

Lalisa tampak sedikit terkejut. "Kau tahu siapa orangnya?"

Alexon mengangkat pandangannya untuk menatap Lalisa. Wajah gadis itu hanya berjarak dua jengkal darinya, membuat profiler itu mudah untuk melukis wajah Lalisa di dalam ingatannya.

"Kami belum tahu tepatnya siapa dia, tapi kami pasti akan menangkapnya dalam waktu dekat," balas Alexon dengan penuh tekad dan keyakinan.

Lalisa hanya mengangguk. Terlihat seperti dia tidak terlalu ingin tahu mengenai pekerjaan Alexon, tapi laki-laki itu menatapnya seolah sedang menyelidik.

"Katakan kalau lukanya terasa sakit," kata Alexon setelah sekian lama.

Lalisa hanya mengangguk kaku. Dia memperhatikan Alexon diam-diam, saat laki-laki itu mengoleskan obat merah padanya. Lalu, menutup lukanya dengan plester.

Alexon masih sibuk membereskan barang-barangnya, ketika ponselnya berdering dengan nama Jinyoung yang tertera.

"Kalian duluan saja, aku akan menyusul ke kantor nanti," kata Alexon.

Lalisa tidak tahu apa yang Alexon dan rekannya itu bicarakan, tapi laki-laki itu menatapnya agak lama, sebelum memberikan jawaban.

"Aku harus mengantar Lalisa pulang. Kakinya terkilir karena bertabrakan denganku tadi."

Sosok yang dijadikan objek pembicaraan hanya diam dan menatap, meski sebenarnya Lalisa ingin tahu pembicaraan Alexon. Sampai Alexon memutuskan sambungan teleponnya, gadis keras kepala itu belum mengalihkan pandangan.

"Kembalilah ke kantor. Aku bisa memesan taksi untuk pulang," kata Lalisa tidak enak. Dia merasa baru saja mengganggu pekerjaan profiler itu.

Alexon menggeleng tegas sambil menyimpan ponselnya. "Pokoknya aku akan mengantarmu pulang," katanya bersikeras, "Aku akan mengambil barangmu di dalam."

Lalu, tanpa mengindahkan jawaban Lalisa, Alexon kembali masuk ke toserba dan benar saja, gadis itu menitipkan satu plastik berisikan persediaan makanan.

Khusus malam ini, Lalisa tidak bisa membantah Alexon, karena laki-laki itu akan tetap bertindak sesuai keinginannya, tanpa mau mendengarkan jawaban dari lawan bicaranya.

Alexon melepaskan jaketnya dan memasangnya pada bahu Lalisa. "Saat kau keluar di malam hari, pastikan untuk menggunakan jaket atau lengan panjang, agar tidak terkena angin malam."

Lalisa terpaku beberapa saat atas tindakan Alexon barusan. Kenapa laki-laki menyebalkan itu selalu memberikan perhatian lebih padanya? Apa peringatan Lalisa selama ini tidak pernah laki-laki itu indahkan?

Namun, Lalisa tidak memberikan komentar apa pun untuk perhatian barusan dan naik ke punggung Alexon, saat laki-laki itu kembali berjongkok di depannya. Lalisa mengalungkan tangannya di leher Alexon, sambil memegang plastik belanjaannya. Lalu, meletakkan dagu di bahu sang profiler.

"Ke mana aku harus mengantarmu pulang?" tanya Alexon.

Lalisa tampak sedang berpikir, seolah dia lupa di mana alamat tempat tinggalnya. "Kau bisa—"

"Aku tidak akan menurunkanmu di perhentian bus, seperti yang sudah-sudah," tegas Alexon, "Jadi, sebaiknya kau memberitahu di mana alamatmu atau aku akan—"

"Akan apa?" Sekarang giliran Lalisa yang memotong ucapan Alexon. Nada suaranya terdengar menantang laki-laki yang sedang menggendongnya.

"Atau aku akan membawamu pulang ke rumahku," sahut Alexon asal-asalan, yang mendapatkan hadiah pukulan di dadanya.

"Selalu saja blak-blakan," gerutu Lalisa.

"Lebih baik bersikap terbuka, daripada berpura-pura polos, tapi sebenarnya adalah rubah ekor sembilan," balas Alexon tidak mau kalah.

Lalisa hanya membalasnya dengan decihan sinis. Dia paling tidak tahan dengan sikap terbuka Alexon, semakin laki-laki itu menunjukkan perasaannya secara terang-terangan, semakin takut pula Lalisa.

"Kau masih ingin pergi ke Subway?" tanya Alexon memecah keheningan.

"Hmmm, aku malah semakin lapar sekarang," balas Lalisa apa adanya.

"Memangnya, kau belum makan malam?"

"Belum."

Alexon mengangguk singkat. Sama seperti Lalisa yang belum makan malam, laki-laki itu juga belum makan apa pun, selain camilan yang dia beli tadi sore.

"Bagaimana kalau makan malam di rumahku?" Alexon menoleh ke samping, membuatnya wajahnya berada tepat di depan Lalisa, dengan jarak kurang dari setengah sejengkal. "Aku akan memasak untukmu, sebagai permintaan maaf."

📍📍📍

PAK ALEK REMNYA BLONG, BARU KENAL UDAH NGAJAK MAKAM MALAM DI RUMAH 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣

Padahal warung tenda pinggiran buaaanyaaak banget, lah dia pengen unjuk kemampuan masak sendiri haha
Buchen bats ini profiler, kagak cocok sama isi kepalanya yang psikopatseu 😂😂😂😂😂

4 Juni 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro