Chapter 11 : Hujan Mawar
Mawar melambangkan banyak hal. Kebahagiaan, ketulusan, kesedihan, kekesalan, dan masih banyak lagi.
Tetapi, bukankah ini sangat aneh jika kelopak bunga mawar justru menghujani bumi?
Apakah yang sebenarnya terjadi?
Pertanyaan itu terus menerus muncul di pikiran manusia yang telah dilindungi oleh Neko dan Honda.
Saat ini, Neko dan IXA sedang bertaruh hidup mati dihadapan Legendorga yang terus-menerus memaksa mereka untuk melepas semua manusia agar menjadi pengikutnya. Tidak sampai disitu, Legendorga juga mengatakan jika ia akan memberikan keabadian dan kebahagiaan untuk mereka berdua jika mereka menuruti permintaannya.
Tentu saja hal itu ditolak mentah-mentah oleh Neko. Selaku penerus Kiva dan keturunan dari Queen Fangire terdahulu, ia tidak sudi menyerahkan manusia hanya untuk menjadi mayat hidup.
Pertarungan terus menjadi sengit. Baik Kiva maupun IXA terus-menerus dihantam oleh serangan Legendorga.
"Datanglah, Garuru!"
Neko merubah wujudnya menjadi biru bangsa wolfen. Ia bergerak lincah, loncat kesana kemari demi mencari sebuah celah untuk menyerang. Dan saat sudah menemukan, ia mengganti wujudnya menjadi bashaa magnum.
Tembakan demi tembakan ia lontarkan. Namun sayang, hal itu hanya terbuang sia-sia. Neko diserang dengan serangan yang hanya bisa ditahan oleh Dark Kiva. Dari serangan itu, Kivat memisahkan diri dari Neko dan jatuh dengan jarak yang cukup jauh serta menghantam tembok.
Melihat kesempatan itu, Legendorga mencoba mendekati Neko. Tetapi, ia dihadang oleh IXA yang sistemnya tampak mulai rusak seutuhnya.
Legendorga itu tidak menampakkan sisi ampun. Ia langsung mengeluarkan kekuatannya dan merusak seluruh sistem IXA hingga menyisakan Honda yang sekarat.
"Honda!" Neko berteriak sekuat yang ia bisa. Hal itu tentunya membuat Legendorga dihadapannya tertawa puas, "Bagaimana, ingin menerima tawaranku?"
Neko hanya diam. Ia merasa, Kivat juga kesakitan karena Legendorga bukan tandingan mereka. Ya, memang tidak ada pilihan lain.
Neko merubah wujudnya menjadi wujud Fangire dan menyebarkan kelopak mawar merah. Melihat hal itu, Legendorga semakin tertarik untuk semakin memaksa Neko menyerah.
Legendorga mulai memerintahkan pasukannya untuk menyerang Neko. Sayangnya, pasukan itu berhasil ditepis begitu saja oleh Neko.
Marahkah dirinya? Salahkah dirinya? Lelahkah dirinya?
Tidak ada yang tahu kondisi Neko saat ini. Yang terlihat jelas dimatanya hanya hasrat untuk menghabisi lawan dihadapannya.
Dalam satu rentangan tangan, angin berhembus dan membawa kelopak-kelopak itu terbang lalu menepis semua kekuatan Legendorga hingga lawannya terhempas sedikit jauh dari hadapannya.
"Oh, kekuatanmu boleh juga. Mengapa kau tidak bergabung bersama kami? Menjadi seorang penguasa, daripada dibawah pimpinan King," ucap Legendorga yang sama sekali belum menyerah dari pendiriannya.
"Maaf saja. Aku rasa dia sudah menolakmu berulang kali. Benar bukan, Neko?"
Meskipun suara itu ada, tetapi Neko hanya diam. Ia tidak berniat berkata sedikitpun.
Rasa kehilangan, rasa sakit, rasa hampa sudah menguasai dirinya. Ia hanya mengamuk sejadi-jadinya. Dan dalam beberapa serangan, Neko berhasil membuat Legendorga itu mundur dari peperangan yang menyisakan dirinya dengan Kaito.
"Mau sampai kapan kau ada di wujud itu, Neko," ucap Kaito dengan tatapan yang sulit dijelaskan.
Neko tetap membisu. Ia melontarkan serangan demi serangan pada Kaito. Tetapi, bukan Diend namanya jika tidak bisa menghindar. Dan disaat Neko lengah, ia memeluknya dengan erat.
"Tidak apa jika kau ingin menangis," bisik Kaito. Secara perlahan, isak tangis pun mulai terdengar. Neko pun mulai membalas pelukan Kaito sembari kembali ke wujudnya yang semula.
"Aku terus mengacaukan semuanya," ucap Neko disela-sela isak tangisnya. Kaito tetap tenang, ia bahkan tampak mengusap surai Neko dengan penuh kasih sayang.
"Aku tidak mengerti. Mengapa manusia sangat suka menderita demi seseorang? Mengapa mereka tidak mementingkan diri mereka sendiri?" racau Neko sembari memukul punggung Kaito.
Kaito tetap tenang. Wajahnya tampak mengawasi Legendorga yang berusaha memanfaatkan kondisi untuk mengambil alih hal yang telah susah-susah dilindungi oleh gadis dalam pelukannya.
Dengan terpaksa, Kaito melepaskan satu tangannya yang memegang handgun lalu mengarahkannya pada Legendorga dihadapannya. Tangannya tampak gemetar, ia tidak pernah seragu ini dalam mengambil keputusan.
Tetapi, keraguannya serasa sirna saat tangannya digenggam oleh tangan sang gadis yang tampak lebih kecil dari tangannya.
"Hah, apa yang kau lakukan? Jelas-jelas kau akan kalah," ucap Legendorga itu.
Blash!
Kaito melepaskan tembakan dan mengenai serta menembus Legendorga. Neko yang melihat hal itu langsung menyembunyikan wajahnya dibalik dada Kaito.
Tidak lama kemudian, Queen hadir yang diikuti oleh empat rider lainnya. Queen hanya tidak percaya jika ini adalah akhir dari Legendorga yang ia idamkan.
Karena amarah menguasai Queen, ia melemparkan serangan ke segala arah. Termasuk ke arah Kaito dan Neko. Dengan cepat, Neko mendorong Kaito untuk menjauh dari serangan mutiara itu dan alhasil, Neko lah yang terluka parah. Ia mengalami pendarahan.
"Neko ...," panggil Kaito.
"Oi, Neko!" ulangnya sembari memangku tubuh Neko yang lemas.
Melihat hal itu, Hiiro segera membuat Kaito kembali fokus pada tujuannya kemari. Begitu juga dengan Tsukasa dan yang lainnya. Mau tidak mau, Kaito harus meninggalkan Neko dalam pengawasan Natsumi.
Pertempuran pun terjadi. Justru, pertarungan kali ini cenderung lebih menegangkan dibandingkan sebelumnya. Mereka bertarung atas amarah dan kesedihan yang harus disampaikan.
Kaito tampak menyerang asal-asalan dan cenderung ceroboh. Sebagai teman, Tsukasa tidak suka melihat temannya jauh dari sifat aslinya.
"Aku rasa, hartamu tidak akan hilang, Kaito. Selama kau berusaha, ia akan kembali padamu," ucap Tsukasa.
*****
Entah berapa lama pertarungan ini terjadi. Pada akhirnya, Queen berhasil dikalahkan.
Tanpa melihat kehancuran Queen, Kaito sudah melepaskan perubahannya dan menatap gadis yang enggan membuka mata. Meskipun bukan untuknya, gadis itu tetap diam membisu.
"Neko, bukankah kau bertanya padaku ... bukankah kau bertanya, mengapa manusia suka menderita demi seseorang? Apakah kau sudah menemukan jawabanmu sendiri dari pertanyaanmu? Oi, Neko! Jawab aku," ucap Kaito.
Secara perlahan, butiran kristal cair mulai keluar dari pelupuk mata Kaito. Ia tidak pernah menangis di manapun. Tetapi, sesakit inikah kehilangan orang yang ia cintai untuk selamanya?
Kaito masih ingat kehangatan tangan Neko saat menyentuhnya. Meski sejatinya suhu tubuh gadis itu dingin, entah mengapa rasanya begitu hangat untuk Kaito.
"Hiiro, Taiga, Wataru, fangire punya cara lain untuk membangkitkan bangsanya, bukan?" tanya Kaito yang membuat nama yang bersangkutan hanya terdiam.
"Daiki-san ...," gumam Natsumi.
"Jawab aku!" bentak Kaito.
"Ada. Tetapi, itu akan menyerap energi manusia. Banyak atau sedikitnya, tergantung pada luka yang disebabkan," tegas Taiga yang justru mendapatkan kecaman dari ayah Neko, Wataru dan kakaknya.
"Lakukan," ucap Kaito tanpa berpikir panjang.
"Oi, apa ...."
"Tidak ada yang berhak memerintahku selain diriku, Tsukasa," tegas Kaito.
Dengan bantuan Bishop, Kaito menyerahkan hidupnya pada seorang gadis yang baru beberapa minggu ia kenal. Saat Bishop mulai mengambil dan memindahkan energinya pada Neko, tubuh Kaito merasa sangat lemas. Tapi, ia berusaha tegar demi sang gadis.
Entah berapa banyak energi yang dibutuhkan, setelahnya Kaito memutuskan untuk menghilang tanpa ada seorang yang mengetahuinya. Termasuk Tsukasa sekaligus. Natsumi tampak khawatir, tetapi mereka telah teralihkan pada Neko yang perlahan sadar.
Perasaan bahagia tidak bisa dihindarkan dari semua orang yang ada disini. Wataru Honda, dan Hiiro langsung memeluk Neko.
"Kaito? Dimana dia?"
Saat nama yang disebutkan oleh Neko keluar. Mereka hanya diam.
"Ayah? Kakak? Paman? Tsukasa? Yuusuke? Natsumi? Honda? Bishop?" Satu-persatu Neko panggil, tapi mereka enggan menjawab.
Tidak ada pilihan. Neko melarikan diri dari ruangan itu dan diikuti oleh yang lainnya.
Ia telah berlari kesana kemari. Tempat demi tempat telah ia susuri. Tetapi nihil, ia tidak menemukan sosok pria yang telah menenangkan dirinya.
'Kaito, kemana kau pergi?'
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro