40
"... Dan tembakan akan segera dilontarkan beruntun."
Nicholas mengulurkan tongkatnya ke kapal para pendosa, sebuah lingkaran sihir berwarna putih terlukis di udara kosong, lalu terlontar sebuah sinar putih dengan bulu-bulu merpati yang beterbangan. Sinar itu memelesat dan memecut gelombang laut empat meter dari kapal lawan. Membuat kapal lawan oleng dan sedikit terdayung mundur serta segera berkelit dari jalur seharusnya.
"Jadi, Hermes berada di pihak Kesatria Harapan, ya?" Lucy menyeringai. "Serang mereka." titahnya.
Matthias memainkan kedua serulingnya, membuat sihir delusif yang mampu membuat citra ombak besar mengarah ke kapal Charon. Chelsea tak kurang akal, ia memetik senar liranya, nada-nadanya bertubrukan dengan nada seruling milik Matthias, berusaha mematahkan ilusi itu.
Nicodemus mengomando anak buahnya, menembakkan meriam sihir ke arah kapal Charon, Altair mengarahkan perisainya ke depan menghalau serangan. Eugene mengarahkan tombaknya ke angkasa, lingkaran sihir berpendar ungu kehitaman, membentuk hujan tombak yang mengarah tegak lurus menuju kapal Charon, tiba-tiba, datang sapuan gelombang laut yang dikendalikan oleh trisula milik Leo yang menghalau tombak Eugene dari atas. Iris bersiap, ia menarik busur dan anak panah berwarna keemasan memelesat hingga sepuluh meter ke depan sebelum sirna dan memunculkan lima titik lingkaran sihir berwarna serupa, dari lingkaran itu muncul masing-masingnya tiga anak panah yang segera menembaki kapal lawan.
Namun Lysandra dengan kipasnya segera melibas anak panah milik Iris, anak panah sihir itu meledak di laut dan memicu gelombang yang membuat kapal menjadi bergoyang.
Serangan demi serangan diluncurkan, meriam-meriam sihir terus ditembakkan untuk saling menghalau seraya berlayar ke Donana--tujuan akhir mereka untuk memasuki Atlantis. Itu setidaknya sebelum datang tembakan dari helikopter yang melayang di atas mereka.
"Siapa?" gumam Ares.
"Intelijen sepertinya." Tiba-tiba saja, Nicholas sudah berada di geladak.
"Intelijen, kenapa?" Ares bertanya kembali.
"Tentu saja karena semua insiden ini, terlebih, para pasukan dari EC London sudah menjadi buron karena termasuk saksi yang ikut campur saat insiden Centaurus di Hotel Daedalus. Tidak ada sihir manipulasi di sini, Ares, oleh karena itu, para manusia biasa pun bisa melihat kita."
Sikon yang rumit, para intelijen itu pastilah juga akan menertibkan para pengguna sihir di sini, tapi sebuah keputusan harus segera diambil.
"Altair, bisa kau arahkan tamengmu untuk membuat helikopter itu menjauh?" tanya Ares.
"Tentu!" Altair mengarahkan perisainya, sebentuk lingkaran sihir turut melempar helikopter menjauhi mereka.
Namun, dua helikopter kembali datang menyerbu dan perlahan melayang turun, situasinya terbaca oleh Nicholas, jika ada tali yang turun, maka para intelijen akan turun mengganggu perang mereka. Segera ia meraih bahu kekar Ares dan membicarakan rencananya.
"Ares, para intelijen itu akan menyerbu ke kapal ini dan kapal lawan. Aku akan membuka gerbang Atlantis di Donana, tapi perang tetap harus berlanjut, kemudian, dua dari tujuh kesatria utama harus menggunakan teleportasi untuk menuju ke sana. Yang lain, akan menahan lawan dan para intelijen itu mendekat ke Donana, kau mengerti?"
Ares mengangguk, sekejap tubuh Nicholas hilang dan Ares segera menarik Leo dan Iris untuk berunding. Semua dilakukan dengan cepat, tepat saat tangga tali temali turun dari helikopter, sebuah pilar cahaya putih menembus langit pagi di ladang tandus di dekat pilar-pilar Hercules.
Cahayanya yang terang membuat seluruh pasukan berhenti menyerang selama sejenak, angin yang berembus besar merangkak dari tempat cahaya itu muncul, mengombakkan lautan dan menerbangkan debu-debu di pesisir Gibraltar.
"Sekarang!" perintah Ares.
Leo dan Iris bergandengan tangan, sebuah lingkaran sihir berwarna keemasan muncul di bawah telapak kaki mereka, lingkaran itu naik ke atas dan membuat tubuh Leo serta Iris meledak dalam serbuk-serbuk kekuningan. Pilar cahaya itu menghilang meninggalkan bangunan tinggi serupa Parthenon yang tiba-tiba muncul, bangunan Yunani klasik itu memiliki jalan-jalan setapak serupa cincin yang mengelilinginya.
Leo dan Iris tiba sekitar seratus meter dari bangunan utama yang terletak di tengah. Mereka terengah-engah dan sebagian surai rambut mereka telah berubah memutih. Tak lama setelah mereka sampai, terdengar suara pistol ditembakkan, Leo sigap menampis peluru panas itu dengan gagang trisulanya. Nicodemus berdiri di samping Jane yang menggenggam erat belatinya.
"Kau mau bibimu kembali, Iris?!" Teriak Jane dari seberang jalan.
"Bibi--di mana dia?!"
"Di kapal! Tapi kau harus membunuhku lebih dulu!" Jane mengambil langkah seribu.
Posisi Jane saat melakukan teleportasi menguntungkan bagi gadis itu, Jane berada lebih dekat lima meter dari bangunan utama. Iris mengejar di belakangnya, mencari jembatan yang menghubungkan antara cincin untuk bergerak lurus ke bangunan utama. Di sanalah kemungkinan besar Tekhne terakhir dan Guci Pandora terletak. Nicodemus terus menyerang dengan pelor panasnya, Leo menampik peluru-peluru itu dengan gagang trisulanya, sesekali ia menggerakkan sedikit air laut menjadi tameng di depannya dan di depan Iris. Agak susah menampik peluru itu sambil berlari, tetapi Nicodemus juga terlihat kesusahan memfokuskan bidikannya.
Tiba-tiba saja, sebuah lingkaran sihir berwarna putih muncul dari kaki Iris dan Jane, membuat tubuh mereka terperosok. Tahu-tahu mereka sudah terjatuh di lantai berwarna cokelat muda.
"Selamat datang," sambut Nicholas.
"Tekhne terakhir, jantung Hestia." Jane bangkit dan menyerbu Nicholas yang berdiri di depan Hestia.
Pembawa Anugerah Hermes itu segera menghadang tusukan belati milik Jane. Bilah logamnya berdentang dengan badan logam tongkat ular yang dipegang Nicholas. Iris menarik busurnya dan melepaskan anak panah, Jane yang merasakan ada gerakan dari belakangnya segera berkelit, tetapi belatinya terlempar oleh anak panah sihir milik Iris.
"Menyerah lah, Jane," ujar Nicholas. Jane hanya mengepalkan tangannya karena tidak bisa berbuat apa-apa.
"Serahkan bibiku, Jane." Ucapan Iris bergetar seiring tangannya yang menarik busur ikut bergetar.
"Turunkan dulu anak panahmu, Iris. Aku punya penawaran yang lebih baik." Nicholas membanting tongkatnya hingga pecah dan tergantikan oleh dua bilah pedang sepanjang satu meter yang tertancap di lantai.
Laki-laki itu berjalan ke arah seorang perempuan yang tersenyum hangat dengan pandangan mata kosong ke depan. Tangannya memeluk sebuah guci berukir yang tertutup kain dan tali anyaman.
"Guci Pandora adalah hukuman dari Zeus bagi pengkhianatan umat manusia atas dewa, dengan kecerdikan Prometheus tentu saja. Zeus sengaja menanam bom waktu yang memiliki cara kerja agar manusia terus terperangkap dalam perang saudara, terutama kalian, yang bisa kukatakan adalah anak-anak dari Pandora. Namun, ibaratnya komputer, Guci Pandora sudah terlalu tua, lama kelamaan terjadi kerusakan dan timbul anomali, itu adalah kalian berdua. Jane, mengakulah kalau kau sebenarnya ragu-ragu jika akan menusuk Iris, sebaliknya, Iris juga begitu kan?" Pertanyaan Nicholas membuat Jane dan Iris saling berpandangan.
Separuh hati mereka menolak fakta itu, Jane memang ditakdirkan untuk berperang dengan Iris, sementara Iris juga terlanjur sakit hati melihat ia dikhianati oleh Jane.
"Perang tidak akan memberikan dampak yang bagus, tetapi, kita bisa menghentikan perang dan perangkap siklus yang dibuat oleh Zeus dari Guci Pandora. Aku dan Hestia yang akan berkorban untuk menghancurkan guci ini, lalu waktu akan kenbalu berputar--meski begitu, yang sudah mati lebih dari 24 jam tidak akan bisa kembali." Jelas Nicholas. "Jika kalian setuju, angkat kedua pedang ini."
Iris dan Jane ternyata sama-sama bergerak maju dan mengangkat kedua pedang yang terwujud dari pecahan logam tongkat Nicholas, ujung gagang pedang itu berbentuk kepala ular.
"Bagus! Kalian setuju." Nicholas tersenyum mantap. "Teknisnya, aku akan membakar Guci Pandora bersama Hestia, seraya aku membakarnya, kalian harus saling menusuk dengan pedang itu."
"Apa?!" Jane membentak.
"Kau menyuruh kami saling menusuk?" Iris bertanya heran.
"Kedua pedang itu akan mendeteksi kalian sebagai anomali, sebuah bug, dan saat proses pemutarbalikan waktu, eksistensi kalian akan tetap ada. Berbeda denganku dan Hestia, kemungkinan eksistensi kami ada atau tidak ada sekitar 30 banding 70, cenderung tidak ada. Namun, kalian bisa kembali lagi sebelum perang ini dimulai, tetap bersahabat dan mulai dari awal, percayalah padaku." Nicholas memasang wajah serius.
Baik Iris maupun Jane memandang menembus mata cokelat milik Nicholas. Menangkap pendar keseriusan dari bola matanya, Iris dan Jane sepakat menjauh dan saling berhadapan.
"Terima kasih." Nicholas tersenyum tulus.
Lelaki itu membimbing Hestia untuk berdiri, kemudian mereka saling tersenyum. Iris dan Jane menangkap aura bahagia dan haru yang menggantung di antara mereka berdua. Setelah berbait-bait kalimat mulai dilantunkan, semburat surai-surai jingga muncul dari jantung Hestia yang terapit kedua tubuh yang saling berpelukan itu. Perlahan nyala api mulai melalap kedua tubuh itu, Nicholas berbalik, masih dengan senyum kebahagiannya, ia mengisyaratkan Jane dan Iris untuk melakukannya sekarang.
Kedua gadis itu bergetar, ragu dan ketakutan merambati tangan mereka yang siap untuk saling menusuk.
"Hitam dan putih bersatu padu, cahaya dan bencana saling menyatu, terputarbaliklah masa yang telah lalu."
Setelah Hestia dan Nicholas mengucapkan bait itu, Jane dan Iris serempak mengangkat pedang mereka masing-masing, dengan sekali hentakan kaki dan mendorong punggung mereka, bilah logam pedang itu mulai menembus dada Jane dan Iris. Guci Pandora mengeluarkan pendaran putih yang menyilaukan, Nicholas dan Hestia menutup mata mereka, Iris dan Jane terduduk kaku.
Guci yang ada di pelukan Nicholas dan Hestia meretak, lalu pecah meninggalkan kilau putih yang membutakan mata.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro