30
Mempersingkat waktu karena kondisi darurat, setelah berkumpul di Aula Pertemuan dan memberitahu kondisinya pada Master, enam kesatria utama tambah Iris dan Nyonya Rose segera berjalan menuju ruang teleportasi.
Altair memutuskan untuk memberikan dua orang untuk mendampingi Iris, gadis itu akan ikut masuk ke labirin dengan lima orang tim medis yang masing-masingnya juga didampingi dua orang. Saat kondisi genting, maka tim medis akan bergiliran masuk ke dalam medan perang dengan pengawalan yang bisa menyesuaikan sikon, dari dua orang hingga lima orang.
Pemindahan pasukan menggunakan teleportasi dilakukan secepat dan seaman mungkin dengan memindahkan enam puluh pasukan pertama, lalu enam kesatria utama ditambah dua puluh orang tim medis dan pasukan pengamannya--termasuk Iris. Lalu divisi sihir dipimpin oleh Nyonya Rose atas kuasa ketua divisi sihir ECHQ Athena, kemudian pasukan gelombang kedua akan disiagakan di dalam ruangan teleportasi untuk menunggu perintah.
Iris merasakan itu lagi, saat tubuhnya tiba-tiba saja tidak menapak pada apapun dan angin besar menyapu kulit dan rambutnya yang bebas dari kucir rambut.
"Ayo bergerak!" Ares dan Altair sudah mengambil tempat di bagian depan.
Enam puluh pasukan pertama di bawa oleh Ares dan Altair kini memasuki medan perang. Mengingat bahwa Iris akan berhadapan lagi dengan sihir-sihir yang sebelumnya ia bahkan tak menyangka kalau hal itu ada--justru karena kebanyakan malah hampir merenggut nyawanya--membuat jantungnya berdegup kencang hingga menembus lubang telinganya sendiri. Perutnya bahkan terasa diaduk dan apa yang terakhir ia makan hari ini--yang berarti sarapannya tadi--terasa mendesak ingin keluar dari kerongkongan.
Angin bahaya meniup berdesir membelai tengkuk Iris, membuat gadis itu harus terus membulatkan tekadnya untuk menyelamatkan pamannya. Tidak ada lagi berbaring di brangkar dan tidak tahu apa-apa mulai malam ini, cukup keluarganya sendiri yang merahasiakan hal besar yang Iris tidak tahu alasannya, dan karena inilah kesempatan untuk mencari tahu sendiri.
Rombongan mereka semakin mendekat ke sebuah tembok setinggi enam meter yang saling bertingkat menyesuaikan kondisi tanah yang memang semakin bertingkat, dinding-dinding tinggi yang bentuknya melingkar itu tersusun dari batu-batuan persegi panjang berwarna cokelat muda cenderung kekuningan.
"Labirin Daedalus," gumam Iris, masih tidak mengalihkan pandangannya terutama bagian tengah yang lebih mirip menara karena yang tiga kali lipat lebih tinggi daripada keseluruhan dinding.
Gadis itu mempercepat gerak langkahnya menyesuaikan derap pasukan. Perjalanan mereka menyusuri jalan raya menuju dinding itu tergolong lancar, meski mereka kesulitan melangkah dan mengatur jarak karena orang-orang yang pingsan. Sekitar satu menit kemudian, mereka memasuki sebuah gerbang lengkung berdaun pintu kayu yang sudah terbuka lebar.
Ares dan Altair memberi isyarat untuk berhenti dengan gerakan tangan mereka yang terangkat. Dengan sigap lima orang pasukan bergerak maju dan saling melihat arah kiri dan kanan sambil menyiagakan alat tembak yang merupakan satu-satunya jalur yang dapat dilewati. Setelah mengangguk tanda aman, sang komandan dan wakil komandan menurunkan tangan mereka dan membawa rombongan kembali bergerak maju.
Baru dua puluh meter berjalan, serangan anak panag memelesat dari atas mereka. Divisi sihir segera mengerahkan perisai magis yang menjadi perlindungan mereka, lalu suara derap kaki kuda yang berlari terdengar dari arah depan dan belakang rombongan.
"Apa itu? Centaurus?" Altair mengarahkan pasukan maju untuk membuka jalan, menyerang sepasukan manusia setengah kuda.
"Mereka benar-benar niat menyerang kita, ya?" ujar Ares masih dengan ekspresi yang dingin dan berwibawa. Ia mengarahkan pedangnya ke atas untuk memerintahkan pasukan di belakang untuk menyerang sepasukan Centaurus.
Sepuluh pasukan maju dari bagian depan dan belakang, menyerang sepasukan manusia setengah kuda yang membawa pedang berukuran sekitar lima puluh sentimeter dengan pinggiran tajam yang melengkung-lengkung siap menggancu leher siapapun di hadapan mata kosong mereka.
Pasukan berpedang menarikan bilah tajam mereka dengan gumam-gumam mantra yang menambah kekuatan serangan mereka. Beberapanya berhasil menyabet lengan atau kaki pasukan-pasukan manusia setengah kuda, darah berwarna hitam yang berbau amis dan busuk serta merta mengotori pakaian mereka yang berwarna putih serta menghilangkan kilauan perisai emas yang melindungi tubuh mereka.
"Maju!" teriak Ares.
Sepuluh pasukan maju kemudian disusul oleh seluruh rombongan termasuk enam kesatria utama dan Iris, sepuluh pasukan yang pertama dan kedua membuka jalan bagi mereka untuk terus maju.
"Kuda-kuda Centaurus akan meringkik bangkit dari maut, orang-orang yang berlumuran dosa mulai melangkah lebih jauh, dan harapan di lain tempat membutuhkan harapan lain untuk saling membantu, tinggal menunggu waktu, siapa yang akan berhasil merebut." Berenike bergumam hingga mampu didengarkan Chelsea.
"Apa itu?" tanya Chelsea sambil sesekali memetik senar liranya.
"Peringatan dari Hermes, tepat sehari sebelum kalian sampai di sini."
Rombongan mereka kali ini bukan saja berjalan, melainkan terus berlari di sepanjang koridor melingkar selebar enam meter dengan dihadang oleh pasukan Centaurus yang terus keluar dari balik-balik dinding rumah dan belokan-belokan.
Labirin Daedalus dirancang untuk tidak dapat dipecahkan, sekalipun itu adalah rakyat Raja Minos sendiri, kecuali sang pembawa benang, Iris tahu itu. Bahkan sang pembuatnya yang ingin segera bebas harus rela berubah menjadi burung untuk terbang dari pusat labirin, tetapi karena tantangan menghabisi Minotaur tidak disebutkan, menurutnya, Mereka bisa saja nanti keluar tanpa tersesat. Surat ancaman itu hanya memuat tentang Daedalus dan putranya, sayangnya, malam ini tidak berminat untuk membaca surat ancaman dwimakna itu dari sisi yang dapat membuatnya berpikir negatif.
Merekalah Icarusnya, merekalah yang akan mati, bukan dirinya ataupun pamannya.
Di setiap ada percabangan, Ares memecah pasukan untuk mengecek jalur lain, semua dilakukan bersamaan dengan membagi pasukan untuk membuka jalan dari serangan Centaurus. Iris tak tahu apakah pasukan gelombang kedua sudah dikirim ke mari, tetapi melihat pasukan yang ada di pihaknya sekarang belum mengalami pengurangan yang signifikan membuatnya aman. Meski begitu, divisi sihir dan tim media juga mulai disebar di segela penjuru cabang koridor.
Sementara Iris dan enam kesatria utama terus maju mendekat ke arah bagian tengah labirin. Ia melihat dari belakang bahwa Leo sudah menggendong trisulanya di punggung, Chelsea memondong liranya, Berenike yang memeluk sesuatu, kemudian Ares dan Altair bergantian mengangkat pedang dan tombak mereka. Iason tidak bersama mereka malam ini, meski Iris baru saja mengenalnya, gadis itu berharap bahwa Iason baik-baik saja.
Semakin dekat, noda di punggung tangannya terasa semakin memanas seiring degup jantungnya dan aliran adrenalin yang deras sederas keringatnya, dinginnya salju yang turun kini mampu ia bunuh karena telah berlari selama lebih dari dua puluh menit dengan landasan yang terus naik.
"Selamat datang!" sambut seorang pria di salah satu cabang belokan. Ia membawa dua batang seruling.
Iris mengenalnya, ia pernah melihat itu saat berada di London.
"Semuanya tutup telinga dan segera berlari dari sini!" Chelsea mengambil perintah, ia melancarkan sihirnya membentuk sebuah kubah yang memaksa rombongan lain untuk terus maju meninggalkan Chelsea di persimpangan.
"Putri Apollo, mampukah kau melawan ilusiku?" laki-laki pembawa seruling itu menyeringai.
"Lawanlah aku dan jangan banyak bacot." Petikan lira Chelsea dan lelaki itu dimulai bebarengan, dan cahaya-cahaya segera membiaskan diri mereka membentuk selubung ilusi.
Berlari tiga puluh meter berikutnya, sebuah tombak melayang lurus di depan Leo. Lagi-lagi, pasukan kembali terpecah selagi Leo membereskan seorang lelaki cepak yang menyerangnya. Dua puluh meter berikutnya, Berenike undur diri untuk melawan pasukan Centaurus yang lebih banyak dengan membawa sebuah kitab tebal yang baru kali ini dilihat Iris.
Rombongan utama bergerak semakin dekat menuju bagian tengah labirin. Dan di sana, seorang pria dengan pandangan kosong, dengan dua buah tanduk banteng di kepala dan setengah tubuh kuda di bagian belakangnya berdiri menatap pintu besar.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro