Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

25

"Berhenti, kalian tidak diijinkan maju lebih dari ini." Rombongan EC London mematuhi perintah sang ibunda para Moirai, sepuluh meter di depan wanita penuh benang.

"Selamat datang, Pasukan Elpis, dua dari Tujuh Kesatria Utama, Penyihir terhebat, dan Putri Brooke."

Iris dapat melihat, di bawah naungan atap landai khas kuil-kuil Yunani, duduk tiga orang wanita dengan umur yang berbeda-beda di singgasananya yang serupa sofa tebal dengan lapisan kain beludru halus.

"Putri Brooke, apa kabar ibumu sekarang?" ujar seorang gadis berusia empat belas tahun yang sibuk mengulur benang dari bola benang raksasa di sebelahnya.

"Kau tidak lihat warna benangnya, adikku?" Kali ini, wanita paling ujung yang memakai tudung kepala menyahut dengan suaranya yang serak.

Iris baru sadar wanita itu memiliki kulit tangan keriput dengan punggung yang membungkuk, wanita tua itu sibuk menggunting benang yang sudah dibagi remaja yang ada di tengah.

"Oh, sudah mati ya?" tanya remaja di tengah yang memecah benang dengan sapuan sihirnya, remaja yang duduk di tengah kira-kira seumuran Iris.

Iris risi dengan ucapan dan perlakuan mereka, tetapi Nyonya Rose segera mengambil alih dan mengatakan tujuannya.

"Itu sulit dilakukan," ujar wanita paling tua.

"Ingatan yang sudah dikunci itu bisa saja kami masuki, tapi kami menghargai privasi." Yang paling kecil menimpali.

"Itu betul." Remaja di tengah menerima uluran benang baru lagi.

"Tolonglah!" Iris berseru. "Ini penting, aku harus mengetahui orang tuaku, dan apa yang mereka sembunyikan, dan juga bibiku ...." Iris menunduk, berusaha tidak menangis dengan mengepalkan tangannya.

"Yah, kalau kalian memaksa," gadis remaja yang berada di tengah menggunakan tangannya untuk melayangkan mangkok dari anyaman akar berduri, di dalamnya ada benang berwarna emas.

"Itu adalah benang kehidupanmu, kau akan kami arahkan hanya untuk melihat masa lalumu saja." Yang paling kecil menjelaskan peraturannya.

"Melihat masa depan adalah pelanggaran rahasia." Wanita yang paling tua memperingatkan.

"Satu lagi alasan klasik yang harus dipatuhi. Kecuali Putri Brooke, berbaliklah dan jangan pernah menengok ke belakang hingga rituak selesai," yang paling muda mengisyaratkan semua orang kecuali Iris untuk berbalik.

"Ibu, bisakah kau?" Anaknya yang  bahkan lebih tua dari sang ibu meminta tolong.

Ibunya yang mengantar rombongan EC London masuk ke dalam kuil mengarahkan timbangannya ke atas, kemudian menyapukan timbangan itu ke seluruh ruangan diikuti oleh para wanita berkerudung. Dari bawah kaki Leo tiba-tiba saja muncul lingkaran sihir berwarna emas, kurang dari semenit, lingkaran itu meledak dan menumbuhkan dinding kaca heksagonal di sekeliling Leo. Begitu juga yang mengurung Chelsea dan Nyonya Rose.

"Jangan berbalik, hancurkan dinding itu!" Sang Ibunda memerintah.

Melihat hal itu, Iris bergerak gelisah, apakah ini benar? Apa dia akan selamat? Apa ini jebakan? Ia akan mati di tempat gaib ini?

"Tenang, Putri Brooke, pejamkan matamu." Nenek tua itu menyeringai, dan itu tidak membuat Iris merasa dua kali lebih nyaman, sebaliknya ia menjadi dua kali lebih gelisah.

Namun, pada akhirnya, ia tetap menuruti hati kecilnya untuk memejamkan mata. Tak lama setelah napasnya mulai teratur, gadis itu mulai mendengar sebuah suara yang saling tumpang tindih dan menggema, suara banyak wanita yang memainkan paduan suara vokal dengan gaya seriosa.

Berkat itu, rasanya ia tidak tahu harus berterima kasih atau mengumpat karena kegelisahannya meningkat sepuluh kali lipat. Suara-suara yang meski hanya memainkan satu huruf hidup itu menggetarkan tiang-tiang dorik setinggi lima meter di sekelilingnya, Iris takut-takut bahwa tiang itu akan ambruk mengenai dirinya.

Lalu gadis itu bisa merasakan angin hangat yang membelai kulitnya menjadi semakin dingin dan kuat,membuat rambutnya yang dikucir semakin ke sana ke mari terbawa angin yang seakan berputar-putar di sekitarnya.

Tingkat kegelisahannya kini naik entah ke puluhan kali lipat.

Dan tiba-tiba saja, tubuhnya jatuh. Benar-benar jatuh seakan lantai yang dipijaknya runtuh oleh tarikan gravitasi. Mulutnya terbuka--gadis itu berteriak. Namun, suaranya lesap.

Memutuskan membuka mata karena suaranya yang hilang, Iris mendapati dirinya tenggelam secara perlahan ke dalan ruangan yang sangat ia kenali. Ruangan dengan banyak benang-benang adegan yang bercabang ke segala arah, dan ia tahu bahwa ia akan di bawa ke manapun cabang dari anyaman benang rumit itu.

Di telinganya, suara paduan suara itu masih ada, tetapi lirih. Hingga dia ada di cabang tertentu, ia akan berhenti tenggelam, melihat bahwa dirinya sudah lahir ke dunia dan dipeluk oleh wanita yang mempunya rambut dan bola mata mirip dirinya.

'Ibu.' Mulutnya seakan memanggil wanita itu.

Lalu muncul seorang laki-laki dengan tulang rahang yang cenderung kotak, ia berkacamata dengan bekas kerokan yang tipis di dagunya.

Tubuh gadis itu tenggelam lagi. Terbawa ke cabang lain benang untuk menelusuri masa lalunya yang dikunci.

Ia melihatnya dengan jelas saat ia mulai mengucapkan kata pertamanya, kemudian ia tenggelam lagi lebih jauh. Iris melihat pemandangan natal itu lagi, yang penuh dengan suasana riang gembira.

Lagi, gravitasi gaib menariknya lebih jauh ke jurang-jurang kenangan yang mewujud dalam jalinan benang-benang yang bercabang ke segala arah.

Kini, Iris dapat melihat kenangannya dengan jelas, wajah ibunya yang mirip dengan dirinya,tetapi jauh lebih teduh. Wajah ayahnya yang berwibawa dan penuh kasih sayang dalam satu waktu. Gadis itu juga dapat mendengar dengan jelas setiap dialog yang terjadi di dalam kenangan-kenangan yang sekarang mampu ia lihat dan ia ingat.

Hingga tiba saatnya, tubuhnya tak lagi jatuh meski kakinya tidak menapak pada apapun. Ia benar-benar melayang, dan apapun yang di sekelilingnya adalah kenangan terakhir yang harus ia ingat dan harus ia lihat.

Iris melihat versi kecil dirinya, sedang duduk asyik menghadap televisi, sementara itu di sekelilingnya penuh dengan tas dan juga koper-koper. Ayah dan Ibunya duduk di meja makan tak jauh dari Iris. Suara televisi yang disetel Iris memang keras, tetapi Iris yang sekarang menonton ingatannya itu, dapat mendengar bisik-bisik ayah dan ibunya yang memasang muka khawatir.

"Serangan itu semakin intens, bukan?" ujar Ibunya.

"Ya, ini hanyalah satu-satunya hal yang tepat," ayahnya menjawab.

"Apakah kita akan bersama?"

"Tentu saja." Ayahnya menggamit tangan ibunya sambil tersenyum hangat. "Tetapi, Iris adalah prioritas kita kali ini." Ayahnya menoleh ke Iris kecil yang masih saja menonton televisi.

"Aku kasihan padanya, suatu saat mantra itu pasti akan membuatnya kesakitan." Mata teduh ibunya memandang sedih. "Kau tahu kan,kalau dia adalah--"

Lalu, sebuah retakan muncul, sulur-sulur berdiri merekan dari cuilan retakan yang membuat memoar berhenti.

'Tidak! Jangan!'

Memoar itu berlanjut ke samping kirinya, di mana ia melihat sekawanan orang menjebol pintu masuk. Lalu muncul retakan yang membuat rekaman berhenti, sulur-sulur bukan saja merekah dan menutupi layar memoarnya, melainkan menyasar Iris dan membelitnya.

Memoar itu berputar terus ke sebelah kirinya, di mana-mana sinar-sinar ungu ditembakkan menghancurkan apapun di depan mereka. Ia dan ibunya berlari ke dalam kamar membawa koper.

"Pejamkan matamu, Iris." Ia dan ibunya menangis tersedu-sedu seiring suara tembakan yang memekakkan telinga terus muncul.

"Ibu, ayah ... ayah masih di sana," ujar Iris kecil di sela-sela isakannya.

"Ayah, akan menyusul kita, oke? Sekarang pejamkan matamu, ibu mohon."

Lalu memoar yang ia lihat menggelap, seluruh layar berubah menjadi keabuan--seluruh jurang itu berubah menjadi layar keabuan rusak dengan iringan paduan suara mendecit yang memekakkan telinganya, dan sulur-sulur duri itu terus mengikatnya. Napasnya sesak dan duri-duri terus menembus tubuh ringkihnya.

Tiba-tiba saja, jurang memoar itu meledak, dan seluruh sulut berduri berlomba-lomba mengikat Iris, menelan dalam dekapannya yang menyiksa.

'Tidak!'

"AAA!!"

*
Music: A Beautiful Song
From: NieR:Automata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro