Scene six
Aletha sudah menyuruh Felix untuk bersikap normal dan tidak menciptakan masalah selama dia pergi ke sekolah. Dan semoga saja Felix benar-benar mematuhinya.
Jadi, ketika urusan sekolah selesai dan Aletha tiba di rumah, dia langsung menghampiri kamar Felix.
Aletha mengetuk pintu tiga kali. "Felix, kau di dalam?"
Tidak ada jawaban.
"Felix?"
Aletha memutar kenop pintu. Pintu terbuka perlahan. Namun, tidak ada siapa-siapa di sana. "Di mana dia?" gumam Aletha seraya masuk ke dalam kamar.
Aletha mengedarkan pandangan ke sekeliling. Sampai matanya menemukan sebuah benda berbentuk persegi panjang--kecil, hingga dapat digenggam penuh satu tangan--di atas meja. Aletha menghampiri benda tersebut.
Aletha memerhatikan benda kecil yang memiliki serangkaian tombol asing baginya.
"Sedang apa kau di sini?"
Aletha terlonjak mendengar suara Felix. Buru-buru dia memasukkan benda kecil itu ke dalam saku jaketnya. Lalu dia berbalik, menghadap Felix.
Aletha berdehem, melepas kekagetannya seraya berkata, "Dari mana saja kau? Aku mencarimu. Kau tidak membuat masalah selama aku pergi ke sekolah, 'kan?"
Felix menampilkan senyum sarkastis dan iseng yang membuat Aletha ingin sekali menonjok wajahnya. Persetan dengan tampan yang tempo hari dia ucapkan. "Tenang saja, aku tidak membuat masalah apapun. Justru, aku baru saja menyelesaikan salah satu masalahku."
"Entah aku harus percaya atau tidak dengan ucapanmu. Karena senyummu berkata lain," gerutu Aletha. "Tapi, lupakan soal itu. Aku mencarimu karena ingin menanyakan sesuatu."
Felix mengangkat kedua halisnya, menunggu ucapan Aletha selanjutnya.
"Di mana kotakku? Aku sudah membiarkanmu tinggal di sini. Jadi, sesuai perjanjian, kau harus mengembalikan kotakku." Aletha melipat kedua tangannya.
Felix berdecak. "Sudah kuduga," gumamnya.
"Kau tidak membukanya, 'kan?!" desak Aletha.
"Jika aku mengembalikan kotak itu padamu, apa yang akan kau lakukan setelahnya?" tanya Felix seraya menaikkan sebelah alisnya.
Aletha menghela napas kesal. "Jangan jawab pertanyaanku dengan pertanyaan lain, bodoh! Cepat kembalikan saja kotakku!"
Felix berjalan mendekati Aletha. Membuat Aletha bersikap waspada, langkahnya ikut mundur dengan teratur. Hal itu menciptakan senyum misterius di wajah Felix. "Aku menaruhnya di tempat yang aman. Kau tidak perlu khawatir. Anggap saja kotak itu sebagai jaminanku tinggal di sini. Aku berjanji akan mengembalikannya di waktu yang tepat."
"Dan kapan waktu yang tepat itu?" tanya Aletha sembari menirukan gaya bicara Felix, guna menghina sebenernya.
Felix tampak berpikir. Wajahnya berubah keras. Hanya sesaat, hingga Aletha tidak yakin apakah ekspresi itu nyata karena terasa sangat janggal di wajah Felix yang biasa menunjukkan seringai licik.
"Jika aku menjawab itu, maka akan semakin banyak pertanyaan yang keluar dari mulutmu," ucap Felix akhirnya.
"Jangan bermain teka-teki denganku, Felix!" ujar Aletha semakin kesal.
"Aku juga tidak ingin bermain teka-teki dengan manusia, Aletha. Tapi, hidupku taruhannya." Felix menggeram, tapi tak menurunkan pendirian Aletha.
Aletha justru menodong Felix dengan pertanyaan, "Apa yang membuat hidupmu dipertaruhkan?" Dia tidak melepaskan pandangannya dari Felix barang sedetikpun. Menurutnya, Laki-laki di hadapannya itu penuh dengan misteri.
Felix terdiam cukup lama. Sehingga Aletha pikir dia sedang merangkai kata demi kata untuk memberi Aletha penjelasan. Namun, yang keluar dari mulut Felix justru di luar dugaannya. "Pembicaraan ini selesai."
Lalu Felix keluar dari kamar begitu saja, meninggalkan Aletha.
Aletha menggigit bagian dalam pipinya. Sakit. Tapi itu sedikit membantunya meredam kekesalan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro