Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part XVIII

"Noona, apa yang kau lakukan?" Tanya Wonho pada Yiseul yang tengah mencoret2 ruas tangan lelaki berotot itu.

"Aku sedang membuat kode" Jawab Yiseul

Alis Wonho saling bertaut mendengar jawaban yang Yiseul berikan bersama tatapannya yang mengarah pada ruas jarinya sendiri.

"Sudah selesai" Tukas Yiseul sembari mengukir senyum lebar di wajahnya.

"Apa ini?"

Wonho menatap ruas pertama jari telunjuk sebelah kirinya yang Yiseul coret dengan satu buah garis melintang. Juga ruas kedua jari tengah sebelah kanannya yang dicoret dengan 2 garis melintang oleh polisi wanita tersebut.

"Itu kode" Dengan senyum misterius Yiseul kembali menjawab.

"Kode? Kode apa ini?"

"Kau tidak tahu? Hyunwoo tak mengajarimu soal ini?" Bukan menjawab Yiseul justru balas bertanya pada Wonho.

"Ada apa? Kenapa menyebut namaku?"

Hyunwoo sosok yang menjadi topik pembahasan Yiseul dan Wonho sudah berada disana dan menyerahkan dua cup americano pada rekannya.

"Ini...." Wonho menunjukan kedua belah tangannya setelah meletakkan americano pemberian Hyunwoo di atas meja "...kau tahu apa maksudnya?" Tanya pria itu kemudian.

Hyunwoo menatap jari Wonho, lantas tersenyum sambil mengarahkan tatapannya pada sosok Yiseul yang juga merekahkan kurva serupa dengannya.

"WH"

"WH?" Ulang Wonho sambil kembali menatap ruas2 jarinya.

"Itu inisial namamu jika dieja dengan tulisan latin" Jelas Hyunwoo.

Memutar bola matanya malas, Wonho melayangkan tatapan datarnya pada Hyunwoo kemudian. Dia juga tahu kalau WH adalah inisial namanya dalam bahasa latin, jadi Hyunwoo tak perlu menjelaskan lagi padanya. Wonho juga bukan orang bodoh yang tak tahu hal itu dan pria Shin itu yakin Hyunwoo juga mengetahui hal tersebut.

"YA! Kau pikir aku tak tahu kalau WH itu inisial namaku?" Menyuarakan protes Wonho berujar sambil menunjuk wajah datar Hyunwoo.

"Aku juga tahu itu inisialku, yang aku tidak tahu adalah....kenapa kau bisa melihat ini sebagai tulisan WH" Lagi Wonho beurjar sambil mendekatkan kedua telapak tangannya kearah rekan sekaligus atasannya tersebut.

Hyunwoo menjauhkan wajahnya dari jangkauan tangan Wonho, kemudian ikut menunjukan telapak tangannya pada sang sahabat.

"Letakkan alphabet di ruas jarimu dimulai dari ruas jari kelingking sebelah kanan. Setelah itu kau hanya terus mengurutkan dengan atas ke bawah berulang2" Jelas Hyunwoo.

"Lalu...setelah ruas jari sebelah kananmu sudah habis, mulai lagi mengurutkan alphabet ke tangan sebelah kananmu. Tapi kau harus memulai dari ruas ibu jari sebelah kiri, sebab alphabet terakhir di tangan kananmu berakhir di ruas ibu jari terakhir"

Memutar kembali telapak tangannya, Wonho mengamalkan apa yang Hyunwoo katakan. Sebuah senyum pun terbit di wajah tampan lelaki itu beberapa saat kemudian, bersama mulutnya yang membentuk huruf 'o'

"Sudah paham?" Tanya Yiseul sambil terkekeh geli menatap Wonho.

"Sudah" Jawab Wonho mengangguk antusias

"Kau harus mengingat itu, karena itu akan menjadi kode diantara kita bertiga" Lagi Yiseul berujar yang hanya dibalas anggukan oleh rekan satu timnya tersebut.

-

-

-

Seminggu sudah berlalu semenjak kematian Yiseul, dan kedua rekan polisi Hwang tersebut hanya mengantungi 1 petunjuk kematian. Wonho dan Hyunwoo bahkan tak mengatakan petunjuk tersebut pada satu pun orang yang ada di kepolisian, karena tak ingin ada mata2 yang mengetahui perihal tersebut.

"Jadi menurutmu ini pekerjaan Erebus?" Hyunwoo bertanya pada Wonho yang tengah menyesap kopi miliknya.

Keduanya sedang ada di cafe langganan mereka, guna membahas perihal petunjuk yang mereka temukan. Hyunwoolah yang mengusulkan hal tersebut dan Wonho hanya mengikuti permintaan sang atasan tanpa banyak bertanya.

"Ne" Jawab Wonho setelah menelan cairan pekat tersebut.

"Kenapa kau berpikir itu perbuatan Erebus? Aku justru berpikir itu ulah Pandora" Hyunwoo mengemukakan pemikirannya.

"Tak mungkin itu Pandora" Bantah Wonho.

"Kenapa? Kenapa tak mungkin?"

Wonho diam sesaat mendengar pertanyaan yang Hyunwoo lontarkan dan hal itu membuat rasa curiga sang atasan semakin bertambah pada rekannya tersebut.

"Kau tahu sendiri cara kerja Pandora bukan? Mereka...tak melukai orang2 baik. Selama ini korban kelompok mereka hanyalah kriminal2 yang bebas dari tangan hukum. Jadi...aku berpikir kalau ini bukanlah perbuatan Pandora"

"Kau benar tentang itu, tapi...bisa saja mereka memiliki alasan lain saat ini bukan? Dan mungkin karena alasan itu mereka membunuh Yiseul noona" Hyunwoo masih tak terima dengan apa yang Wonho paparkan.

Mendengar penuturan dari Hyunwoo, Wonho hanya bisa diam. Jujur pria bermarga Shin itu juga curiga dengan kelompok Pandora, namun ada sisi hatinya yang terus membantah hal tersebut. Wonho seolah tak mau terima kalau semua ini adalah ulah Pandora, terlebih setelah ia tahu kalau sosok Sooran adalah bagian dari kelompok kriminal tersebut.

"JH, itu pesan kematian Yiseul noona" Suara tenang Hyunwoo terdengar menegaskan kembali satu bukti yang sudah mereka dapati dari jasad Yiseul.

Baik Wonho dan Hyunwoo paham benar, kalau itu adalah pesan kematian dari Yiseul yang berusaha megungkap identitas pembunuhnya.

"Junhong, tidakkah kau berpikir ini adalah inisial nama orang itu?"

"Iya, mungkin bisa jadi itu memang inisial pria itu"

"Mungkin?" Kerutan samar terukir di dahi Hyunwoo mendengar jawaban yang Wonho lontarkan.

Bahkan wajah tenang yang selama ini sangat identik dengan seorang Son Hyunwoo sudah tak lagi terlihat hanya karena mendengar jawaban dari sang sahabat.

"Shin Wonho ada apa denganmu? Bagaimana kau bisa menguncapkan kata mungkin setelah melihat pesan kematian dari Yiseul noona"

"Itu karena ada banyak kemungkinan2 yang lain, Son Hyunwoo"

"Kemungkinan? Kemungkinan apa!?"

Wonho diam sambil meremat cangkir kopi miliknya, sementara sosok Hyunwoo menatap tajam sang sahabat seolah ingin menguliti pria itu hidup2.

"Ada banyak hal yang kupikirkan sekarang, jadi...sebaiknya jangan membahas hal itu sekarang" Wonho akhirnya buka suara setelah membiarkan senyap bermain cukup lama diantara mereka.

"Apa?"

"Aku harus pergi menyelidiki beberapa hal, nanti jika aku sudah mendapatkan jawabannya...kita bisa membahas ini lagi"

Bangkit dari kursi yang ia duduki, Wonho pun bersiap pergi meninggalkan Hyunwoo. Namun baru beberapa langkah, lengan kekar lelaki itu sudah ditahan oleh Hyunwoo.

"Kemana kau akan pergi?" Tanya Hyunwoo dengan tatapan penuh selidik

"Hyunwoo..."

"Katakan kau mau kemana! Jika kau tidak mengatakannya, maka aku takkan mengizinkanmu pergi"

Menghela nafas berat Wonho menundukan pandangannya sesaat guna menghindari tatapan tajam Hyunwoo.

"Tidakkah bisa kau membiarkan aku pergi tanpa banyak bertanya?" Tukas Wonho masih dengan tatapan yang megarah kelantai.

"Hanya sekali Hyunwoo-ya, hanya sekali ini"

Kali ini Wonho membawa pandangannya bertemu dengan manik kelam Hyunwoo, membuat pria tan itu bisa mendapati raut kesedihan dari sepasang iris milik Wonho. Perlahan genggaman tangannya pun terlepas dari lengan kekar rekan satu timnya tersebut.

"Aku takkan lama" Wonho memukul pelan pundak Hyunwoo kemudian berlalu tanpa menunggu jawaban dari atasnnya itu.

*

"Mau kemana?" Tanya Hyungwon ketika melihat sosok Sooran yang sudah nampak rapi.

Yang ditanya tak merespon, hanya berjalan melewati Hyungwon begitu saja. Hal itu jelas saja membuat pria jangkung bermarga Chae itu mengernyit bingung.

"Lee Sooran, kau mengabaikanku?" Menyiratkan rasa tak suka, Hyungwon menyusul Sooran yang kini tengah memakai sepatu miliknya.

"Hey, nona muda...aku bicara padamu!" Lagi Hyungwon berujar manakala Sooran sudah akan beranjak dari apartementnya.

Tangannya sudah menahan lengan Sooran, membuat gadis itu mau tak mau menoleh kepada Hyungwon.

"Aku hanya pergi sebentar, jadi tolong lepaskan aku" Pinta Sooran sedikit memelas.

"Aku tak bertanya kau pergi lama atau sebentar, aku bertanya kau mau pergi kemana?" Hyungwon masih enggan melepas genggaman tangannya dari lengan Sooran.

Sooran berdecak kesal "Aku mau menemui seseorang"

"Siapa orang yang mau kau temui?"

"Hyungwon..."

"Siapa...Orang yang ingin kau temui?"

Nada suara Hyungwon berubah dingin dan itu bukanlah hal yang baik buat Sooran. Chae Hyungwon sosok yang jarang menunjukan sisi dominannya pada Sooran, karenanya ketika pria kurus itu memperlihatkan hal itu, Sooran sedikit merasa takut.

"Aku mau menemui polisi Shin"

"APA?" Hyungwon berujar setengah memekik "YA! LEE SOORAN APA KAU GILA? BUAT APA KAU MENEMUI POLISI ITU?" Tambah Hyungwon lagi, dengan nada suara yang kian meninggi.

"Ada yang ingin kujelaskan, jadi aku harus menemuinya"

"Tidak!!! Kau tak perlu menjelaskan apapun. Sekarang kembali ke dalam dan jangan bergerak kemanpun!" Hyungwon mencoba menarik tubuh Sooran.

Namun bukan Sooran namanya jika tidak keras kepala, jadi gadis mungil itu pun sengaja menusuk lengan Hyungwon dengan obat bius yang dia miliki. Hal itu memang sudah direncanakan oleh gadis tersebut omong2, Sooran paham kalau Hyungwon takkan dengan mudah mebiarkan dia keluar jadi ia pun sudah mempersiapkan rencana cadangan untuk mengatasi pria tersebut.

"Kau..." Tubuh Hyungwon mulai terhuyung kebelakang karena rasa pusing yang ia derita.

"Mianhae, aku janji akan kembali" Tak mau membuang waktu, Sooran pun segera beranjak keluar dan meninggalkan Hyungwon yang mulai tak sadarkan diri.

*

Hyunwoo tengah berada di sebuah caffe daerah Jamsil kini, menatap sosok Sooyoung yang sejak beberapa menit lalu ia awasi. Pria bermata sipit itu tengah asik memainkan ponselnya sambil sesekali menatap kearah pintu masuk, memastikan seseorang yang ia nanti muncul disana.

"Kenapa lama sekali?" Suara gerutuan Sooyoung terdengar dari alat penyadap yang Hyunwoo kenakan di telinganya.

Pria Son itu cukup berterimakasih pada si pencuri kecil Haemi yang mau membantunya memasang alat penyadap di meja milik Sooyoung. Gadis itu bahkan melakukan aksinya dengan sangat baik dan tak membuat Sooyoung merasa curiga kepadanya.

Ponsel Sooyoung berbunyi, dan Hyunwoo bisa melihat salah satu anak buat Pandora itu segera mengangkat panggilan tersebut.

"Yeoboseyo"

"..."

"Ne, aku sudah berada di tempat yang hyung katakan"

"..."

"Belum, Zero belum tiba"

"..."

"Entahlah mungkin dia sedikit terlambat"

"..."

"Aku mengerti hyung, jangan cemas. Kau tahu bukan kalau aku sangat bisa diandalkan"

Dari kejauhan Hyunwoo melihat Sooyoung merekahkan senyum bangga, sebelum akhirnya pria yang lebih pendek darinya tersebut menutup panggilan teleponnya.

Senyap beberapa saat, hingga tiba2 Sooyoung melambaikan tangan kearah pintu masuk. Spontan Hyunwoo pun mengarahkan maniknya searah dengan pandangan Sooyoung. Senyum miring penuh arti pun terukir di wajah dingin pria Son tersebut, kala melihat sosok Junhong berdiri disana bersama dengan Daehyun di sisinya.

"Kau menunggu lama?" Daehyun berujar sembari duduk di hadapan Sooyoung

Sooyoung hanya menggeleng pelan sambil tersenyum, lantas menoleh pada Junhong yang juga duduk di hadapannya.

"Mau kupesankan sesuatu Ze?" Tanya Sooyoung

"Tidak usah, aku tak punya banyak waktu" Junhong menjawab dengan nada suara yang terdengar begitu dingin di telinga Hyunwoo.

Tawa pelan Sooyoung urai, bersamaan dengan tangannya yang mengeluarkan sebuah amplop cokelat dari dalam ransel miliknya.

"Semua info yang kau perlukan ada di dalam amplop itu"

Junhong cepat membuka amplop pemberian Sooyoung dan membaca isinya dengan detail. Sesekali dahi pria Choi itu dihiasi kerut halus, namun beberapa saat sebuah senyum samar terukir di wajahnya.

"Ini sudah semuanya?"Tanya Junhong

"Sudah"

"Kalau begitu aku akan membawa ini bersamaku"

"Silahkan"

Junhong menatap Daehyun sekilas dan membiarkan pria bermarga Jung itu memberikan Sooyoung amplop putih. Dengan senyum lebar Sooyoung pun menerima amplop tersebut dan langsung memeriksa isinya.

"Wah, sepertinya aku bisa berpesta nanti malam" Dengan nada puas, Sooyoung kembali berujar.

Tak menanggapi ucapan Sooyoung, Junhong memilih bangkit dari duduknya diikuti oleh Daehyun.

"Oh ya Ze" Junhong yang akan melangkah menghentikan tubuhnya mendegar panggilan dari Sooyoung.

"Kurasa Sooran bisa mengambil tempat dalam rencana kita kali ini. Karena...kurasa dia cukup berpengalaman dengan itu"

Seketika mata Hyunwoo membulat, bahkan pria Son itu nyaris menjatuhkan ponsel yang sejak tadi ia pegang.

"Hubungan kami sedikit tak baik akhir2 ini" Dengan nada putus asa Junhong menjawab

"Ayolah Ze, kau tahu Sooran takkan bisa berlama2 marah padamu"

Junhong menghela nafas pelan, kemudia berujar "Akan kupikirkan"

Pria Choi itu pun berlalu setelah mengatakan hal tersebut, meninggalkan sosok Sooyoung yang tampak bahagia dengan imbalannya. Juga sosok Hyunwoo yang kaget dengan kenyataan yang ia dapati.

"Shin Wonho, apa kau tahu mengenai hal ini?"

*

Tanpa tahu apa yang tengah terjadi, sosok Wonho justru tengah berada di tepi pantai kini menanti Sooran yang beberapa waktu lalu dia hubungi. Lelaki itu ingin mendapatkan kejelasan, karena itu dia meminta gadis pujaannya itu menemui dirinya di tempat itu.

Wonho mencoba mengatur perasaannya, berharap dirinya siap dengan apapun yang nanti ia dengar. Berkali2 pria kekar itu merapalkan kalimat2 motivasi yang bahkan sama sekali tak mengurangi resah yang ia rasakan.

"Oppa" Suara Sooran menyentak Woho yang tengah bergelut dengan pikirannya sendiri.

Memutar tubuhnya menghadap Sooran, Wonho menatap gadis Lee itu dengan tatapan dingin yang sukar terbaca. Desir aneh Sooran rasakan saat mendapati tatapan Wonho, ia begitu yakin akan ada hal buruk yang ia dapati dari pria Shin tersebut.

"itu bukan kelompokmu kan?" Tak berniat basa basi, Wonho langsung melayangkan frasa tanya itu kepada Sooran.

"Kumohon...katakan padaku, kalau semua itu bukan ulah kelompokmu" Kembali Wonho berujar kali ini dengan tatapan mata memohon.

Pria kekar itu berharap Sooran akan mengatakan tidak, meski hal itu sebuah kebohongan belaka. Terlalu menyakitkan bagi Wonho kalau sampai Sooran mengurai kenyataan jika kelompok Pandora adalah pelaku pelenyapan rekan kerja pria Shin tersebut. Bahkan, untuk membayangkannya saja Wonho tidak sanggup. Apalagi kalau semua dugaannya benar2 terjadi. Sungguh, Wonho tak menginginkan hal itu terjadi.

"Jebal Lee Sooran, katakan itu bukan ulah kelompokmu. Aku akan percaya jika kau yang mengataan tidak, asal itu dari bibirmu...aku akan mempercayainya" Lagi Wonho berujar sambil meraih kedua bahu kecil milik Sooran.

Sooran membisu beberapa saat, membuat hati Wonho diselimuti kegelisahan.

"Itu Pandora" Dengan suara dingin Sooran menjawab kata2 Wonho, membuat lengan polisi bermarga Shin itu terkulai begitu saja di sisi tubuhnya sendiri.

"Yang membunuh rekan kerjanmu, adalah teman2ku di Pandora" Sambung Sooran seolah tak perduli dengan reaksi Wonho.

Hancur...hal itulah yang dirasakan Wonho saat ini. Sooran seperti menghantam hatinya dengan godam besar hingga dadanya merasakan sakit yang luar biasa. Hal serupa sesungguhnya dirasakan oleh Sooran juga. Dada gadis Lee itu begitu sesak ketika melihat bagaiamana Wonho menatap kepadanya.

Pandangan mata pria itu berubah dari saat pertama kali Sooran bertemu dengannya. Tak ada lagi tatapan hangat yang begitu menenangkan, karena yang Sooran dapati kini hanya sorot mata dingin syarat rasa kecewa.

"Maaf" Entah karena apa, Sooran tiba2 melontarkan satu kata itu kepada Wonho.

Tak ada balasan, Wonho hanya diam sambil masih menatap sosok Sooran yang ada di hadapannya.

"Wonho oppa aku..."

"Pergilah!" Balas Wonho dengan suara bergetar.

Gantian Sooran yang membisu mendengar kata2 pengusiran Wonho kepadanya.

"Pergi dan bersembunyilah yang jauh, carilah tempat dimana aku takkan bisa menemukanmu"

"Apa maksud.."

"Kau adalah musuhku mulai saaat ini" Potong Wonho tak membiarkan Sooran melanjutkan kata2nya.

"Dan jika aku menemukanmu, maka aku takkan segan untuk menangkapmu saat itu"

Mencoba terlihat kuat, Sooran menyunggingkan sebuah senyum miring kearah Wonho.

"Kau tak punya bukti, jadi bagaimana bisa kau..."

Kata2 Sooran terhenti manakala Wonho mengacungkan sebuah benda tepat di depan wajahnya. Sooran tidak terlalu bodoh untuk tahu kalau benda tersebut adalah alat perekam. Lidahnya pun seketika kelu saat tau kalau ternyata Wonho telah merekam semua pembicaraan mereka dengan menggunakan alat perekam tersebut.

"Kau juga akan dalam masalah jika kau memberikan itu pada atasanmu" Masih dengan wajah datarnya, Sooran melempar ancaman kearah Wonho kini.

"Aku tak perduli" Balas Wonho "Bahkan jika harus dihukum mati aku sudah siap" Tambah Wonho masih dengan nada dingin yang sama.

Wonho menatap lurus Sooran dengan tatapan menghakimi, membuat hati gadis Lee itu seperti diremat sesuatu yang kasat mata. Entah untuk alasan apa, Sooran merasa sedih. Ia seperti tak rela kalau Wonho menganggap dirinya musuh.

"Pergilah...kumohon. Setidaknya jika kau masih punya perasaan lakukanlah apa yang kupinta"

"Kau tak berhak mengaturku" Sedikit tercekat Sooran kembali berujar.

Namun sesuatu mengejutkan justru Wonho lakukan saat itu. Pria berotot itu tiba2 bersimpuh membuat Sooran seketika kehilangan kata2nya.

"Jebal...pergilah Lee Sooran. Aku...memohon padamu dengan sangat" Satu tetes air mata lolos dari manik mata Wonho, menambah kesakitan yang memang sejak tadi Sooran rasakan.

"Kumohon" Lagi Wonho berujar dengan suara yang kian menyedihkan di telinga Sooran.

*

Wonho melangkah lemah memasuki kediamannya, pria Shin itu benar2 merasa tubuhnya kehilangan tenaga saat ini. Tak ada lagi semangat yang menggebu2 di dalam tubuh kekarnya, semuanya hanya rasa lelah seolah ia baru saja melakukan pekerjaan berat selama berhari2. Wonho ingin sekali menangis saat itu, bahkan jika boleh dia ingin meraung sejadi2nya. Persetan dengan wajah maskulin dan tubuh sempurnanya. Malam ini Wonho ingin menjadi bocah tolol yang menangisi kesalahannya sepuas hati.

"Kau baru pulang?"

Terperanjat kaget, Wonho menoleh pada sosok Hyunwoo yang sudah duduk dengan nyaman di kursi ruang tengah kediamannya.

"Hyunwoo, kau disini" Menelan habis perasaan ingin menangisnya, Wonho bertanya dengan suara yang terdengar gugup.

Hyunwoo hanya mengangguk sambil melemparkan tatapan mengintimidasi andalannya. Gestur yang selalu dipakai Hyunwoo saat mengintrogasi penjahat yang ia ringkus dan Wonho...tentu saja sadar dengan hal tersebut.

"Kau mau kubuatkan Kopi?" Tanya Wonho berbasa basi.

"Aku sudah membuatnya sendiri tadi" Tanpa mengubah posisi duduk, dagu Hyunwoo menunjuk gelas kopi di atas meja yang sudah kosong.

"Ah...bagus kalau begitu"Wonho mengangguk kaku "Kalau begitu aku permisi membersihkan tubuhku dulu. Setelah itu kita akan membahas tentang penyelidikan kita. Bukankah kau datang untuk itu?" Tambah pria Shin itu kemudian, sekadar menekan gugup di hatinya.

"Baiklah" Tak banyak bicara, Hyunwoo menjawab sambil mengangguk pelan.

"Sebentar ya" Pamit Wonho kemudian berlalu.

Wonho hanya memerlukan beberapa menit untuk membersihkan diri. Kini dia sudah kembali berada di dahapan Hyunwoo sambil menyeka rambutnya yang masih belum ia keringkan selepas mandi tadi.

"Lee Sooran" Sebuah nama yang sebenarnya tak ingin Wonho dengar keluar dari bibir Hyunwoo, justru diucapkan dengan suara tegas oleh sang sahabat

"Kau pasti tahu kalau dia bagian dari Pandora bukan?" Lagi Hyunwoo berujar sambil memperhatikan mimik wajah Wonho.

Sang sahabat yang juga merangkap rekan kerjanya itu hanya bisa diam, mengigit bibir sambil meremat2 jemarinya gusar.

PRANG

Hyunwoo melempar cangkir kopi miliknya ke dinding rumah Wonho, membuat benda itu hancur seketika. Ia begitu marah saat ini, mengetahui apa yang ia pikirkan adalah sebuah kebenaran. Hyunwoo sempat berharap kalau Wonho akan menyangkal, namun sikap diam lelaki Shin itu membuat Hyunwoo langsung sadar kalau dugaannya adalah kebenaran.

"Kau...sejak kapan kau tahu itu?" Dengan suara gemetar menahan marah, Hyunwoo berujar pada Wonho.

"Aku tahu saat kita melakukan penangkapan Kim Himchan. Orang yang membunuh Moon Jongup kaki tangan Himchan, adalah Sooran" Jawab Wonho.

Hyunwoo mendengus "Lalu kau hanya diam saja!? Tak mencoba mengatakan padaku ataupun Yiseul noona!?" Cecar Hyunwoo.

"Aku...terlalu kalut untuk mengatakannya" Wonho berujar begitu pelan, namun masih mampu ditangkap sepasang telinga Hyunwoo.

Mengacak kasar surai hitam miliknya, Hyunwoo beranjak mendekati Wonho dan mencegkram kerah kaos yang pria berotot itu kenangan.

"Kau tahu, akibat kekalutanmu...Yiseul noona harus pergi" Hyunwoo berujar marah.

"Maaf"

"Maafmu tak mengubah apapun saekkiya" Hyunwoo melepas kasar tangannya membuat Wonho terjungkal kebelakang.

"Kau benar2 mengecewakan Shin Wonho" Lagi Hyunwoo berujar sambil menatap Wonho yang terduduk di lantai.

"Aku takkan pernah mau mempercayaimu lagi mulai detik ini"

Wonho baru akan berujar pada Hyunwoo, namun sepertinya lelaki Son tak mau mendengar penjelasan apapun. Kepala divisi itu memilih bergegas pergi dengan langkah terburu, meninggalkan Wonho dengan segala keputus asaan yang ia rasakan.

*

"Sooran-a, apa kau tahu?" Zero berujar pada Sooran yang tengah asik menikmati langit senja di pinggiran pantai, "Ada tiga hal yang tak dapat kau hindari di dunia ini" Tambah Zero saat kedua manik milik Sooran sudah mengarah padanya.

"Kesalahan, perkataan buruk orang kepadamu, juga kematian"

"Ketiga hal itu takkan pernah bisa kau hindari di dunia ini"

"Lalu...jika memang aku tak bisa menghindarinya, aku harus apa?" Tanya Sooran yang tidak paham kenapa Zero mengatakan hal itu padanya.

"Hanya hadapi, karena meski kau tak mungkin menang melawan kematian. Setidaknya kau masih bisa menang melawan kesalahan dan perkataan buruk orang kepadamu"

"Begitu?"

"Ya, begitu"

"Lalu apa kau pernah menang?"

Zero menatap bingung kepada Sooran, sekarang gantian diirnya yang tak paham dengan makasud ucapan sang adik padanya.

"Melawan kesalahan dan perkataan buruk orang, apa kau pernah menang?" Jelas Sooran yang mengerti jika Zero bingung akan maksudnya.

"Aku pernah menang melawan perkataan buruk orang lain, tapi aku sepertinya belum pernah menang melawan kesalahanku sendiri" Jawab Zero

"Kenapa begitu?"

"Karena satu2nya cara melawan kesalahanmu adalah memperbaikinya. Tapi...aku tak pernah memiliki kesempatan memperbaiki kesalahanku" Zero menggeleng diakhir kalimatnya.

"Tidak...aku hanya tak mencoba mencari cara memperbaikinya" Ralat pria itu kemudian sambil menatap sendu kearah ombak yang menyentuh ujung sepatunya.

TBC­_

Langsa,1 Oktober 2020
Kerja sama bareng Haebaragi13 & Biga_Agasshi

Terimakasih untuk yang masih menyimpan buku ini di perpustakaanya dan maaf lama banget gak update.
Terumakasih juga buat vote dan komennya, juga yang sempat mampir.
3 penulis sayang kalian semua, see you next time

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro