Part XIV
"Saat kau melakukan kesalahan dengan melenyapkan nyawa orang lain misalnya, kukira hal tersebut tak bisa kau perbaiki bukan?"
Wonho mengacak surai hitamnya frustasi, mengingat kalimat yang Sooran ujarkan saat mereka bertemu tadi. Seperti sebuah rekaman yang terus mendengung ditelinganya, ucapan Sooran tersebut terus terngiang dibenak Wonho.
"Apa maksud Sooran mengatakan itu? Apa...dia pernah melenyapkan nyawa orang lain?"Bergumam dalam hati, Wonho menopang dagunya di atas meja.
"Shin Wonho" Yiseul yang sejak tadi melihat tingkah laku Wonho memanggil rekannya tersebut.
Tak ada sahutan karena memang Wonho masih asik dengan pikirannya sendiri.
BUKK
"Aduh" ringisan Wonho terdengar tepat setelah sebuah kotak tissu mendarat dengan mulus di kepalanya.
Pria Shin itu pun menoleh pada Yiseul, sambil masih mengusap kepalanya yang baru saja di lempar oleh wanita tersebut.
"Noona, kenapa kau melemparku?" Sungut Wonho tak suka.
"Aku melemparmu karena kau tak mendengar panggilanku" Jawab Yiseul.
"Kau memanggilku?" Tanya Wonho kali ini dengan raut wajah yang terlihat terkejut.
Yiseul tak menjawab hanya melayangkan tatapan datarnya pada Wonho. Mendapati itu Wonho hanya bisa mengigit bibirnya pelan sambil mengusap tekuk lehernya.
"Mian noona, aku tak mendengarmu" Sesal Wonho.
"Tentu saja kau tak mendengar, kau sibuk melamun" Sarkas Yiseul.
"Kau sudah menyelesaikan laporanmu belum?" Belum lagi Wonho mengurai alasannya, Yiseul sudah kembali berujar sambil mengarahkan telunjuk pada tumpukan map yang ada di atas meja Wonho.
Mata Wonho ikut mengarah pada map2 yang bertumpuk itu, lantas menggaruk lehernya yang tak gatal. Belum ada satu pun laporan disana yang dia periksa, padahal Hyunwoo berpesan agar menyelesaikannya hari ini juga.
"Habislah kau Shin Wonho, aku pastikan Hyunwoo akan membunuhmu hari ini" Tukas Yiseul membuat Wonho merasa gugup kini.
"Noona...tak bisakah kau membantuku?" Wonho coba meminta bantuan pada Yiseul kini.
"Tidak mau, itu kan tugasmu. Aku saja mengerjakan tugasku tanpa bantuanmu, kenapa kau justru meminta bantuanku sekarang" Tolak Yiseul.
Wonho memutar kursi miliknya menghadap Yiseul, yang justru mengacuhkan keberadaan pria berotot tersebut.
"Kumohon noona, bantu aku" Wonho mengatup tangannya di depan dada "Kalau kau membantuku, maka aku akan mentraktirmu akhir pekan nanti"
Perlahan Yiseul mengarahkan pandangannya pada Wonho, seulas senyum pun sudah wanita itu rekahkan membuat perasaan Wonho mendadak tak enak.
"Kau akan mentraktir apapun yang kumau kan?" Tanya Yiseul kemudian.
Mau tak mau Wonho mengangguk, meski dia sangat yakin kalau keinginan Yiseul akan menguras isi dompetnya.
"Baiklah, kemarikan sebagian pekerjaanmu. Aku akan menyelesaikannya setelah memeriksa laporan ini" Tangan Yiseul terhulur kearah Wonho.
Dengan senang hati Wonho pun memberi beberapa pekerjaannya pada Yiseul. Tidak sebagian seperti yang Yiseul katakan, karena Wonho masih merasa dia memiliki kewajiban untuk menyelesaikan sebagian besar tugas miliknya.
"Gomawo noona, kau memang yang terbaik" Puji Wonho yang dibalas senyum mengejek dari Yiseul.
Keduanya mulai nampak sibuk kini mengerjakan tugas2 milik Wonho. Ruangan itu pun berubah senyap karena keduanya tak saling berbincang. Baik Wonho maupun Yiseul sama2 fokus pada pekerjaan mereka, hingga tak menyadari kalau sosok Hyunwoo sudah kembali.
"Wonho-ya, apa laporan2 yang kuberikan padamu sudah kau periksa semuanya?" Suara berat Hyunwoo menyentak Wonho yang tengah sibuk dengan pekerjaannya.
Dia pun mengarahkan pandangannya cepat kearah Hyunwoo, yang sudah berdiri tegak di depan meja kerjanya.
"Be..belum, aku masih mengerjakannya" Jawab Wonho tergugup.
Dahi Hyunwoo berkerut mendengar itu "Masih mengerjakannya?"
Anggukan Wonho menjawab pertanyaan yang Hyunwoo ajukan.
"Tapi aku sudah memberikan laporan itu sejak pagi tadi bukan? Dan sekarang..." Hyunwoo menjeda omongannya sebentar untuk menatap jam tangan miliknya "..sudah nyaris sore dan kau masih mengerjakannya?" Tukas Hyunwoo lagi dengan nada suara terdengar tak percaya.
Wonho menurunkan pandangannya, sibuk mencari2 alasan untuk diberikannya pada Hyunwoo. Dia tak mungkin berkata jujur bukan? Bisa2 Hyunwoo malah meledakkan kepalanya saat itu juga.
"Tadi Wonho sempat keluar sebentar untuk memeriksa beberapa hal, jadi...dia belum sempat menyentuh pekerjaannya" Wonho bersyukur memiliki Yiseul, dia benar2 merasa kalau rekan yang lebih tua darinya tersebut menjelma jadi malaikat penyelamatnya saat ini.
"Memeriksa apa? Apa itu sesuatu yang lebih penting dari laporan ini?" Kali ini suara Hyunwoo berubah dingin dan itu pertanda tak baik bagi Wonho maupun Yiseul.
"Kenapa diam? Jelaskan padaku apa yang kau urus hingga melalaikan tugasmu?"
Aura Hyunwoo berubah menyeramkan saat ini dan hal itu membuat Wonho dan Yiseul tak mampu berkata apa2 lagi.
"Aku bahkan hanya memintamu melakukan hal sepele dan kau tak mampu melakukan pekerjaan itu dengan benar" Lagi Hyunwoo berujar pada Wonho.
Kali ini Wonho memberanikan diri menatap wajah datar Hyunwoo, jelas sekali terlihat di wajah pria Shin tersebut kalau dia mulai terusik dengan apa yang Hyunwoo lontarkan padanya.
"Kau mengatakan kalau aku tak mengerjakan pekerjaanku dengan benar? Lalu bagaimana denganmu? Apa kau melakukan tugasmu dengan benar?" Cecar Wonho mulai menyuarakan kekesalan yang dia rasakan.
"Kau bahkan hanya terus menerus pergi keluar, tanpa mau mengatakan pada kami apa yang kau lakukan di luara sana. Dan sekarang kau mengataiku tak bisa melakukan pekerjaan dengan benar" Tambahnya kemudian.
Gantian Hyunwoo merasa tersinggung dengan ucapan yang Wonho lontarkan padanya, tapi pria yang berkulit tan itu coba menekan rasa kesal itu agar tak terpancing emosi. Hyunwoo tak ingin berkelahi, terlebih dengan rekan satu timnya sendiri. Itu hanya akan membuang2 waktunya dan mungkin akan membuat dirinya dan Wonho berada dalam masalah.
"Aku keluar untuk mencari informasi Shin Wonho, bukan untuk bermain2" Tukas Hyunwoo coba membela diri.
"Mencari informasi?" Sinis Wonho "Kalau memang hal itu yang kau lakukan kenapa kau tak membagi informasi yang kau dapatkan pada kami?"
"Itu karena informasi yang kudapatkan belum akurat, karena itu aku belum membaginya pada kalian"
"Alasan" Wonho memicingkan matanya menatap Hyunwoo "Kau pasti berusaha menyembunyikan informasi dari kami bukan? Seperti yang pernah kau lakukan saat mendapatkan info dari korban bernama Seungkwan itu?" Tuduh Wonho.
Itu benar, tuduhan yang Wonho arahkan pada Hyunwoo adalah kebenaran. Tapi Hyunwoo tak ingin mengakui hal itu. Biar bagaimana pun Hyunwoo sudah berjanji pada Vernon tak mengatakan tentang keberadaannya pada siapapun, karenanya Hyunwoo mati2an menahan diri untuk tidak membuka kartu miliknya pada siapapun termasuk kedua rekan timnya.
"Bagaimana kau bisa menuduhku seperti itu? Apa karena diam2 kau juga memiliki imforman?" Coba membalikkan keadaan, Hyunwoo balas menuduh Wonho.
Seketika Wonho membatu, ucapan Sooran yang terkesan ambigu entah kenapa tiba2 melintas begitu daja di dalam pikirannya. Sebuah prasangka yang memang tengah Wonho rasakan membuat lidah pria Shin itu kelu dan hal tersebut membuatnya tak dapat membalas ucapan yang baru saja Hyunwoo lontarkan.
"Pandora" Hyunwoo berujar sambil melayangkan manik matanya tepat kearah Wonho "kau pernah mengungkit nama itu padaku bukan?" Tambahnya lagi masih coba membalikkan keadaan.
"Katakan padaku darimana kau tahu tentang nama itu Shin Wonho, maka aku...juga akan mengatakan semua info yang ku punya" Tambah Hyunwoo lagi.
Bibir Wonho masih terkatup rapat, seolah ada gumpalan lem yang merekat di bibir lelaki tersebut. Suasana pun seketika menjadi tegang, membua Yiseul yang berada diantara kedua pria berotot itu merasa tak nyaman.
"Kalian berdua, sebaiknya hentikan perdebatan ini" Tukasnya coba melerai.
Hyunwoo merespon dengan menatap Yiseul yang sudah berada diantara mereka, sedangkan Wonho masih bergeming tanpa berani memandang kedua rekan tim nya tersebut.
"Wonho sebaiknya kau selesaikan tugasmu dan kau Hyunwoo..." Yiseul menunjuk kearah Hyunwoo.
"...bantu kami juga menyelesaikan semua, jika kau memang ingin semua ini selesai tepat waktu" Dengan nada yang tak ingin dibantah Yiseul kembali berujar pada Hyunwoo.
Anggukan Hyunwoo pun membalas ucapan Yiseul, lalu dengan sigap lelaki Son tersebut meraih beberapa map dari atas meja Wonho. Hyunwoo pun mulai mengerjakan tugas2 yang seharusnya dikerjakan oleh Wonho tanpa banyak bicara.
*
Drrrt,,,,Drrrt...Drrrt
Mata Sooran menatap benda persegi yang sudah beberapa kali bergetar di hadapannya. Nama Zero terpampang jelas disana, namun Sooran sama sekali tak berkeinginan untuk mengangkat panggilan tersebut.
"Kenapa tak kau angkat?" Hyungwon, yang saat ini menemani Sooran di apartement milik pria tingggi itu bertanya pada Sooran.
"Aku tak mau bicara dengannya" Jawab Sooran sekenanya.
"Tapi mungkin ada hal penting yang ingin dia sampaikan padamu"
Kali ini Sooran tak menyahut, hanya matanya yang mengarah ke layar ponsel yang sudah tak lagi bergetar.
"Kau masih marah? Pada Zero?" Hyungwon kembali bertanya pada gadis yang dua tahun lebih muda darinya tersebut.
"Begitulah" Jawab Sooran sekenanya.
"Jangan begitu, biar bagaimanapun Zero itu kan kakakmu" Hyungwon coba menasehati Sooran.
Sooran kembali diam membalas apa yang Hyungwon katakan padanya.
"Kau benar2 tak ingin berbicara dengannya?" Gelengan kepala Sooran menjawab pertanyaan Hyungwon.
"Kenapa? Apa karena Kihyun?" Tebak Hyungwon
"Itu salah satunya"
Hyungwon yang sejak tadi tengah berbaring di atas permadani mahal miliknya menarik tubuhnya bangkit, lalu mengarahkan pandangannya pada Sooran yang memandang lurus aquarium yang berisi kura2 kecil hadiah dari Kihyun.
"Kalau hal itu adalah satu dari alasanmu, berarti kau memiliki alasan lain tak ingin bertemu dengannya?" Tanya Hyungwon yang dibalas anggukan Sooran.
"Apa itu?" Terdorong rasa penasaran, Hyungwon kembali bertanya pada Sooran.
"Dia berubah, oppa ku...sudah benar2 berubah sekarang" Tukas Sooran dengan raut wajah yang terlihat sedih.
"Kurasa ambisi yang dia miliki membuat oppa menjelma menjadi seorang monster yang kejam dan aku benar2 tak menyukai itu" Tambah Sooran lagi.
"Dia melakukan itu untukmu Lee Sooran, bukankah kau tahu hal itu?"
Sooran menolehkan pandangannya pada Hyungwon, membuat pemuda Chae tersebut merasa kaget. Pasalnya wajah sedih Sooran sudah berganti menjadi tatapan dingin yang sedikit mengintimidasinya.
"Kenapa selalu aku?" Sarkas Soran "Kenapa selalu menjadikan aku alasannya melakukan semua ini?" Tambahnya syarat rasa kecewa.
"Aku...cukup bahagia saat oppa belum bergabung dengan kelompok ini. Hidupku baik2 saja meski aku harus menahan rasa laparku sepanjang hari"
"Dan aku juga tak pernah mengeluh apapun padanya, bahkan aku tetap berusaha untuk tersenyum pada oppa"
Cairan bening mulai menghiasi sepasang iris kembar Sooran, bahkan Hyungwon bisa mendengar suara Sooran yang bergetar saat melontarkan kalimat barusan.
"Justru karena itu Sooran-a, Zero berjuang seperti sekarang karena tahu kalau kau diam2 melawan rasa laparmu untuknya" Hyungwon masih coba memberikan pengertian pada Sooran.
"Hati Zero sakit, setiap kali melihatmu mencoba tersenyum sementara dia tahu kalau kau sudah sangat menderita"
Sooran tertawa hambar mendengar pembelaan Hyungwon untuk Zero, berusaha menyingkirkan rasa sesak di hatinya namun hal tersebut justru gagal ia lakukan.
"Kupikir aku benar2 menjadi sosok Pandora disini" Sooran berujar lemah, namun masih bisa ditangkap telinga Hyungwoon "Karena dengan kehadiranku...aku membuat oppaku harus melakukan semua hal buruk"
"Sooran-a...bukan begitu maksudku" Bantah Hyungwon cepat.
"Lalu...apa sebaiknya aku mati saja?" Mengabaikan ucapan Hyungwon, Sooran kembali mengurai rasa kecewa di hatinya.
"Sooran!"
"Seharusnya aku mati sejak lama sebelum..." Kata2 Sooran terputus karena rasa sakit ditenggorokannya "...oppaku mengenal kelompok ini" Air mata Sooran kembali menetes di hadapan Hyungwon, memaksa pria tinggi itu berjalan cepat menghampirinya.
Tangan panjang pria Chae itu meraih tubuh Sooran dan memeluknya, berharap bisa memberi sedikit kekuatan pada gadis Lee tersebut.
"Kenapa kau selalu menangis jika bersamaku hmm?" Sambil mengusap surai Sooran, Hyungwon berujar.
Sooran tak bisa menjawab, isaknya membuat gadis tersebut tak bisa membalas kata2 Hyugwon padanya.
*
Changkyun memasuki ruang kerja milik Minju dengan langkah tergesa, beberapa menit yang lalu gadis Heo itu menghubunginya untuk meminta bertemu dengan segera. Minju mengatakan ada hal penting yang harus dia sampaikan pada Changkyun. Karenanya Changkyun pun buru2 menemui Minju di tempat kerja gadis yang berprofesi sebagai penulis tersebut.
"Mereka mengetahui tentang Pandora" Tanpa basa basi Minju berujar pada Changkyun, tepat setelah hacker terbaik Pandora itu mendudukan tubuhnya di hadapan Minju.
"Mereka? Mereka siapa?" Tanya Changkyun dengan air muka yang terlihat terkejut.
"Polisi Son dan polisi Shin, dari alat penyadap yang kupasang...aku mendengar mereka membahas perihal Pandora" Papar Minju syarat rasa cemas.
Changkyun mengepalkan tangan di dekat bibirnya, raut cemas juga tergambar di wajah pria Im tersebut.
"Aku menduga diantara mereka pasti ada yang menyembunyikan Vernon. Kalau tidak...bagaimana mereka bisa menetahui perihal Pandora" Simpul Minju kemudian.
Belum ada jawaban dari Changkyun, namun dari ekspresi di wajahnya Changkyun menyetujui perkataan Minju barusan.
"Permasalahannya, dimana Vernon berada? Di kediaman polisi Son kah? Atau di kediaman polisi Shin?" Kembali Minju berujar pada Changkyun.
"Aku pikir....Vernon ada di kediaman polisi Shin" Tukas Changkyun sambil memandang kepada Minju.
"Polisi Shin?" Minju membeo "Kenapa oppa bisa menyimpulkan seperti itu?" Tanyanya kemudian.
"Sebab aku sudah pernah mengawasi kediaman polisi Son. Dan selama aku mengawasi kediaman polisi itu, tak ada tanda2 kalau Vernon ada disana"
"Kau yakin?"
"Kau meragukan kemampuanku?"
Minju mengendikkan bahunya singkat kemudian menyandarkan tubuhnya sambil melipat keduanya di dada.
"Kalau memang kau merasa Vernon ada di kediaman polisi Shin, biar aku pergi mengawasi kediaman pria itu" Usul Minju setelah beberapa waktu bungkam.
"Kau akan menyelidiki kediaman polisi Shin?" Ulang Changkyun yang mendapat anggukan kepala Minju.
"Kau yakin bisa melakukannya?" Tanya Changkyun kemudian.
"Kau meragukan kemampuanku?" Minju membalikkan ucapan Changkyun, membuat Pria Im itu memutar bola matanya malas.
Tawa pelan Minju berderai melihat reaksi Changkyun, yang hanya dibalas tatapan malas oleh pria yang 4 tahun lebih tua darinya tersebut.
"Sudah berhenti tertawa! Sebaiknya kita sekarang memikirkan cara untuk membuat kecurigaan kedua polisi itu tidak mengarah pada kita" Changkyun kembali buka suara.
Tawa Minju seketika terhenti, berganti dengan sebuah senyum miring di wajahnya.
"Aku sudah memikirkan satu cara untuk mengalihkan kecurigaan kedua polisi itu oppa" Balas Minju
"Tapi, kita memerlukan seorang relawan untuk itu" Tambah gadis itu lagi membuat dahi Changkyun mengernyit heran.
"Siapa yang kau perlukan?" Merasa penasaran, Changkyun pun bertanya pada Minju.
Senyum miring itu masih setia mengukir di wajah Minju "Lee Sooran"
Kedua mata Changkyun membulat ketika mendengar Minju menyebut nama itu, namun gadis Heo itu justru semakin menarik senyum lebar yang kini lebih terlihat seperti seringai.
"Aku memerlukannya oppa, jadi...biarkan dia ikut misi yang kurancang"
*
Suasana kaku masih sangat terasa di ruang kerja divisi Hyunwoo. Tak ada percakapan hangat yang biasa sering terjadi di sana, setiap orang seperti tenggelam dalam pekerjaan mereka masing2. Yiseul yang tak suka dengan suasana canggung itu mencoba mencairkan keadaan denggan sesekali bertanya pada Hyunwoo dan Wonho. Namun tak ada yang berubah, kedua pria berotot itu masih tak mau saling berbicara satu dan yang lain.
"Pekerjaanku sudah selesai" Tak mau bertahan lebih lama dalam situasi tidak mengenakan, Yiseul berujar sambil bangkit dari duduknya.
Hyunwoo langsung melempar pandangannya pada Yiseul, begitu juga dengan Wonho.
"Apa aku sudah boleh pulang?" Tanya Yiseul kemudian yang dia arahkan kepada Hyunwoo.
Seperti biasa, tanpa banyak bertanya dan bicara Hyunwoo hanya mengangguk menjawab pertanyaan Yiseul. Setelahnya pria Son yang menjabat sebagai atasan Yiseul itu tampak kembali sibuk dengan pekerjaannya sendiri.
"Baiklah, kalau begitu aku pulang" Meraih jaket miliknya yang tersampir di sandaran kursi, Yiseul pun mulai beranjak dari tempatnya.
"Oh ya" Baru saja beberapa langkah wanita itu berjalan, ia kembali membalikkan tubuhnya guna memandang kedua rekan kerjanya.
"Kalian pria dewasa bukan?"
Hyunwoo mengernyitkan dahinya mendapat pertanyaan tersebut dari Yiseul, tak jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh Wonho.
"Kalau kalian memang pria dewasa, maka berhenti bersikap seperti anak2 dan berbaikanlah. Tidakkah kalian malu dengan besar otot yang kalian miliki?"
Kalimat sindiran itu jauh dari kesan sarkas, namun entah kenapa hal tersebut justru membuat telinga kedua pria berotot itu memerah. Baik Wonho maupun Hyunwoo bahkan tak berani saling pandang karena apa yang baru saja Yiseul lontarkan.
"Sudah ya...aku benar2 harus pulang sekarang" Yiseul tersenyum lebar melihat itu, lantas benar2 berlalu meninggalkan Wonho dan Hyunwoo.
Sepeninggalan Yiseul suasana disana kembali terasa kaku, karena memang Wonho dan Hyunwoo memilih melanjutkan kegiatan mereka dalam diam. Wonho sebenarnya mulai tak nyaman dengan sikapnya tadi, pria Shin itu diam2 merasa bersalah karena sudah menyentak Hyunwo dan melontarkan kalimat bernada sarkas.
"Ehm" Mencoba menarik atensi Hyunwoo, Wonho berdehem pelan.
Hal tersebut tak sia2, karena Hyunwoo langsung mengarahkan pandangan padanya.
"Soalnya yang tadi...aku minta maaf" Wonho mengucapkan kalimat itu dengan suara pelan, namun karena memang suasana disana sedikit hening jadi Hyunwoo masih mampu mendengar kalimat itu dengan baik.
"Aku juga minta maaf, kurasa sikapku sedikit keterlaluan tadi" Balas Hyunwoo meski dengan ekspresi datarnya.
"Tapi kau tahu kan alasan kenapa aku begitu marah? Kau seharusnya tahu bukan, kalau aku paling tak suka ada yang mengabaikan pekerjaan yang sudah kuperintahkan?" Tambah Hyunwoo lagi sambil menunjuk kearah Wonho.
"Iya aku tahu, karena itu aku meminta maaf lebih dulu"
Hyunwoo mengangguk pelan mendengar ucapan Wonho sebelum tiba2 pria yang lebih pendek darinya itu menambahkan.
"Ngomong2...kau kenapa tiba2 mengungkit Pandora? Memangnya Pandora itu apa?"
Ada gugup yang Hyunwoo rasakan kini, namun dirinya tetap berekspresi tenang agar Wonho tak menaruh curiga kepadanya.
"Kau bertanya karena tidak tahu atau..."
"Aku memang tidak tahu" Wonho cepat memenggal ucapan Hyunwoo.
"Kalau kau tidak tahu, kenapa tiba2 kau menanyakan hal itu padaku beberapa hari yang lalu. Maksudku...kau lebih dulu mengungkit perihal pandora bukan begitu?"
Wonho mengangguk pelan membenarkan, biar bagaimana pun memang dia yang pertama kali buka suara tentang Pandora kepada Hyunwoo.
"Katakan padaku, darimana kau mendapatkan nama Pandora itu?" Ada nada menuntut dari suara berat Hyunwoo dan Wonho tidak bodoh untuk mendapati hal tersebut.
"Aku..." Wonho menjeda ucapannya sendiri "Mendengar itu dari pendongeng jalanan" Tambahnya lagi membuat Hyunwoo mengernyit bingung.
"Pendongeng jalanan?" Ulang Hyunwoo antara percaya dan tidak.
"Eoh" Wonho mengangguk sambil membasahi bibirnya yang terasa sedikit kering.
"Saat aku mengajak jalan2 Sooran beberapa waktu lalu, aku mendengar seorang pendongeng jalanan membacakan cerita itu untuk anak2 yang lewat" Entah kerasukan apa, Wonho dengan lancarnya berbohong pada Hyunwoo.
Sebenarya Hyunwoo sendiri tak benar2 yakin dengan alasan yang Wonho katakan. Namun karena tak ingin sahabatnya itu kembali merasa tersinggung, Hyunwoo pun berpura2 mengangguk setuju.
"Lalu sekarang giliranmu" Wonho menunjuk kearah Hyunwoo "Kenapa kau tiba2 mengungkit nama Pandora tadi?" Tanya Wonho kemudian.
"Itu adalah nama organisasi pelaku pembunuhan berantai yang kita cari" Jawab Hyunwoo.
Wonho seketika terkejut mendengar jawaban Hyunwoo.
"K..kau serius?" Tanya Wonho
"Menurutmu?" Balas Hyunwoo "Apa kau kira aku akan bercanda untuk hal2 semacam ini?" Lagi pria berkulit tan itu menambahkan.
Tak mampu menjawab, Wonho hanya bisa menggelengkan kepalanya lemah.
"T..tapi, d..darimana kau tahu tentang ini? Maksudku, bagaimana kau bisa tahu kalau Pandora adalah nama organisasi pembunuh berantai itu?"
"Seungkwan yang memberitahuku" Seperti halnya Wonho, Hyunwoo memilih mengarang cerita.
"Seung....kwan?" Ulang Wonho.
"Hmm, aku baru tahu kalau dia menuliskan tentang Pandora di selembar surat dan meletakan di saku mantelku"
Dengan wajah meyakinkan Hyunwoo masih mengurai kebohongan dan Wonho sama sekali tak curiga dengan hal itu. Rekannya sekaligus sahabat baiknya tersebut nampak begitu percaya dengan ucapan Hyunwoo membuat Pria Son itu menarik nafas lega.
*
"Hyung...biarkan aku masuk" Zero berujar pada Hyungwon yang menghalangi tubuhnya untuk memasuki apartement pria jangkung tersebut.
"Tidak bisa Zero-ya, aku sudah berjanji pada Sooran untuk tak mengizinkanmu masuk" Jawab Hyungwon dengan tatapan menyesal.
Zero berdecak kesal, lantas mengadahkan kepalanya guna menatap netra milik Hyungwon.
"Aku kakaknya, hyung. Jadi biarkan aku masuk untuk bicara padanya" Dengan intonasi sedikit tinggi Zero kembali berujar pada Hyungwon.
"Dan ini apartementku, jadi..aku juga punya hak melarangmu untuk masuk" Balas Hyungwon dengan entengnya.
"Hyung...."
"Pulang saja sana, nanti kalau Sooran sudah mau bicara denganmu...dia akan menemuimu"
"Tapi hyung.."
Kata Zero terpenggal mana kala ia merasa ponsel disakunya bergetar. Dengan masih dihinggapi perasaan jengkel, Zero pun meraih ponsel miliknya tanpa melihat siapa yang memanggilnya.
"Zero-ya" Suara bass Changkyun menyapa telinga Zero.
"Ada apa?" Tanya Zero ketus.
"Ada hal penting, bisa kau ke markas?"
Seketika air muka Zero berubah dan hal tersebut membuat Hyungwon yang melihatnya memandang heran.
"Hal penting apa memangnya? Katakan saja sekarang"
"Aku tak bisa mengatakan disini, jadi...sebaiknya kau cepat ke markas. Bawa juga Hyungwon dan Sooran bersamamu"
"YA! Siapa pimpinan disini?!" Sungut Zero.
"Pelankan suaramu kalau tak mau tetangga Hyungwon hyung tahu tentang identitasmu" Changkyun coba memperingati Zero.
Zero tak perlu bertanya darimana Changkyun tahu kalau dirinya ada di apartement Hyungwoon. Hacker terbaik Pandora itu menjadikan CCTV sebagai matanya dan sudah bisa Zero tebak kalau saat ini Changkyun tengah melihatnya dari salah satu CCTV yang ada di gedung tersebut.
"Baiklah aku akan segera kesana dan siapkan lehermu agar aku bisa mencekiknya" Ancam Zero yang bahkan tak digubris Changkyun.
Bawahannya itu langsung memutuskan panggilan membuat Zero semakin kesal karenanya.
"Ada hal mendesak, ayo bergerak dan ajak Sooran juga!" Setelah mengantungkan kembali ponselnya, Zero memberi perintah pada Hyungwon.
"Kau duluan saja, nanti aku akan menyusul dengan Sooran" Jawab Hyungwoon.
"Hyung..."
"Kau mau kami pergi atau tidak?"
Zero mengacak surainya kesal, rasa kesalnya bertambah kini membuat wajah pria tersebut benar2 terlihat frustasi.
"Sebenarnya bawahan macam apa kalian? Sehingga berani bertindak tidak tahu diri seperti ini?"
Hyungwon hanya mengulum senyumnya mendapati pertanyaan dari Zero, hal lumrah kalau pemimpin Pandora tersebut bersikap seperti yang dia lihat sekarang.
"Daripada kau marah2 disini sebaiknya kau cepat berangkat. Karena...jika kau tak pergi, Sooran juga takkan mau keluar dari apartementku" Hyungwon coba memberi nasehat.
Zero mendengus kasar, lalu berlalu tanpa mengatakan apapun. Bisa Hyungwon lihat betapa kesalnya pria itu dari cara jalannya yang disentak2.
"Sudah dengar bukan? Kita harus pergi" Hyungwon berujar pada Sooran yang sejak tadi bersembunyi di belakang pintu masuk.
Tak ada jawaban, tapi Hyungwon yakin kalau Sooran mendengar suaranya.
"Ambilkan kunci mobil dan jaket oppa, lalu kita akan menyusul Zero"
Tubuh Sooran beranjak dari persembunyiannya untuk melakukan apa yang baru saja Hyungwon perintahkan. Sementara itu sosok pria Chae tersebut terlihat menghubungi seseorang dengan ponselnya.
*
"Oppa bahagia?" Tanya Sooran pada Zero yang tengah berdiri disisinya
"Apa kau bahagia?" Bukan menjawab, pria bertopeng emas itu justru balas bertanya pada Sooran.
Sooran ingin menjawab tidak namun entah kenapa dirinya justru mengangguk. Hal tersebut membuat kedua mata Zero melengkung berbentuk bulan sabit, menandakan kalau dirinya sedang tersenyum.
"Jika kau bahagia, maka oppa lebih bahagia Sooran-a"
"Itu terdengar bagus" Sooran berujar sambil tersenyum namun kedua tangannya justru mengepal keras disisi tubuhnya.
Hening sesaat membuat kedua kakak adik itu larut dalam senyap yang mereka ciptakan.
"Oppa...jika saat ini ada yang memintamu melepas apa yang kau miliki agar bisa bersama orang yang kau cintai, apa kau akan melakukannya?"
Dahi Zero berkerut mendengar pertanyaan yang baru saja Sooran lontarkan.
"Kenapa ada yang meminta hal menggelikan seperti itu? Dan untuk apa dia meminta oppa melakukan itu?" Cecar Zero dengan nada yang menyiratkan ketidak sukaan.
"Aku....hanya asal bertanya oppa" Sedikit merasa takut, Sooran cepat2 memberi alasan pada Zero.
"Jadi itu hanya pertanyaan asalmu?"
Sooran mengangguk pelan.
"Kalau begitu jangan pernah menanyakan hal itu lagi" Larang Zero sambil mengusap pelan surai panjang Sooran.
"Kenapa?" Tanya Soora tak mengerti
"Karena oppa berada di posisi ini setelah mengorbankan banyak hal, jadi...oppa takkan melepaskan apa yang sudah oppa dapati dengan susah payah demi alasan apapun" Jawab Zero membuat Sooran seketika membatu.
TBC_
Langsa, 1 Mei 2019
05:48
Kerja sama bareng Hae_Baragi & Biga_Agasshi
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro