Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part III

"Sooran-a" panggil Hyungwoon saat melihat Sooran yang duduk seorang diri di depan pintu rumahnya.

Saat itu hari sudah sangat larut dan Sooran yang masih berusia 15 tahun tengah menanti oppanya yang belum juga pulang kerumah.

"kenapa belum tidur?" tanya Hyungwoon sambil duduk disisi Sooran.

"aku menunggu oppaku" jawab Sooran kembali menatap keluar rumah.

Hyungwoon menggosok2 matanya pelan sambil menyandarkan kepalanya di sisi pintu, namja itu masih sangat mengantuk, namun tanggung jawabnya untuk menjaga Sooran memaksanya tetap terjaga kini.

"tunggu saja di dalam, paling2 dia baru akan datang setelah melakukan misinya" jawab Hyungwoon dengan mata terpejam.

"darimana kau tahu itu?" tanya Sooran tak percaya.

"dewa mimpi yang mengatakan padaku" jawab Hyungwoon asal.

Sooran berdecih kemudian memukul kepala Hyungwoon keras, membuat namja kurus itu mengaduh sambil mengusap kepalanya.

"ya! kau kasar sekali" sungut Hyungwoon dengan mata yang sedikit membulat.

"siapa suruh membuatku kesal" balas Sooran tak mau kalah.

Hyungwoon tak lagi membalas, namja itu sudah kembali menguap karena rasa kantuk yang menderanya.

Sesaat hening menemani kebersamaan kedua bocah itu, hanya sesekali terdengar suara lolongan anjing dan beberapa binatang malam yang ada di sekitar pemukiman itu.

"Sooran-a" suara Hyungwoon kembali memecah senyap yang sempat menyapa.

"hmm" gumam Sooran tanpa menoleh pada namja bermarga Chae itu

"kenapa kau tak memanggilku oppa?" tanya Hyungwoon

Pertanyaan Hyungwoon membuat gadis muda itu menoleh padanya dengan alis yang saling bertaut.

"wajahmu terlihat kecil dan kau tak cocok dengan sebutan itu" balas Sooran.

"begitukah?" tanya Hyungwoon lagi.

"lalu bagaimana dengan Kihyun? Bukankah wajahnya lebih kecil dariku? Bahkan tubuhnya saja lebih kecil dariku...tapi kau memanggilnya dengan sebutan oppa" tukas Hyungwoon lagi.

"itu karena Kihyun oppa sebaya dengan Minhyuk oppa"

Hyungwoon menegakkan tubuhnya, merasa jawaban Sooran itu tak masuk akal baginya.

"ya...aku dan Minhyuk juga sebaya"

"anni...kau berbeda satu tahun dengan mereka" sanggah Sooran cepat tak ingin kalah.

"tapi kami tetap sebaya Lee Sooran, karena aku lahir di awal tahun" jelas Hyungwoon yang masih tak terima dengan alasan yang Sooran berikan.

Sooran tak langsung menjawab, yeoja itu nampak melipat tangannya di dada sambil mendelik kesal pada Hyungwoon.

"ya! kau mau aku meminta Minhyuk oppa mengusirmu dari rumah ini?" ancamnya.

Tak ada jawaban dari Hyungwoon mendengar ancaman yang terlontar dari bibir Sooran, namja itu hanya diam sambil masih menatap wajah kesal Sooran.

"arasso...panggil aku sesukamu, tapi..bisakah kita tidur sekarang?aku benar2 sudah mengantuk" bujuk Hyungwoon.

"kau tidur saja duluan, aku masih mau menunggu oppa" tolak Sooran.

"tunggu saja di dalam, disini sangat dingin" Hyungwoon menarik tangan Sooran untuk beranjak dari tempat itu.

Sooran akan melayangkan protesnya, namun wajah memelas Hyungwoon memaksa yeoja itu mengikuti langkah namja yang lebih tua darinya tersebut. akhirnya dengan terpaksa, Sooran beranjak ke dalam kamar bersama Hyungwoon yang sudah membaringkan tubuh ke atas kasur.

"tidurlah" perintah Hyungwoon sambil menarik tubuh Sooran agar tertidur disisinya.

"aku tak mengantuk" tolak Sooran.

"pandangi saja wajahku, lama2 kau juga akan mengantuk" Hyungwoon sengaja memiringkan tubuhnya agar menghadap kearah Sooran.

"memangnya itu akan berhasil?" Sooran sedikit ragu

"coba saja dulu...nanti kalau kau tak tidur kau bisa memukulku agar aku terbangun lagi" balas Hyungwoon dengan suara yang mulai memberat.

Sooran mengangguk pelan walau yeoja itu tahu kalau Hyungwoon tak melihatnya. Gadis kecil itupun ikut memiringkan tubuhnya, menghadap sosok Hyungwoon yang mulai tertidur pulas. Awalnya Sooran sama sekali tak merasa mengantuk, yeoja itu bahkan nyaris membangungkan Hyungwoon karena merasa kesal. Namun niat yeoja itu urung dilakukan saat melihat wajah tenang Hyungwoon yang sudah mulai memasuki dunia mimpi.

Senyum Sooran terukir saat melihat deru nafas Hyungwoon yang nampak teratur, namja tersebut bahkan sesekali bergumam tak jelas membuat Sooran harus menahan tawanya. Lama Sooran memperhatikan Hyungwoon, hingga sepasang matanyapun akhirnya memberat dan ikut menyusul namja itu memasuki dunia mimpinya.

-

-

-

-

Sooran terbangun dari tidurnya pagi itu dan mendapati sosok Hyungwoon yang masih terlelap disisinya. sebuah senyum terukir di wajah cantik yeoja tersebut sembari masih melayangkan tatapannya pada Hyungwoon. Tangan Sooranpun terhulur untuk mengusap pipi Hyungwoon sebelum memilih beranjak.

Dengan gerakan cepat Sooranpun lekas bangkit dari ranjangnya. yeoja itu bahkan tak perlu berhati2 dalam bergerak, karena dia yakin sekasar apapun gerakan tubuhnya seorang Chae Hyungwoon takkan bergeming dari tidurnya.

"kau sudah bangun?" sapa Minhyuk saat melihat Sooran sudah keluar dari kamarnya.

"eoh" jawab Sooran sambil melangkah mendekat kearah meja makan.

Tangan yeoja itu meraih secangkir susu coklat yang sudah Minhyuk sediakan lantas menyeruputnya pelan.

"Hyungwoon masih tidur?" tanya Minhyuk yang sudah kembali fokus membaca koran paginya.

"hmm" jawab Sooran lagi.

Tampak Minhyuk mengangguk pelan mendengar jawaban dari Sooran, matanya masih fokus membaca berita sambil menyuapkan potongan roti bakar ke dalam mulutnya. Selagi Minhyuk fokus dengan bacaannya, sosok Sooran justru tengah memandangi namja itu lekat. Sooran baru menyadari kalau Minhyuk tengah memakai jaket kulit hitam, yang biasa namja itu kenakan jika sedang bekerja.

"ada misi lagi?" tanya Sooran, ingin memastikan.

Minhyuk mengangguk tanpa mengalihkan tatapannya pada Sooran.

"kali ini apa?" tanya Sooran lagi.

"bukan hal penting, Zero meminta oppa untuk menyelidiki seorang musuhnya yang sepertinya mulai mencurigai identitas Zero" jawab Minhyuk.

Tangan Sooran meletakkan cangkir minumannya pelan sambil menarik nafas dalam2. Memikirkan dirinya harus kembali bermain dengan pekerjaan itu sungguh membuat Sooran kesal. Jujur Sooran mulai lelah dan yeoja itu ingin sekali menghentikan pekerjaan itu saat ini juga.

"oppa..." panggilnya dengan suara lirih. Dada Sooran mulai sesak saat pikirannya bermain dengan pekerjaan ini.

Minyuk yang tak kunjung mendengar Sooran melanjutkan ucapannya nampak memandang kearah sang adik yang juga tengah menatap dirinya kini.

"tak bisakah kita mengakhiri ini?" Sooran menghentikan kalimatnya sesaat, untuk menarik nafas mengisi paru-parunya.

"aku..mulai lelah" lanjut Sooran, menyelipkan nada yang sedikit meminta pada Minhyuk.

Minhyuk dapat melihat iris Sooran yang kini sudah dialiri cairan tipis yang sedikit menggenangi pelupuk mata Sooran. Seketika hal itu membuat perasaan Minhyuk sedikit tak karuan.

"mianhae Sooran-a...aku tak bisa menghentikan ini, setidaknya sampai Zero yang memerintahkan langsung agar kita berhenti" jawab Minhyuk lugas.

"apa Zero begitu penting untukmu? sampai...kau tak mau mendengarkan orang lain selain dia?" tanya Sooran lagi.

hening sesaat menjadi jeda pertanyaan yang Sooran lontarkan pada Minhyuk, sebelum akhirnya sebuah anggukan diberikan oleh namja tersebut padanya.

"ne...Zero sangat penting untukku, mengingat...apa yang sudah dia berikan padaku selama ini" tukas Minhyuk kemudian.

Sooran memijat keningnya pelan entah kenapa tenggorokannya benar2 terasa sakit kini.

"oppa...ini benar2 membuatku merasa lelah" Sooran akhirnya tak mampu menahan isaknya.

"jika kau lelah istirahatlah, jangan memaksa dirimu...oppa yang akan mengurus semuanya" Minhyuk menyentuh punggung tangan Sooran pelan.

"lagipula...sejak awal tak ada yang memaksamu untuk ikut dalam misi, jadi...duduk tenang dan tetaplah menjadi seorang gadis yang baik" tambah Minhyuk lagi sembari merekahkan senyum di wajahnya.

"oppa.." Sooran berujar tanpa suara.

"ok...oppa sudah harus pergi sekarang" Minhyuk cepat bangkit dari duduknya untuk menghindari Sooran yang sudah mulai terisak.

"YA! CHAE HYUNGWOON...CEPAT BANGUN...KITA HARUS MELAKUKAN TUGAS" teriakan Minhyuk terdengar bersama langkahnya yang beranjak menuju kamar Sooran.

*

Wonho berjalan kesal, di lorong gedung tempat penyimpanan abu jenazah. Wajah namja itu nampak tak baik, dengan bibir yang terus menerus melontarkan kalimat gerutuan pelan. Untung saja saat itu tak banyak orang yang berada disana, jika tidak...bisa dipastikan Wonho akan menjadi bahan tontonan orang2 yang melihatnya.

"pergilah ke tempat penyimpanan abu tuan Lee Hwitaek, mungkin ada beberapa petunjuk yang dapat kau temui disana" begitu bunyi titah Hyunwoo pagi tadi.

Wonho yang awalnya hendak pamit untuk pulang jadi mengurungkan niatnya karena perintah sang atasan. Sebenarnya tak ada pemaksaan dari ucapan dari Hyunwoo saat mengatakan perintah itu, tapi siapa yang bisa menolak perintah atasan terlebih wajah yang ditunjukan seperti tak ingin menerima penolakan.

"aish...Son Hyunwoo, apa kau kira semua orang itu robot sepertimu huh?" kembali sebuah gerutuan terlontar dari bibir Wonho.

"bahkan robot saja harus memiliki waktu untuk mengisi daya" kali ini Wonho berujar sambil menghentikan langkahnya.

"tapi lihat aku" pelan Wonho mengarahkan tubuhnya menghadap sebuah cermin besar yang ada disisi kanannya.

"astaga wajah tampanku....bagaimana bisa terlihat begitu menyedihkan" Wonho berujar sambil mengusap kasar kedua pipinya.

Wonho masih memperhatikan pantulan wajahnya, saat matanya menangkap sosok lain di belakangnya melalui refleksi di cermin tersebut. Sooran...sosok yang tengah diperhatikan Wonho tengah memandang keluar jendela bangunan dengan tatapan lurus. Yeoja itu terlihat tenang dan membiarkan angin memainkan surai kelamnya yang terurai. Sesaat Wonho tercenung, menikmati keindahan yang memanjakan matanya.

"yeppo" bisik Wonho dalam hati memuji kecantikan wajah Sooran.

Seakan mendengar ucapan yang Wonho ujarkan dalam hati, mata Sooran seketika terbuka dan langsung mengarah pada Wonho. Keduanya saling melempar tatapan meski tidak secara langsung. Iris milik Sooran yang terpantul dicermin seolah mengunci pandangan Wonho dan detik itu juga Wonho merasakan sesuatu yang asing merasuki hatinya.

"Sooran-a" sebuah panggilan membuat keduanya sama2 tersentak.

Baik Wonho maupun Sooran sama2 menoleh keasal suara dan mendapati sosok pria dengan perawakan tinggi menghampiri Sooran. Sebuah senyum segera terukir di wajah Sooran mendapati namja yang baru menyapanya tersebut

"sudah selesai?" tanya Sooran pada namja itu

Anggukan menjawab pertanyaan yang Sooran lontarkan membuat senyum di wajah gadis itu semakin terukir jelas.

"kalau begitu ayo kita kembali" ajak Sooran lagi.

"ne" namja itu mengangguk pelan kemudian melangkah meninggalkan tempat tersebut.

Wonho yang masih berdiri disana hanya bisa mematung saat melihat gadis yang baru saja membuatnya terpesona berlalu pergi. sedikit rasa kecewapun namja itu dapati manakala tangan namja yang bersama Sooran melingkar mesra di pinggang ramping yeoja itu.

"aish...apa yang kupikirkan sih?" gerutu Wonho kemudian melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda.

*

"oh...Yiseul noona" sebuah suara menyapa Yiseul saat yeoja itu baru keluar dari kamar Eunbin.

Yeoja itupun menoleh dan mendapati sosok Kihyun yang berjalan mendekatinya. Sebuah senyum terukir di wajah namja imut itu bersama tautan langkahnya yang terus terarah pada Yiseul.

"kau datang lagi?" tanya Kihyun setelah berada tepat di hadapan Yiseul

"hmm" jawab Yiseul sambil mengangguk.

"apa ada pertanyaan yang lupa kau tanyakan, sehingga kau kembali datang kemari hari ini" ada nada sarkas saat Kihyun melontarkan pertanyaan itu, walau namja itu mencoba menutupinya dengan cara tersenyum lebar.

"anniyo...tak ada pertanyaan yang harus aku tanyakan lagi" jawab Yiseul mengabaikan hal tersebut.

"jincayo?" Kihyun tersenyum miring seolah tak percaya dengan ucapan Yiseul.

"kalau begitu kenapa kau datang lagi noona?" tambah namja itu kemudian.

Yiseul bukan yeoja yang sabaran apalagi menghadapi seseorang yang jelas2 mencurigainya seperti yang Kihyun lakukan saat ini. tapi yeoja itu tak mau menunjukan emosinya, terlebih pada masyarakat sipil seperti Kihyun.

"aku hanya mengunjungi Eunbin dokter Yoo, ingin tahu apa kondisinya sudah membaik atau tidak" jawab Yiseul mencoba balas tersenyum.

"begitu" Kihyun mengangguk2 pelan sembari masih menatap lamat pada Yiseul

"oh iya dokter Yoo, bisa aku bicara sebentar denganmu?" tanya Yiseul pada Kihyun.

Kihyun diam sesaat sebelum akhirnya namja itu mengangguk pelan kepada Yiseul. Keduanyapun sepakat menuju cafetaria rumah sakit yang terletak di lantai bawah bangunan besar tersebut.

"jadi...kau ingin bicara apa Yiseul noona?" tanya Kihyun sesaat setelah keduanya duduk tenang di tempat itu.

"sebenarnya aku ingin tahu kondisi kesehatan Eunbin" jawab Yiseul.

"kondisi Eunbin?" ulang Kihyun dengan alis yang saling bertaut.

"eoh...bagaimana kondisi Eunbin sebenarnya. Aku...melihat cukup banyak luka ditubuhnya saat membantunya membersihkan diri tadi" papar Yiseul.

Kihyun tak langsung menjawab, namja itu memilih menatap netra Yiseul yang memandang tepat ke matanya. samar namja itu bisa melihat rasa cemas yang terpancar di iris gelap yeoja dihadapannya tersebut. Kihyun juga bisa menangkap sesuatu yang lain dari tatapan mata Yiseul, sesuatu yang mengundang rasa penasaran di hatinya.

"kau bisa bertanya pada perawat tadi noona? kenapa kau memilih bertanya langsung padaku?" Kihyun coba mengulur2 waktu dengan memberi jawaban yang tak diinginkan oleh Yiseul.

"aku sudah melakukannya, tapi...apa yang perawat ucapkan sama sekali membuatku puas" jelas Yiseul

"lalu penjelasan seperti apa yang akan membuatmu puas noona?" Kihyun kembali bertanya.

"aku ingin penjelasan yang jujur,tanpa berusaha menutupi apapun" jawab Yiseul.

"kau merasa kami menutupi kondisi Eunbin?" Kihyun bertanya dengan tatapan yang terlihat tidak suka.

Seolah tak mau kalah Yiseul ikut menatap Kihyun sembari mengaitkan kedua jemarinya di atas meja.

"bukankah memang begitu? kalian...harus menyembunyikan beberapa hal tentang kondisi pasien...dari orang2 yang tak ada sangkut pautnya dengan pasien sepertiku" balas Yiseul

"kami hanya menjalankan peraturan noona, kau kan tahu...kami berusaha melindungi privasi pasien. Karena itu...kami tak membagi informasi pasien kami pada orang2 diluar keluarga pasien"

"aku tahu itu dokter Yoo, karena itulah...aku memintamu menjelaskan kondisi sebenarnya dari Eunbin. Aku...benar2 perlu tahu kondisi yeoja itu sebenarnya" kali ini Yiseul berujar dengan nada memohon.

Hal itu membuat Kihyun tertegun, terlebih saat mendapati tatapan Yiseul yang terlihat putus asa.

"kenapa kau ingin tahu tentang kondisi sebenarnya Eunbin noona? apa...kau memiliki niat khusus?" pertanyaan bernada curiga segera Kihyun lontarkan pada Yiseul.

"satu2nya alasanku saat ini hanya ingin menolong Eunbin dokter Yoo. Aku...harus tahu kondisi yeoja itu sebenarnya, agar bisa membantunya melewati masa2 sulitnya" jawab Yiseul

Kihyun coba menatap iris kelam Yiseul, mencari kebohongan dari pancaran mata detektif tersebut. lama ia menatap kedua mata Yiseul namun tak berhasil mendapati sorot kebohongan disana. tatapan Yiseul begitu tulus membuat namja itu terlihat mengangguk pelan.

"saat ini aku hanya memiliki laporan mengenai luka fisiknya saja noona" Kihyun berujar setelah namja itu benar2 yakin pada Yiseul.

"sedangkan laporan psikisnya, dipegang oleh doker Heo" jelas Kihyun lagi.

"apa kau bisa mendapatkan laporan itu untukku dokter Yoo?" Yiseul berujar tak sabaran

Kihyun yang sudah menduga kalau Yiseul akan mengatakan pertanyaan itupun nampak mengurai tawa pelan kini.

"tentu" jawabnya tanpa ragu.

"tapi...aku tak bisa menyerahkan sekarang" tambahnya.

"whae?" tanya Yiseul

Pria mungil bermarga Yoo itu sedikit mencondongkan tubuhnya sembari menatap lamat kedua mata Yiseul.

"semua butuh proses noona, karena itu bersabarlah sedikit" tukas Kihyun sembari menarik sebuah senyum yang terlihat memukau di mata Yiseul.

"ah...ok, baiklah" Yiseul tak tahu kenapa, tapi dirinya bisa dibuat salah tingkah oleh Kihyun.

Ada rasa puas di hati Kihyun melihat raut wajah Yiseul, terlebih saat mendapati semu merah samar terukir di wajah yeoja yang lebih tua darinya tersebut.

"bisa aku meminta nomormu noona?" tanya Kihyun semabari menyerakan ponselnya pada Yiseul.

"untuk memberi kabar kalau aku sudah mendapatkan apa yang kau inginkan" tambah Kihyun sebelum Yiseul bertanya mengenai maksudnya.

Yiseul mengangguk kemudian dengan cepat meraih ponsel Kihyun dari tangan namja tersebut. tangannyapun mengetik sebuah nomor di benda elektronik tersebut dan kembali menyerahkan pada sang pemilik setelah mengetik nomor miliknya disana.

"baiklah...aku akan segera menghubungimu setelah mendapatkannya" Kihyun kembali menarik senyum di wajahnya.

"arasso...kalau begitu aku pamit dulu" Yiseulpun segera bangkit dari duduknya.

"gomawo dokter Yoo" ucap Yiseul kemudian

Anggukan Kihyun menjawab ucapan Yiseul membuat yeoja itu segera melangkah pergi dengan ditemani tatapan Kihyun.

"sedang apa?" sebuah suara menyentak Kihyun sesaat setelah tubuh Yiseul luput dari pandangannya.

"kamjagiya" Kihyun nampak terlonjak kaget sambil menoleh pada tempat yang tadi ditinggalkan Yiseul.

Disana sudah duduk sosok Hyungwoon dengan mata yang terlihat lelah dan wajah yang mengantuk.

"ya! sejak kapan kau ada disana huh?" bukan menjawab pertanyaan Hyungwoon, Kihyun justru bersungut pada sang sahabat.

"baru saja" jawab Hyungwoon dengan suara yang terdengar malas.

Kihyun mendengus mendengar itu lantas memandang Hyungwoon lurus setelah memasukan ponsel miliknya di saku jas dokternya.

"kau baru pulang mengerjakan misi?" tanya Kihyun mendapati penampilan Hyungwoon.

Yang ditanya hanya mengangguk pelan seolah terlalu malas untuk menguncapkan satu kata dari bibirnya.

"kali ini apa?" tanya Kihyun lagi

"hanya memata2i seseorang yang mencoba mencaritahu tentang jati diri Zero" jawab Hyungwoon.

"berhasil?"

Hyungwoon mengendikan bahunya membuat Kihyun mengernyitkan alisnya bertanda bingung.

"ditengah misi Minhyuk menyuruhku pulang, katanya...dia bisa melakukannya sendiri tanpaku" jelas Hyungwoon dengan raut yang terlihat kesal

"kau tahu, saat dia memerintahkanku pulang aku nyaris meledakkan kepalanya. untung saja aku ini orang yang cukup sabar jadi tak sampai melakukannya" gerutu Hyungwoon kemudian

"memangnya apa lagi yang dilakukannya padamu?" Kihyun berujar sambil terkekeh pelan.

"dia menganggu waktu tidurku dan mengajakku menjalankan misi denganya. Tapi tiba2....dia membatalkannya begitu saja dan memintaku untuk pulang. bukankah itu sangat menyebalkan" jawab Hyungwoon dengan sedikit menggebu2.

Kihyun bungkam mendengar itu bersama tangannya yang terlipat di dada. Menurutnya apa yang Hyungwoon ujarkan terdengar aneh, entah kenapa dokter muda itu tiba2 saja menaruh curiga pada Minhyuk.

"Kihyun-a" suara Hyungwoon menyentak Kihyun yang tengah berpikir

"eoh...whae?"

"ruang kerjamu kosong bukan?" tanya namja tinggi itu kemudian

Kali ini Kihyun hanya menagngguk untuk menjawab pertanyaan yang Hyungwoon lontarkan.

"kalau begitu bisa aku kesana? Mataku benar2 terasa berat sekarang" pinta Hyungwoon membuat Kihyun memutar bola matanya sembari berdecih pelan.

"dasar tukang tidur" gerutunya " sudah sana pergi" lanjut Kihyun kemudian membuat senyum Hyungwoon merekah lebar.

*

Minju tengah membaca berita pembunuhan yang akhir2 ini tengah terjadi disalah satu situs internet, namun kegiatan itu harus terhenti saat sebuah tangan menutup begitu saja laptop yang sejak tadi dia pandangi.

"oppa!" protesnya pada Jooheon pria yang baru saja menutup laptop miliknya.

Tangan Minjupun hendak membuka benda tersebut lagi, namun dengan cekatan Jooheon menarik laptop tersebut dan menyembunyikan di belakang punggungnya.

"oppa!" lagi2 panggilan bernada protes itu terlontar dari bibir Minju.

Seolah tak mendengar itu, Jooheon nampak melahap tenang makan siangnya tanpa merespon panggilan Minju padanya.

"oppa...kembalikan laptopku...aku belum selesai membaca berita" rengek Minju manja.

"makan dulu makananmu, setelah itu...oppa akan mengembalikan laptop milikmu" tukas Jooheon dengan nada tegas.

"tapi..."

"tidak ada kata tapi Heo Minju" cepat Jooheon menotong ucapan yang akan Minju lontarkan.

"ck" Minju nampak berdecak kesal sembari mulai menyantap makanannya.

Sebuah senyum terkembang di wajah Jooheon melihat itu, walau dirinya harus mendapati wajah masam Minju yang tak senang akan sikapnya.

"kau marah?" tanya Jooheon pada sang gadis.

Tak ada sahutan dari Minju, gadis itu bersikap seolah tak mendengar pertanyaan yang Jooheon lontarkan padanya.

"Heo Minju...kau benar2 marah?" tanya Jooheon dengan wajah yang dibuat2 imut.

Minju sebenarnya gemas melihat itu, namun hatinya benar2 kesal dengan sikap yang Jooheon tunjukan padanya. jadi dengan sedikit kesusahan Minju coba menahan senyum yang nyaris saja terukir di wajah bulatnya saat itu.

"ya, oppa melakukan ini demi kebaikanmu, tidakkah kau tahu itu" tangan Jooheon menyentuh punggung tangan Minju.

"tapi aku sedang membaca berita untuk referensi ceritaku" rajuk Minju

"berita itu takkan pergi kemanapun Heo Minju, jadi kau bisa membacanya setelah kita menyelesaikan makan siang kita. lagipula...oppa mengajakmu kemari untuk menikmati makan siang bersama bukan menemanimu membaca berita pembunuhan yang menjijikan itu" balas Jooheon

"tapi aku benar2 perlu membacanya oppa, akhir2 ini aku kekurangan ide untuk novelku"

"itu salahmu...kenapa bersikeras membuat novel bergenre thriller. Bukankah sudah oppa katakan agar kau membuat novel roman saja, itu akan lebih mudah untukmu daripada menulis cerita yang berisi pembunuhan dan kekerasan"

"novel roman itu sudah ketinggalan jaman, sekarang orang2 lebih suka membaca buku2 bergenre thriller seperti yang kubuat"

Mendengar itu Jooheon hanya bisa memutar bola matanya pelan, pria itu tahu benar takkan mudah melawan Minju yang memiliki seribu alasan untuk membalas tiap kata yang dia lontarkan.

"ya, Heo Minju...kau benar2 yeoja yang keras kepala. Oppa heran kenapa yeoja sepertimu bisa membuat oppa jatuh cinta" tukas Jooheon sembari menatap lurus Minju.

"akupun bertanya2 tentang itu oppa, aku sedikit heran kenapa pria sepertimu bisa mencintai gadis sepertiku. Maksudku...bukankah kau lebih cocok dengan Sooran onnie? Dia...lebih manis, lembut juga cantik" balas Minju sembari menatap balik Jooheon.

"ya! kenapa tiba2 membawa Sooran?"

"whae? oppa tak suka?"

"Minju-ya..."

"oppa...aku sebenarnya sudah lama ingin menanyakan ini" Minju memotong kata2 Jooheon,

"sebenarnya...apa hubunganmu dengan Sooran onnie? Kenapa aku merasa...dia selalu menunjukan raut tak suka saat aku pergi bersamamu ketempatnya?" lanjut Minju kemudian.

Hening sesaat, menciptakan suasana canggung yang membuat Jooheon salah tingkah. Mata Jooheon nampak bergerak2 gelisah sementara Minju tetap memfokuskan pandangannya pada manik mata milik Jooheon.

"oppa...apa dulu kau dan Sooran memiliki hubungan? Maksudku...apa kalian pernah berpacaran?" Minju yang mulai tak sabar melontarkan tuduhannya pada Jooheon.

"anniyo" Jooheon cepat membantah

"lalu? ada apa dengan kalian? mengapa aku merasa ada yang berbeda dari sikap yang Sooran onnie tunjukan padaku"

"berhenti membahas ini, kau tak sedang melampiaskan kekesalanmu karena oppa menahan laptopmu bukan?" Jooheon coba mengalihkan perhatian Minju.

"kau boleh menganggap seperti itu jika kau mau, tapi...aku memang penasaran dengan hubunganmu dan Sooran onnie juga"

"tak ada hubungan apapun antara aku dan Sooran, Minju-ya. bukankah kau tahu kami dekat karena sejak dulu...appaku adalah donatur tetap di yayasan milik Minhyuk hyung. Dan setelah appa meninggal, dia memintaku tetap melakukan apa yang sudah dia lakukan agar yayasan itu bisa terus berdiri hingga saat ini"

"lalu kenapa dengan Sooran onnie? Kenapa sikapnya begitu dingin padaku?" tanya Minju lagi

"kenapa kau bertanya hal itu pada oppa? kalau kau mau kau bisa menanyakan langsung pada Sooran" suara Jooheon naik satu oktaf

Minju terkejut mendengar itu, sedangkah Jooheon coba menarik nafas dalam sambil memijat tekuk lehernya pelan. Jujur pria itu tak mau menyentak Minju seperti itu, namun sikap sang kekasih membuatnya tertekan dan berakhir dengan amarah yang tak bisa dikendalikannya.

"mian" sesal Jooheon setelah mulai tenang.

Pria berlesung pipi itupun cepat bangkit dari duduknya kemudian meletakkan kembali laptop yang sempat disitanya kepada Minju.

"sekarang kau bisa melakukan apa yang kau mau, oppa...akan kembali bekerja" tukas Jooheon kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Minju yang hanya bisa mematung sambil menatap kepergian Jooheon.

*

"bagaimana? mendapatkan sesuatu?" tanya Hyunwoo pada Wonho yang baru saja menjatuhkan tubuhnya di kursi kerja miliknya.

Kesal? Tentu, seharusnya Hyunwoo memberikan waktu sebentar bukan pada Wonho yang baru saja kembali? tapi...bukan melakukannya, Hyunwoo justru membuat Wonho kesal dengan pertanyaan yang dilontarkannya.

"whae?" wajah datar itu menatap Wonho lurus.

Wonhopun hanya bisa memarik nafas dalam melihat itu tanpa bisa melontarkan ucapan2 protes yang awalanya ingin dia luapkan pada sang atasan.

"aku tak mendapatkan apapun, tak ada yang bisa dijadikan petunjuk disana" ujar Wonho memberikan laporannya.

"kau yakin? apa kau sudah memeriksa semuanya? mungkin ada beberapa barang yang kau lewatkan saat kau memeriksa tempat penyimpan abu tuan Lee Hwitaek" sederetan kalimat tanya mengalir begitu saja dari bibir Hyunwoo menambah alasan Wonho untuk merasa kesal padanya.

"aku sudah memeriksanya dengan seksama ketua. Kau pikir kenapa aku baru kembali sekarang jika aku tak benar2 memeriksa semuanya" Wonho sebisa mungkin merendahkan suaranya untuk menghindari sikap kurang sopan yang mungkin saja bisa dia lakukan secara spontan.

Mendengar itu Hyunwoo nampak menghela nafas, Wonho tahu pria bermarga Son itu kecewa walau raut wajahnya masih menunjukan ekspresi yang sama sejak tadi.

"Yiseul noona mana?" Wonho yang menyadari sosok Yiseul tak ada bertanya pada Hyunwoo

"pergi" singkat saja Hyunwoo menjawab

"oddie?"

Hyunwoo hanya menjawab pertanyaan Wonho dengan mengendikan bahu sambil mengarahkan tatapannya kelayar ponsel.

"dia tak mengatakan padamu?" kembali Wonho mengajukan pertanyaan. Kali ini Hyunwoo menggeleng menjawab pertanyaan itu.

"ya!" protes Wonho dengan suara yang terdengar lemah.

Mendengar itu Hyunwoo menoleh dan mendapati mata Wonho yang memandangnya dengan tatapan putus asa.

"kenapa kau pilih kasih?!" Ucap Wonho dengan sedikit menaikkan nada bicaranya.

Hyunwoo menatap Wonho heran seperti menunggu kelanjutan kalimat Wonho.

"Yiseul noona bisa pergi sesukanya tanpa harus melapor padamu sedangkan aku..." lanjut Wonho menggantung kata2nya sendiri.

"whae? apa kau sedang melayangkan protes padaku?" tanya Hyunwoo pada Wonho tak kalah sengit.

Wonho memejamkan matanya sesaat sambil menarik nafas dalam. Dia tak boleh kesal, sebab itu hanya membuang2 tenaganya. Pria itu...Son Hyunwoo bukanlah seseorang yang pintar dalam bersosialisasi dengan orang2 sekitarnya. Dia hanya manusia yang memiliki sistem robot di kepalanya, karena itulah dia hanya mampu memecahkan kasus2 pelik bukan memecahkan sindiran2 yang Wonho lontarkan.

"kau kenapa?" dengan bodohnya Hyunwoo justru bertanya pada Wonho yang coba menenangkan diri.

"tidak apa2...aku sedang mencoba berkonsentrasi saja" jawab Wonho bernada sarkartis.

"ah begitu" jawab Hyunwoo polos sembari mengangguk kemudian kembali sibuk dengan pekerjaannya.

Wonho berdecih pelan melihat itu, tak ingin bertambah kesal diapun ikut menyibukan dirinya dengan beberapa file yang masih bertumpuk di atas mejanya.

*

Minhyuk berdiri dengan tenang dihadapan seseorang yang mengenakan topeng berwarna emas. Diantara keduanya terdapat seorang pria yang memiliki wajah lebam serta luka dengan darah segar yang masih mengalir dari luka itu. Lelaki malang itu bersimpuh ketakutan dengan pandangan yang senantiasa ia arahkan pada lantai tempat ia bersimpuh.

"Siapa yang memerintahkanmu?" tanya namja bertopeng emas itu pada sang pria.

Namja itu tak menjawab, kepalanya semakin merunduk tanpa berani menatap iris lelaki bertopeng itu. lidahnya tak ingin menjawab pertanyaan itu.

"katakan saja satu nama...dengan begitu aku akan mengampuni nyawamu" namja bertopeng emas kembali berujar dengan suara dingin.

Lelaki malang itu membuka matanya. menghentikan lantunan do'a yang ia baca dan perlahan mengangkat kepalanya, menatap iris kelam lelaki bertopeng itu.

"be...benarkah?" tanyanya dengan nada bahagia.

"apa jika aku me...mengatakan si..siapa yang menyuruhku. K...kau akan mem...bebaskanku?" lanjut lelaki itu lagi.

Perlahan terdengar tawa kecil yang namja bertopeng itu keluarkan dari balik topengnya, kemudian dengan perlahan mengangguk untuk menjawab pertanyaan pria di depannya tersebut.

"Bang Yongguk." ujarnya lantang.

Minhyuk yang masih berada di belakang namja malang yang kini tengah bersimpuh menatap pria bertopeng itu, lantas kembali memandang punggung sang lelaki malang dengan pandangan lurus.

"ah..." guman sang lelaki bertopeng, membuang pandangannya menyapu isi ruangan.

"jadi si kelinci itu sudah mulai beraksi huh" tawa kecil dengan nada sarkartis kembali terurai dari bibir pria bertopeng.

Pria bertopeng itu ini sudah kembali menatap sang lelaki malang. Tawa dengan nada sarkartis itu cukup membuat namja yang masih bersimpuh disana merasa bergidik, terlebih saat pria bertopeng itu perlahan membungkukkan tubuhnya untuk mensejajarkan tinggi mereka.

"siapa namamu?" tanya lelaki bertopeng itu lagi. kali ini dengan nada datang cenderung bersahaja.

"Young..Youngjae, Yoo Youngjae" jawab lelaki malang itu.

"dan apa kau tahu namaku?" tanya pria bertopeng tersebut pada Youngjae

Dengan sedikit ragu Youngjae menatap mata pria bertopeng yang kini masih setia menatap lekat irisnya.

"Ze...Zero" jawab Youngjae walau terselip sedikit nada ragu.

Walau tak melihatnya, Youngjae tahu saat ini pria bertopeng itu tengah tersenyum setelah mendengar jawabannya. Hal itu terlihat dari matanya yang melengkung membentuk garis manis bak bulan sabit. Seharusnya Youngjae bisa lebih lega melihat itu, tapi entah kenapa justru dada pria tersebut semakin bergemuruh karena rasa takut.

"baiklah....aku kira urusan kita sampai disini saja" ucap Zero, seraya bangkit menarik tubuhnya menjauhi Youngjae.

Youngjae menatap Zero dengan tatapan bingung, karena merasa kalimat yang pria itu ucapkan sedikit ambigu ditelinganya.

"sam...sampai disini? maksudnya, kau...membebaskanku bukan?" Youngjae tidak tahan untuk tak bertanya.

"tentu..bukankah aku sudah berjanji seperti itu padamu tadi?"

Mendengar jawaban itu, Youngjae segera melepaskan helaan nafas lega bersamaan dengan sebuah senyum yang terukir di wajahnya.

"kau bisa pergi sekarang" tangan Zero menunjuk kearah pintu keluar.

Tanpa pikir panjang, Youngjae segera bangkit dari simpuhnya. Dan dengan cepat, Youngjae berlari lalu berlari menuju pintu keluar. pria itu sengaja memacu langkahnya karena tak ingin Zero berubah pikiran nantinya.

Minhyuk masih memandangi punggung Youngjae yang perlahan menghilang di balik pintu keluar. namun setelahnya, lelaki bermarga Lee itu menatap Zero tak percaya.

"Zero-ya...apa kau yakin akan melepaskanya begitu saja?" tanya Minhyuk sedikit tak setuju dengan ide Zero.

"ya...begitulah"

"tapi...dia musuh kita" tukas Minhyuk masih dengan nada yang sama.

"hyung...." Zero menggantungkan kalimatnya, menatap Minhyuk dengan pandangan bersahaja dan sedikit menepuk pundak Minhyuk yang menegang.

"jangan mengotori tangan kita dengan membunuh seekor serangga.. Biar tuannya sendiri yang turun tangan untuk menghabisinya" jelas Zero, kemudian.

"maksudmu?" Tanya Minhyuk yang tak mengerti dengan kalimat Zero.

Minhyuk masih tak menerima jawaban dari Zero. Yang Minhyuk dapati hanya Zero yang kini meraih ponsel di saku celana dengan tangan kanannya. Jemari Zero bermain pada layar benda persegi itu. Lelaki bertopeng itu nampak hendak menghubungi seseorang.

Dan setelah menemukan nomor telpon tujuannya, Zero segera menempelkan benda persegi itu pada telinga kanannya.

Tepat pada dering ke tiga, Zero dapat mendengar dengan jelas suara dari sebrang telpon. Perlahan lelaki bertopeng itu menarik sebuah senyum dari balik topeng emasnya.

"Yeoboseo.." Zero membuka percakapan dengan nada suara yang dimainkan.

Tak ada sahutan dari ujung telpon. Membuat Zero kembali mengukir senyum mengejek.

"Yongguk hyung.." kembali Zero membuka suara. Namun respon hening kembali ia dapati.

"terima kasih karna sudah mengirimkanku seekor serangga tak berguna padaku. sekarang.. aku kirimkan lagi dia padamu. silahkan kau urus bagianmu." Zero menyampaikan maksud panggilannya.

"dan...untuk sekedar info saja. Dia tak berhasil mendapati satupun informasi tentang diriku." lanjut Zero kemudian mengakhiri panggilan begitu saja.

Senyum perlahan terukir di wajah Minhyuk melihat apa yang Zero lakukan, jelas sekali kalau namja bermarga Lee itu mengerti dan juga senang dengan apa yang baru saja dia dengar dan lihat.

"kau benar2 licik Zero-a" tukas Minhyuk sambil memukul pelan bahu Zero

Zero hanya sedikit tertawa menanggapi kalimat sindiran yang terasa seperti pujian, untuk Zero itu. Membuat Minhyuk melakukan ikut melakukan hal serupa.

TBC_

Langsa 13 Agustus 2018
20:05
Collaboration by: Hae_Baragi
                                    Biga_Agasshi

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro