Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Penjaga


Jadi Hartanto sudah berhasil masuk ke dalam perpustakaa permisah, gelap dan pengap tapi bagi hantu mereka tak butuh cahaya yangg terang untuk melihat, mereka bisa melihat sekalipun itu di tempat paling minim cahaya.

Perpustakaan saat siang hari sudah menyeram kan, kini dia berbaur dengan banyaknya aktifitas malam, sebagai hantu Hartantu mengkorek buku buku lama, tapi tak ada satu pun dapat dia kenalai sebagai buku tahunan.

"Cari apa?"


Asataga Kamchaagia," kejutnya melihat sosok perempuan tinggi memakai pakaian putih, kuntilanak yang kek pakai egrang (sejenis bambu untuk permaian anak anak tempo dulu)

"Bikin kaget, ngapain nongol,"

"Situ juga setan, ngapain kaget. Lagian ya,  apa yang mau di ubrek ubrek. Aneh aneh aja, kalau besok manusia liat di sini berantakan entar mangil dukun,"

"Alah, cuman dukun 'kan bisa minggir dulu pura pura ilang bentar, beres."

Si kunti mengangguk, "tapi aku gak suka sama bau menyan, udah repot repot mandi kembang, baunya kemenyan, bau tau badan ini."

Hartanto merotasikan matanya, dia setengah jengkel dengan celotehan si hantu, "mending bantuin aku dari pada kebanyakan cerita," sembur Hartanto tak takut, mereka juga sama juga.

"Cari apa sih, kenapa ribut begitu, kalau ngak ngomong mana aku tau kamu nyari apaan." dengkus si kunti, "dasar gemblung."

"Ini aku nyari buku album, kisar tahun 2009-an, kira kiara ada ngak ya?" ungkapnya.

"Gak tau sih, tapi bukan di sini deh kayaknya."

"Tau dari mana?" tanya balik Hartanto.

***

Maria mendatangi pria itu dengan handuk baru ditangan. "Mas, monggo masuk dulu" kata Maria sopan sembari menyodorkan handuk sekedar menyeka baju basah pria asing itu. "terimakasih." Balas pria itu menerima pemberian Maria, dan mengikuti pegawai tersebut masuk ke dalam rumah makan.

"Mas duduk dulu di sini ya, saya ambilkan minum dulu," tunjuk maria ke bangku dekat jendela.

"jangan Mbak, saya ngak beli" tolaknya panik

Maria tersenyum simpul, "gak papa, gratis kok Mas angap aja ini bonus dari saya soalnya Mas nya pelangan pertama hari ini" pria itu melihat sekeliling yang memang kosong, hanya ada dirinya dan wanita asing ini dengan pelan dia menganguk dan tersenyum cangung,merasa tak enak pada wanita itu padahal ia hanya berniat berteduh saja di depan.

"lama amat," tegur Marsela melihat Maria baru masuk ke dapur dengan sedikit tergopoh-gopoh.

Maria menaruh telunjuk nya di depan bibir agar Marsela diam. "Ada orang kehujanan di luar tadi, ini mau aku buatin minum dulu,"

"hah! Yang bener, hujan angin kayak gini ada manusia berkeliaran? Ya sudah kamu buatin kopi susu aja, atau teh anget." Usul Marsela memutus kebingungan Maria yang dari tadi hanya melihat stock bahan minuman. "ide bagus".

Maria datang dari arah dapur dengan secangkir kopi panas dan sebuah kue lapis di nampan, "ini Mas di makan ya," kata Maria menaruh hidangan tadi di depan si lelaki.

"makasih banget ya mbak, kalau ngak ada mbak nya saya udah kriput kena hujan." Maria tersenyum simpul, memilih duduk di bangku kosong bersebelahan dengan pria asing itu. "Mas dari mana? Kok hujan-hujan gini keluyuran"

'astaga, mulut mu usil sekali,' rutuk maria akan beranjak dari sana sebelum suara pria itu menyahuti dengan santai.

"Nama saya Rio Mbak, saya ke sini gara-gara kesasar. Baru pulang dari rumah pakde, saya balik coba lewat jalan lain, eh taunya malah gak tau jalan pulang" Kata lelaki itu mengenalkan namanya bernama Rio, "Nama Mbak siapa?"

"Maria." Jawab nya singkat, Maria hampir tertawa pada lelaki itu jika tidak ingat sopan santun di ajarkan orang tuannya, benar-benar konyol bukan pria itu bisa kesasar.

"udah mbak nya ketawa aja, jangan di tahan." Kata Rio mempersilakan, ia dapat sekali melihat wajah Maria yang kuning langsat sedikit memarah dan mengigit bibir bawah, matanya berkaca-kaca menahan tawa di ganjalnya, seketika setelah mendapatkan persetujuan Rio Maria tertawa dengan sanagat nyaring Rio sedikit menyesali ucapannya beberapa saat lalu, ia merasa dirinya benar-benar bodoh seketika.

"Ma- maaf ya, aduh. Gak sopan akunya, maaf ya mas Rio." Maria mengelap sudut matanya telah berair kini, tawannya terlalu lepas memang atau dia terlalu garing. "Mbak nya kayaknya seneng banget ya, ketawa di atas penderitaan orang lain," lirih Rio dengan wajah memelas melihat gelas kopi di gengamannya

Seketika Maria seperti di sambar petir, ia merasa sangat tidak enak kalau menyingung orang yang baru ia temui tersebut, "eh, Mas maaf, jagan marah, maafin saya ya mas" dahi wanita itu sudah berkerut dengan alis turu dia menangkup keduatanggan di depan sambil memohon pada Rio.

Kini seketika tawa Rio pecah berhasil membalas gadis itu yang berani-beraninya tertawa pada kejadian naas di alaminya. "kita impas ya," sahut Rio memiringkan senyum nya

Wajah Maria tadi sangat tengang ketakutan kini berubah sebal pada Rio, mereka tampak akrab layaknya teman lama. "bikin orang tegang aja" ketus Maria, wanita itu kini mengalihkan pandangannya ke luar jendela kaca. "hujan nampak nya masih lama ya" kata Rio mencari topik lain.

Rio menyeruput kopi hangatnya lamat-lamat dirinya saling bertukar pandangan dengan wanita itu lalu melihat ke luar jendela yang masih hujan saja seperti engan untuk berhenti setidaknya beruntung sudah tak sederas serta berangin seperti beberapa saat lalu. "cuaca jaman sekarang susah di tebak, kadang hujan kadang panas dan mendung" ucapan Rio di anguki Maria samar, "sama kayak manusia ngak sih? Kadang mereka marah, lalu bisa nangis dan sedih tapi bisa juga tertawa di atasa kesedihan yang mereka alami sendiri-" ada jeda di ucapan wanita rambut pendek itu. Maria menghela hafas pendek. "emosi manusia tak bisa di tebak"

"tidak juga tapi takdir tuhan yang tak kalah aneh, aku bisa duduk di sini dan ketemu kamu itu saja sudah aneh-" Rio diam sesaat meneguk kopi yang mulai mendingin. "kenapa kita membahas masalah emosi manusia sih?" heran Rio pada dirinya sendiri kini, "emosi manusia memang unik, baik dan buruk serta tindak tanduk mereka sudah jadi tabiat manusia itu sendiri sejak dulu tapi yang paling indah adalah Takdir dari tuhan yang membuat umat selalu belajar dari dalam hidupnya maka di ciptakanlah emosi untuk menghiasi manusia, jika hari ini sedang sial ingatlah pasti ini berlalu, kalau kau sedang sangat bahagia ingat juga itu tak kekal."



Perempuan itu mengenang, kenangannya dengan sang pacar, yang tengah terbari di atas ranjang, "kamu kapan siuman, aku kangen. Kamu cepet sembuh ya." pinta si perempuan, meningalkan ranjang dengan nama pasien Rio Hartanto.

Maria, nama pacar dari sosok terbaring, melihatnya dengan mata sendu, dia bergumam. "kalau kamu begini terus, aku gak bisa di sini nunguinnya, maaf." lirihnya tampak tak iklas.


















Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro