Babak Kenalan Sama Setan
AKu akan memperkenalakan dari sudut pandangku. Semua kejadian di mana aku hampir stres! Anjing! Gila! Shibal!
Ingin ku keluarkan semua dan segala umpatan, Mulai dari mana? akan ku perkanalkan jenis jenis setan. Kenapa aku malah jadi rivew dedemit, ini semua gara gara kecelakan beberapa hari lalu.
Ketika aku bangun, sosok lusuh aneh tampa terlihat di ruang kamar rumah sakitku. Awalnya ku pikir itu teman papa, tapi?
Mana mungkin manusia mukaknya lecek kek baju gak di setrika, betulan kek kain kusut lecek apa sih kalau di bilang, kulitnya jadi lecek gitu.
Maka aku yakini itu hantu rumah sakit ini, "Paaaa, aku pulang cepet, mau pulang..., tolong pulangin aku ke rumah," rengekku memeluk papa, gak pengin ingat lagi pas Dimas dateng sambil ketawa, bilang dengan kalimat remehnya menusuk.
"Ngapain, yang cidera itu kaki sama lehermu sengklek. Tapi malah kena otak, kayaknya harus di scan juga isi otaknya, pa."
Aku mendesis marah, mencuri pandang ke Dimas, tentu menghindari si hantu yang tampak bengong menatap keluarga kami.
Aku mengamuk sejadi jadinya hari itu, mereka pikir aku ini tantrum perkara takut rumah sakit, bukan itu sebenernya tapi apa boleh di kata, masa kau jujur bilang di sini ada setan, mau aku ripiuw satu satu, ternyata suster ngengsot gak ada di setiap rumah sakit.
"Tiakkkkk!" Aku bayangin ngeri, itu adalah saat aku sadar otakku sedeng, aku harap yang ku lihat adalah setan!
Malam harinya aku yang biasanya senang dan tentram dalam kamar pencahayaan temaram di temani mainan lucu, hiasan atribut basket.
Selama ini, dari aku kecil sampai segede sekarang. Ada sosok di sudut kamarku, badannya mirip tumbuhan menjalar, mengingatkan dengan salah satu karakter di film fantasi, itu yang pernah muncul di film Harry potther.
"Gak! aku gak bisa kayak gini. Masa tiba tiba ada setan pohon di kamarku, gak! ini pasti mimpi!" ku cengram helaian rambutku, membayangkan kalau selama ini ada makhluk berupa podoh berdiri kokoh di sudut selama ini ngelihatin aku ngangkang, kayakng terus cuman pake daleman. "Kek, artis porno," gumamku ngeri.
"Tapi aku juga gak tau, emang bentukannya gitu tumbuh anu juga, ngak?" pikirannku jadi simpang siur ke arah yang tak baik dan benar, mungkin setelah ini aku akan mencari ustrad untuk merukiah aku.
"Mending aku cari di gugel, pasti ada jalannya!" seribu satu cara, semuanya ada di alat pipih.
ku tulis kata kunci 'Menghilangkan setan, itu karena apa?'
Ku temukan sebuah artikel, ganguan jiwa.
Gangguan yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berpikir, merasakan, dan berperilaku dengan baik.Penyebab pasti skizofrenia tidak diketahui, namun kombinasi genetika, lingkungan, serta struktur dan senyawa kimia pada otak yang berubah mungkin berperan atas terjadinya gangguan.Skizofrenia ditandai dengan pemikiran atau pengalaman yang nampak tidak berhubungan dengan kenyataan, ucapan atau perilaku yang tidak teratur, dan penurunan partisipasi dalam aktivitas sehari-hari. Kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengingat.Penanganan biasanya seumur hidup dan sering melibatkan kombinasi obat psikoterapis, dan layanan perawatan khusus terkoordinasi.
Orang lain perlu awer masalah penyakit kayak gini, tapi masa ada penyakit mendadak muncul.
"Tapi bisa jadi aku beneran kek gitu, aku harus cari cara biar sembuh. Gak apap udah gak bisa basket, terpenting sekarang aku waras." tukasku sunguh sungguh.
Dokter pertama, Namanya Dr. Sujito. lulusan Psikolog, katanya sih hebat.
"Pak, kenapa mataku di senterin. Emang mau gantiin tenaga surya?"
"Mungkin matamu di liat dulu ada belek ngak, biar kotorannya ilang." sahut Dimas, dia yang nganter aku ke sini.
Si DOkter ini malah bilang, "oh, bukan." katanya santai, "mau tes aja. Masih bisa di pakai ngak?" lanjutnya cuek.
Menmdadak aku punya firasat buruk, "beneran dokter bukan? kok ngelawaknya lancar."
"Yang penting kamu sehat," begitu balas Dimas berbisik.
Tapi aku memutuskan pergi dari sana, ternyata itu bukan dokter yang sesungguhnya tapi pasien si dokter yang lepas, dari mana kami tau kalau itu bukan dokter. Kami nemuin sosok dokter yang sebenernya lagi terkapar, katanya sih, titit-nya abis kena serangan jurus seribu tendangan. Untung segera semuanya di amankan, tapi itu jadi trauma tersendiri.
Aku pergi ke dokter Syaraf, katanya harus ini dan itu. Aku di kasih obat yang mirip rainbon cake, pusing.
"Ini kapan sembuhnya, kok kayaknya aku ngerasa gak bisa sembuh kalau begini caranya," tangisku tragis.
"Ngapain di situ, mau ngobrol sama tong sampah?"
Ku dongakan pandanganku, itu bukan Dimas atau papa. Sosok hantu yang mati karena gantung diri, talinya masih melekat di leher.
Badanku udah lemas selemasnya, dari pada takut ada sosok lelaki kepala plontos muka pucat memperhatikanku, tapi mendengar sindirannya lah jadi bikin naik tensi.
"Cantik, kasian tapi ..., gila," ucapnya merasa aku tak bisa liat keberadaannya.
Aku mendelik ke hantu itu, "eh, mantan manusia lupa syukur--situ aja mati, ngapain aku binggung. Mending jaga omongamu,"
Si hantu kaget, tentu saja aku bisa ngeliat dia. Aku mencebik sengaja menyengol makhluk tembus pandang yang juga tembus sebadan badannya.
"Dasar setan gabut,"
Si hantu memalingkan wajahnya mengikuti kepergianku, heran panik, kaget dan kagum. "mbak, mbak bisa liat aku?" Dia berjingkrak jingkak mengikutiku sampai kamar.
"ISh, pergi. gak sopan, lakik masuk kamar,"
"Tapi aku 'kan, hantu."
"Hantu tapi lu punya burung aku punya tetek!" pekikku frontal, semoga anak kecil gak ada di sekelilingku, bisa kena unsur pidana ini.
Si hantu belum aku kenal namanya mendusal ke aku walaupun kami gak bisa bersentuhan fisik, "ih, kita ini sama loh, neek. cuman beda lahir aja, ih."
Aku mendelik, gaka ngomong serta gesture. Ini setan bencong, baru sadar kaos ketat di pakainya itu pink ngejreng dengan hots pans, duh.
"Si-situ setan macem mana?"
"Duh, aku bukan setan. Masa cakep gini di samain sama setan, ih. Gak lepel."
"Tapi situ udah mati, jing. Masa mau di bilang manusia," makiku, masa bodoh kalau nih setan ngamuk. Sebenernya malah bikin hasrat nabok bibirnya.
Si bencong--Sebut saja begitu, aku belum kenalan, dan gak mau menambah variasi setan yang nemplok--takut sama setan begini.
Dia ketawa manja, sumpah ini kayak bencces bencces biasa mangkal tapi sekali ngomong suaranya ke bapak bapak, serem cuy.
"Iya, bener. Tapi malu kalau di bilang hantu, mungkin belum terima ya?" di amalah curhat. Tapi ku alihkan fokusku coret coret kertas, 'Kenapa malah curhat.'
"Gak suka denger saya ngeluh ya, mbak-nya?" lalu wajahnya sendu. "Tapi emang udah wajar sih, aku dulu pas hidup juga sering di giniin sama orang-orang. Gara gara aku kemayu, orang gak ada percaya kalau aku juga sama kek laki laki yang lain."
"..."
"Gak kebayang, ada orang yang mati di luar sana perkara mereka gak ada tempat curhat kayak aku ini, gak papa kalau mbak-nya gak angep aku ada, akunya udah mati juga. tapi aku numpang curhat ya mbak, seneng ada temen curhat."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro