Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8. Pekerjaan Aneh


"Salah! Bukan begitu cara berjalan! Kau seperti preman saja," ujar si pria kaya.

"Ah!" Jung mengacak rambutnya. "Berjalan saja pakai aturan," protes Jung.

Jung mendengkus kesal sudah dua minggu mengikuti instruksi orang kaya ini, ternyata susah sekali pekerjaan yang ia tawarkan. Ia pun mengembuskan napas kuat-kuat. Mulutnya mengerucut komat-kamit menggerutu. Sejak pagi ia berlatih berjalan, berbicara, menelepon, tersenyum, berdiri, membungkuk, menanggapi orang lain, makan, minum, dan sederet pekerjaan yang tidak masuk akal. Sebelumnya ia mengira akan diminta bernyanyi dan menari, sebab pria kaya ini selebriti.

"Chaebol, aku menyerah! Aku mau pulang. Kukira bekerja apa? Ternyata bekerja tak penting seperti ini. Menyusahkan saja," umpat Jung.

"Kau tidak bisa pulang, kau sudah menandatangani kontrak," jawab pria kaya angkuh.

"Kau tak mengatakan deskripsi kerja, aku muak bekerja seperti ini, lebih baik aku menganggur saja," sesal Jung.

Jung berjalan ke arah jendela hotel. Pria itu lantas membuka jendela. Ia menyandar di jendela terbuka dan merogoh celananya mengambil pematik dan rokok. Jung kembali merokok, tanpa menghiraukan si pria kaya dan manajernya yang saling menatap. Setelahnya sang Manajer keluar dari kamar hotel meninggalkan Jung dan pria kaya.

"Kuharap setelah ini, saat kau mulai bekerja kau tidak merokok," ucap pria kaya.

"Sudahlah, aku capek. Aku mundur dari pekerjaan ini. Kau menekanku, mentang-mentang uangmu banyak, Chaebol!" rutuk Jung.

"Baiklah, kau sepertinya tidak membaca halaman dua surat perjanjian kita, kalau kau mundur kau mengganti uangku dua kali lipat!" ucap pria kaya.

Jung ternganga, ia menelan ludahnya. Matanya melotot. Mengganti uang sebanyak itu? Mana mungkin. Jung mengatupkan mulutnya, berurusan dengan orang kaya selalu menyusahkan. Slogan mereka sepertinya mengambil keuntungan kapanpun dan di manapun. Mengambil untung sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya. Sial.

"Sudah kuperingatkan, budayakan membaca," tutup pria kaya.

"Brengsek!" ucap Jung.

***

Mau tak mau Jung menjalankan pekerjaannya. Ia kini berada di salah satu hotel bintang lima di Seoul. Sentuhan kamar dominan putih dengan view pemandangan kota Seoul. Namun, Jung masih berusaha bekerja sebaik-baiknya walau latihan yang diinstruksikan selalu saja ia membuat kesalahan. Susah, sangat susah menjadi orang kaya.

Kalau saja Eomma tidak memakai uang imbalan dari orang kaya ini, Jung bisa saja mengembalikan uang itu dan kabur. Tetapi Eomma sudah telanjur memakainya untuk berbelanja di Itaewon, menyisihkan uang kuliah Jae Hyun, membayar kontrak rumah, dan kebutuhan lainnya.

Setelah rokoknya habis, Jung mencoba berkompromi dengan keadaan. Ia mencoba sabar dan mengikuti instruksi orang kaya ini. Orang kaya selalu bisa berbuat semaunya. Hanya dengan menjentikkan jari ia kini menjadi budak pekerjaan yang menurutnya tidak masuk akal.

Kini Jung berlatih duduk manis seperti pangeran. Ia diminta berjalan dari pintu kamar hotel dan duduk di kursi yang disediakan. Jung mulai berjalan pelan dan maskulin seperti kebanyakan orang kaya dan tampan. Cara berjalannya sepertinya sudah benar, tidak banyak komentar pria kaya itu. Setelah berjalan beberapa meter Jung mendaratkan bokongnya di atas kursi dengan cepat, seperti ia duduk biasanya.

"Bukan begitu, Jung Jae-ssi!" pekik orang kaya.

Jung gelagapan ia tampak bingung. "Aduh apalagi? Begini salah, begitu salah," protes Jung.

Si pria kaya meminta Jung berdiri dan ia mencontohkan gaya duduk yang baik. Mulai dari melihat tempat yang akan diduduki sejenak lalu mendaratkan bokongnya dengan pelan dan memposisikan tangannya dengan benar. "Begitu, Jung Jae-ssi," katanya.

"Ah, merepotkan sekali," gerutu Jung.

"Ayo, ulang kembali, Jung Jae-ssi," ucap pria kaya.

"Sial!" umpat Jung kembali.

Sepanjang latihan Jung hanya bisa mengumpat, menyumpah serapah, menggerutu, dan merapatkan gigi. Pekerjaan yang sangat bertolak belakang dengan dirinya, apalagi attitude si pria kaya tentu saja jauh berbeda dengan dirinya yang sebenarnya suka berkata kotor.

Berkali-kali mengulang gaya duduk, akhirnya bisa dilakukan Jung hingga sesuai dengan harapan orang kaya itu. Jung akhirnya tersenyum lega, menjadi orang kaya ternyata susah. Selain gestur tubuh, attitude, dan sikap, rupanya pengetahuan Jung juga sedang diuji.

"Kau bisa berbahasa asing? Jung Jae-ssi?" tanya pria kaya itu.

"Aku lancar berbahasa Inggris, dulu aku pernah ikut camp bahasa inggris di San Fansisco," cerita Jung.

"Wah kau keren sekali. Aku bahkan tidak terlalu lancar berbahasa Inggris walau aku pernah ikut pertukaran pelajar di Australia," sambung pria kaya.

Sambil merokok dan bersandar di jendela, Jung memperhatikan cara bicara lelaki yang kini duduk di ranjang hotel. Pria itu biasanya terlihat memakai make up saat tampil di televisi atau pemotretan di majalah. Kini pria itu tampil polos tanpa make up, Jung merasa ia dan pria itu tingkat ketampanannya hampir sama.

"Melihatmu berpenampilan seperti itu, aku baru sadar kalau aku tidak jelek, hanya miskin saja," ucap Jung santai, setelahnya Jung mengembuskan asap rokok. Lalu Jung kembali menghisap rokok dan memainkan asapnya.

Si pria kaya menggelengkan kepalanya. Ia tersenyum dan tertawa pelan. Ia kembali menatap Jung yang tingkahnya jauh berbeda dengan dirinya. Pria itu bisa menemukan Jung setelah foto candid Jung tersebar di internet. Sepertinya Jung tidak tahu, tetapi dengan segala upaya akhirnya dengan susah payah ia menemukan Jung.

"Mengapa kau menatapku seperti itu? Aku geli. Aku ini menyukai wanita seksi bukan pria seperti dirimu," protes Jung.

Pria kaya terkekeh mendengar ucapan Jung. "Kau jangan salah paham, aku juga menyukai wanita. Hanya saja, setelah aku melihatmu, sepertinya kita ini dekat," ucapnya tanpa melepas pandangannya pada Jung.

"Dekat apanya? Kita ini beda nasib. Kau orang kaya. Aku orang miskin. Aku berada di jurang kemiskinan sementara kau di puncak peradaban dengan bergelimang harta," gerutu Jung.

"Ha ha ha, aku mungkin juga orang miskin. Sebelumnya aku dibesarkan di panti asuhan," cerita pria itu.

"Iya kah?" Jung kembali bertanya.

"Hm," pria itu mengangguk. "Kulihat kau dibesarkan oleh keluarga yang bahagia."

"Bahagia apanya, makan saja susah. Tidak seperti kau yang hanya menjentikkan jari lalu semua akan ada, termasuk diriku di sini. Hanya kau jentikkan jarimu aku sampai di sini," gerutu Jung.

"Uang banyak tetapi tidak memiliki keluarga yang bahagia seperti dirimu, tetap saja terasa kurang. Bukankah bahagia itu sederhana. Seperti kau yang mendapatkan kasih sayang seorang ibu."

"Hei, kau menyinggung ibuku? Jangan bilang kau menyukai wanita paruh baya!" tuduh Jung.

"Ha ha ha." Terdengar kembali tawa si pria kaya. Hampir semua ucapan Jung membuatnya terkekeh. "Hei, Kau juga bisa kaya sepertiku, aku bisa mengorbitkanmu menjadi aktor, jika kau mau."

"Tidak, aku tidak mau menjadi aktor. Aku hanya ingin menjadi PNS, aku cinta negeri ini," timpal Jung.

"Sok sekali dirimu, di saat semua pria menginginkan menjadi aktor, kau malah ingin menjadi PNS," sinis si pria kaya,

"Hei, aku tak mau seperti dirimu. Baru latihan berjalan saja pinggangku sakit, apalagi harus berakting dan menampilkan wajah palsu di depan wartawan," protes Jung.

"Ya sudah, terserah kau saja." Pria itu akhirnya menyerah.

"Jangan cemberut begitu, aku akan mengerjakan pekerjaan sesuai instruksi darimu. Kau mau rokok?" tawar Jung.

"Tidak, aku menerapkan hidup sehat," jawab pria itu.

"Sombong sekali dirimu," sambung Jung.

"Setelah menghabiskan rokokmu, ayo kau akan dirias make-up artist, aku ingin melihat kesempurnaan wajahmu," ucap pria itu.

"Hah, wajahku dirias seperti wanita? Tidak! Aku tidak mau!" pekik Jung.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro