4. Manajer Kim
Jung, pemuda tampan pengantar pizza, meluncurkan motor pengantar pizzanya menuju Dozan Park. Senyumnya merekah indah, dan tentu saja senyumnya itu menambah ketampanannya berlipat-lipat. Sejak pagi mengantar pizza, ia diberi uang tip yang diperkirakan lebih banyak dari biasanya. Rata-rata pemberi uang tip adalah remaja wanita, wanita muda, dan ibu-ibu rumah tangga. Jung tersenyum simpul, wajahnya ternyata membawa rezeki tersendiri.
Senja kala itu, ia memarkirkan motornya dan mencoba melangkah ke dalam taman. Ia lantas duduk di kursi kayu di pinggir jalan setapak taman. Jung duduk dan merogoh saku celana denimnya, kemudian ia mengambil beberapa lembar uang tip yang ia kumpulkan sejak pagi. Ia lantas menghitungnya satu persatu sambil merapikan tiap lembaran uang kertas yang ada di tangannya.
"99, 100. Seratus ribu Won?" ia terbelalak. Ia tak menyangka akan mendapatkan tip sebanyak itu untuk hari ini.
Setelah menyimpan uang tip di saku celana denimnya, Jung lantas kembali teringat situs judi online tempo hari. Rasanya kurang lengkap jika ia melewatkan perjudian yang menurutnya seru dan asik. Pemuda itu merasa harus balas dendam, karena uangnya cukup banyak menyumbang pada situs perjudian online itu, karena sejatinya ia pemain judi yang payah.
Jung menghitung uangnya sambil menatap langit musim panas yang cukup cerah. Ia mengelompokkan uangnya untuk membayar utang rokoknya pada Min Hyuk, lalu membayar perbaikan wc rumahnya yang mampat, dan sekadar memberikan uang saku Jae Hyun. Lebihnya sekitar sepuluh ribu rencananya akan di depositkan ke situs judi online untuk membalas dendam kekalahannya tempo hari.
Setelah puas duduk-duduk bersantai di taman, ia berniat kembali ke rumah. Sebelum ke rumah, ia berencana mampir ke kios kelonton milik Bang Min Hyuk untuk membayar dua bungkus utang rokoknya.
"Utang ku, Hyung," ucapnya sambil menyerahkan uang di atas meja kasir.
Min Hyuk memungut uang dari Jung satu persatu karena uang yang diberikan Jung adalah uang recehan. "Terima kasih," ujarnya.
"Aku yang seharusnya berterima kasih padamu, Hyung. Kau baik sekali tidak menagih utangku selama dua bulan," ucap Jung sambil menghisap rokok yang baru saja ia beli kes.
"Ah, kau ini. Kita kan sudah lama bertetangga. Kau sudah seperti adikku," jawab Min Hyuk.
Jung mengambil kursi dan duduk di sebelah Min Hyuk di balik meja kasir. Pria itu sudah lama tak merokok, kini ia dengan tenang merokok di samping Min Hyuk. Ia terbiasa merokok di sembarang tempat, tetapi bukan di tempat umum.
"Apakah Eomma berutang untuk kebutuhan pokok padamu, Hyung?" tanya Jung santai. Ia berencana membayar utang ibunya, siapa tahu ada.
"Beberapa hari yang lalu ibumu berutang tepung gandum, tetapi sudah dibayar Jae Hyun," jawab Min Hyuk.
"Jae Hyun, membayarnya?" Jung bertanya kembali. Ia tampak heran, dapat uang dari mana adiknya. Bukankah adiknya masih sekolah? Jung mencoba berpikiran positif, siapa tahu Jae Hyun hanya dimintai tolong. Jung sangat tidak ingin kalau adiknya terganggu sekolahnya karena mencari uang sambil sekolah.
"Kulihat belakangan ini banyak yang mencarimu, Jung Jae-ah! Kemarin seseorang yang menyebut dirinya Manajer Kim datang kemari dan menanyakan dirimu," ucap Min Hyuk serius.
"Mungkin orang tersasar, Hyung. Sepertinya dia orang yang meneleponku mengajak bekerja di perusahaan agensi artisnya, padahal aku sama sekali tidak melamar kerja di sana. Ayahku menginginkan aku menjadi PNS," cerita Jung sambil mematikan rokoknya di asbak.
"Lalu kau menolaknya? Bukankah bagus jika kau menjadi bintang K-Pop. Kurasa kau tak jauh beda dengan personel Armor Boys itu," Min Hyuk kembali bertanya.
Jung hanya menggeleng. Mengapa harus menjadi bintang K-Pop? Seolah itu adalah profesi paling baik di negara ini. Bukankan PNS lebih baik? Pekerjaan mulia dan wujud pengabdian pada negeri tercinta.
Setelah bercerita cukup lama dengan Min Hyuk, tiba-tiba seorang pria berkacamatan hitam dengan beberapa pengawalnya datang memasuki kios. Pria paruh baya itu datang dengan beberapa orang yang sepertinya adalah pengawalnya. Pria itu tampak berpenampilan chaebol, dengan wajah bersih, klimis, dan licin. Sepertinya pria itu bukan pria sembarangan, ia kaya raya, dan mungkin hanya dengan menjentikkan jarinya ia bisa membeli apapun yang ia inginkan, dan bisa dengan mudah menaklukkan wanita Korea manapun.
"Perkenalkan aku Manajer Kim, kau Jung Jae-ssi, bukan?" tanya pria asing itu. Pria itu membuka kaca mata hitamnya dan seraya tersenyum pada Jung dan Min Hyuk.
"Anda yang meneleponku, belakangan ini? Anda mau apa? Saya tidak pernah melamar kerja di perusahaan anda," jawab Jung keras.
"Kau tidak mau jika kami membayarmu 100 juta won?" tawar Manajer Kim.
Jung Jae melotot. "Apa-apaan ini? Kenal saja tidak, tapi kau sudah mengiming-iming uang. Aku ini miskin,tapi punya harga diri!" umpat Jung.
Jung berdiri pelan, ia berencana kabur dari orang-orang ini. Sepertinya mereka memang sangat membutuhkan dirinya, tetapi Jung menebak dirinya dimanfaatkan untuk hal-hal yang bersifat negatif. Pria berkacamata hitam yang mengaku sebagai Manajer Kim ini sepertinya tidak main-main. Jung justru makin takut dengan tawarannya yang muncul tiba-tiba.
"Bagaimana, Jung Jae-ssi?" Manajer Kim kembali bertanya tanpa memberikan deskripsi kerja.
Jung mengerutkan keningnya, ia penasaran. Sebenarnya apa pekerjaan yang ditawarkan pria parlente ini. Menyanyi, menari, melucu, atau berakting? Dalam pikiran Jung, Manajer Kim bukanlah berpenampilan seperti Manajer perusahaan dengan setelan jas dan membawa koper sambil setiap saat melihat waktu di jam tangannya.
"Hei, Bujang-nim. Memangnya kau akan menyuruhku untuk bekerja sebagai apa? Jangan bilang kau menyuruhku untuk bernyanyi! Lupakan, aku tidak mau!" umpat Jung dengan langkah pelan-pelan. Jung seperti sedang menahan sesuatu, kadang-kadang ia meringis.
"Tidak, Jung Jae-ssi. Kami tak bisa mengatakannya sekarang, sebab ini bersifat rahasia dan tertutup," jawab Manajer Kim.
"Eh, Bujang-nim. Kau jangan main rahasia-rahasia begitu. Adikku ini pemuda baik, ia juga tampan, jangan kau bebani dengan pekerjaan fiktif mu itu. Aku tak ingin adikku menjadi mafia," sela Min Hyuk. Pria itu sedari tadi hanya memperhatikan pertengkaran Jung dan Manajer Kim.
"Ini bukan menjadi mafia, Kasir. Ini sangat rahasia dan tidak bisa kami beri tahu di sini. Kami perlu Jung Jae-ssi membantu kami," terang Manajer Kim. "Kuharap kalian jangan berprasangka dulu."
Jung dan Min Hyuk saling pandang. Jung masih berdiri dengan gelisah. Pria itu berkeringat dingin. Rencana untuk melarikan diri dari Manajer Kim dan pengawalnya mendadak tidak jadi. Ia merasa untuk kabur akan sulit, karena pengawal manajer itu sudah berdiri di luar kios kelontong Min Hyuk. Jung merasa heran, mengapa bisa tawaran bekerja justru seperti nasabah kredit yang menghilang dan dihampiri debt kolektor? Ini bukan seperti tawaran kerja, ini lebih seperti adegan dramatis penagihan utang.
"Hei, Jung. Bagaimana? Apa kau tidak mencobanya dulu? Katakan padanya?" ucap Min Hyuk.
"Tapi, Hyung. Sepertinya …."
"Sudah, kau terima saja. Kalau dia macam-macam, kau bisa lapor polisi," potong Min Hyuk.
Jung berpaling menatap Manajer Kim setelah bercakap sejenak dengan Min Hyuk. "Maaf, Bujang-nim, saya tidak bisa menerima. Sebab, saya ingin buang air besar," jawab Jung meringis.
Keterangan :
Chaebol = golongan orang-orang kaya di Korea Selatan
Bujang-nim= panggilan untuk seseorang yang berprofesi sebagai manajer.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro