12. Surprise Sia-sia
Selama dua hari penuh, Megi hanya mengurung dirinya di dalam kamar hotel. Bukan karena kamar itu terkesan mewah dan klasik ala eropa tahun 20-an, tetapi karena Rean sama sekali tidak mempedulikannya. Selama dua hari penuh, ia hanya menangis dan meratapi pengorbanan mabuk perjalanan yang sangat sia-sia. Pada kenyataannya, pria yang telah memporak-porandakan hatinya itu seperti tak menganggapnya ada. Bahkan, pria itu tak berinisiatif mengunjunginya dan parahnya pria itu tidak meneleponnya. Padahal Megi sudah mengirimkan nama hotel dan nomor kamar hotel yang setelah dicek Megi tidak jauh dari kampusnya Rean.
"Huaaa...."
Megi kembali menangis dan melempar bantal beralaskan putih. Ia melempar bantal sesuka hatinya. Setelah melempar bantal, gadis itu menggulung selimut lalu melemparnya asal. Setelah puas melempar segala hal yang ada di atas ranjang, Megi melompat dari ranjang berukuran king dan mencoba mendorong rajang mewah itu, tetapi ia tak kuat karena sangat berat, seberat menaklukkan hati Rean. Lagi-lagi ia menangis.
"Kejam kau, Rean! Kau dekat denganku hanya menginginkan uang. Ketika aku tak punya uang, kau cari gadis lain. Asal kau tau, aku punya uang banyak. Jangan harap kau mendapat bagian uang kIni," pekiknya seorang diri.
Stres, gadis itu setres berat. Ia sudah melempari segalanya. Sudah menyewa kamar mewah bergaya eropa tahun 20-an tetap saja hatinya terasa hampa dan tak bahagia. Jika beberapa orang mengatakan kebahagiaan tiangnya adalah uang, ternyata salah besar. Ia punya uang banyak, tetapi jika pria yang disukainya tak mengabaikannya seketika uang banyak itu tak berarti. Ia kini seperti menjelma menjadi gadis paling miskin, lebih miskin daripada kehidupan biasanya.
Megi berdiri dari posisi bersimpuh, ia pun mengambil remot dan memindahkan siaran Amerika menjadi siaran Korea. Ia mencari drama Korea yang ceritanya hampir sama dengan kisah dirinya, diabaikan pria yang disukai. Tiga siaran ia cari hasilnya hanya berita malam, perbedaan waktu antara Vegas dan Seoul membuat siaran itu hanya berisi berita.
Namun tiba-tiba, perhatian gadis itu terhenti kala melihat berita si Bintang K-Pop paling tampan di dunia sedang keluar dari bandara Haneda. Iya, Kang Seok Jung yang ia lihat beberapa hari yang lalu. Berita selebriti yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris itu telah menyirakan berita Kang Seok Jung yang menunda kontrak dengan TV Swasta di Jepang, dan menunda iklan dengan perusahaan di Jepang.
Dada Megi mendadak berdebar, ia baru paham. Ternyata Jung ke Jepang hanya untuk menunda kontraK lantaran kesibukan Armor Boys yang bisa dikatan sangat padat. Jung mewakili Armor Boys dan manajemennya menunda kontrak dan berencana akan liburan. Sayangnya, siaran berita itu tidak menyebutkan Jung liburan ke mana, pihak bandara benar-benar menyimpan privasi dirinya.
"Jung," lirihnya. "Beruntungnya diriku yang sempat melihat punggungmu dan bahumu." Megi tersenyum simpul hingga siaran itu menayangkan berita bintang K-Pop lainnya.
***
Bandara McCarran ternyata tidak seperti yang dibayangkan oleh Jung. Bandara itu tidak desak-desakan ataupun riuh karena kehadirannya. Sepertinya penunpang bandara McCarran tidak mengenalinya sebagai bintang K-Pop ataupun anugerah pria paling tampan di dunia tahun ini. Jung turun dari pesawat dengan disambut cuaca panas gurun Nevada yang menyelimuti Las Vegas. Setidaknya Jung memakai jaket agar kulit putihnya tidak terkena sengatan sinar matahari langsung dan angin gurun Nevada.
Jung melangkah pelan dan menarik kopernya. Ia merasa ada suatu hal yang mengganjal. Ia lantas melabgkah pelan sambil berpikir, apa yang mengganjal hatinya? Jung melangkah santai tanpa ada wartawan atau paparazi yang memotret atau mewawancarai secara dadakan. Tampakknya penumpang bandara McCarran tidak ada yang mengenalinya.
Jung langsung duduk di kursi tunggu penumpang area bebas rokok dan membuka maskernya. Pria itu merasa ada yang kurang jika tidak menghisap rokok. Ia pun menyalakan pemantik, dan dan membakar rokoknya sambil mengingat apa yang tiba-tiba membuatnya gelisah.
Dua menit merokok Dan menghabiskan satu batang rokok, tiba-tiba ia teringat akan mencoba menghubungi Manajer Kim. Jung mencoba merogoh saku celana jin birunya dan ia tersadar, ponselnya tak ada di tangannya. Ia pun berdiri dan mencari-cari tas kecil miliknya dan ternyata tas kecil itu juga raib.
"Sial! Tertinggal di mana tas itu?" pekiknya kesal.
Jung panik bukan kepalang. Semua uang, ATM, kartu pengenal, dan bahkan alamat Nenek hilang. Ia mengusah wajahnya yang sudah dibasahi keringat dingin.
"Bodoh sekali diriku!" umpatnya kesal.
Bagaimana jika Manajer Kim tahu? Bagaimana jika penggemar yang mengambil ponselnya? Bagaimana jika semua indentitas, privasi, dan semuanya berkaitan dengan Armor Boys terbongkar? Jung tertunduk lemas.
"Bagaimana ini?" lirih Jung.
Kalau ia menghubungi agensi, jelas saja agensi tak percaya kalau dia adalah Kang Seok Jung. Sebab di dunia ini banyak orang korea bernama Jung ataupun bermarga Jung. Ia tentu saja akan dikira penggemar yang ingin diperhatikan.
Tak menyerah, Jung menghubungi bagian informasi bandara dan menyanpaikan keluhannya. Ia ingin menghubungi agensi ataupun ibunya. Sayangnya, ia tidak hafal nomor agensi ataupun nomor orang tuanya. Jung hanya bisa pasrah sambil merogoh saku celana jinnya dan saku kemejanya, berharap ada uang beberapa dolar untuk menyambung hidupnya menjelang pihak bandara memberikan informasi dompet dan ponselnya ditemukan.
Akhirnya ia menemukan uang seratus dolar di saku kemejanya. Uang itu ia tukarkan saat di jepang sebelum berangkat ke Las Vegas. Jung menatap pasrah dengan uang seratus dolar.
"Uang ini bisa apa? Menginap di hotel saja rasanyantak cukup," gumamnya.
Jung kembali memasukkan uang seratus dollar ke saku celananya. Ia berjalan ke luar bandara dengan langkah lemas. Ia tak tahu harus ke mana melangkah. Berulang kali ia mengumpat, tetapi tak ada gunanya. Tas kecilnya hilang entah ke mana. Ponselnya mati dan terkunci, ia berharap semoga ada orang yang berbaik hati mengembalikan ponselnya.
Jung menyesal tidak membawa asisten ke mari. Jung menyesal telah mengambil keputusan untuk datang ke vegas seorang diri. Ia kini sebatangkara tanpa sanak family. Tentu saja di kota metropolitan yang orang tidak menyadari siapa dirinya.
Sambil berangsur jalan, ia menemukan banyak casino. Jung berusaha untuk tidak masuk. Uang hanya seratus dolar ia berpotensi jika saja tak ada yang menolongnya. Ia menggeleng menyesal. Kembali ia berpikir bagaimana jika ia mengadu nasib dengan bermain judi? Bermain casino? Atau jackpot? Karena ia perhatikan alat-lat judi dan meja casino tersebar di Flamingo Road.
Bagaimana jika ia menjadi gelandangan? Ia tak peduli akan semua itu. Ia menitipkan kopernya di hotel murah khusus backpacker. Hotel itu ia sewa sementara menjelang ia dapatkan alamat neneknya, ia berjanji akan mencari alamat neneknya bagaimanapun caranya. Semenfara sisa uang 20 dolar akan ia pakai mengadu nasib di meja casino. Matanya tertuju pada suatu tempat yang cukup ramai, The Casino Royale nama tempat itu. Jung sudah telanjur masuk.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro