01🕐Bara Cinta
"Semalem aku mimpi aneh."
–Via–
❤️
PUTIH abu-abu mendominasi para makhluk yang berkeliaran dalam SMA Merak Putih, Suramadu. Bel sekolah baru saja dibunyikan, semua insan segera menyebar layaknya gerombolan tawon keluar dari sarangnya. Seorang gadis bersurai hitam panjang yang digerai begitu saja, keluar dari ruang guru dan berjalan menuju kelasnya. Gadis berponi miring itu mendekati bangku tengah, di mana ada seorang gadis lainnya yang berkuncir kuda. Si gadis berponi mengulurkan tangannya yang tengah memegang sebuah kertas.
"Isi, gih!" ucapnya seraya mendongakkan dagu ke arah kertas yang dibawanya. Matanya memandang lurus pada gadis yang hanya mendongak tanpa berbicara. "Ini formulir buat ikut kegiatan klub!" jelasnya.
Gadis berhidung sedikit bulat itu menerimanya, membaca dengan saksama. Novia Rahmah Anggraeni ditulis pada format kalimat pertama kertas itu. Ia menulisnya tanpa ragu, tetapi hanya sebatas nama. Novia alias Via menopang dagunya dengan sebiji penanya, tampak memikirkan sesuatu.
"Aku masuk klub apa, nih?"
"Terserah kamu aja." Si gadis berponi menjawabnya sedikit tak acuh, ia memilih duduk di sebelah Via. Gadis itu segera mengambil pena dari kotak pensilnya. Nuri Adindra, ia tuliskan namanya dalam kertas buram berukuran A4.
Via melongokkan kepalanya, mengamati apa yang dituliskan oleh sahabat baiknya. "Klub melukis?"
Nuri mengangguk. "Aku emang suka melukis, terutama alam. Tahun kemarin aku masih tergoda masuk jurnalistik gara-gara ada Kak Alif."
"Terus, kenapa sekarang pindah?"
"Kak Alif, 'kan udah lulus."
"Dih, dasar pencinta cogan."
Nuri tak menggubris dan hanya fokus mengisi formulir. Sedangkan, Via malah memandang keluar jendela yang terhubung langsung dengan lapangan sekolah. Gadis seratus lima puluh sentimeter itu hanyut dalam dunia halu-nya. Lantas, Nuri menyadarinya. Fokusnya beralih dan menangkap sosok lelaki tampan yang paling populer sedang bermain basket di sekolah.
"Dasar bucin!"
"Biarin!" sergah Via sambil menggembungkan pipinya mirip ikan dori. Ia mengangkat borangnya yang hanya terisi namanya. "Pengen ikut Kak Bara, enggak mungkin masuk basket. Nggak bakat. Terus apa, dong? Cheerleader?"
"Enggak ada di sekolah kita!"
Keduanya terdiam. Via menjadi lesu dan Nuri sibuk berpikir. Via memandangi lelaki yang notabene kakak kelasnya.
Bintang Bara Biru, pria tertampan, populer dan jago basket. Makhluk sempurna di mata Via. Bukan. Sebenarnya gadis itu juga tahu, bahwa Bara pernah dihukum hormat pada tiang bendera di tengah lapangan. Entah kenapa, gadis manja ini tidak peduli dan hanya menganggap Bara sebagai seseorang yang spesial baginya.
"Bareng aku aja! Melukis! Aku inget, kamu biasa gambar anime, 'kan?" celetuk Nuri.
"Melukis?" Via tampak ragu, sedikit berbeda dengan hobinya, tetapi masih satu keluarga. Keraguan sedikit menggerogoti jiwa dan pikirannya.
"Jadwalnya barengan sama klub basket, loh!" bisik Nuri menggoda sahabatnya hingga muka kulit putih itu berubah menjadi merah seperti magic.
Via segera mengisi borangnya dengan semangat, apa pun akan dilakukan demi melihat sang idola lebih lama. Terkadang, ia seperti menjilat ludahnya sendiri. Baru saja Via mengatai Nuri masuk klub jurnalistik karena seorang lelaki, kini dirinya melakukan hal yang sama. Via sempat berpikir, jangan-jangan ia bukan hanya bersahabat dengan Nuri, melainkan kembaran yang terpisah!
Nuri segera menarik formulir yang telah diisi Via dan berpamitan ke ruang guru. Sementara Via malah berdiri di depan pintu, memandangi Bara yang sedang asyik main basket. Wajahnya begitu tampan, hidung mancung dengan bentuk wajah yang lonjong. Rambutnya layer pendek dengan poni belah pinggir, terlihat basah oleh keringat.
"Terlalu Tampan!" gumam Via yang masih menikmati indahnya ciptaan Tuhan.
Setelah puas menikmati nafsu birahinya, gadis kurus itu membalikkan tubuh. Via tercengang dirinya sedang ditatap seorang lelaki berkacamata dengan poni panjangnya yang tampak sangat cupu.
Railo Anggara Saputra, teman sekelas Via yang hampir tidak dirasakan keberadaannya karena tidak pernah mendengar lelaki itu berbicara. Tatapan Railo begitu menusuk, seolah Via adalah pembunuh kejam yang sudah merenggut nyawa keluarganya. Gadis itu memang sedikit takut dengan lelaki pendiam dan tertutup macam Railo. Ia tak bisa menebak isi pikiran pria pendiam itu. Via mulai merinding ditatap terus seperti itu, ia hanya berbalik dan segera tancap gas menghampiri sahabatnya yang masih di ruang guru.
ヽ(。◕o◕。)ノ.
Matahari tepat berada di atas kepala, Via dan Nuri berjalan cepat menyeberangi lapangan dengan terpaksa. Sebenarnya bisa saja memutar melewati lorong-lorong, tetapi perut mereka tidak mau diajak bekerja sama. Lebih baik dengan jalan pintas meski sedikit menghitamkan kulit. Hitung-hitung belajar menjadi orang asing.
Di kantin, mereka segera mengantre ke stan pangsit mie dan bakso. Makanan terfavorit, karena setiap satu porsinya ada dua mangkuk. Sebuah keuntungan bagi Nuri yang bisa membungkus satu mangkuk lainnya, apalagi ditraktir oleh tuan putri. Sedangkan Via ... hanya dimakan sendiri. Begitulah kehidupan nyata seorang putri dengan perut karet.
Via begitu menikmati makanannya tanpa melihat kanan kiri. Sangat khusyuk. Sampai ia tak mendengar bahwa sahabatnya tengah berbicara dengannya.
"Vi!" bentak Nuri karena kesal ucapannya dianggap angin lewat. Sedangkan yang dipanggil, hanya mendongak lalu cengengesan tanpa dosa. Nuri menatapnya dengan wajah datar, berusaha mengatur emosi bergejolak dari dalam dada.
"Iya, apa sih, Sayangku? Aku dengerin, deh!" rayu Via dengan manja.
"Itu." Nuri menunjuk dengan dagu ke arah sekelompok perempuan, beberapa meja tak jauh dari tempatnya. Via mengikuti petunjuk, lalu mengembuskan napas kasar.
"Sebenarnya dia cantik, tapi sadis. Kenapa ya, cewek kayak gitu bisa jadi temen masa kecilnya Kak Bara?"
"Ssst! Jangan keras-keras, emang kamu mau jadi bulanan mereka?" tegur Nuri merasa bergidik dengan geng mereka.
Keza Rosalind, gadis berambut sebahu yang memiliki wajah tegas dan cantik, menjadi ketua dalam kelompok itu. Shelly dan Felly, si kembar yang setia mengikuti Keza ke mana-mana. Tiga serangkai yang cukup disegani dalam sekolah. Perempuan yang juga menjadi teman masa kecil Bara. Banyak yang mengagumi keberadaan Keza dan Bara karena paras pun prestasinya. Para murid bahkan rela, jika mereka dinobatkan menjadi pasangan spektakuler era 2020.
"Kez, urat!" celetuk Bara yang baru saja tiba dan menghampiri meja teman masa kecilnya.
"Apanya yang urat sih, Bar? Kamu mau godain aku di tengah sekolah gini? Malu tau!" sahut gadis yang lebih tinggi lima sentimeter dari Via dengan menutup wajahnya pura-pura malu.
Bara heran dengan tingkah laku makhluk astral di depannya. Tak mau berlama-lama meladeni tingkah aneh Keza, lelaki itu segera mencomot bakso urat dari mangkuk gadis yang diam-diam mengintip dari celah jarinya. Satu bakso. Dua bakso. Tiga bakso. Bara terus melahap dan menyisakan kuahnya saja. "Tengkyu, Kez!"
Bara lantas mulai meninggalkan tempat setelah perutnya lumayan terganjal dengan tiga bakso. Keza syok dan berteriak, "Baraaaaaaa! Aku makan apa, dong?"
Bara tak menyahutnya dan terus berjalan. Keza mengembuskan napas kasar lalu berdiri dan mengejar lelaki populer itu. Ia segera menggamit lengan Bara dan jalan bersama. "Jangan main tinggal dong, Bar!"
"Jalan sendiri aja, deh!" tepis Bara, tetapi Keza meraih lengan Bara kembali.
"Enggak mau! Hukuman udah makan baksoku!"
Shelly dan Felly hanya menggelengkan kepalanya dan saling tertawa kecil. Mereka bahagia dengan ketua mereka yang tampak agresif pada sang pangeran. Tentunya, mereka juga yakin, bahwa Keza pasti bisa memenangkan hati Bara suatu saat nanti. Sedangkan Via hanya menggerutu kesal, rasanya tak mungkin untuk mendapatkan hati seorang idola, jika nenek sihir itu masih di sampingnya.
ヽ(。◕o◕。)ノ.
"Via!"
Jantung Via berdegup kencang, kaget oleh pekikan sahabat yang membangunkan tidur siangnya. Ia mengelus dada. "Aduh, Nur! Di setiap ada kamu kenapa jantungku berdetak~"
"Yaelah, malah nyanyi! Elap, nih!" Nuri menyodorkan tisu pada Via. Gadis imut itu segera menyadari wajah cantiknya telah ternoda cairan bening yang keluar dari mulutnya. Ia menyeka dan menyengir.
"Habis marathon drama nih, pasti!" tukas Nuri sambil membuka cemilan keripik kentangnya.
Via tersenyum kecut. "Bukan! Semalem aku mimpi aneh."
"Mimpi apaan?"
Via mengedikkan bahu. "Entah, enggak inget aku. Tapi, rasanya kayak waktu kamu bangunin tadi. Deg-degan," ucapnya sambil memegang dada.
"Mimpi cowok ya? Pasti Kak Bara, 'kan?" tukas Nuri tanpa berpikir ulang.
Via menggeleng. "Rasanya bukan. Deg-degannya beda."
"Dih, mana ada deg-degan beda?"
"Ada kok. Aneh ya?"
Nuri malah mengacak-acak wajah sahabatnya karena gemas. "Ini, nih! Akibatnya kalau kebanyakan halu!"
"Nuriiiiiiiiiiiii!"
Nuri segera berlari keluar kelas, dan Via mengejarnya. Indahnya persahabatan dua perempuan itu. Sedangkan Railo, hanya berdiri diam di pojokan. Matanya masih mengawasi pergerakan gadis berkuncir kuda itu. Sebuah lengkungan terbit di sudut bibirnya. Railo hanya bisa memendam perasaan, cinta dalam diam. Lebih baik seperti ini, agar bisa selalu mengamati gadis yang disukainya.
Sebuah jarum jam dinding berputar cepat, tetapi tak ada yang menyadarinya. Sebuah aura mistis mulai mengganggu dunia ini. Hati-hati, mungkin saja ....
(。◕‿◕。)➜(。◕‿◕。)➜
Dipublikasikan 28 Juni 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro