Chapter 5 - Rencana
Pagi-pagi mereka tercengang dengan keadaan Venchy yang jauh dari kata baik. Mantan ketua kelas pun langsung cemas dengan Venchy yang begitu santai menulis materi fisika.
"Ketua!" Ia duduk di samping Venchy, meraba setiap titik ungu dan goresan merah yang ada di muka Venchy. Bibir merahnya berhiaskan luka yang seakan membelah, serta sudut bibirnya mengungu. "Ketua baik-baik aja, kan? Mau kuambilkan obat?"
Venchy terkejut dengan perlakuan siswi ini, mengernyit menahan rasa sakit saat lukanya disentuh. "Aku ... gak apa-apa. Ini tidak terlalu sakit."
"Benaran gak apa-apa?" tanyanya tak yakin. "Aku cemasin kamu lho, Ketua."
"Iya," jawab Venchy mengangguk mantap. "Aku gak apa-apa kok." Ia mengerling sekilas guna bisa bernapas lega. Luka ini tidak seberapa dengan sakitnya ditinggal orang yang disayang, pikirnya. "Lagian, kamu semua udah kerjain tugas fisika? Kan sekarang dikumpulkan."
"Astaga, aku lupa!" Gadis dengan jaket merah jambu itu menepuk dahi. "Pantas Ketua gak sadar sama kehadiran kita, ternyata lagi ngerjain tugas," kata dia terkekeh sumbang.
"Nah, itu tau." Venchy tertawa kecil. "Kerjain gih, dari pada dikasih tugas tambahan."
"Siap, Ketua!" Dia menatap penghuni kelas ini dengan penuh membara. "Kalian gak dengar Ketua bilang apa?"
Semuanya berhamburan ke bangku masing-masing. Kelas ini senyap sekali. Mereka belajar tanpa berbincang hal tak penting selain diskusi soal materi yang membingungkan. Ah, sepertinya Venchy mulai menyukai mereka. Ia melirik gadis yang menyerukan semua siswa kelas MIPA 6 untuk belajar. "Siapa namamu?"
Orang yang dimaksud pun menoleh tegang. Dengan terbata-bata ia menjawab, "Citra."
"Citra, ya?" Venchy menjeling seraya mengangguk paham, lalu kembali memandang Citra dengan senyum lembut yang buat mereka terpana. "Makasih udah cemasin aku."
Citra terenyuh akan perhatian Venchy. Ia hanya membalas rasa terima kasih Venchy dengan anggukan sopan. Ternyata dia ramah bila memperlakukannya dengan ramah juga. Citra mengeluarkan buku catatan bertajuk "Fisika (Latihan soal)" dan memberikannya pada Venchy. Gadis berkacamata itu kebingungan dengan tingkah Citra.
"Ketua boleh salin jawabannya," kata Citra menjelaskan maksudnya. "Tapi tolong, tetaplah menjadi Ketua yang bisa mengharumkan nama kelas kita."
Mengharumkan nama kelas? Venchy tak yakin bisa melakukannya, tapi kalau belum coba mana tau, kan? Ia mengangguk mengiyakan. "Akan kulakukan untuk kelas kita."
****
"Ini laporannya, Uwel." Selembar amplop cokelat disodor dan diterima dengan baik. "Isinya berupa foto bukti pembullyan, CV pelaku pembullyan, dan CD berupa kejadian itu berlangsung."
Uwel mengangguk mengerti. Ia membolak-balik suratnya, begitu rapi tanpa cacat sedikitpun. "Soal tugas kedua," sambung Venchy yang mengundang perhatian Uwel. "Kami tak bisa melakukannya. Dia tak ada di TKP."
"Benarkah?" Uwel menaruh laporan seksi dokumentasi di atas tumpukan kertas. Tangannya beralih membelai laptop hitam milik sekolah. "Mungkin sebaiknya aku cek CCTV untuk memastikannya."
Astaga, Venchy lupa dengan CCTV! Seingatnya waktu merusak CCTV dengan batu, ia tak menutup kepalanya dengan tudung jaket atau topi. Tubuh Venchy menegang, merangsang jantung untuk mempercepat detaknya per menit. Pikiran Venchy kalut. Apa yang harus ia bilang kalau Uwel curiga padanya?
"Meski aku percaya pada skill seksi dokumentasi, tapi aku berhak untuk mencari tau lebih dalam lagi," katanya tanpa memandang Venchy.
Bangsat.... Venchy merutuki diri sendiri. Menelan saliva pun terdengar bunyinya. Ia mulai sesak napas, ditambah seragam dan rambutnya basah akan peluh. Nyali Venchy makin menciut kala Uwel mengernyit. Ia tak tahu apakah dia curiga atau tidak jelas.
"Kemarin CCTV gak dinyalain?" tanya Uwel bicara sendiri. "Kok ... gak ada? Heran."
"CCTV-nya mati, Uwel?" tanya Venchy tak percaya. Bila diingat, CCTV yang ia rusaki terdapat titik merah yang menandakan masih menyala.
"Iya...." Uwel bersandar di kursi kantor, mendesah pasrah dengan pencarian di CCTV. "Mau gimana lagi? Tugasmu sudah selesai, Venchy. Kamu boleh pergi ke kelas sekarang."
Hanya itu? Apa tak ada hadiah berupa makanan atau apapun itu sebagai bentuk apresiasi? Sia-sia Venchy pergi malam-malam sampai berhadapan dengan—
"Tunggu." Uwel membuyarkan lamunan Venchy. Ia beranjak dari kursi tahta, mengambil sesuatu di kotak P3K setelah meminta Venchy duduk di sofa: Alkohol dan kapas.
"Kamu ini...." Ia duduk di samping Venchy, membasahi kapas dengan cairan bening berbau menyengat dan menepuk-nepuk ke luka di wajah Venchy. "Apa kamu diserang mereka waktu foto kejadiannya?"
"Begitulah." Tidak, bukan itu yang sebenarnya terjadi. "Mereka memukulku tanpa ampun, tapi aku bisa mengelaknya." Namun jawaban Venchy setengah benar.
"Kayaknya tugas kemarin terlalu berbahaya untukmu, Venchy," kata Uwel. "Tahan sedikit, biar lukanya cepat kering."
Venchy terpana melihat tindakan Uwel. Dia ... begitu perhatian. Dia dengan cekatan dan lembut mengobati luka di mukanya. Selama ini, Venchy tak pernah mendapatkan perhatian seperti ini selain Lail yang mengomel kala berkelahi. Ia jadi penasaran, apakah mantan pengurus OSIS itu mendapatkan perhatian yang sama?
"Sudah, nanti jangan lupa diobati lagi pakai salep sehabis mandi," ujar Uwel meremas-remas kapas yang kotor akan darah. Senyum lembut merekah di bibir secerah bulir jeruk.
"Ah, thanks...." Venchy buang muka. Kulitnya berubah merah padam. Tanpa berpikir panjang, ia langsung beranjak dari sofa, berlari keluar dan menjauhi gedung itu dengan muka memanas. Air membendung bola matanya. Detak jantungnya makin cepat macam kena hipertensi.
"Perasaan apa ini?" pekik Venchy mencicit. "Aku gak suka sama rasa ini!"
Ia hampir lupa. Lail pasti yang mengambil alih kendali CCTV. Ia langsung mengambil ponsel di saku rok sambil berjalan cepat menuju kantin. Venchy cari nama kontak yang ingin ia telepon, apalah daya tak fokus karena terbayang sosok Uwel. "Plis, angkat...."
"Halo, Ven?" Dia mengangkat teleponnya.
"Lail, aku mau tanya sesuatu!" kata Venchy dengan cepat. "Kamu yang mengambil alih CCTV?"
"Ah.... Yang itu, ya. Iya, gue ambil alih kendalinya," jawab Lail bernada enteng. "Gue udah hapus rekaman kejadian waktu kemarin setelah menyalin videonya, jadi lo gak perlu khawatir soal identitas lo."
"Pantas si Uwel pasrah." Venchy mengambil soda teh kemasan botol di lemari pendingin. "Dia gak penasaran soal pelaku yang selamatkan Vinci. Justru aku yang curiga."
"Yang benar lo?" Lail terbahak-bahak mendengarnya. "Berarti tindakan gue tepat banget. Soal CV pelaku, itu bakal dia apakan?"
"Entah," jawab Venchy sebelum memesan mi cup instan rasa pedas level 10. "Aku pun curiga."
"Yah.... Untungnya lo punya salinan CV itu." Venchy mendengkus remeh. "Aku akan buat mereka babak belur karena menyebut namaku, tinggal cari tau kapan pimpinan mereka sampai di markas."
"Lo yakin mereka organisasi darah hitam, kan?"
"Iya, aku yakin itu," jawab Venchy meneguk minumannya hingga setengah botol. Sendawanya harum dan menyakiti rongga hidung. "Kalau bukan mereka, geng sekolah mana lagi yang mau menantang seorang legenda preman sekolah?"
****
Lain halnya di ruang OSIS. Uwel memeriksa isi amplop yang Venchy beli. Seperti yang Venchy bilang, ada beberapa lembar berisi CV pelaku. Semuanya laki-laki, menjadi anggota organisasi darah hitam. Uwel juga menyetel CD ke laptop. Sambil membenarkan rambut panjangnya, ia melihat sekumpulan berjaket hitam tengah memukuli korban, sedang beberapa orang mengincar Venchy yang terus mengelak sambil memotret mereka.
Rahangnya mulai mengeras. CV salah satu pelaku diremas kuat, sebagaimana menggambarkan tatapan murkanya. "Kalian seenaknya bully temanku sebagai umpan untuk Chia.... Takkan kubiarkan kalian lolos dari cengkeramanku." []
Majalengka, 13 November 2020
SPOILER ALERT!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro