Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 4 - Seksi Dokumentasi

"Serius lo masuk OSIS?" Venchy ajak Lail mengunjungi kamarnya malam ini. Pemilik kos meminta Lail menentukan pilihan, antara ketemu dalam waktu terbatas atau menginap. Lail memilih menginap, mengingat banyak sekali hal yang ingin disampaikan pada Venchy.

"Iya, setengah terpaksa sih." Venchy datang menaruh dua gelas kopi tanpa ampas, kemudian duduk di samping Lail. "Aku gak punya pengalaman jadi pengurus OSIS."

"Ih, justru keren dong yang gak punya pengalaman OSIS malah masuk situ terus dapat divisi," sanggah Lail menepuk pundak Venchy. Ia menukuk meraba gelasnya, mengurungkan niat untuk menyeruput kopi. "Tapi kayaknya terlalu aneh gak sih, Ven?"

"Aneh gimana?" Perhatian Venchy buyar seketika saat menyalakan TV.

"Maksud gue, kok lo masuk OSIS langsung jadi seksi dokumentasi?" Lail menjelaskan dengan rinci. "Seingat gue, kalau mau masuk seksi di bidang tertentu harus dapat pengalaman yang berkaitan sama bidang seksinya."

Alis Venchy saling bertautan, tertumpuk lipatan di dahi. "Benar juga. Tapi waktu itu dia bilang kalau satu pengurus OSIS mengundurkan diri, jadi dia kekurangan anggota."

"Apanya yang kekurangan anggota?" Lail tak terima dengan alasan Venchy. Jempolnya begitu lihai mengetik sesuatu di layar ponsel. "Lo gak tau, di sekolah lo banyak yang mau jadi OSIS, bahkan banyak yang keterima dan ikut acara ini itu. Makanya gue bilang aneh, karena di antara semua pengurus OSIS, cuma lo yang diminta buat jadi seksi dokumentasi di OSIS." Ia menunjukkan satu foto berupa puluhan siswa berjas buka warna merah marun.

"Iya, ya," kata Venchy menyetujui pendapat Lail. "Mereka ada banyak, tapi cuma aku yang dipilih jadi seksi dokumentasi."

"Tapi biar bagaimanapun juga, gue bersyukur lo dapat kerjaan buat dokumentasikan momen di sekolah," cakap Lail membenarkan kabar Venchy. "Intinya, lo manfaatin tuh tugas seksi dokumentasi buat nyari bukti pembullyan sambil rekam acara sekolah."

"Tenang aja, Lail." Venchy mengambil kopi miliknya, menyesapnya dengan nikmat. Sebuah senyum manis di bibir merah buat Venchy makin semringah. "Aku akan menjalani jabatan sebagai seksi dokumentasi dengan sebaik mungkin."

Pembicaraan mereka berakhir saat Venchy mendapatkan pesan suara. Nomornya tak disimpan. Lail mendekatkan wajahnya ke layar ponsel.

"Dari siapa tuh?" tanya Lail mengangkat alis tebalnya.

Venchy hanya mengedikkan bahu. Ia sama penasarannya dengan Lail, lantas diputarnya pesan suara. "Venchy, ini aku yang tadi sore bertemu. Tadi aku baca agenda besok, ternyata ada dua kegiatan. Kamu bisa tunggu di ruang OSIS yang ada di lantai atas dekat kelas 11 IPS 4. Aku tunggu, ya."

"Ketos?" Lail menerka. Jemarinya meraih gelas yang masih terisi penuh, suhunya mulai menurun, enak untuk disesap.

"Mungkin." Ponsel pun ditaruh begitu saja, ia bersandar melepaskan penat di tubuh dan hatinya.

"Kok mungkin?" Lail menunggu jawabannya, ditambah Venchy memejam mata sejenak untuk menenangkan dirinya. Netra segelap malam terbuka, terbesit kilat tajam.

"Aku pun tak tau dia disebut ketos atau bukan." Ponselnya menyala lagi menampakkan pesan suara dari Uwel. Dalam benaknya, kenapa dia kirim pesan lagi? Dua gadis saling pandang penuh tanya. Venchy pun memutar pesannya.

"Kalau dipikir lagi, salah satu agendanya aku percepat karena ini ada hubungannya sama seksi dokumentasi dan kesiswaan. Dengar. Kamu pergi ke sekolah sekarang juga, aku sudah minta ketua seksi dokumentasi ke sana, mungkin dia nungguin kamu." Dan ini belum selesai.

"Kenapa aku harus datang ke sekolah malam-malam?" tanya Venchy penuh curiga, menindih suara di ponsel.

"Mana gue tau, Ven." Pesan suaranya terhenti. Mereka tak paham maksud isi pesan Uwel, maka Venchy memutarnya kembali di detik empat belas.

"Bisa dibilang ini tugas rahasia, hanya diketahui oleh kita bertiga. Khusus nanti malam, kita akan mencari bukti terkait pembullyan atas Vinci sekaligus pelaku sosok misterius yang menghabisi geng sekolah. Kamu bawa laporan padaku dalam bentuk hardcopy. Urusan kamu bakal sakitvatau bagaimana nanti besok, biar aku yang urusi. Aku tunggu, ya."

Awalnya mereka saling pandang sebelum akhirnya mereka bilang, "Menarik."

****

Sekolah di malam hari jauh lebih mengerikan. Hanya tempat seperti ruang guru yang diterangi lampu, termasuk lorong yang dihuni seorang pemuda berjaket putih. Wajahnya yang tenang dipapar sinar biru. Pikirnya, ke mana anggota seksi dokumentasi yang baru?

"Maaf menunggu lama." Akhirnya dia datang juga. Pemuda itu menoleh, menangkap sosok gadis berjaket tanpa resleting yang tergopoh-gopoh menggendong tas. "Aku sudah siapkan semua barang yang diperlukan saat mendokumentasikan kegiatan."

"Baiklah," sahutnya memaklumi Venchy. "Kita ke ruang eskul band."

Venchy menurutinya. Langkah mereka beriringan. Sepatu mereka begitu serasi. Namun mereka tak saling cakap. Venchy gerogi ingin bercakap pasal apa. Lelaki di sampingnya begitu tak peduli dengannya. Tidak, Venchy masuk OSIS untuk mencari segala informasi—

"Uwel yang ngajak kamu?" Dia bersuara, meski mukanya tak ditunjukkan. Venchy sedikit terkejut melihatnya, tapi ia ubah seolah-olah merasa tenang.

"Iya," jawab Venchy mengangguk sopan.

"Rafka." Dia memperkenalkan diri tanpa kontak mata dan jabat tangan, hanya menyodorkan handsfree hitam. Tangannya mencengkeram tali tas saat menaiki tangga.

"Venchy." Gadis dengan rambut dikucir ekor kuda membungkuk sambil menerima pemberiannya. "Mohon bantuannya, ketua."

Rafka tak menanggapi. Mereka sampai di depan pintu eskul band, mengeluarkan barang-barang seperlunya seperti kamera dan handycam. Venchy juga melihat Rafka membuang recorder miliknya sendiri ke semak-semak dekat masjid setelah dinyalakan.

"Tugas kamu hanya memotret mereka yang membully Vinci secara diam-diam," ujar Rafka menyalakan handycam. "Mereka bisa mengincarmu jika kamu ketahuan memotretnya."

Atau aku harus berurusan dengan kepolisian lagi, batin Venchy menambahkan. Ia mengotak-atik pengaturan di kamera, pernah sekali menggunakannya saat study tour SMP. "Oke. Tapi, aku ingin menanyakan sesuatu padamu."

Lawan bicara hanya mengerling sebagai pertanda mempersilakan. "Mungkin ketua menganggap kalau pertanyaanku cukup konyol, tapi aku berhak melontarkan pertanyaan ini. Apa menurutmu Uwel tidak terlalu mencurigakan?"

"Uwel?" Rafka menghadap kepada Venchy. "Aku merasa begitu."

Venchy mendelik tak percaya. "Benarkah?"

"Maksudku, kenapa hanya seksi dokumentasi yang kena tugas di malam hari?" Rafka mengoreksi ucapannya. "Makanya tak heran kalau anggotaku mengundurkan diri."

"Karena tugas rahasia dari Uwel?" terka Venchy mengalungkan kamera ke lehernya.

"Iya," jawab Rafka mematikan lampu di jalan antara kelas 12 IPS 5 dan 11 IPS 5. "Siap-siap di anak tangga terakhir menuju lorong kelas 12 MIPA. Nyalakan handsfree."

"Baik." Venchy turun dari lorong atas, bersembunyi di balik dinding anak tangga menuju lorong yang dimaksud. Ia mendengar bunyi gemeresak dari alat komunikasi.

"Venchy, apa kau dengar?"

"Jelas sekali." Venchy duduk bertekuk lutut, berusaha menempel dengan tembok.

"Dengar, aku akan memberi aba-aba untuk memotret mereka. Jangan sampai ada foto yang rusak." Rafka memberikan pesan.

"Dimengerti."

"Mereka datang," kata Rafka merangsang ketegangan di tubuh Venchy. Deru motor sempat menimbulkan getaran yang menggelitik. "Ganti posisi, jangan di situ. Bayanganmu terlihat oleh pintu kaca."

"Ah, bangsat...." Venchy harus mencari tempat yang pas untuk bersembunyi. Namun niatnya diurungkan saat satu orang lelaki berjaket hitam mendobrak pintu kaca hingga pecah.

"Keluar kau!" Dia masuk, terdengar dentuman di sana, sepertinya menjatuhkan rak buku. Dia keluar menyeret pemuda berkacamata dengan tak manusiawi.

Venchy langsung memotret tanpa memedulikan aba-aba dari Rafka. Lampu sorot berkedip setelah menekan ikon untuk menangkap gambar. Nampaknya orang itu menyadari kehadiran Venchy.

"Kau! Beraninya!" Dia melepaskan mangsanya, berganti mendekati Venchy yang sudah berdiri melangkah mundur. "Jangan lari!"

"Bangsat!" Venchy langsung berbalik mempercepat tempo lari, melesat mencari tangga untuk turun. Rafka sendiri hanya menoleh sejenak sebelum menggerutu pasal Venchy sambil merekam anggota lainnya yang memukul Vinci bertubi-tubi.

Selama Rafka tak merekam aksinya, Venchy bebas melesatkan pukulan di tengah jalur tangga. Ia turun dari tangga dan menempel pada dinding, diikuti kaki yang terangkat memutus tempo lari sang lawan hingga jatuh berguling-guling. Venchy tak boleh bernapas lega. Ia masih ada tugas memotret kejadian Vinci dipukul habis-habisan. Gadis itu melepaskan kacamatanya, berlari mendekati sekumpulan bejat tak berakhlak.

Tugas kedua, potret pelaku yang menyelamatkan Vinci. Venchy ukir kalimat itu di otak. Venchy adalah pelaku penyelamat Vinci, jadi ia tak boleh melesatkan satu pukulan pun pada mereka. Gadis itu melambatkan lajunya, berganti dengan berjalan cepat seraya memfokuskan lensa kamera agar mendapat foto bagus. Lagi-lagi lampu dari kamera berkedip menarik perhatian mereka.

Setengah dari mereka mengincar Venchy. Berbagai serangan mereka berikan, tapi Venchy mampu menghindar dan sempat memotret kejadiannya. Sebelumnya, Venchy sudah menyalakan mode hitungan mundur sehingga setelah mengelak, kamera langsung fokus pada target. Ada 5 foto yang ia tangkap.

"Rafka, aku sudah punya fotonya," kata Venchy di sela menghindar dari hujan pukul dan tendangan musuh. "Ada 5 foto."

"Bagus, sekarang lari selamatkan diri kamu." Diterima dengan baik oleh Rafka. Venchy keluar dari area sekolah, jauh dari tempat Rafka. Ia sengaja menghentikan larinya. Sebongkah batu ia lempar ke CCTV. Titik merahnya tak menyala, mengundang senyum miring di bibir ranum Venchy.

"Mari kita selesaikan sekarang juga." []

Majalengka, 11 November 2020

SPOILER ALERT!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro