Chapter 10 - Hujan, Kopi, dan Popmie
Sekolah begitu sepi hari ini. Rapat tadi telah usai, hanya ada Uwel yang mengemasi mejanya dan Venchy yang mencatat sesuatu dari buku tebal di meja. Ruang OSIS yang pengap akan tumpukan barang tak membuat Venchy risi. Sembari mengikat rambutnya, Uwel amati Venchy terus-terusan menguap saat membaca tulisannya. Ia berpikir positif, mungkin gadis itu kurang tidur akibat mengurusi tugas sekolah yang setara dengan kerjaan orang kantoran, ditambah sofa empuk yang bisa saja menambah kantuk di mata. Uwel ingin sekali menemaninya, tapi ada orang yang menunggunya di luar.
"Mau ku bantu?" tawarnya menggantungkan sebelah tali tas ke bahunya.
Venchy menoleh dengan mulut menganga lebar. Sambil mengibaskan tangannya ia menjawab, "Gak usah. Bentar lagi selesai kok, Ketua."
"Yakin?" Uwel berjalan hendak membuka pintu. "Nanti kamu yang pegang kunci ruangan ini lho, mau? Aku buru-buru pergi buat acara soalnya."
"Ya udah, sini kuncinya." Venchy hanya mengulurkan tangannya ke arah Uwel, meminta kunci. Dengan pasrah, ia memercayai Venchy dalam memegang kunci ruang OSIS.
Uwel keluar sambil menggendong tasnya. Ruangan tersebut berada di lantai atas, bersebelahan dengan tangga menuju lorong kelas 12 IPS dan lorong kelas 11 IPS. Mengenai tangga menuju lorong kelas 12 IPS, di sebelahnya masih ada tangga menuju lantai bawah, puncaknya berupa lantai rata yang menghubungkan anak tangga menuju ruang OSIS.
Dari sini, Uwel melihat anggota eskul silat masih beraktivitas di lapangan serbaguna, biasanya dipakai untuk upacara hari senin. Terkadang eskul voli memakai lapangan tersebut. Ia mengelus permukaan balkon tembok, menatapnya tiada arti. Cat krem dan semennya mulai mengelupas, meninggalkan partikel pasir dan pecahan cat yang terkelupas.
Terbesit keinginan untuk terjun dari balkon, tapi pikiran Uwel menentangnya. Sorot matanya kembali terlihat, teringat sesuatu. Ia segera lari menuruni anak tangga dan meninggalkan halaman sekolahnya yang terkesan tak terurus—hanya masjid dan tanaman hias yang diurus. Uwel membalas sapaan anggota eskul silat yang—menurutnya—baru saja melewati tes.
Seperti yang disebutkan lewat chat, temannya menunggu di halaman sekolah. Motor milik Uwel pun sudah diparkiran bersebelahan dengan motor rekan.
"Kau sudah mencarinya?" tanya Uwel membungkuk terengah-engah.
"Aku sudah mencarinya ke seluruh kelas, tapi Chia tidak ada di sana," jawabnya mengerling jengah. "Demi kamu, aku sampai menahan malu ditanyain orang-orang di lapangan dan di kelas."
Uwel tertawa kecil. "Jadi, di mana motor Chia?"
"Ada di parkiran sana." Dia menunjuk motor ninja warna hitam yang dihimpit dua motor matic. Stiker 'Who I Am' adalah bukti bahwa itu motor Chia. "Menurut Ketua, apa dia ke sini karena tau kita sering membully orang di sekolahmu malam-malam?"
Senyum yang merupakan efek dari tawa mulai menghilang. Iris hitamnya menggelap dan menyipit dingin. "Bisa jadi...." Uwel melangkah mundur dan menaiki kendaraan roda dua yang sejenis dengan motor milik Chia, menyalakan mesinnya. "Tapi menurutku pasti ada faktor lain."
Dua lelaki itu pergi dengan motor yang melaju mendahulukan puluhan kendaraan, disusul dengan Venchy yang berjalan sempoyongan menuju parkiran akibat mengantuk berat. Kopi hitam yang dibeli dari kantin pun tak cukup membuat matanya melek, meski ia minum seperti meneguk air mineral. Selepas itu, Venchy menaiki motor dengan stiker 'Who I Am' di belakang motornya.
****
Hari kedua diskusi berlangsung di kantin pada sore hari, Uwel berhadapan dengan tim seksi dokumentasi. Saat itu, di luar hujan deras. Kopi dan mi cup menjadi cemilan andalan saat diskusi di tengah dinginnya angin hujan, walau beberapa memilih teh atau susu hangat. Di balik ruangannya yang sempit akibat lapak khusus mi cup dan minuman siap seduh yang menyatu dengan kantin utama, yang membuat siswa betah di sini adalah adanya wifi dan TV LED. Macam sekarang ini, saat istirahat, mereka disuguhkan film kartun yang tersambung dari gawai anak ibu kantin.
"Adek!" Ibu kantin datang selepas menaruh dua gelas teh hangat bagi anggota seksi dokumentasi. "Jangan ganggu, mereka lagi diskusi."
"Gak apa-apa kok, Bi," kata gadis berkaos olahraga. "Kita juga lagi istirahat."
Siswa berkumis tipis itu mengangguk. "Diskusinya tinggal bahas sudut-sudut yang pas buat rekam acara."
"Woi! Ada snack di sini!" Mereka langsung berhamburan ke sumber suara, kecuali Uwel yang selesai mendengarkan rekaman suara diskusi barusan dan Venchy yang membaca materi biologi.
Melihat Venchy serius membaca hingga tak sadar kacamatanya sedikit melorot, Uwel teringat seseorang. Gadis yang ia cari sampai sekarang, yang terakhir kali dikabarkan ada di sekolah ini. Terbayang sosok perempuan berambut terurai panjang dengan sorot mata berang tengah melesatkan puluhan serangan ke setiap musuh. Keseriusannya mirip dengan tatapan Venchy kala memahami materi.
"Sesusah apa biologi buat kamu sampai materinya dipelajari dengan serius?" Venchy merasa terpanggil, mendongak membenarkan letak cermin mata sambil tersenyum manis. "Minggu depan aku...." Tiba-tiba saja organ vital Venchy berdetak nyeri.
Uwel menatapnya dengan dingin, tanpa ekspresi. Terbesit seperti membayangkan seseorang saat bertatap muka dengan Venchy, tapi gadis dengan rambut diikat kepang itu merasa tidak demikian. Dibilang dingin tapi bukan dendam. Dibilang kosong tapi seperti menginterogasi.
"Ketua?" Venchy memiringkan kepala, mendekati wajah Uwel dan memantik jarinya di depan mata. "Uwel?"
Uwel tersontak dan mengerjap mata, terkejut dengan jarak mereka yang cukup dekat. Apalagi Venchy tersenyum geli sebelum duduk di tempatnya. Untuk pertama kali, Uwel merasakan sensasi aneh akibat pesona lawan jenis, seperti ada hawa panas di tubuh. Tidak, apa yang menarik dari Venchy sampai dibilang pesona?
"Kamu kenapa? Kayaknya serius banget," kata Venchy menyesap kopi tanpa ampas. Sengaja air kopinya penuh supaya terasa seperti minum kopi hitam.
"Cuma mikirin aktivitas yang mengorbankan banyak waktu," kilah Uwel mendengkus geli.
"Benarkah?" Venchy kembali menyunggingkan senyuman. Kali ini ia melahap mi cup rasa baso yang menghangat. "Coba cerita, apa yang ingin kau capai sampai korbankan banyak waktu?"
"Mencari seseorang." Uwel menyandarkan kepalanya di jendela penuh embun air hujan. Tatapannya kembali seperti sebelumnya, tetapi yang ini condong ke sendu. "Kupikir kau orang yang kucari, tapi sepertinya mustahil kalau kau adalah orangnya. Aku terus-menerus memikirkan dia, sampai tadi aku berhalunasi kalau kau adalah dia."
"Apa yang membuatmu ... harus mencari dia?"
Uwel terdiam. Ucapan Venchy langsung memutarbalikkan otak mengenai Chia. Jika ia bisa menemukannya, apa yang akan Uwel lakukan pun tak tahu. Dengan ragu ia menjawab, "Aku tak tau. Kau sendiri?"
"Aku?" Venchy menunjuk dirinya sendiri. "Yang ingin kucapai sampai korbankan banyak waktu?" Tangannya terlipat, matanya mengerling dingin. "Mungkin sama denganmu. Mencari seseorang."
"Seseorang seperti apa?"
"Aku tidak tau. Aku mencari dia demi kekasihku. Dia tewas bunuh diri akibat diteror."
"Diteror?" Dahi Uwel mengerut. Cerita Venchy mirip masa lalunya. Lantas ia bertanya, "Kalau boleh tau, siapa yang meneror kekasihmu?"
Venchy berdecak meremehkan. "Kau seperti polisi. Terlihat cukup membantuku, tapi aku berhak untuk tidak memberitahumu lebih lanjut."
"Memangnya kenapa? Padahal kamu tau gunanya aku saat kamu memberikan sedikit petunjuk padaku." Sekarang Uwel yang meneguk kopi hitamnya sampai setengah.
"Aku sulit memercayai orang lain," ucap Venchy lirih, "termasuk Vinci selaku adik kembarku sendiri. Cuma kekasihku yang bisa aku percaya. Dia menepati ucapan."
Kalau Venchy sudah bilang begitu, Uwel tak bisa berkata apa-apa. Ia harus mencari cara supaya Venchy percaya padanya. "Kau mau cepat-cepat pulang? Kita bisa diskusikan satu hal lagi." Uwel sengaja mengalihkan topik meski terkesan dipaksa.
"Boleh." Di sela berteriak meminta orang untuk berkumpul kembali, Uwel berjanji dan menantang dirinya sendiri. Uwel harus buat Venchy percaya dengan apa yang ia ucapkan.
Namun, dengan cara apa? []
Majalengka, 18 Januari 2021
Nah loh, bingung kan. Kalau kalian jadi Uwel, cara apa yang pas supaya Venchy percaya?
SPOILER ALERT!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro