Part 3
Jangan lupa vote, komen, share cerita ini dan follow akun WP ini + IG @akudadodado yaaw.
Thank you :)
🌟
"Eca ayo cepetan kalo mau anterin Ibu, Ibu bisa telat nih!"
"Iya, Bu sabar. Ibu mau Eca keluar bugil?"
Lara hanya misuh-misuh atas kelakuan anak satu-satunya itu. Sekarang sudah pukul tujuh lewat lima belas dan perjalanan ke ke kantornya memerlukan waktu dua puluh menit dengan motor tapi kemarin motornya ngadat dan mengakibatkan hari ini dia harus berangkat dengan menggunakan kendaraan umu yang berarti waktu menuju kantornya bisa mencapai empat puluh lima menit bahkan lebih. Sial ini karena dia tidak bisa berhenti memikirkan pertemuannya dengan iris hitam itu beberapa hari yang lalu. Di tambah Mahesa sudah libur sekolah sehingga anak lelakinya itu memaksa untuk mengantar jemputnya setiap hari sehingga dia harus menunggu anak itu sekarang.
Mereka tiba tepat pukul delapan pada saat Lara mengabsen dengan finger print, wanita itu menghela napas lega begitupun dengan Mahesa yang mengikuti Ibunya sedari tadi. Setelah menarik napas panjang kedua orang itu berpandangan lalu tertawa karena mengingat bagaimana mereka harus lari tunggang langgang agar Lara tidak terlambat sehingga uang gajinya tidak di potong. Mahesa harus pergi untuk acara sekolahnya beberapa bulan lagi ke Bali dan itu membutuhkan uang banyak sehingga Lara harus menabung dari sekarang. Tentu saja bukan Mahesa yang meminta uang itu, tetapi Lara yang menemukan selebarannya ketika beberes rumah. Anak nakal itu tidak akan pernah memberitahukan hal-hal yang menurutnya akan membuat Ibunya memaksakan diri terlebih menyangkut keuangan mereka. Mahesa tahu Ibunya akan memaksakan diri untuk mengirimnya ke Bali sedangkan biaya yang dibutuhkan tidaklah sedikit. Dia tidak masalah tidak pergi ke acara itu, toh dia cukup berada dirumah dengan Ibunya. Tentu saja Lara tidak setuju dengan pemikiran Mahesa, dia ingin anaknya merasakan apa yang remaja lain rasakan. Setidaknya sedikit saja. Oleh karena itu Lara bertekad untuk mengikut sertakan anaknya dalam wisata sekolah meskipun anak itu akan menolak, toh anak nakal itu tidak akan bisa menolak jika Lara sudah bersabda.
Lara izin pada supervisornya untuk mengantarkan Mahesa ke depan sebentar, tentu saja anak itu ikut andil untuk mengedipi supervisor Ibunya agar memuluskan izin. Lara yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. Mahesa bercerita bahwa hari ini dia akan memberikan les kepada anak tetangga dan adik dari teman sekolahnya lalu membantu ibunya membersihkan rumah. Lara tersenyum dan mengelus kepala anaknya sayang. Sungguh, dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan jika dia tidak memiliki Mahesa. Mahesa lalu memeluk Ibunya dan mengecup pipinya kemudian menaiki angkot yang berhenti tepat di depan mereka.
Lara lalu kembali kedalam gedung dan langsung menuju lantai tempatnya bekerja. Dia mulai membersihkan seluruh kaca, mengepel lantai toilet, membersihkan toilet dan mengecek tisu dan sabun di toilet wanita. Setelah di rasa semua bersih dan lengkap dia mencuci tangannya lalu menuju pantry untuk membuat kopi untuk pegawai disana. Hal seperti ini membuat dia mendapatkan uang lebih saat akhir bulan nanti. Saat jam makan siang dia juga kerap di minta tolong untuk membelikan mereka makanan dan dia akan di berikan tip atas bantuannya. Setelah selesai menaruh kopi-kopi dan minuman semua orang dia berjalan kembali ke pantry dan menemukan supervisornya menghela napas kencang.
"Ra, lo ke lantai 40 ye sekarang. Lagi-lagi Jaenap ga masuk. Tu orang niat kerja kaga sih?! Ga masuk mulu kerjaannye." Lara mengangguk dan langsung menuju lantai 40 menggunakan lift. Dia belum pernah membersihkan lantai ini sebelumnya, ini lantai Jaenap dan wanita itu paling tidak mau jika ada orang lain yang membersihkan lantainya ataupun bertukar lantai dengan dia. Entah apa yang ada di lantai itu sehingga membuat Jaenap enggan bertukar dan sangat posesif, Lara tidak mau ambil pusing. Dia langsung menuju toilet perempuan untuk mengecek kebersihannya. Setelah di rasanya bersih wanita itu duduk di pantry. Pintu pantry tiba-tiba terbuka dengan kasar sehingga menimbulkan bunyi nyaring di iringi suara wanita yang menyuruhnya tanpa sopan santun. "Buatin minuman buat Bapak. Kopi hitam tanpa gula." Wanita itu lalu melenggang pergi begitu saja. Lara hanya bisa menggelengkan kepala sambil terus mengingatkan dirinya agar mengajarkan tiga kata ajaib kepada Mahesa. Tolong, terima kasih dan maaf. Entah kenapa sekarang makin sulit untuk menemukan orang yang masih menggunakan ketiga kata tersebut terlebih kepada orang dengan kedudukan rendah seperti dirinya.
Lara membuat kopi tersebut dan langsung mengantarkannya ke meja wanita itu yang langsung mengarahkan kepalanya ke pintu yang berada di samping mejanya lalu sibuk dengan peralatan make up di hadapannya. Lara melangkahkan kaki menuju pintu itu, mengetuknya tiga kali sampai ada suara dari dalam yang menyuruhnya masuk. Lara kemudian masuk dan melangkah sambil terus menunduk kemudian meletakkan minuman di meja lalu menengadahkan kepala untuk mengucapkan permisi sampai dia melihat iris hitam itu lagi yang menatapnya tajam.
lima detik
sepuluh detik
lima belas detik
Tidak ada yang mengucapkan kata apapun hanya iris hitam itu mengunci tatapan Lara hingga dia tidak bisa berpaling. Tatapan yang dulu sering dia dambakan. Entah sudah berapa detik terlewati dengan tatapan itu yang menguncinya sampai pintu di belakang Lara di buka menampilkan wanita yang tadi meminta kopi padanya. Mungkin wanita itu sekertarisnya. Wanita itu berbicara dengan nada manja yang di buat-buat yang langsung mengalihkan perhatian Lara yang menatapnya sambil mengerenyit.
"Bapak, tamunya sudah datang ya."
Wanita itu lalu melotot kearah Lara yang menatapnya sedari tadi. "Kamu ngapain masih di sini? Sana balik ke pantry!"
Lara lalu mengucapkan permisi dan berbalik berjalan cepat untuk keluar dari ruangan itu. Lara kembali memegangi dadanya yang berdetak kencang. Sial sekali dia harus bertemu dengan lelaki itu lagi. Dia harus memikirkan cara agar tidak di tempatkan kembali di lantai ini bagaimanapun caranya.
Sepanjang hari Lara mengendap di pantry atau di toilet perempuan. Dia enggan keluar lama, takut bertemu dengan pria itu lagi. Lima menit menuju pukul lima sore yang berarti dia akan pulang, Mahesa pasti sudah menunggu di bawah. "Bapak minta kopi hitam lagi." Wanita itu berlalu begitu saja sesudah mengatakan hal tersebut. Sial. Dia harus kembali lagi ke kandang macan itu.
Lara merapalkan segala macam doa sambil membuka pintu di depannya. Dia melirik meja sekertaris itu yang sudah kosong. Ketakutan melanda dirinya. Apa lebih baik pulang langsung saja? tapi kalau pria itu protes pada supervisornya maka tamatlah riwayatnya. Dia masih membutuhkan pekerjaan ini setidaknya sampai Mahesa lulus kuliah lalu dia bisa fokus pada usaha makanan kecil-kecilannya.
Lara mendesah kembali. Entah sudah berapa banyak desahan karena harus bertemu kembali dengan lelaki di masa lalunya itu. Dia membuka pintu dan berjalan menunduk lalu meletakkan kopi dan langsung berbalik tanpa ada niatan melihat siapapun yang ada di ruangan itu. Ketika dia sudah membuka pintu sebelah tangannya di cekal oleh seseorang.
"Kamu mau kemana Lara?"
Lara berusaha melepaskan cekalan di tangannya tetapi tenaganya tidak sebanding dengan tenaga pria itu.
"Sa-saya mau keluar pak. Sudah lewat jam kerja." Lara masih enggan menatap mata itu, dia masih menunduk sambik memeluk nampan. Kedua orang itu masih berdiri di depan pintu, lantai itu sudah sepi karena selain Saka tidak banyak orang yang menempati lantai itu.
" Pak sa-saya harus pulang. Saya sudah di tunggu di bawah."
💕💕💕💕
Repub tanpa edit 3/11/20
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro