Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

25. Too much

Acara pernikahan Hanif dan Faya diadakan sore hari. Akad nikah pukul 4 kemudian disusul resepsi pernikahan setelahnya. Dia sarapan sendiri pagi tadi, karena Alexa sibuk sekali di dalam kamar entah sedang apa. Selama ini sebagian besar waktunya dia habiskan sendiri, tidak ada yang aneh dengan itu. Tapi, entah kenapa saat ini matanya mulai mencari.

Kenapa wanita itu tidak keluar juga? Apa yang dilakukannya di kamar?

Kemudian dia mendengar suara seseorang yang muntah di dalam kamar mandi. Dia berjalan mendekat dan menemukan pintu kamar Alexa sedikit terbuka, kosong. Tangannya mengetuk pintu kamar mandi perlahan.

"Lexa?"

"Ya. Sebentar."

Dia mendengar suara kran wastafel lalu tidak lama Alexa keluar.

"Kamu baik-baik?"

"Ya, aku baik-baik." Mata Alexa berlari, tidak mau menatapnya.

Apa Alexa sakit? Wajahnya tidak pucat. Pikiran aneh itu sudah dia tepis pergi cepat-cepat. Bukan urusannya.

"Saya akan berangkat lebih awal. Apa kamu..." kalimatnya terhenti. Kenapa dia malah ingin menawarkan Alexa untuk berangkat bersama? Hey, ada apa dengannya?

Dia berdehem sebelum melanjutkan. "Saya akan minta heli datang menjemput pukul 3 sore."

"Oke. Sebenarnya aku butuh bantuan Lydia sekarang, tapi sudahlah. Kamu pasti nggak mengijinkan."

Dia menggeleng dan melihat Alexa mengangguk mengerti. Kemudian dia kembali ke atas untuk mulai bersiap-siap.

Pukul 12 siang dia sudah harus berangkat. Menggunakan salah satu kendaraan di garasi bawah. Dia sudah berada di lantai utama tempat kamar Alexa berada dan berdiri diam menatap kamar itu yang pintunya tertutup. Pamit pergi itu normal kan? Atau dia pergi saja? Ah, kenapa repot begini jadinya. Tanpa bisa dia hentikan, tangannya mengetuk pintu kamar Alexa.

Wanita itu membuka pintu hanya mengenakan pakaian dalam saja.

"Ya Tuhan, Lexa." Refleks wajahnya menoleh ke samping cepat.

"Ups, maaf. Aku terburu-buru membuka pintu. Serius kali ini aku nggak sengaja. Aku sedang siap-siap." Alexa masuk ke dalam kamar lagi lalu keluar setelah mengenakan jubah satin hitam panjang.

Sungguh jubah itu tidak membantu. Karena lekuk tubuh indah Alexa tercetak jelas. Jadi matanya menatap ke puncak kepala Alexa.

"Saya harus berangkat."

Senyum Alexa mengembang lebar. "Hati-hati di jalan. Aku akan menyusul."

"Ingat syaratnya. Gunakan pakaian yang benar."

Wanita itu malah tertawa kecil dan mengangguk. "See you."

Dia masih berdiri dan menatap pintu ketika benda itu sudah tertutup rapat. Rambut panjang Alexa terlihat lucu sekali tadi dengan rol-rol besar di kanan kiri. Juga harum yang lebih segar dari tubuhnya, belum lagi pakaian dalam yang....sh*t Hen. Pergi dari situ sekarang.

***

Markas besar ADS

Mereka berempat berada pada ruangan yang sama dengan setelan jas lengkap. Arsyad berdiri sambil melihat keluar jendela. Mareno benar-benar memeriksa tuxedo yang dikenakan Hanif dan membetulkan dasinya, sementara dia sendiri menatap abang favoritnya sedang berdiri menghadap kaca dan terlihat sangat gagah dan bahagia.

"Gue simpan senjata di titik-titik yang gue sudah tandai. Harusnya kalian sudah periksa kan?" Tubuh Arsyad berbalik menghadap mereka.

"Bang, libur dulu kenapa. Ini pernikahan, bukan mau pergi perang." Mareno mendengkus kesal masih sambil membetulkan kerah kemeja Hanif.

Hanif terkekeh kecil mengerti dengan sikap Arsyad. "Ya, kita sudah cek Bang."

"Gue nggak mau kalian bawa senjata dan buat Mama nggak nyaman."

"Ya Tuhan, lo ngerti bahasa Indonesia nggak sih, Bang? Nggak usah ngomongin senjata. Kita nggak akan gunakan senjata hari ini. Aryo masih belum ditemukan dan sedang terluka."

"Tapi Herman sehat, William sudah mendengar kabar acara ini dan William adalah salah satu pion Herman. Jangan lupa soal penyusup yang belum kita temukan siapa. Things can go wrong, and we have to be ready."

"Stop, Bang." Mareno sudah berdiri menghadap Arsyad. "Istirahat sebentar. Berhenti dulu. Jangan over thinking, relax. Ini hari bahagia karena manusia yang susah move on ini akhirnya melepas masa lajangnya."

Kepala Mareno sudah di jitak keras oleh Hanif. "Rese mulut lo, Reen, Ren. Masih aja." Hanif dan dia tertawa juga.

"Rambut gue, awas-awas. Sial."

Dia dan Hanif malah tambah mengacak rambut Mareno yang sudah tertata sempurna, sementara Arsyad tersenyum kecil dan menggelengkan kepala melihat tingkah mereka.

"Gue serius, brengsek. Jangan pegang-pegang rambut gue," protes Mareno.

Mereka berdua berhenti karena Mareno sudah memasang kuda-kuda. Saat-saat seperti ini, membuat mereka merasa kembali seperti anak kecil lagi. Seperti saat bersekolah dulu. Nostalgia.

"Bagaimana kabar Alexa, Hen?" Arsyad beralih menatapnya. "CCTV terkadang mati, ada apa?"

Mareno langsung memberikan senyum lebar dengan ekspresi curiga sementara Hanif dan Arsyad menatapnya penasaran.

"Sinyal sedang tidak bagus. Tapi semua sudah kembali berfungsi."

"No, no, no. Kami terlalu pintar untuk kamu bohongi, Adik Kecil. Ada apa?" Wajah konyol Mareno menatapnya lagi.

Mareno brengsek.

"Alexa kondisinya baik. Itu saja. Dia akan datang nanti."

"Bagaimana nggak baik, makan berdua, dan lo pakai kamar mandi di bawah, bukan di atas. Ada apa, Hen? Belum lagi kalau malam lo cek Alexa ke bawah, terus..."

Sebelum Mareno melanjutkan dia sudah melangkah cepat dan mengacak rambut abangnya yang menyebalkan itu. "Lo stalking gue? Brengsek."

"Rambut gue, rese. Jangan pegang."

Hanif dan Arsyad tertawa melihat tingkah mereka yang langsung berhenti ketika pintu diketuk dari luar. Dia dan Mareno langsung membetulkan posisi jas mereka dan berdiri dengan sikap sempurna. Hanif makin terkekeh geli.

Ayah mereka masuk. "Kalian kumpul. Saya senang lihatnya." Ibrahim tersenyum lebar. Kepala ayah menoleh pada Hanif. "Sudah siap?"

Hanif mengangguk mantap.

"Kayaknya Iwan lebih grogi daripada kamu." Ibrahim terkekeh kecil. "Ayo, kita segerakan. Jangan heran setelah ini Mama kalian minta yang lain."

Kepala Mareno langsung menggeleng karena bisa langsung mengkorelasikan permintaan mama yang baru. Apalagi setelah pernikahan jika bukan anak.

"Kita tunggu Arsyad menikah, Yah." Senyum konyol Mareno sudah terkembang lagi. Semua kepala menoleh pada Arsyad.

"Kalau begitu kalian nggak akan punya anak selamanya. Paham?" jawab Arsyad tegas.

Mereka tertawa kemudian menyusul Arsyad berjalan ke luar ruangan.

***

Faya menatap dirinya di cermin, merasa aneh. Seumur hidupnya, dia tidak pernah berdandan seperti ini. Mengenakan gaun - sekalipun ini masih dengan celana -mengenakan make up tipis-tipis dengan rambut yang ditata sangat sederhana. Tanpa embel-embel sanggul dan bunga. Hanya jepit-sisir mutiara yang simple nan cantik hadiah dari Iwan Prayogo dan tersemat di tengah rambut yang dijalin sempurna. Kata Iwan, benda itu milik mendiang istrinya dulu. Cinta sejatinya. Wajah Iwan yang selalu memancarkan api seketika sendu dan sayu ketika memberikan jepit-sisir mutiara itu padanya.

Bagusnya gaun ini masih memiliki celana panjang. Dan itu membuatnya nyaman untuk bergerak jadi dia tidak merasa terlalu asing. Pandangannya masih terpaku, menatap cermin.

"Kamu cantik, Fa. Cantik banget." Dua tangan Sabiya menyentuh bahunya dari belakang. "Apa kamu grogi?"

Dia tersenyum. "Aku grogi karena nggak biasa jadi pusat perhatian, itu aja. Tapi aku cuma mau Hanif saja. Aku nggak ragu soal itu sejak pertama."

Sabiya mengangguk juga sambil tersenyum. "He is one of the kind. Kesayangan aku dan Damar. Kesayangan banyak orang, kayak kamu juga sekarang."

"Makasih, Bi."

"I'm happy for you, Fa. Kalian harus saling jaga."

Kepalanya mengangguk. "Siap, Komandan."

Itu membuat mereka tertawa bersama.

***

Mahendra melirik jam tangannya. Hampir pukul empat dan Alexa belum tiba. Kenapa lama sekali bersiap-siap saja? Apa semua wanita begitu? Dulu dia pernah menunggu Faya untuk pergi bersama dan Faya cepat sekali. Kenapa Alexa lama?

ADS diliburkan dan sebagian besar tim ADS ada di sini. Siapapun yang ingin macam-macam akan berpikir ulang. MC sudah mulai membuka acara kemudian acara mulai bergulir. Hanif banyak tersenyum hari ini. Terlihat sekali betapa bahagianya dia. Sosok Faya belum terlihat. Mereka bertiga berjejer di sebelah Hanif, sementara Brayuda berdiri di sisi pengantin wanita.

Kemudian pengantin wanita dipanggil. Faya masuk digandeng oleh Iwan Prayogo yang terlihat hebat. Faya sendiri? Terlihat luar biasa. Karena mereka tidak pernah melihat Faya lebih feminine begini. Ada perpaduan mata yang penuh api dengan lembut senyum Faya yang membingkai di wajahnya. Belum lagi tatanan rambut yang sederhana dan pakaian pengantin yang sangat sesuai untuk karakter Faya. Sabiya melakukan perkerjaan yang hebat. Oke, sekarang dia mengerti kenapa Aryo dan Hanif tergila-gila.

Sabiya sendiri berdiri di pinggir area mengawasi Faya dengan matanya sambil tersenyum kecil. Jenis senyum yang selalu dia suka. Dahinya tiba-tiba mengernyit heran. Kenapa dia tidak mendengar suara apapun di dadanya. Padahal hari ini Sabiya terlihat cantik sekali. Dia malah sibuk mencari Alexa sedari tadi.

Oh, no. This is not happening. No, no, no.

Matanya terus menatap Sabiya, berusaha mencari reaksi yang berbeda pada dirinya. Seperti yang dia selalu rasakan ketika berdekatan dengan Alexa. Reaksi itu selalu ada sejak dulu, tapi kenapa sekarang hilang. Kemana hal itu pergi? Atau dia salah sangka? Ya Tuhan.

Segala proses akad sudah selesai dengan lancar. Hanif benar-benar seperti sudah yakin sekali ketika mengucap janji. Semua orang mengucap selamat. Hanif dan Faya berdiri di depan dan para tamu bergiliran menyapa. Dia sendiri masih gusar karena apa yang dia sedang amati. Perasaanya sendiri. Kenapa jadi begini? Ditambah lagi Alexa belum tiba. Tunggu, apa terjadi sesuatu?

Tangannya menghubungi pilot heli dan tidak diangkat. Tubuhnya sudah ingin beranjak ke pusat kendali untuk menghubungi Lexy dan memeriksa keberadaan Alexa di safe house, ketika sebagian tamu menatap ke arah area masuk dengan mata terpana. Lalu dia berhenti dan menoleh ke arah yang sama. Sungguh, dia selalu merasa segala pesona wanita bisa dia abaikan dengan mudah selama ini. Cantik selalu datang dari dalam diri. Pribadi yang kuat seperti Fayadisa, sikap yang baik dan tulus seperti Sabiya, atau tatapan mata yang cerdas seperti Antania. Tapi persetan dengan itu semua saat ini. Karena jantungnya langsung berhenti ketika melihat Alexa masuk dengan cara paling anggun yang pernah dia lihat. Dia benci pada dirinya sendiri untuk tahu saat ini dia benar-benar terpesona sampai kehilangan kata-kata.

Alexa benar-benar pandai menyesuaikan diri. Penampilannya tidak glamor mewah dan menyilaukan mata. Tapi sopan, elegan dan anggun sekali. Dengan gaun malam hitam midi yang pas, memperlihatkan sedikit kaki jenjangnya yang tanpa cela. Juga rambut yang sedikit digelung ke atas namun menyisakan beberapa bagian tergerai, membingkai wajahnya yang terlihat sangat segar dengan make up yang tidak berlebihan. Juga pilihan perhiasan yang dia kenakan. Bukan berlian yang berkilauan, tapi satu set mutiara cantik yang seperti di desain khusus untuknya.

"Oke, Hen. Sumpah sekarang gue lagi lihat bidadari jatuh. Literally." Entah sejak kapan Niko berada di dekatnya. Mata Niko lurus menatap Alexa dari tempatnya berdiri.

Dia berdehem canggung, paham benar matanya juga tidak mau pergi dari sosok itu. Niko langsung berjalan mendekati Alexa yang terlihat bingung. Konsentrasi tamu terpecah. Sebagian besar masih sibuk dengan Hanif dan Faya, namun juga banyak mata yang memperhatikan Alexa diam-diam. Dalam hitungan detik, sudah ada beberapa tim ADS yang tanpa malu mendekati Niko dan Alexa. Sementara dia hanya berdiri di tempatnya. Dia benci jadi pusat perhatian, selalu begitu. Jadi dia tidak akan mendekat, sekalipun jantungnya berisik sekali.

Kepalanya sudah menoleh ke arah Hanif dan Faya yang masih berjabat tangan dengan para tamu dan itu membuat tubuhnya membelakangi sosok Alexa yang sibuk dengan para penggemar baru. Tania mendekatinya.

"Ah, akhirnya Hanif dan Faya resmi." Tania membuka pembicaraan dengan senyum lebar. Wanita itu berdiri di sisinya sambil sama-sama menatap pasangan yang berbahagia. "Aku benar-benar gembira untuk mereka."

"Gue juga. They deserve it," sahutnya singkat.

"All of you deserve it. Bukan cuma Hanif dan Mareno." Tania menghirup nafas. "A little advice from your in-law. Maju Hen, selangkah demi selangkah. Pelan-pelan. Nggak perlu tabrak lari kayak Mareno. Semua wanita nggak akan mengerti apa yang kamu rasa kalau kamu nggak kasih tanda. Sedikit aja."

Dia mendengkus kesal sambil menggeleng dan menoleh menatap Tania.

Tania tersenyum kecil lalu kepala Tania menoleh ke belakang. "Hen, dia mencarimu."

"Siapa?" tanyanya acuh tak acuh.

"Lihat, di antara semua laki-laki yang menghampiri dia, matanya terus mencari. Lihat, Hen, lihat itu," bisik Tania lagi. Tubuh Tania sudah berbalik menghadap ke arah belakang sambil masih berdiri di dekatnya.

Sikap Tania yang menyebalkan tidak dia hiraukan. Dia tidak sudi menoleh ke belakang dan menjadi salah satu barisan penganggum Alexa. Kurung saja dia lagi.

"Ada Mareno di dekatnya. Ini menarik. Biasanya hanya sedikit sekali yang bersikap cuek pada Mareno Daud. Kita lihat? Apa reaksi Alexa." Tubuh Tania masih menghadap ke arah yang berlawanan dengan dirinya.

"Jangan konyol, Tan. Nggak lucu."

Tania tersenyum lebar lalu tertawa kecil. "Bravo Alexa. Bravo. Jangankan menoleh pada Don Juan kita, matanya hanya terpaku pada satu arah saja. Dia menemukanmu, Hen. Selamat." Tangan Tania menepuk pundaknya dua kali.

Kemudian Tania tersenyum lebar dan melangkah menjauhinya. Dia bisa mendengar kalimat Tania karena jarak mereka masih berdekatan.

"Apa kabar, Lexa? Kakimu sudah membaik?"

"Hai, Tan. Aku sangat baik."

"Dan sangat cantik, seperti biasa."

"Kamu benar-benar berlebihan." Tawa kecil Alexa terdengar.

Tubuhnya masih membelakangi Tania dan Alexa. Kemudian dia memerintahkan kakinya untuk pergi dari sana. Sebelum berhasil pergi, tangan Alexa sudah menggenggam lengannya.

"Halo, Mr. Perfect. Aku mencarimu." Senyum Alexa terlihat tulus sekali.

"Oh ya?"

"Ya. Kenapa kamu tidak mau menatapku? Apa bajuku terlalu terbuka?" tanya Alexa bingung.

Matanya hanya melirik sesaat. "Kamu berlebihan."

"Maksudnya?"

Dia mendekatkan bibirnya ke telinga Alexa. "Saya tidak suka jadi pusat perhatian. Silahkan pilih laki-laki manapun yang sedang mengantri dan jalan dengan mereka. Jangan berada di dekat saya. Oke?"

Tubuh Alexa membeku. Ekspresi hangat wanita itu berganti menjadi dingin seketika. "Oke, baik. Selamat malam."

Wanita itu meninggalkannya dan yang sebenarnya ingin dia lakukan adalah menangkap lengan ramping Alexa, kemudian menariknya pergi dari sini.

***

Resepsi malam

Niko menghampiri dia yang sedang duduk memperhatikan jalannya acara. Moodnya sudah rusak berantakan. Sebagian dia tidak suka melihat kerumunan laki-laki di dekat Alexa, sekalipun sikap wanita itu biasa saja. Bahkan cenderung lebih dingin dibandingkan ketika wanita itu tiba tadi. Sebagian lagi karena dia merasa bersalah sudah mengucapkan kalimat tadi. Alexa benar-benar tidak mau mendekatinya sama sekali. Kemudian dia jadi bingung sendiri.

"Dimana Alexa?" tanyanya singkat pada Niko yang duduk di sebelahnya.

"Udah balik. Tadi pamit sama Hanif, Faya dan orangtua lo."

"What? Dia balik?"

"Iya. Kayaknya kecapekan, karena ekspresinya berganti. Mungkin kesal karena banyak yang buntutin dia tadi. Tapi tenang, gue jagain. Anak-anak nggak ada yang berani karena tahu Alexa tamu penting."

Niko melanjutkan bicara tentang Hanif Faya yang diledek tim ADS habis-habisan. Sementara dia sudah tidak terlalu mendengarkan. Akhirnya dia berdiri setelah pamit pada Niko.

"Ma, aku balik dulu." Dia menatap mamanya dan berharap wanita itu mengerti.

"Sayang, Abangmu bilang kamu sedang menjaga Alexandra Walton. Apa benar?"

"Ya. Terpaksa."

Satu tangan mama menyentuh sebelah pipinya. "Mama paham kamu canggung sekali dengan wanita. Apalagi secantik Alexa. Lihat tadi kan?" Mamanya tersenyum kecil. "Tapi tamu adalah tamu, Mahendra. Mama harap kamu memperlakukan dia dengan baik selama dia bertamu. Sikap Alexa juga hangat dan sopan sekali tadi. Jadi jaga dia dengan baik. Mama akan hubungi Jovanka nanti."

"Jangan, Ma. Orangtua Alexa tidak tahu."

Mamanya tersenyum lagi. "Harold menghubungi Ayah karena dia mendengar Alexa diancam. Berita dari William. Harold sudah tahu anak gadis semata wayangnya ada bersama keluarga kita. Jadi jaga dia baik-baik, Mahen."

Dia hanya mengangguk lalu mencium pipi mama singkat kemudian pergi dengan tergesa.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro