BAB 4 | Dia
"Mah, ini kira-kira besok pagi kering nggak ya jaketnya?" tanya Cyrilla saat melihat layar pengaturan di mesin cuci sudah mati.
"Kering kok," sahut Mama. "Oh iya, tadi Kak Heavy-mu kirim pesan loh," goda Mama yang disambut dengan tatapan tidak percaya dari Cyrilla.
"Ponsel Cyrilla di mana, Mah?" tanya gadis itu setelah mengaduk-aduk isi tasnya tetapi benda yang dicarinya tidak ada.
"Ada di meja dekat mesin cuci, Sayang."
Segera dia menyambar ponsel miliknya yang sudah berpindah dari tas ke atas meja di dekat mesin cuci. Sementara dengan jelas telinga gadis itu menangkap suara tawa mamanya dari arah ruang makan. Kedua alisnya bertaut, bulu halusnya meremang. Perasaanku nggak enak nih.
"Sudah ketemu, Mah." Segera Cyrilla membaca pesan yang tertera pada layar ponselnya, di urutan teratas ada nama Kak Heavy.
Cyrilla takut kalau kadar jahil mamanya itu melejit saat membalas pesan dari Heavy, sayangnya ketakutannya itu tidak kesampaian, dia mengembuskan napas lega saat mendapati isi pesannya itu normal. Syukulah.
Cyrilla melenggang menuju kamarnya yang terletak di antara ruang keluarga dan ruang tamu. Dia rebahkan tubuhnya pada tempat tidur yang sedari tadi melambai dengan penuh rayuan ke arahnya. Tangannya cekatan mencari sesuatu dari dalam kolong tempat tidur, tidak lama dia mengeluarkan sebuah buku bersampul putih tulang, mencoba mengabadikan momen langka di hari pertamanya sekolah ke dalam tulisan di buku harian miliknya yang ia namai Dydi.
Hi, Dy!
Hari ini aku resmi menjadi siswa putih abu-abu, yey!
Aku terlambat di hari pertamaku, Dy. Tapi ternyata, aku cukup beruntung karena masih dapat masuk lewat pagar di sudut sekolah. Benar-benar deh, pengalaman pertama yang mendebarkan!
Berawal dari kedatangan aku yang terlambat, aku bertemu dengan teman seangkatan namanya Upi, Jayden dan Kakak tingkat super tampan bernama Heavy.
Oh dan yah, karena aku terlambat, aku mendapatkan hukuman. Aku menjalani hukumannya itu bersama dengan Jayden. Dia orang yang punggungnya aku pinjam, saat melaksanakan hukuman lari keliling lapangan dari Kak Lifa.
Masalahnya, dia itu seperti punya dua kepribadian gitu, Dy. Dia ketus, rese dan nyebelin. Tapi, dia juga baik, maksudku ... Si Jayden itu, dia sampai mau menggendongku keliling lapangan, Dy!
Oh, aku nyaris lupa tentang Kak Heavy! Dia itu Kakak tingkat aku, dia ketua MPK di sekolah. Pertemuan pertama aku sudah bisa jamin sih, kalau Kak Heavy ini orangnya tegas dan baik. Mana Doi cakep banget, Dy ! Aku diantar pulang sama Kak Heavy, yay!
Aku sudah putuskan, untuk surat cinta yang harus dibuat oleh para siswa baru, aku mau tulis untuk Kak Heavy ....
☼☼☼
DIA
_Cyrilla Meera_
Sepasang cokelat yang indah, aku memujinya dalam diamku.
Gerak waktuku seolah melambat, saat sebuah gurat lengkung menjelma dalam wajah dinginnya.
Kukira, aku salah, hingga beberapa kali mataku mengerjap.
Ada sebuah titik kopi yang bertengger di ujung bibirnya, indah.
Sayang, senyum itu lenyap saat aku sadar sepasang alis hitamnya saling bertaut dan menatapku dengan tanya.
"Apa lihat-lihat?"
Konyol bukan?
"Ah, sinting! Kenapa juga aku ingat wajahnya." Kedua tangan Cyrilla mengibas udara di hadapannya, sebelum ia kembali melanjutkan mengores tinta pada buku diary miliknya.
Hangat punggungnya menjalar, hingga dada melonjak girang, saat kudekap tubuhnya.
Tercium wangi saat angin berembus menerpa kami yang berlari, membagi lelah usai berlari dalam waktu yang sama.
Mari kita panggil dirinya dengan sebutan Dia. Seorang laki-laki yang berhasil menyita perhatianku.
Dia yang dengan mudahnya membuatku mengumpat karena kesal, tertawa, juga haru di satu waktu.
Ajaibnya, ini adalah kali pertama aku dan Dia jumpa ....
Aku tidak yakin, apakah akan ada Dia pada untaian kataku berikutnya atau ini adalah yang pertama dan terakhir ....
Untuk Dia, yang kutidak tahu akan bagaimana nantinya, aku hanya bisa berkata: "Terima kasih, itu saja."
🍀
Senyum mengembang di wajah ayu gadis itu saat menyudahi tulisannya. Rasa penat yang mendekap tubuh, membuat netranya yang perlahan berat mulai terpejam. Tidak berapa lama Sesy datang dan mendapatinya sudah pulas mendekap bantal guling, ia mengulas senyum sambil lalu sebelum menyimpan seluruh perlengkapan ospek untuk adiknya.
Layar ponsel Cyrilla menyala sambil mengeluarkan bunyi khusus penanda pesan masuk. Sesy melirik sekilas ke layar ponsel itu, sebuah senyuman terbit di wajahnya kala mendapati nama laki-laki yang baru didengarnya beberapa waktu lalu dari mulut mamanya muncul di layar.
Kak Heavy: Cyrilla, bagaimana keadaan kakimu? Sudah mendingan?
Kak Heavy: Besok mau kujemput?
Seringai penuh kemenangan menyelimuti Sesy. Ibujarinya terampil menari-nari di atas layar ponsel Cyrilla dan baru saja mengirimkan pesan balasan kepada Heavy.
Anda: Kakiku sudah mendingan, Kak. Kak Heavy serius mau menjemput Cyrilla ke rumah?
Anda: Soalnya kebetulan Kakak dan Papa Cyrilla besok nggak bisa mengantar ke sekolah. Kalau memang Kak Heavy nggak keberatan, Cyrilla minta tolong.
Setelah mengirim pesan kepada Heavy, Sesy kembali melirik ke arah Cyrilla yang masih terlelap. Mungkin dia lelah setelah seharian di sekolah barunya, gumam perempuan yang hanya berbeda usia tiga tahun dengan Cyrilla.
Kak Heavy: Oke, aku jemput kamu tepat jam 6 pagi ya, Cy ... supaya kamu nggak terlambat lagi.
Sesy mengangguk setuju. Baru mau mengetik pesan balasan, tiba-tiba sebuah pesan kembali masuk dengan notifikasi yang menyita perhatian Sesy. Awalnya dia tidak menggubris pesan lain selain dari Heavy. Namun rasa penasaran kembali menggelitik dan pada akhirnya ia membuka pesan masuk itu. Beberapa kali mata lentik Sesy mengerjap.
"Siapa ini ...?" Sesy penasaran, karena nomor teleponnya belum disimpan oleh Cyrilla. Sekali lagi wajah cantik Sesy memulas senyum, namun senyumnya entah mengapa terlihat menyeramkan karena pikiran jahil dan rasa keponya kembali muncul.
Anda: Maaf ini siapa?
+62xxx: Kamu belum menyimpan nomorku?
Anda: Nggak usah narsis, aku bahkan nggak tahu kamu siapa?
+62xxx: Jayden Adnan. Sekarang save nomorku.
Sesy mengerjapkan mata berulang, dasar nggak sopan, dia pikir siapa sih main perintah! Dongkol Sesy dalam hati. "Maaf ya Jayden Adnan, karena aku nggak tahu kamu siapa ... Namamu tadi bahkan nggak disebut dalam cerita Mama, daripada aku salah balas. Lebih baik aku skip kamu dulu. Nanti saat Cyrilla bangun, aku akan coba cari tahu tentang siapa kamu." Sesy bermonolog, lalu mengembalikan layar ponsel kepada kolom chat-nya bersama Heavy yang tadi tertunda.
Anda: Aku sungguh bersyukur Kak Heavy mau menjemputku, terima kasih, Kak. See you!
Setelah mengirim pesan itu kepada Heavy. Sesy mengusap rambut Cyrilla, dia lalu menyimpan ponsel adiknya itu di atas meja belajar dan berlalu ke kamarnya yang berada tepat di sebelah kamar Cyrilla.
***
Jayden merasa uring-uringan saat melihat pesannya dengan gadis yang ia namai sebagai 'cewek gila' dalam kontaknya tidak mendapat respon balasan.
"Si cewek gila ini benar-benar kelewatan!" desis Jayden sambil merebahkan diri ke tempat tidur. "Dia bahkan hanya membaca pesanku tanpa membalasnya! Untuk apa aku khawatir kalau gitu!"
"Cewek gila siapa sih, Jay? Kamu dari tadi terus-menerus menatap layar ponsel, lagi tunggu pesan dari siapa ...?" Seorang gadis dengan rambut ikal panjang sepinggang nampak bergelayut di lengan Jayden.
"Bukan urusanmu, Tiara. Kamu kenapa masih di sini?" nada bicara Jayden terdengar tidak bersahabat.
"Loh kok kamu sewot sih, Jay ...! Aku sudah minta maaf kan, aku sudah bilangkan kalau aku nggak akan jalan lagi bersama dengan Kevin. Sudah dong, Jay ... Jangan marah lagi ya, hm?" bujuk gadis cantik itu.
"Padahal kamu yang paling tahu, kalau aku paling nggak suka dibohongi. Pulanglah." Sebelah tangan Jayden mengarah ke pintu kamarnya yang terbuka lebar. Dia berharap tidak lagi melihat gadis bernama Tiara yang belum lama ini ketahuan telah pergi bersama dengan teman akrabnya.
Laki-laki itu tahu, Tiara adalah gadis cantik di sekolahnya dulu sebelum putih abu-abu. Gadis itu begitu menawan, bahkan hatinya pun telah tertawan oleh pesona gadis itu. Sudah kali kedua sepasang mata coklat hazel milik Jayden mendapati gadis itu berjalan sambil bertautan jari dengan laki-laki lain selain dirinya, yang sampai beberapa hari lalu berstatus sebagai kekasih gadis itu.
"Ta--tapi, Jay, aku masih suka sama kamu ... Kamu nggak bisa berbuat seenaknya seperti ini dong, Jay ... Kamu jangan kekanakan putus secara sepihak, aku nggak mau!"
Jayden mengembuskan napasnya dengan gusar. Kedua matanya terpejam, mencoba untuk mengontrol rasa kesal yang naik ke ubun-ubun. Sekali lagi laki-laki itu meminta Tiara untuk hengkang dari rumah dan juga hidupnya. Sebab baginya, tidak ada toleransi untuk hati yang sudah terluka dua kali karena sebuah penghianatan.
Cukup, karena aku sudah menganggapmu sebagai masa laluku, Tiara. Aku mau lepas darimu. Jayden berkata dalam diam sambil melihat gadis cantik bernama Tiara itu melenggang ke luar kamarnya.
Di balik pintu kamarnya, suara Tiara terus saja terdengar, gadis itu meraung-raung berkata kalau Jayden sudah tidak adil karena memutuskan hubungan sepihak. Namun Jayden tidak lagi peduli, dia menyumpal telinganya dengan alat bantu dengar, detik berikutnya suara musik yang sengaja ia pasang dengan volume keras berhasil mengalahkan suara Tiara di luar sana.
Terima Kasih sudah mampir, semoga suka dengan ceritanya. Mohon dukungannya ya teman-teman semua ... 😊😊😊
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro