Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Ch 9: Perumpaan

"Segera kirim salinan kartu keluarga Victor Johannes padaku."

"Aishh..." Ck. Akil yang langsung ditodong dengan kata-kata itu merasa kesal. Dia bahkan belum sempat mengucapkan 'halo' tadi. "Kau selalu saja menyuruhku seenak jidat. Memangnya aku ini anjing pelacak yang bisa mencium apa saja?"

Kendra terkekeh. Suara helaan napas terdengar dari seberang. "Jangan merendahkan dirimu," katanya. Dan, sebelum Akil kembali menggerutu, Kendra segera mengakhiri panggilan.

Kendra tahu Akil bisa diandalkan. Dengan koneksinya, dia mampu merunut segala informasi dalam hitungan detik. Tidak ada manipulasi. Akil dewanya dalam urusan seperti itu. Dia bahkan lebih hebat dari mesin pencarian.

"Ken, kenapa kau tidak hentikan saja ini semua? Anggap saja kau tidak tau apa-apa. Jalani hidupmu sebaik mungkin."

Cih! Kendra tidak percaya kata-kata itu keluar dari mulut David. Mereka sempat bertengkar sebelum Kendra berangkat ke bandara. David datang, menerobos masuk rumahnya seperti orang gila.

"Jangan seperti ini, Ken, Aku mohon."

Dia senang David peduli padanya. Sayangnya Kendra tak bisa diam begitu saja. Dia merasa berutang pada si tua Jansen. Kendralah yang telah menghancurkan segalanya. Namun, justru si tua bangka itu yang paling menderita. Kendra tahu bagaimana rasanya kehilangan keluarga. Karena itu, jika ada kemungkinan Virja masih hidup, dia akan mencarinya--sekalipun ke ujung dunia.

"Lagi pula, sejak kapan kaupeduli pada orang lain?!"

Mereka berdua saling berteriak dan mulai melayangkan tinju.

"Pulanglah ke ayahmu!"

"Pulang, katamu?!" Kendra berteriak tepat di hidung David. "Apa kau menyuruhku untuk berhenti menjadi polisi?!"

"Kau akan hancur, Ken!"

Kendra tahu itu. Dia bukan orang tolol yang tak bisa mencium bau bangkai di atas piring makanannya. Tetapi, Kendra bukan orang yang suka mengingkari janjinua. Seperti apapun masa depannnya nanti, Kendra tidak akan pernah berubah pikiran.

"Memangnya apa pedulimu?"

Karena kau adalah kakakku?

Lalu, kemana saja kau selama ini, Dave?

"Omong kosong!"

Kendra tak ingin mendengar alasan klise semacam itu. Dia memilih pergi. Meninggalkan David di kamarnya.

Pulang, katanya?

Apakah masih ada tempat baginya untuk pulang? David mungkin tidak tahu. Rumah lama mereka kini sudah  hangus terbakar.

-----

Kendra tiba di bandara satu jam lebih cepat. Dia membuka pintu mobil. Tanpa diduga, Irina muncul di hadapannya. Dengan penampilan anehnya itu, dia turun dari sebuah taksi berwarna biru lalu berlari ke arahnya seperti orang idiot. Sebelah sepatunya tiba-tiba terlepas. Orang-orang di sekitarnya tertawa, begitu juga Kendra.

Bukan seorang putri raja yang Kendra lihat saat ini. Dia hanya seorang Irina Hadi. Perempuan tolol yang tidak jelas akan seperti apa masa depannya nanti.

Seperti sebuah cerita, semua mengalir bagai air dengan jalan yang tak bisa ditebak. Dan, seperti itulah kadang sebuah perasaan hadir dalam diri manusia. Kendra tak bisa memungkiri bahwa dia mulai merasa merasa nyaman dengan ini. Meski Irinalah yang seharusnya bertanggung jawab pada apa yang terjadi padanya.

"Apa yang kaulakukan di sini?"

Irina tergagap.

"Untuk mengucapkan salam perpisahan?" Kendra menjawab pertanyaannya sendiri. "Aku rasa hubungan kita tidak sedekat itu."

Irina memberanikan diri. "Aku sudah memeriksakan diri ke laboratorium," katanya. Kendra menaikkan sebelah alisnya, menanti kelanjutan cerita dari Irina. "Aku dinyatakan bersih dari HIV."

Kendra yang merasa bingung dengan maksud gadis itu hanya terkekeh. "Kenapa kau melapor padaku?"

"Entahlah. Mungkin karena kau adalah seorang polisi?" jawab Irina seadanya.

Kendra ingin membalas, memang apa hubungannya? Tetapi Irina telah lebih dulu membungkamnya dengan ucapan 'terima kasih'. Dia menyerahkan sebuah buku. Kendra menerimanya tanpa banyak bicara.

"Apa menurutmu kita bisa bertemu lagi?"

Kendra mendengus geli. "Kenapa memangnya?"

Irina merasa malu. Dia telah menunjukkan perasaannya, tetapi Kendra malah mempermainkannya.

Sejujurnya Kendra ingin mengelak dari takdir yang ada di hadapannya saat ini. Entah karena harga dirinya yang terlalu tinggi atau karena memang sudah waktunya untuk berpisah.

Namun, kata-kata Jansen kembali terngiang di kepalanya.

"Perpisahan bukan akhir dari segalanya..."

Tua bangka itu mungkin benar. Dia juga pernah berpisah dari David. Dulu. Lalu, mereka bertemu lagi di suatu ketika. Kendra percaya, perpisahan adalah awal dari sebuah pertemuan. Selama mereka masih tinggal di bawah langit yang sama, Dia yakin mereka akan dipertemukan kembali. Dan, satu kecupan singkat di kening Irina menjadi jawaban atas segalanya, sebelum Kendra melangkah jauh menuju gerbang pemeriksaan.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro