Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 10 : Teror Hanako #1

Mentari mencoba menembus lebatnya dedaunan. Bahkan, angin pun mencoba membantunya dengan menyingkirkan dedaunan itu hingga sinar mentari berhasil mencapai tujuannya.

"Neko-san!"

Suara itu membuat sang gadis menoleh ke sumber suara. Tampaklah seorang gadis dengan surai sedikit coklat dengan manik senada dengan surainya mulai mendekati Neko dengan senyuman di wajahnya.

"Mitsuketa!" ucap gadis itu yang kini telah berada disebelah Neko sembari sedikit tertawa.

"Mengapa kau kemari? Bukankah sudah kubilang untuk tidak kemari," protes Neko yang hanya dibalas senyuman lembut oleh sang gadis.

Neko pun diam. Ia menanti tanggapan dari gadis dihadapannya yang tiada henti melukiskan senyuman.

"Neko-san itu lucu ya," ucapnya yang membuat Neko semakin bingung.

Sang gadis pun menatap sebuah pohon besar dihadapannya lalu berkata, "Apa kau benar-benar akan pergi?"

Mendengar pertanyaan itu, Neko pun langsung mengangguk dan berkata, "Aku memang harus pergi ke sana."

Raut sang gadis pun menjadi sedih. Seakan-akan mengerti, angin yang sedari ribut pun berubah menjadi tenang.

"Sakura ...."

Ucapan sang gadis itu membuat Neko bingung dan memberikan sebuah tatapan menuntut pada lawan bicaranya.

"Sepuluh tahun lagi, mari melakukan hanami denganku," ucapnya dengan riang dan disambung, "Meskipun itu tidak mungkin ... tapi aku akan selalu menunggumu disini, tiap musim semi."

Neko pun terdiam. Ia tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Karena, ia pun tak tahu pastinya kapan ia bisa kembali.

"Hei, Neko-san," panggil gadis itu yang kemudian berbalik dan menatap Neko dengan penuh kesedihan sembari berbicara dengan nada yang tak bisa didengar oleh Neko sedikitpun.

*****

Sinar hangat sang mentari telah memaksa kelopak mata yang terpejam untuk menatap indahnya dunia. Bahkan, sinarnya pun terasa sedikit menusuk untuk mata yang tidak memakai pelindung, seperti kacamata hitam.

'Silaunya,' batin Neko sembari menatap luar jendela yang menampakkan mentari akan segera terbenam.

Namun, setelah kesadarannya terkumpul, Neko pun segera kebingungan. Ia tak tahu mengapa ia bisa ketiduran di ruang musik.

Sebegitu lelah kah dirinya?

Mungkin, tapi bisa saja tidak. Karena, Neko selalu tidur sedikit lebih awal daripada jam tidur orang Jepang pada umumnya. Jika rata-rata orang Jepang tidur pada jam satu atau dua pagi, maka Neko selalu tidur pada jam sebelas malam. Seharusnya tidak pantas jika ia ketiduran di tempat ini.

Klik~

"Ah, kau sudah bangun, Kurosaki-san."

Suara seorang laki-laki itu membuat Neko segera berbalik dengan wajah waspada. Namun, dirinya sangat lega saat melihat jika laki-laki itu adalah orang yang baru saja ia kenal. Dan yang terpenting adalah ia tidak terkunci di ruangan ini.

"Yokatta ...," gumam Neko yang melihat pria itu membawakan tasnya dan menaruhnya di meja yang tak jauh dari Neko berada.

"Terima kasih banyak, Hajime-san," ucap Neko dan dibalas anggukan oleh lawan bicaranya.

"Kurosaki-san."

"Hm?"

"Apa kau sudah ada yang mengajak untuk yozakura?" tanya Isamu dengan malu yang membuat sang gadis semakin tertarik pada topik yang ia bawakan.

"Belum, bahkan aku pun belum tahu apa itu yozakura," jawab Neko dengan lembutnya.

"Ah, begitu ya. Kebetulan sekali, mari pergi bersamaku," ajak Isamu dengan semangat.

"Kapan?" tanya Neko.

"Jumat, jam tujuh malam," jawab Isamu.

Neko pun tampak berpikir sejenak dan tak lama kemudian, ia pun menyetujui ajakan lawan bicaranya.

Setelahnya, Isamu pun izin untuk undur diri terlebih dahulu yang dikarenakan urusan OSIS yang harus ia tangani. Sementara Neko, ia memilih duduk sebentar untuk mengingat kembali sosok gadis yang hadir di mimpinya.

Jujur saja, ia merasa ingat siapa gadis itu. Namun, ia hanya tak ingat kapan pastinya mereka berkenalan serta menghabiskan waktu bersama.

'Mendokusai naa,' batin Neko.

Ia pun menghela nafas sejenak, kemudian mulai memastikan tas serta isinya. Setelahnya, ia pun meninggalkan ruangan ini.

"Wah, Kurosaki-san ya."

Neko pun langsung menatap lawan bicaranya dengan tatapan bingung. Karena, dihadapannya telah berdiri tiga gadis yang belum ia kenal sama sekali. Dan jika pun gadis itu adalah teman sekelasnya, ia pasti sudah tahu namanya.

"Kurosaki-san, bisa bantu kami sebentar?" tanya gadis dengan surai yang dikepang satu dengan tatapan khawatir.

"Bantu?" ulang Neko yang semakin bingung akan situasinya.

"Teman kami ... teman kami kehilangan cincinnya di salah satu toilet. Dan kami tidak bisa mencarinya, apakah ... apakah kami boleh meminta bantuan mu?" tanya sang gadis dengan surai sebahu.

"Aku mohon padamu, Kurosaki-san. Jika cincin itu tidak ketemu, maka aku tidak boleh pulang. Karena ... cincin itu adalah peninggalan ibuku, sebelum ibuku meninggal," ucap gadis dengan surai yang kuncir ponytail.

"Baiklah, akan aku bantu."

Mereka pun segera pergi ke lantai tiga dan berhenti pada salah satu toilet di sana.

"Jadi, dimana terakhir kali kau memakainya?" tanya Neko.

Brak~

Bukannya menjawab pertanyaan Neko, mereka langsung keluar dari toilet dan menguncinya dari luar.

Dengan langkah panik, Neko langsung menggedor pintu sembari berkata, "Buka pintunya!"

Sementara itu, ketiga gadis yang mengunci Neko tengah tertawa pelan dan mulai berdiskusi mengenai hal yang akan mereka lakukan selanjutnya. Hingga tanpa sadar, ide tak masuk akal pun mereka lakukan.

"Kurosaki-san, tolong panggilkan Hanako untuk membantu mu. Kami tidak bisa masuk, karena pintunya macet," ucap sang gadis.

"Hanako? Tidak ada siapapun disini!"

"Panggil saja 'Hanako' tiga kali. Nanti dia akan datang," balas sang gadis.

"Hei! Jangan bercanda!" bentak Neko.

Namun, setelah bentakan itu, tak ada respon sedikitpun dari tiga orang gadis itu.

Neko pun menghela nafas, ia segera mengambil ponsel dan mencoba menelpon ataupun mengirim pesan untuk Rin. Namun, ia baru sadar jika pulsanya baru saja habis.

Sungguh sial, sangat sial. Neko pun terduduk di lantai toilet itu dan mulai menangis. Ia tak tahu harus berbuat apa.

'Kenapa harus ada bully?' batin Neko yang kini telah putus asa.

*****

Mentari telah selesai melakukan tugasnya. Dan kini, rembulan pun mulai menampakkan dirinya yang ditemani oleh bintang-bintang.

Namun, dibalik keindahan malam, Rin tengah khawatir. Pasalnya, Isamu bilang jika ia melihat Neko sudah pulang dengan tiga gadis yang notabenenya adalah kakak kelas mereka.

'Tapi, mengapa ia belum sampai rumah juga!' batin Rin yang mulai resah.

"Nak, coba kau hubungi dia," saran mama Rin yang tak kalah khawatir dari Rin.

"Sudah, Ma. Tapi ponselnya tidak aktif," jawab Rin dan disambung, "Kalau sekarang ke sekolah, sekolah sudah pasti ditutup."

Mama Rin pun diam. Ia sangat kebingungan atas kepergian Neko.

Tentunya, ia pun ingin marah pada Rin. Karena Rin telah pulang duluan, meninggalkan sang gadis yang belum mengetahui lebih tentang negeri sakura ini. Tapi, ia harus mencari kemana.

'Kami-sama, tolong jaga Kurosaki Neko,' batin mama Rin.

Disisi lain, Neko pun bangun dari tidurnya. Bahkan, ia pun tak menyangka jika ia bisa ketiduran ditempat seperti ini. Tempat yang notabenenya tidak layak untuk menjadi tempat tidur.

"Apa kau kedinginan?"

Suara manis itu membuat Neko terkejut bahkan kepalanya pun sedikit terbentur pintu.

'Tunggu, bukankah tidak ada siapapun disini?' batin Neko dengan tatapan bingung yang diiringi dengan nada detak jantungnya yang tak beraturan.

Neko pun mengamati gadis dihadapannya dari ujung kaki hingga ujung rambutnya. Tak ada keanehan yang terlihat, bahkan gadis itupun memakai pakaian yang sama dengan dirinya.

"Padahal kau yang memanggilku, tapi kau sendiri yang lupa. Hidoii naa," ucap sang gadis sembari menggembungkan pipinya.

"Hanako?"

"Iya, namaku Hanako. Salam kenal," jawabnya ramah.

Neko pun tidak merespon ucapan lawan bicaranya. Ia hanya sibuk dengan pemikirannya yang sedang mencerna semua kejadian setelah ia menangis cukup lama.

"Aku tak menyangka jika bully masih berlaku hingga saat ini."

"Eh?"

"Bully, kau di bully secara tak langsung. Dengan mengatakan jika ia kehilangan cincinnya. Padahal, tidak ada satupun cincin disini," jelas Hanako dengan nada bicara yang terdengar sedikit marah.

"Tapi, sudah berapa lama kau disini?" tanya Neko.

"Sangat lama. Bahkan, jika ku sebutkan berapa lamanya maka kau akan terkejut dan berusaha kabur," jawab Hanako dengan senyuman manisnya yang membuat Neko langsung bergidik ngeri.

"Esok, datanglah kemari, ya. Bersama tiga gadis itu," ucap Hanako dengan nada dingin.

"Kenapa?"

Hanako pun tertawa riang lalu berkata, "Nandemonai. Ah, jika kau ingin pulang, kau sudah bisa pulang. Aku sudah berhasil membuka pintunya."

Neko pun langsung berdiri dan mencoba pintunya. Dan apa yang dikatakan Hanako memang benar, pintunya sudah bisa dibuka.

"Bagaimana denganmu? Apa kau tidak ingin pulang?" tanya Neko sembari memastikan tasnya untuk kedua kalinya.

Hanako pun bergeleng lalu menyentuh lengan Neko seraya berkata, "Aku akan pergi setelahnya. Kau boleh pulang duluan. Aku takutnya ... akan ada hal buruk jika kau terlalu lama disini."

"Kau dingin, Hanako," ucap Neko dengan polosnya.

"Pulanglah," ucap Hanako yang mau tak mau membuat Neko harus pergi secepatnya.

Neko pun berlari tanpa arah hingga menuju di pintu gerbang. Tentunya pintu gerbang itu telah terkunci, namun ia tak kehabisan akal. Ia pun memanjat pintu gerbang itu yang kemudian melanjutkan larinya hingga ia tiba di rumah dengan nafas tak beraturan.

Mama Rin yang membukakan pintu pun merasa tak percaya sekaligus lega atas kepulangan anak gadis yang ia tunggu kehadirannya. Karena terlalu khawatir, mama Rin pun langsung memeluk Neko dan menumpahkan seluruh rasa khawatirnya pada sang gadis yang berada di pelukannya.

"Kurosaki-san! Kau kemana saja!? Ku telpon tidak diangkat, ku sms tidak dibalas!" omel Rin dengan tatapan khawatir.

Neko pun langsung meminta maaf dan menceritakan segalanya. Namun, raut Rin dan mamanya sangat terkejut sekaligus terheran-heran atas cerita Neko.

"Hanako? Apa kau yakin jika bertemu dengannya?" tanya Rin dengan tatapan tak percaya.

Neko pun mengangguk lalu berkata, "Benar, bahkan yang membukakan pintu untukku pun Hanako."

Sontak, Rin dan mamanya saling bertatapan. Saling mencurahkan rasa takut sekaligus khawatir yang lebih dari sebelumnya.

"Ada apa? Apa ada yang salah?" tanya Neko dengan polosnya.

Rin pun langsung gelagapan dan berkata, "Akan aku beritahu saat kita sudah ada di sekolah."



To be continued~


[Neko Note]

Hanami : festival melihat bunga sakura

Hidoii naa : kejam sekali/kejamnya

Kami-sama : Tuhan/Allah

Mendokusai naa : sungguh menyebalkan/sangat merepotkan

Mitsuketa : aku menemukanmu

Ponytail : kuncir ekor kuda

Yokatta : syukurlah

Yozakura : festival hanami di Tokyo yang lokasinya cocok untuk fotogenik.

Jumlah kata : 1582 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro