Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12 - LITTLE GIFT

Assalamualaikum teman-teman Pasukan Pembaca semua. Apa kabar? Semoga sehat selalu ^^

Sebelum baca OUR MARIPOSA part 12, aku mau infoin. Buat teman-teman yang ingin baca MARIPOSA PERTAMA VERSI FULL WATTPAD, teman-teman bisa baca di akun KARYAKARSAKU ya. Aku update MARIPOSA PERTAMA VERSI FULL WATTPAD SAMPAI PART EPILOG di Karyakarsa ^^ 

FOLLOW AKUN KARYAKARSAKU SEKARANG JUGA (lulukhf) ^^

CARANYA :

- Langsung buka di web browser (safari atau chrome) kalian : www.karyakarsa.com/lulukhf

atau

-Download aplikasi Karyakarsa di Playstore atau Appstore lalu follow akun : lulukhf

DAN SELAMAT MEMBACA OUR MARIPOSA. SEMOGA SUKA ^^

*****

MASA KINI

Sepulang kuliah Acha memilih tidak langsung pulang, ia ingin makan malam di Apartmen Iqbal terlebih dahulu. Kinara, Mama Acha sedang pergi keluar kota selama dua hari. Maka dari itu, Acha tidak ingin langsung pulang.

"Mau makan apa?" tanya Acha ke Iqbal sembari membuka aplikasi delivery makanan di ponselnya.

Iqbal duduk di samping Acha, mendekatkan dirinya untuk bisa ikut melihat.

"Ada apa aja?"

"Banyak. Pizza, ketoprak, nasi padang, nasi goreng, ayam goreng. Iqbal pengin mana?"

"Udon aja," jawab Iqbal.

Acha menoleh ke Iqbal dengan kening mengerut.

"Tumben?" heran Acha. Sang pacar memang jarang memilih udon sebagai makan malam.

"Lagi pngin yang berkuah."

"Nasi dikasih air putih gimana?" goda Acha.

"Cha..."

"Katanya pengin berkuah."

"Buruan pesan."

Acha tertawa puas sembari mengangguk-angguk dan segera memesankan untuk Iqbal.

"Kalau gitu Acha juga udon. Tambah dagingnya dan snack-snacknya juga," seru Acha bersemangat.

"Jangan banyak-banyak," peringat Iqbal.

Acha mendecak pelan dan terpaksa mengangguk.

"Iya, Iqbal."

Iqbal terkekeh pelan, gemas melihat ekspresi ngambek Acha. Iqbal mengecup singkat rambut Acha.

"Pesan sesuka lo," ucap Iqbal mengalah.

"Katanya nggak boleh? Nanti kalau nggak habis Acha dimarahin Iqbal," sunggut Acha seperti anak kecil.

"Gue yang habisin."

"Beneran?" Kedua mata Acha langsung berbinar-binar bahagia.

"Iya Natasha."

Acha bersorak senang, ia pun segera memesan menu-menu yang disukainya tanpa memikirkan habis atau tidak. Karena sudah ada Iqbal yang berjanji akan menghabiskan semuanya.

Bukankah salah satu tugas pacar seperti itu? Menghabiskan makanan pacarnya yang tersisa.

*****

Acha merasa sangat kenyang dan puas. Acha melihat Iqbal yang masih sibuk menghabiskan beberapa snack di depannya. Acha terkekeh pelan, Iqbal terlihat mulai kuahalan.

"Iqbal kalau sudah kenyang jangan dipaksa. Besok Acha panaskan biar bisa dimakan lagi," ucap Acha tidak tega.

Iqbal mengangguk dan akhirnya berhenti makan. Iqbal menyenderkan tubuhnya di kursi. Perutnya terasa ingin meledak sekarang juga.

"Iqbal mau Acha buatkan teh hangat?"

Iqbal mengangguk singkat, tak punya daya untuk menjawab. Acha pun segera berdiri, menyimpan sisa makanan di kulkas dan membuatkan teh hangat untuk Iqbal.

"Iqbal!!!"

Iqbal langsung berdiri saat mendengar teriakan Acha. Tanpa menunggu lama, Iqbal berjalan ke arah dapur. Iqbal terkejut melihat Acha naik di meja makan.

"Kenapa?" bingung Iqbal.

Acha menunjuk ke arah lemari dekat wastafel.

"Acha tadi ngelihat cicak. Acha takut," seru Acha.

"Cicak?"

"Iya Iqbal. Cicak-cicak di dinding yang biasanya merayap tapi sekarang menyerang nggak merayap lagi!" jawab Acha dengan lugunya.

Iqbal terkekeh pelan, ia mendekati Acha.

"Turun, Cha. Hanya cicak," bujuk Iqbal.

Acha menggeleng tegas.

"Nggak mau Iqbal. Acha takut cicak!"

"Nggak akan gigit, Cha."

"Nggak mau, Acha takut!"

Iqbal menghela napas pelan, berusaha sabatr.

"Turun Natasha."

"Nggak mau Iqbal. Kalau cicaknya nyerang Acha gimana? Cicaknya nyakitin Acha gimana?"

"Nggak akan."

"Iqbal tau dari mana cicaknya nggak akan nyakitin dan nyerang Acha?"

"Gue serang balik."

Acha mulai melunak karena ucapan Iqbal.

"Beneran?"

"Iya. Sekarang turun ya."

Acha menjulurkan kedua tangannya.

"Bantuin Acha turun."

Iqbal mengangguk kecil. Iqbal pun segera membopong tubuh Acha dan menurunkan gadisnya dari meja. Namun saat Iqbal ingin menaruhnya di sofa, Acha tak mau melepaskan tangannya dari leher Iqbal.

"Cha, lepasin."

"Nggak mau. Acha pengin peluk Iqbal."

Iqbal tersenyum kecil, kesabarannya diuji kembali. Perlahan Iqbal mencoba melepaskan kedua tangan Acha yang benar-benar dilingkarkan kuat oleh gadis itu.

"Lepas, Cha," peringat Iqbal.

"Nggak mau. Nggak bisa!"

Iqbal menghela napas pelan, memikirkan cara paling ampuh untuk membuat Acha melepaskan tangannya.

"Gue cium atau lepas sekarang."

Benar saja! Tanpa menunggu hitungan detik, Acha sudah melepaskan kedua tangannya dari leher Iqbal.

"Sudah Acha lepas Iqbal," ucap Acha takut.

Iqbal terkekeh pelan, tangannya terulur mengacak-acak rambut Acha dengan gemas.

"Sebegitu takutnya gue cium?" goda Iqbal.

"Nggak takut, hanya malu aja."

Tangan Iqbal berganti menyentuh pipi Acha dan mencubinya pelan.

"Gue buatin teh hangat dulu."

Acha tersenyum malu.

"Iya Iqbal. Makasih."

****

Setelah makan malam, Acha memilih untuk menonton film di ruang tengah Apartmen Iqbal. Sedangkan, Iqbal sedari tadi sudah masuk ke dalam kamarnya. Dan, Acha sangat tau Iqbal sedang apa. Pasti bermain games kesukaannya!

"Akhirnya selesai juga," seru Acha merenggangkan kedua tangannya.

Acha melirik ke arah jam di dinding, menunjukkan pulul sepuluh malam. Pandangan Acha beralih ke pintu kamar Iqbal yang tertutup rapat. Sudah lebih dari dua jam Iqbal bermain games dan tidak keluar sama sekali.

Acha berdecak pelan, ia segera berdiri dan berjalan ke kamar Iqbal.

"Selalu aja!" dengus Acha.

Acha langsung membuka kamar Iqbal. Benar saja, sang pacar masih duduk di meja belajarnya dengan tangan sibuk di atas keyoboard.

"Iqbal," panggil Acha.

"Hm?" balas Iqbal singkat tanpa mengalihkan pandangannya sama sekali dari komputernya.

"Iqbal lihat Acha," pinta Acha.

"Bentar, Cha."

Acha mendengus pelan, kesabarannya mulai hilang. Acha segera mendekati Iqbal dan tanpa pikir panjang langsung menarik keyboard Iqbal membuat Iqbal terkejut dan langsung menatapnya.

"Cha gue belum selesai! Balikin keyboardnya," pinta Iqbal.

"Nggak mau. Iqbal berhenti main sekarang."

"Cha bentar aja, gue mau kalah."

"Nggak ada bentar, Iqbal sudah dua jam bermain terus tanpa peduliin Acha."

"Lo lagi lihat film tadi, Cha."

"Tapi kan Acha minta ditemenin Iqbal, tapi Iqbal langsung masuk kamar dan main games."

Kedua mata Iqbal terus melirik ke arah komputernya dan Acha bergantian dengan panik karena permainannya menjadi kacau.

"Cha, tim gue bisa marah kalau gue kalah," mohon Iqbal.

"Acha nggak peduli. Iqbal harus berhenti main. Iqbal lupa tidur, lupa istirahat dan lupa Acha juga!"

"Kan kalah!!!" Iqbal mendecak gusar.

Acha terdiam melihat wajah kesal Iqbal membuat nyalinya sedikit menciut. Namun, Acha berusaha untuk tidak takut.

"Bukan salah Acha, Iqbal kalah. Salah sendiri dari tadi main dan nggak istirahat bahkan nggak peduliin Acha," sunggut Acha mengeluarkan unek-uneknya.

Iqbal menatap Acha lekat.

"Sudah puas ngomelnya?"

Acha tertegun mendengar suara Iqbal yang berubah dingin. Acha mengigit bibir bawahnya.

"Iqbal marah sama Acha karena games?"

"Bu..."

Belum sempat Iqbal menjawab, Acha langsung melempar keyboard Iqbal tanpa ampun ke meja. Setelah itu, Acha langsung keluar dari kamar Acha dengan perasaan sedih.

Iqbal menghela napas panjang sembari mengacak-acak rambutnya frustasi. Iqbal menyesali ucapannya ke Acha barusan.

Iqbal segera berdiri dan menyusul Acha. Iqbal melihat Acha tengah sibuk memakai sweaternya. Iqbal semakin mendekat.

"Gue nggak marah, Cha," ucap Iqbal.

Acha diam tak mempedulikan. Setelah memakai sweaternya, Acha segera mengambil tasnya. Namun, tangannya langsung dicegah Iqbal.

"Gue anter pulangnya."

"Acha bisa pulang sendiri," ketus Acha menepis tangan Iqbal.

"Cha, maaf."

Acha tak menjawab lagi. Ia memasukan ponselnya ke dalam tas. Ingin berjalan melewati Iqbal namun cowok itu kembali menghadangnya tak memberikan jalan.

"Minggir," suruh Acha.

"Berhenti marahnya dulu."

"Acha nggak marah. Bukannya Iqbal yang tadi marah sama Acha?"

"Gue nggak marah."

"Kalau nggak marah kenapa ucapannya gitu ke Acha? Iqbal nggak suka Acha datang ke sini."

"Cha, nggak gitu."

"Ya udah kalau nggak suka. Acha nggak akan datang ke sini lagi."

Iqbal menghela napas pelan, berusaha tetap sabar. Ia tau jika Acha sudah marah, perkataan Acha akan kemana-mana dan bersikap seperti anak kecil.

"Natasha."

"Nggak usah panggil Acha."

Iqbal berjalan lebih dekat, mencoba meraih kedua tangan Acha, namun Acha lebih cepat menyembunyikan tangannya dari Iqbal.

"Nggak usah pegang Acha juga."

Iqbal memberikan sorot mata lebih hangat.

"Gue salah, gue minta maaf."

Acha terdiam, menangkap tatapan Iqbal yang begitu hangat membuat hatinya melemah dan emosinya perlahan meredup seketika.

Acha membuang muka, tak ingin terlena begitu saja. Kemudian, Acha membalikkan badan dan memilih duduk kembali di sofa ruang tengah Apartmen Iqbal.

Iqbal menghela napas lega, setidaknya kekesalahan Acha mulai menurun. Iqbal kembali menyusul Acha dan mengambil duduk di sebalah gadisnya.

"Udahan ya marahnya."

Iqbal melihat Acha msih diam dengan kepala menunduk, namun tiba-tiba Iqbal mendapati bahu Acha bergetar. Iqbal terkejut melihatnya.

Iqbal langsung memeluk Acha saat itu juga.

"Cha maaf. Iya gue salah. Gue nggak akan berkata seperti tadi. Jangan nangis."

Suara isakan Acha mulai terdengar membuat Iqbal semakin merasa bersalah.

"Natasha, maaf."

"Acha nggak suka dengan suara dingin Iqbal seperti tadi," isak Acha.

"Iya, gue nggak akan gitu lagi. Maaf."

"Iqbal lebih sayang games Iqbal daripada Acha?"

"Nggak, Cha. Gue lebih sayang sama lo."

"Terus kenapa nggak peduliin Acha dan marah sama Acha?"

"Iya gue salah, Cha. Gue akan perbaikin sikap gue."

Acha mencoba meredahkan tangisnya. Perlahan Acha melepaskan pelukan Iqbal dan menatap Iqbal. Acha dapat melihat tatapan khawatir dan bersalah dari cowok di hadapannya.

"Maaf ya," ucap Iqbal dengan tulus. Tangan Iqbal terulur menghapus bercak air mata Acha.

"Jangan bicara dingin seperti tadi lagi, Acha nggak suka," mohon Acha.

"Iya, nggak akan."

"Kalau Acha panggil jawab yang bener."

"Iya."

"Jangan main games terus juga. Ingat makan dan tidur," peringat Acha.

"Iya."

"Iya apa?"

"Iya sayang."

Acha menghela napas panjang. Acha melebarkan kedua tangannya.

"Peluk Acha lagi."

Iqbal tersenyum kecil, sangat lega melihat Acha sudah tidak marah kepadanya. Iqbal menarik tubuh Acha dan memeluknya lebih erat.

"Jangan nangis lagi. Sekali lagi gue minta maaf."

Acha mengangguk kecil dalam pelukan Iqbal. Acha dapat merasakan Iqbal mencium puncak kepalanya sangat lama. Acha pun membalas pelukan Iqbal tanpa ragu.

"Maafin Acha juga sudah bertingkah seperti anak kecil."

"Nggak apa-apa. Gue tetap suka."

Acha bahagia mendengar ucapan Iqbal. Acha kembali melepaskan pelukan Iqbal dan menatap Iqbal dengan lekat.

"Acha punya hadiah untuk Iqbal karena Iqbal sudah minta maaf ke Acha dan berjanji ke Acha bakalan nggak main games terus."

Iqbal mengerutkan kening dengan perasaan sedikit was-was.

"Hadiah apa?"

"Iqbal tutup mata sekarang."

"Hah?" kaget Iqbal.

"Buruan tutup mata!"

Iqbal menghela napas panjang untuk sekian kalinya. Kemudian menuruti keinginan Acha untuk menutup rapat matanya.

"Hitung sampai tiga," suruh Acha.

Iqbal mengangguk kembali menurut dan mulai menghitung sampai tiga.

"Satu."

Iqbal tak merasakan apapun dan tak mendengar pergerakan apapun dari Acha.

"Dua."

Iqbal tak bisa menebak hadiah apa yang diberikan oleh Acha.

"Tiga."

Cup!

Iqbal dapat merasakan sebuah kecupan singkat mendarat di bibirnya. Iqbal langsung membuka kedua matanya dengan tatapan terkejut. Iqbal melihat Acha masih duduk di hadapannya dengan wajah tertutupi kedua tangan.

"Iqbal jangan bicara apapun. Acha malu sekarang."

Iqbal terkekeh pelan, jarinya perlahan menyentuh bibirnya yang terasa lebih hangat.

"Cha."

"Iqbal nggak boleh panggil Acha! Acha masih malu!!"

Iqbal perlahan membuka kedua tangan Acha dari wajah gadisnya.

"Buka mata lo, Cha," suruh Iqbal.

"Malu!!!"

"Bentar aja."

Acha pun menurut, perlahan Acha membuka kedua matanya dan melihat Iqbal sedang menatapnya dengan sorot yang tidak bisa Acha jelaskan.

"Boleh bicara sebentar sekarang?"

Acha mengangguk.

"Boleh."

Tangan kanan Iqbal membelai lembut pipi Acha, membuat Acha semakin gugup dengan detakan jantung yang tak karuan.

"Aku suka hadiahnya, Natasha."

*****

#CuapCuapAuthor

BAGAIMANA KABAR TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA? SEMOGA SEHAT SELALU YA.

TERIMA KASIH BANYAK SUDAH MEMBACA OUR MARIPOSA PART DUA BELAS. ^^

Semoga teman-teman Pasukan Pembaca selalu suka OUR MARIPOSA, selalu support OUR MARIPOSA dan selalu baca OUR MARIPOSA.

OUR MARIPOSA PART TIGA BELAS LEBIH DULU DI AKUN KARYAKARSAKU YA. KALAU TEMAN-TEMAN PASUKAN PEMBACA INGIN BACA OUR MARIPOSA PART 12 LEBIH CEPAT BISA BACA DI AKUN KARYAKARSAKU.

UNTUK OUR MARIPOSA PART 13 GRATIS YA TEMAN-TEMAN.

FOLLOW AKUN KARYAKARSAKU SEKARANG JUGA (lulukhf) ^^

CARANYA :

- Langsung buka di web browser (safari atau chrome) kalian : www.karyakarsa.com/lulukhf

atau

-Download aplikasi Karyakarsa di Playstore atau Appstore lalu follow akun : lulukhf

SAMPAI JUMPA DI PART SELANJUTNYA.

MAKASIH BANYAK SEMUANYA. SELALU SAYANG KALIAN SEMUA DAN JANGAN LUPA JAGA KESEHATAN YA.


Salam,


Luluk HF 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro