04. Badmood
"Tau nggak, apa yang lebih terang dari lampu? Masa depanku, karna Izana berada di dalamnya JIAAAKH" seru Melani dengan suara menggelegar dengan tawa diakhir. Izana terdiam sebentar, lalu memasang senyumnya setelah terkekeh pelan.
"Bisa aja, ku cium nih lama-lama" senyum manisnya seketika berubah menjadi seringai yang dapat membuat Melani merinding.
"Nggak!" ucap Melani spontan karna merasa dirinya dalam bahaya. Izana yang mendengar itu memasang wajah memelas dengan mata berkaca-kacanya seakan ingin menangis.
"Ayo laaah, itung-itung morning kiss" Izana memeluk lengan Melani dan bergelayutan disana.
"U-uh.." Melani kebingungan, menimang sebentar, lalu memutuskan untuk menuruti apa kata Izana. Ia menutup matanya dan dengan seringainya yang kembali muncul Izana mencium Melani dan menahan tekuknya. Firasat Melani memang benar, ia dalam bahaya saat ini.
Namun, sebelum Izana membuat Melani mati kehabisan nafas, suara jatuh terdengar nyaring mengagetkan keduanya. Mereka melepaskan tautan bibir mereka dan segera berlari ke arah sumber suara itu, kamar Zael.
Setelah membuka pintu dengan ukiran nama Zael disana, mereka melihat putra satu-satu mereka tergeletak di lantai dengan selimut yang melilit tubuh. Dia jatuh dari kasurnya.
"Aduuh, Zael.." Melani membantu anaknya untuk duduk, namun malah di balas dengan tatapan tajam dari Zael.
"Gara gara Mama sama Papa sih!" Zael menatap keduanya dengan tatapan tajam yang ia punya membuat Izana dan Melani terdiam bingung.
"Aku panik gara-gara ngeliat Mama sama Papa ngelakuin itu! Makanya aku lari ke kamar terus malah kepeleset selimut!" ucap Zael yang sudah kesal, moodnya memang sudah memburuk sejak bangun entah kenapa.
"Kalo gitu kamu yang salah dong? Kan kamu yang lari-larian di kamar" Izana bersedekap dada dan menyender ke pintu menatap datar Zael.
"Kili giti kimi ying silih ding, kin kimi ying liri-liriin di kimir"
"Pfft-" Melani hampir saja tertawa jika Izana tidak menatap Zael tajam begitu juga sebaliknya.
"Udah udaah, jangan beranteeem, tunggu disini sebentar ya" dengan cepat Melani berjalan ke dapur untuk mengambil sarapan yang sudah di sediakan untuk Zael, dan membawanya ke kamar berharap semoga mood anak itu membaik.
Namun sebelum piring itu berhasil pindah tangan, justru piring itu melayang karna Melani tersandung kaki Izana yang berada di pintu. Melani berhasil selamat karna Izana menangkapnya dengan cepat.
"Aww, romantis banget kamu" ucap Melani sembari menutup setengah wajahnya dan tertawa kecil seakan-akan dia tersipu malu.
"Oh iya dong, suaminya Melani gitu loh" ucap Izana merasa bangga dan keduanya tertawa kecil bersamaan.
"Oh"
Suara lain terdengar membuat Izana dan Melani terdiam sesaat, lalu menoleh ke sumber suara yaitu Zael yang sedang menatap mereka sangat tajam seakan-akan siap menghancurkan lawan kapan saja.
"S-sebentar ya, Mama bawain sarapan lagi" Melani kembali pergi menuju dapur, sementara Zael membersihkan kepalanya dari sarapan melayang tadi. Karna malas berada di dalam ruangan yang sama dengan Papanya, ia keluar menyusul sang Mama yang berada di dapur tengah menyiapkan sarapan lagi.
Saat Melani berbalik, ia di kagetkan dengan Zael yang sudah berada di belakangnya, otomatis piring itu pun kembali melayang dan bertengger di kepala Zael untuk yang kedua kalinya. Melani terdiam, begitu pula dengan Izana yang baru saja tiba dan melihat kejadian tadi.
Tanpa sepatah kata pun Zael berjalan ke kamar mandi sembari menunduk, sementara itu Melani dan Izana masih terdiam memandang Zael khawatir. Saat Zael keluar kamar mandi, ia sudah rapih dengan pakaian sekolahnya, alias seragam TK. Mandiri sekali bukan?
"Zael marah?.." tanya Melani mendekat ke Zael dan berjongkok menyamai tinggi dengan sang anak.
"Enggak kok, cuma kesel dan sebel doang" jawab Zael lalu berlalu pergi untuk memakai sepatu, namun yang ia daoat justru sepatunya yang sudah bolong akibat tikus menggigiti. Zael menoleh ke Izana, berharap Papanya bisa memperbaiki sepatu kesayangan itu.
"Nanti Papa beliin yang baru" ucap Izana mengelus kepala Zael, tapi itu membuatnya semakin marah. Ia memakai sepatunya yang satu lagi dan berbalik menghadap Izana yang jauh lebih tinggi dari padanya.
"Papa nggak peka!" ucap Zael lalu pergi sembari menghentak-hentakkan kaki menyusul Keta, Sera dan Girou.
"Kamu malah buat dia makin marah.." ucap Melani menghela nafas menatap kepergian Zael.
"Nggak apa apa nanti juga baikkan lagi kalo di beliin makanan kesukaannya" ucap Izana yang juga melihat punggung kecil Zael semakin menjauh.
"Kita lanjutin yang tadi yuk" Izana menoleh ke Melani.
"Ha?- EH- ASTAGFIRULLAH TOBAT IZANA TOBAAT"
"Ya elah, orang udah suami istri" setelah kalimat itu terucap suara dobrakan pintu serta suara terkunci pun terdengar. Padahal Izana harus bekerja di saat itu juga.
*•°•★•°•*
"Ya gitu deh" ucap Zael yang sudah menceritakan hal tersebut di saat mereka berjalan menuju sekolah.
"Oalah, wajar sih, udah badmood di bikin tambah badmood. Kalau aku jadi kamu, aku pasti rasanya oengen robek mulut orang" ucap Girou menggangguk-angguk memaklum kan kondisi Zael.
"Cot"
"DIH MALAH NGELUNJAK?!"
"Kasar" Lifina menjitak kepala Zael, wajahnya datar, namun Zael tau sebenarnya ia sedang marah karna mendengar ucapan Zael. Jika biasanya Zael yang menangani sifat akhlakless Lifina, kali ini terpaksa Lifina menjaga Zael dari tindakan tak patutnya karna mood buruk yang dimiliki Zael.
"Mampus di jitak" Girou hendak tertawa, namun melihat Chiya hanya diam dengan wajah sangar membuat Girou ketar ketir. Aneh menurut Girou, soalnya Chiya selalu menunjukan senyumnya hampir seharian kecuali saat tidur. Entah apa yang membuatnya bisa bertahan tersenyum tanpa pegal di pipi, tapi jika ia tak tersenyum wajahnya akan sangat mirip perpaduan dari ayah dam ibunya.
"K-kamu kenapa?" tanya Girou, saat Chiya menoleh, dirinya tersentak karna dihadiahi tatapan tajam dan senyuman menyeramkan.
"Kenapa? Kamu tanya aku kenapa? Hah?" Chiya memang tersenyum, namun senyuman itu berbeda membuat Girou en pren tersentak seperti melihat seekor singa lepas.
"Papaku yang bodoh itu menghancurkan PR matematika yang aku buat semalaman" ucap Chiya.
"U-udahlah sistah, lupakan masalahmu mari cari cogan bersamaku" ucap Shoka merangkul Chiya, disusul Lifina.
"Kita masih kecil, tapi IT'S OKEY PERSIAPAN UNTUK MASA DEPAN YE KAAN, NYOK NYOK CHIYA!" ucap Lifina yang ikut merangkul Chiya. Sesad emang.
"Sera ikut!"
"Nggak" Keta menatap datar Sera.
"Ikut"
"Nggak"
"KALO NII-CHAN NGELARANG SERA LOMPAT KE JALAN RAYA NIH!"
"Kalo kamu loncat Nii-chan ambil jatah jajan kamu"
Perdebatan terjadi antara kakak beradik tersebut dan di menangkan oleh sang kakak, Sera hanya bisa diam takut jika uang jajannya di ambil dan bayangan puding lembut nan enak akan sirna begitu saja.
"Oh, udah sampai, kalian masuk sana, nii-chan mau cepet-ceoet ke sekolah takut terlambat" ucap Keta sembari mengelus kepala Sera.
"Bye byee" Sera melambaikan tangannya ke Keta yang sudah berlari pergi setelah mengantarkan adik beserta kawan kawannya ke sekolah. Orang tua mereka tidak bisa mengantarkan mereka karna kerja, lagi pula lokasinya tidak terlalu jauh dari rumah mereka masing-masing.
"CHIYA-CHAAAAAN!" suara teriakan terdengar membuat mereka menoleh, yang berteriak adalah Areen, dan di sebelahnya ada tetangganya Kokonoi Hachiro anak dari Kokonoi Hajime.
Areen melambaikan tangannya dengan senyuman lebar sampe orang lain pegel ngeliatnya.
"Eh? Chiya-chan lagi badmood?" Areen berputar-putar mengelilingi Chiya yang memngerutkan alis kesal dan sedikit mengembungkan pipinya.
"Wah, beneran lagi badmood" Areen memencet-mencet pipi Chiya yang justru membuat anak itu makin kesal.
"Reen, aku sama Sera duluan ya, jagain Chi-chan" ucap Girou lalu menarik tangan Sera, kenapa Girou buru buru? Karna dia mau nyontek PR ke Sera yang sekelas dengannya.
"Okaay! Hachiro, punya uang seribu nggak?" Areen mengulurkan tangannya ke Hachiro yang menatapnya datar.
"Nih" bukannya memberi seribu, Hachiro justru memberi sepuluh ribu.
"Kan aku mintanya seribu..."
"Nggak ada recehan lagi" ucap Hachiro dan menunjukan tiga lembar seratus ribunya.
"Oalah..., ya sudah makasih Hachiro!" Areen mengambil uang dan tangan Hachiro lalu bersalaman dengannya, Areen menarik Chiya ke warung di depan TK mereka meninggalkan Hachiro yang sedang malu malu kampret.
"Eeeh? Lifina ngapain disini?" mendengarnya di panggil, Lifina menoleh ke Areen.
"Jagain nih bocil satu, kalo lagi badmood kelakuannya kaya setan" ucap Lifina menunjuk Zael yang sedang jajan dengan dagunya.
"Oooooooooh! Berarti sama kaya Chiya-chan dong?"
"Iya, tadi kita jalan bareng ternyata yang buat mereka badmood itu orang tua mereka" ucap Lifina sembari menarik kerah Zael yang ingin kabur sebelum membayar jajanannya.
"Bayar" ucap Lifina, Zael hanya berdecak sebal lalu membayar jajanannya, untung saja ia membayar karna saat ini sang ibu-ibu penjual sedang bersiap dengan panci epep nya.
"Bye" dengan cepat Zael berlari meninggalkan Lifina yang terdiam.
"Ya sudahlah, nanti juga ketemu dikelas" ucap Lifina.
"Nih, nggak usah marah lagi oke?" Areen memberi Chiya satu permen dengan rasa stowberry, Chiya mengambil permen itu dan memperhatikannya sembari diam.
"Makasih Rereen-chan!" akhirnya Chiya tersenyum, namun luntur lagi karna Shoka tiba-tiba mengambil permen satu-satunya.
"WIIIH PERMEN GRATIS, MAKASEEH" ucap Shoka senang sebelum melihat wajah datar dengan tatapan tajam Chiya.
"E-enggak jadi..." Shoka menaruh kembali permen di tangan Chiya, namun yang di dapat adalah senyuman menyeramkan Chiya.
"Buat kamu aja, sini aku suapin, aaa.." Chiya menyuap permen itu dengan sebyuman menyeramkannya.
"T-tapi Chiya, i-itu masih di bungkus.."
"Aaaa." pada akhirnya, Shoka membuka mukutnya terpaksa memakan permen dengan bungkusnya hasil suapan Chiya. Bahkan wajahnya sangat menderita saat ini.
"Bagus" Chiya bertepuk tangan senang, lalu Areen memberi Chiya lebih banyak permen sebelum anak itu bertindak yang tidak-tidak.
Penjual Ibu-ibu be like: "Ini beneran anak TK semua?.."
"Eh? AYANOOOOOO!!!!" Shoka tersenyum dan berlari ke Ayano yang baru saja sampai di gerbang TK, Ayano yang melihat Shoka hanya bisa menghela nafas.
"Pagi!" ucap Shoka dengan cengiran yang sangat mirip dengan ibunya. Ayano menjawabnya juga dengan senyuman, lalu ia melihat sesuatu.
"Kamu makan permen sama bungkusnya?" tanya Ayano, Shoka menggelengkan kepala dan mengeluarkan permen dari mulutnya.
"Chiya lagi mode psikopat kaya papanya" ucap Shoka masih tersenyum lalu membuka bungkus permen itu dan memakan isinya.
"Hah... Ya udah ayo masuk"
"Okey- eh? Sheiyo?" Shoka melihat seseorang yang wajahnya bersinar, yup, laki-laki cantik dengan nama Inui Sheiyo.
"Oh, halo Kazutora" ucap Sheiyo dengan wajah datarnya.
"Kan udah aku bilang oanggil aku Shoka aja" Shoka menepuk-nepuk pundaj Sheiyo sementara yang di tepuk pasrah. Ayano yang melihat itu menarik tangan Shoka dan berjalan menjauh dari Sheiyo.
"Eh? Kenapa?"
"Enggak."
Di saat Shoka kebingungan kenapa tangannya ditarik, Areen, Lifina, dan Chiya yang melihat itu hanya berkedip beberapa kali.
"Dia cemburu?" tanya Areen.
"Iya apa?" tanya Lifina.
"Itu sih keliatan banget" ucap Chiya dengan wajah datar menatap kedua temannya lalu menghela nafas.
"Gini amat temenan sama orang nggak peka"
*•°•Bersambung•°•*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro