Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

꒰𖡄꒱ Cerita Masa Lalu

Seminggu lalu, hari Senin.

Sutan duduk dekat jendela di sebuah kafe untuk menunggu pacarnya datang. Ia melirik jam tangan, pukul 13.00. Ini sudah waktu janjian mereka. Ia memutuskan untuk memesan cokelat panas dan cake cokelat. Ia percaya Sang Kekasih akan datang tidak lama lagi.

Pukul 13.45. Kekasih Sutan tak kunjung datang. Ia sudah menelepon berkali-kali dan mengirimkan pesan. Namun, tidak dibalas.

"Apa dia sibuk? Kemarin dia bilang mau menemaniku jalan-jalan." Sutan mengernyit. Perasaannya tidak enak. Ia menghela napas. Tidak apa-apa. Dia masih bisa menunggu.

Apa mungkin... dia sibuk mengurus Aya? batin Sutan. Perasaannya makin tidak enak.

Sutan melirik ke arah pintu saat suara lonceng pertanda pintu kafe dibuka berbunyi agak nyaring. Ia tersenyum melihat pria berambut hitam menghampirinya sambil melambai. Itu kekasihnya. Namun, senyum Sang Gadis langsung sirna tatkala melihat seorang perempuan berambut cokelat mengikuti lelaki itu.

"Maaf, Sutan. Kau sudah menunggu lama, ya?" kata Gorou Eiji. Ia merasa tak enak pada Sang Kekasih karena membuatnya menunggu lama.

Sutan menggeleng. Ia tidak tersenyum sama sekali. Perasaanya memburuk saat melihat gadis itu menarik kursi di samping Eiji. Sutan berucap, "Aku tidak apa-apa. Omong-omong ... kenapa dia ikut?" Dia melirik perempuan itu.

"Ah, maafkan aku. Aya bilang dia mau ikut dengan kita sekaligus belanja bulanan untuk kebutuhan apartemennya." Eiji merasa tidak enak pada Sutan. Harusnya hari ini mereka berdua saja. Namun, ia tidak bisa menolak Aya-sahabat kecilnya-yang merengek untuk ikut.

Aya tersenyum pada Sutan. Ia memegang tangan gadis itu. "Kau tak perlu khawatir, Sutan. Aku tidak akan mengganggu kalian."

Sutan melirik tangannya. "Benarkah begitu?" Nadanya terdengar datar. Sungguh, ini bukan pertama kalinya Hisako Aya ikut dengan kencan mereka. Ini juga bukan kali pertama Aya bilang tak akan mengganggu. Sekarang terbukti, Aya mengambil perhatian Eiji sebelum Sutan sempat bicara. Mereka sibuk mengobrol, mengabaikan Sutan.

Aya melirik ke arah Sutan. Tatapan menang dia layangkan. Eiji memang pacarnya Sutan, tapi pria ini tidak bisa mengalihkan pandangan dari Aya. Perempuan ini tersenyum senang, ia menang dari Sutan.

Sang Gadis menghela napas. Ia melihat Eiji. Pria itu tampak senang mengobrol dengan Aya, tapi perasaan Eiji terlihat jelas. Ia menganggap Aya sebagai saudara. Sutan melirik Aya. Perempuan itu tampak bahagia. Sudah jelas sekali dia menyukai Eiji. Tatapan memuja Aya tidak bisa berbohong. Namun, Sutan merasa terganggu dengan Aya yang meliriknya seolah berkata bahwa Eiji adalah milik Aya.

Eiji melihat Sutan. Tersenyum lebar. "Sutan, kau mau ke mana setelah ini?"

Sutan fokus menatap Eiji. "Aku mau-"

"Bagaimana kalau kita pergi ke toko es krim!" sela Aya cepat. Ia tidak membiarkan Sutan menjawab.

Sang Gadis memutar bola mata. Jengah sekali rasanya. Ia tidak nyaman bersama Aya. Namun, jika dia mengatakan itu pada Eiji, lelaki ini hanya akan meminta untuk memaklumi sikap Aya.

"Kau mau ke toko es krim? Aku tahu toko es krim yang lagi ramai dibicarakan," balas Eiji. Menatap balik Aya yang sangat senang.

Sutan tidak tahan lagi. Ia menyentuh tangan Eiji, menarik perhatian pria itu. Sutan tersenyum seraya berkata, "Maaf, ya. Aku mungkin tidak bisa menemani kalian. Aku ada urusan." Ia melirik Aya. Perempuan itu hampir berteriak bahagia kala mendengar Sutan akan pergi.

Sutan terkekeh, berkata, "Eiji, apa kau bisa mengantarku pulang? Aku sudah menunggumu agak lama, lalu kau sibuk mengurus Aya. Setidaknya, luangkan waktumu untukku dengan mengantarku ke rumah."

Aya bergeming. Senyuman bahagia hilang dari wajah. Ia melirik Eiji yang tampak kaget dan agak tersipu melihat Sutan. Itu reaksi yang tidak Aya inginkan dari Eiji. Dia meremas rok pendek yang dikenakan dan berkeringat dingin.

"Baiklah." Eiji mengangguk. Membalas senyuman Sutan. Lalu berdiri. "Aku naik mobil ke sini. Berikan tasmu padaku, biar aku yang bawa."

"Aku ikut!" Aya berdiri. Dia terlihat panik.

Sutan menatap Aya. "Maaf, Aya, tapi kau sudah cukup menyita waktu sahabatmu dengan kekasihnya. Eiji tak akan lama mengantarku ke rumah. Jadi, kau tak perlu panik begitu." la menyentuh lengan Eiji. "Ayo pergi."

"Aya, aku pergi dulu. Kau pergilah ke supermarket naik taksi. Bisa, kan?" tanya Eiji dengan nada khawatir.

"Aku ... enggak bisa," gumam Aya. Ia menahan lengan baju Eiji. Memberikan tatapan memohon.

"Apa yang kau khawatirkan, Aya?" kata Sutan. Nadanya benar-benar datar. "Aku tidak akan melakukan apa pun pada Eiji. Kenapa kau takut sekali? Padahal, tadi kau terlihat sangat senang."

Aya meremas roknya. Ia menggigit bibir bawah dengan keras. Menatap Sutan penuh kebencian. Pengganggu yang merusak hubungannya dengan Eiji.

"Eiji, ayo pergi." Sutan menutup mata. Tak tahan bila harus menatap wajah Aya. Ia menarik Eiji beranjak dari sana.

Setelah mereka berdua keluar dari kafe. Sutan langsung menghela napas panjang. Sebenarnya dia tidak suka melawan dengan cara seperti itu. Rasanya malah dirinya yang penjahat dan perusak hubungan orang lain.

Mungkin memang begitu? batin Sutan. Ia melihat Eiji yang tampak khawatir. Lelaki ini ... pasti sedang memikirkan Aya.

Apa aku benar-benar pacarmu, Eiji? Pikiranmu selalu tertuju pada Aya. Sutan agak sakit hati. Kenyataan ini sudah menjadi konsumsinya setiap kencan, tiap ada Aya di antara mereka berdua.

"Eiji," panggil Sutan.

"Hm? Kenapa?" balas Eiji. Nadanya terdengar lembut.

"Apa kau pernah satu kali pun menganggap Aya sebagai wanita?"

Eiji mengangkat satu alis. "Tidak pernah. Aku menganggapnya sebagai adik dan menyayanginya seperti saudara juga. Kami sudah saling mengenal sejak kecil."

"Begitu, ya." Sutan mengangguk. "Apa kau ada waktu besok?"

"Besok? Ada tempat yang mau kau kunjungi, Sutan?"

"Iya, tapi ... sudah lama kita tidak pergi berdua. Aku sudah memaklumi kedatangan Aya yang sulit berpisah denganmu. Jadi, kau harus membayarnya dengan memberikan waktu untukku besok. Hanya kita berdua. Tanpa adikmu itu." Sutan menatap Eiji. Ini benar-benar terakhir. Jika saja Eiji tidak bisa memenuhi itu maka semua berakhir.

"Tentu." Eiji mengusap jemari Sutan. "Apa pun untukmu."

Terdengar suara heboh dari dalam kafe tempat mereka baru keluar. Sutan dan Eiji melihat seorang pelayan kafe berlari ke arah mereka dengan wajah panik.

"Ada apa?" tanya Eiji. Dia jadi tidak tenang. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Aya?

"Maaf, Tuan. Gadis yang bersama Anda tadi, dia berteriak dan-"

Belum sempat pelayan itu menyelesaikan ucapannya. Eiji bergegas menuju kafe sambil memanggil nama Aya dalam hati. Meninggalkan Sutan yang terkejut.

Cukup sudah, batin Sutan. Ia melangkah pelan ke arah kafe, berhenti di depan pintu yang terbuat dari kaca. Melihat Eiji memeluk Aya yang tampak emosi sambil mengusap kepalanya.

Aya menyadari kehadiran Sutan. Ia langsung melonggarkan pelukan dan mencium Eiji dengan kasar sambil melirik Sutan. Sekali lagi. Melayangkan tatapan kemenangan.

Sudah cukup, batin Sutan lagi. Aku tahu, Eiji. Kau memedulikan Aya karena menganggapnya adikmu, tapi anak itu tidak berpikir sama sepertimu.

Sutan melangkah dari depan pintu. Ini terakhir kalinya ia memberi Eiji kesempatan. Sekarang, itu sudah sirna. Padahal, Sutan sudah mencoba memaklumi Aya dan dengan hati-hati menarik perhatian Eiji. Namun, ternyata sahabat pria itu lebih penting dibandingkan pacarnya.

"Pria itu tidak menghargai usahaku sama sekali. Setidaknya, mengabaikan Aya sekali saja." Sutan menarik napas dalam. "Sudahlah. Apa yang kau harapkan dari pria yang tidak bisa memilih satu wanita?"

🕊 ˚✧ ₊˚ʚ

"... Drama!"

Suasana kafe masih ramai setelah seorang gadis yang mengamuk dan menendang juga memecahkan apa pun di dekatnya kini ditenangkan oleh seorang pria.

Ada dua orang pria yang mencolok sedang duduk di kursi dekat jendela-di belakang tempat Sutan tadi.

"Gadis itu pintar main drama rupanya," ucap pria rambut putih. "Ngeri banget, ya."

"Anda tidak mendengarkan penjelasan saya, Gojo-san?" balas pria rambut pirang agak jengkel.

Mereka berdua Gojo dan Nanami.

Gojo melihat ke luar kafe. "Omong-omong, Sutan pergi ke mana, ya? Apa dia tidak melihat prianya memilih wanita lain? Mereka bahkan berciuman."

Nanami menghela napas guna menghilangkan rasa kesal. Lihatlah atasannya ini, dia malah memikirkan hal lain dan tidak memperhatikan penjelasan untuk rapat besok.

"Kenapa Anda memikirkan gadis itu? Bukankah Anda sudah melihat bagaimana Kouno-san membalas perlakuan gadis yang menangis itu?" kata Nanami. Ia mengangkat cangkir kopi.

"Kan! Kan! Dia kuat sekali, bukan! Enggak mudah goyah!" kata Gojo. Dia tersenyum lebar.

Kenapa pria ini terlihat begitu bangga? batin Nanami heran. Ah, atasan anehnya ini ... benar-benar tidak jelas.

"Aku sudah cukup mendengar penjelasanmu, Nanami. Sekarang aku mau pulang." Gojo berdiri, langsung melangkah meninggalkan Nanami yang tercengang.

"Tunggu, Gojo-san!"

⊱ ────── {𖡄} ───── ⊰

Terbit tiap hari Sabtu, ya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro