꒰𖡄꒱ Cerita dan pertemuan
“Aku tidak mau menikah," kata seorang wanita berambut cokelat. Dia menyentuh kening, lalu mengusap. Kepalanya sakit. Ia menatap gadis bersurai hitam yang duduk di hadapan. “Sutan, apa kau tidak tertarik dengan Gojo?”
Kouno Sutan adalah nama gadis berambut hitam. Ia tersenyum pada Ieiri Shoko — sepupunya. Sutan tidak mengatakan apa-apa untuk menjawab pertanyaan Shoko. Dibanding memikirkan masalah Kak Shoko … aku masih kepikiran dengan mantanku, batin Sutan. Hatinya sakit. Bukan karena penyesalan putus dengan sang kekasih, melainkan orang itu tidak menghormati perasaannya selama mereka pacaran.
Bisa-bisanya dia lebih memedulikan sahabatnya dibandingkan aku yang pacarnya dulu … untung aku sudah putus, tapi aku benar-benar merasa tidak dihargai, batin Sutan lagi. Dia menghela napas. Itu sudah kejadian seminggu lalu. Semoga mantan dan sahabat mantannya itu tidak mengganggu Sutan lagi.
“Ah, aku pusing,” kata Shoko sambil bersandar. “Gojo juga pasti tidak mau menikah denganku. Saat aku bertemu dengannya kemarin, ekspresinya jengkel sekali.”
“Um, bukankah kalian berteman sudah lama? Sejak SMA, bukan?” tanya Sutan.
Shoko menatap Sutan agak lama. Ia tersenyum kecil. Adik sepupunya ini menggemaskan sekali. “Aku tidak menyukai Gojo, terutama sikapnya. Aku tidak bisa membayangkan hidup dengan pria kekanak-kanakan yang agak mudah terbawa emosi itu meski sudah mengenalnya agak lama. Selain itu, aku menyukai orang lain.”
“Oh, begitu. Kondisinya sulit sekali, ya.” Sutan mengangguk. “Keluarga ini … biasanya tidak mementingkan perjodohan dan pernikahan politik, tapi kenapa mereka ingin Kak Shoko menikah dengan pria dari keluarga Gojo?"
“Entahlah. Gojo tidak mengatakan apa pun padaku karena dia yakin sekali kita tidak akan menikah. Yah, kalau dia sudah bilang begitu maka pernikahan ini tidak akan terjadi, tapi aku masih khawatir.”
Kouno Sutan dan Ieiri Shoko merupakan sepupu. Marga mereka berbeda karena ibu Sutan yang berasal dari keluarga leiri menikah dengan pria dari keluarga Kouno. Keluarga Ieiri bekerja dalam bidang kedokteran, sementara keluarga Kouno dalam bisnis perhotelan dan properti.
"Kakak percaya sekali dengan dia," ucap Sutan. Ia mengangkat cangkir teh.
"Dia bisa dipercaya, tapi aku tidak menghormati karena tidak nyaman dengannya. Dia juga tidak bisa diajak minum," kata Shoko jengah. "Apa kau tidak tertarik dengannya?"
Sutan menggeleng. Ia meletakkan cangkir teh setelah minum. "Aku bahkan belum pernah berbicara dengannya, tapi dia memang tampan."
Sutan pernah sekali bertemu dengan pria bernama Gojo di acara pertemuan dua keluarga. Dia lelaki bersurai putih dengan potongan rambut undercut. Dia tinggi sekitar 190 cm. Badannya kekar. Orang itu suka pakai kacamata hitam. Yang paling penting, dia tampan dan kaya. Keluarganya menjalankan bisnis di bidang pembuatan transportasi. Sutan pernah sekali bertatapan dengannya, tapi gadis ini tak dapat melihat warna mata Gojo karena kacamata hitam pria itu.
"Aku tak percaya kau bilang begitu. Entah bagaimana reaksinya kalau mendengar ucapanmu." Shoko agak bergidik.
"Apa ucapanku penting? Aku pasti hanya dianggap salah satu gadis yang suka melihat pria tampan." Sutan terkekeh.
Shoko mengernyit. "Kupikir tidak begitu, Sutan. Entah kenapa dia agak aneh kalau bicara tentangmu."
Sutan mengerjap. Apa maksudnya? Dia tidak pernah berurusan dengan Gojo. Jadi, bagaimana mungkin pria itu bersikap aneh kalau menyinggung tentang Sutan? Apa pria itu tidak menyukainya?
"Apa maksud Kakak?" tanya Sutan. Ia agak ragu dan penasaran.
Pintu ruang tamu tiba-tiba dibuka dengan keras. Suaranya bergema di ruangan yang agak luas ini. Itu mengagetkan Sutan dan Shoko. Mereka melihat ke arah pintu.
"Shoko! Ada yang mau kubicarakan denganmu," kata pria yang membuka pintu dengan heboh.
"Apa kau tidak bisa membuka pintu itu dengan cara yang normal, Gojo? Kau membuat kami terkejut!" protes Shoko. Ia berdiri dan menghampiri lelaki itu. Berniat untuk mendengarkan ucapan Gojo, tapi Sang Pria malah melangkah melewatinya menuju sofa di mana Sutan berada.
"Kau Sutan, kan? Sepupunya Shoko?" tanya Gojo.
"Gojo ...." Shoko menghela napas panjang. Ah, dia tidak tahan dengan sikap pria itu. Aneh dan tidak jelas.
"Ieiri-san," panggil seseorang dari luar pintu.
Shoko menoleh ke luar. Ia menemukan pria tinggi berambut pirang, memakai kacamata juga.
"Nanami? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Shoko.
"Saya yang akan bicara dengan Anda." Nanami Kento masuk ke ruangan. Ia melirik Gojo yang duduk di sofa depan seorang gadis. "Gojo-san meminta saya menyampaikan sesuatu dan dia akan bicara dengan perempuan itu."
"Ah, baiklah." Shoko menangguk. Ia melirik Sutan sejenak, melihat ekspresi adiknya yang dipenuhi kebingungan juga kaget. "Hei, Gojo! Jangan apa-apakan dia."
Gojo melambaikan tangan sebagai balasan.
"Hm?" Shoko mengerjap. Ada yang aneh dengan tingkah Gojo. Apa karena dia di depan Sutan?
"Ieiri-san. Ayo pergi," ajak Nanami. Ia mempersilakan Shoko melangkah duluan.
"Ah, baiklah."
Sutan dapat merasakan suasana hening ketika Shoko dan pria rambut pirang tadi meninggalkan tempat ini. Ia juga agak canggung di depan Gojo. Sutan pun tidak tahu pria itu menatapnya atau tidak karena lelaki ini pakai kacamata hitam. Namun, Sutan merasa diawasi.
"Ada urusan apa Anda dengan saya, Gojo-san?" tanya Sutan. Suaranya yang lembut terdengar keras dalam kesunyian tidak nyaman ini.
"Kau tidak perlu formal padaku. Biasa saja, dong," balas Gojo dengan santai.
"Baiklah." Sutan mengangguk. Ia agak kaget mendengar nada bicara Gojo yang terlalu santai, tidak ada hormatnya pada orang yang baru dia ajak bicara. "Apa kau mau membicarakan sesuatu?"
Postur Gojo lebih rileks. Ia menyilangkan kaki dan bersandar dengan nyaman. Gojo tersenyum dan berkata, "Aku tidak mau menikah dengan Shoko."
Kak Shoko juga bilang begitu padaku. Sebenarnya mereka berdua ini kenapa? Rasanya heboh sekali saat sebelum Kakak meninggalkan tempat ini..., batin Sutan. Apakah sulit menolak permintaan dari para orang tua untuk membatalkan pernikahan ini? Shoko dan Gojo benar-benar tidak mau menjalani itu.
"Kak Shoko juga bilang begitu padaku," jawab Sutan dengan tenang. "Selama ini, keluarga Ieiri tidak mementingkan perjodohan ... entah kenapa mereka bersikukuh menikahkan kalian."
"He, benarkah? Aku baru tahu keluarga Ieiri tidak mementingkan perjodohan," balas Gojo.
Benarkah? Dia tidak tahu? Kak Shoko tidak mengatakan apa-apa padanya? Sutan bingung. Apakah mereka berdua tidak sedekat itu? Bukan, itu tak penting. Namun, bukankah kenyataan bahwa keluarga Ieiri tidak mengutamakan perjodohan itu bisa sedikit membantu untuk mencari tahu alasan keluarga ini mau menikahkan mereka?
"Shoko tidak menyukaiku, aku juga tidak bisa menganggapnya wanita yang bisa kusuka. Ah, aku tidak peduli dengan hal begini." Gojo memasang wajah pongah. Dia benar-benar kesal.
Sutan mengerjap. Ia agak kaget Gojo ternyata orang yang ekspresif. "Kalau begitu, kau bisa berusaha menolak pernikahan kalian. Bicaralah pada para orang tua. Kalau mereka tidak mendengarkan, kau bisa mengacaukannya." Sejujurnya Sutan tidak serius mengatakan ini. Namun karena masih kaget, dia jadi bicara asal.
"Hmm ... kalau aku menolak menikah dengan Shoko, mereka akan mencarikan gadis lain dari keluarga ini agar aku menikah." Gojo bersedekap. Menatap intens gadis di hadapan.
Gadis lain? Selain aku dan Kak Shoko, anak-anak lainnya masih kecil dan masih bersekolah .... Sutan bergeming. Maksudnya, jika Gojo dan Shoko tidak menikah ... maka dia yang harus menikahi pria ini?
Pintu ruang tamu terbuka. Shoko melangkah masuk dan duduk di samping Sutan. Tak lama kemudian Nanami menyusul dan mendudukkan diri di samping Gojo.
"Gojo, apa kau sudah bicara dengan mereka?" tanya Shoko.
"Mereka enggak mendengarkanku." Gojo berdecih. "Bagaimana dengan Haibara? Kau sudah bicara dengannya, Shoko?"
Sutan menoleh ke arah Shoko. Haibara? Ah, itu orang yang Kak Shoko suka, ya? batinnya.
Shoko mengangguk. "Sudah, tapi ... dia kelihatan baik-baik saja."
"Hee." Gojo tampak tidak terlalu peduli. "Kau tidak perlu khawatir. Kalau kita menikah, aku akan mengacaukan semuanya." Ia melirik Sutan.
Sang Gadis sedikit tersentak. Ah, itu masukan yang dia berikan pada Gojo tadi. Apa tidak apa-apa? Mengacaukan segalanya dan membuat semua orang pusing?
"Kau benar. Hancurkan semuanya," tambah Shoko.
Harusnya aku tidak bicara seperti itu, batin Sutan. Dia berharap kedua orang ini tidak bersungguh-sungguh.
"Ah, aku baru ingat." Shoko menatap Sutan. "Kau datang untuk membicarakan sesuatu, kan? Oh, bagaimana masalahmu dengan mantan pacarmu?"
Sutan berdeham, ia melirik sebentar ke arah Gojo dan Nanami. Dia tak mungkin mengatakan masalah pribadi ini dan didengarkan oleh orang luar, bukan? Sutan berkata, "Kakak tak perlu memikirkan itu. Fokus saja ke masalah Kakak."
Gojo mengangkat satu alis. Ia melihat ke arah Nanami. Kebetulan pria itu pun menatap ke arahnya. Gojo mengangguk, lalu berdiri diikuti Nanami.
"Kami pergi duluan, leiri-san," kata Nanami sopan.
"Ah, iya. Masih banyak yang mau kukerjakan." Gojo melirik Sutan sebentar, menemukan gadis itu menatapnya balik, lalu beranjak pergi.
Setelah kepergian mereka berdua. Shoko langsung menggenggam tangan Sutan dan berkata, "Pengganggu itu sudah pergi. Kau bisa cerita."
"Ah, oke." Sutan tersenyum. Ternyata Gojo agak sadar dengan sekitar. Ia jadi merasa berterima kasih dan bersalah sudah membuat mereka pergi seperti itu.
"Jadi? Apa kau sudah putus dengannya?"
"Aku sudah putus dengan dia minggu lalu. Aku enggak menyesal pisah dengannya, tapi kalau dipikir lagi, aku merasa enggak dihargai." Sutan menunduk. Menghela napas. Di sisi lain, aku juga yang bodoh. Kenapa aku bisa bertahan dengannya selama tiga bulan? batin Sutan.
"Coba kau ceritakan pelan-pelan. Aku akan mendengarkan. Sekaligus melupakan masalahku sejenak."
Sutan mengangguk. "Baiklah."
⊱ ────── {𖡄} ───── ⊰
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro