Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 1 - AWAL MULA

NOVEL INI ADALAH NEW VERSION DARI NOVEL IDOLA RANJANG. KARENA ITULAH, ADA KESAMAAN NAMA ANTAR TOKOHNYA.

***

Rose Flower.

Gadis berusia 20 tahun itu beberapa kali melihat cuaca mendung dari balik pintu restoran.

Malam ini, tak seperti malam biasanya. Langit kota Italia yang biasanya berbintang, malam ini begitu mendung dan sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Sedangkan waktu kerjanya masih tersisa 1 jam ke depan. Sudah bisa dipastikan, dirinya akan kehujanan menuju jalan pulang.

“Flower!”

“Ya?”

Flower menoleh kemudian menutup pintu restoran. Pengunjung restoran sudah tak begitu ramai karena hari memang sudah menunjukkan pukul 9 malam. Lagi pula, restoran yang menjadi tempat kerjanya memang tidak terlalu besar karena restoran ini juga berada di sudut kota. Bersaing dengan restoran-restoran mewah yang berdiri megah di pinggir jalan dengan masakan beraneka ragam yang pastinya akan disukai banyak orang juga menjadi tempat para kalangan orang-orang kaya memanjakan lidah mereka. Berbeda dengan restoran tempatnya bekerja yang hanya dikunjungi oleh orang-orang pekerja biasa.

“Restoran tutup 30 menit lagi. Aku pulang dulu. Kau tau ‘kan jika udara malam tidak baik untuk kesehatanku.”

Suara wanita tua pemilik restoran itu, membuat Flower melangkah mendekat. Wanita tua yang sudah berbaik hati memberikan pekerjaan untuknya di restoran kecil ini, bernama Alice.

Alice hidup sebatang kara karena tak memiliki anak juga sanak saudara dekat. Suaminya juga sudah meninggal 3 tahun yang lalu.

Flower mengangguk. “Ya, sebaiknya Bibi pulang. Sebentar lagi, juga akan turun hujan,” jawab Flower sambil mengamati wanita tua yang sudah mengenakan mantelnya itu.

Alice memandangi Flower dengan pandangan takjub. Flower adalah gadis baik hati, periang juga pekerja keras. Dia mengenal Flower di panti asuhan karena Flower sering berkunjung ke panti untuk menghibur anak-anak.

Kebetulan juga, di restoran miliknya sangat minim yang mau bekerja. Terhitung, dirinya hanya memiliki 3 orang karyawan termasuk Flower. Tak menampik juga, jika restoran yang dia miliki adalah restoran kecil yang berada di sudut kota sehingga sangat jarang untuk dilirik orang-orang.

Berbeda dengan restoran besar yang berdiri megah di sekitarnya dan selalu ramai pengunjung setiap harinya.

Saat dirinya menawarkan pekerjaan untuk Flower, Flower tanpa berpikir panjang menerima tawarannya dan bersyukur karena Flower mau bekerja di restoran kecilnya meski dengan imbalan tak seberapa.

Alice menepuk bahu Flower pelan. Rambut Flower yang sedikit pirang dengan ujung bergelombang dan juga wajah Flower yang cantik meski tanpa olesan make up apa-apa, terkadang membuat dirinya iba.

Flower sangat cocok menjadi putri dari orang-orang bermobil mewah yang sering lewat di depan restorannya. Bukan bernasib buruk dan malang dengan menjadi anak yatim dan bekerja sendiri—banting tulang agar bisa makan.

Entah, keajaiban besar apa yang sedang Tuhan persiapkan untuk gadis manis yang hidupnya sangat malang itu? Dia yakin. Seiring berjalannya waktu, hidup Flower akan berubah. Dia akan selalu berdoa agar Flower secepatnya bertemu dengan pangeran berkuda putih yang baik hati dan bisa mencintai Flower setulus hati, seperti impian semua gadis di dunia ini.

“Kenapa, Bibi melihatku seperti itu?” tanya Flower kemudian tersenyum tipis. Helaian rambutnya yang dia ikat seperti kincir kuda sesekali bergerak seiring gerak tubuhnya yang kini berdiri di samping bibi Alice dan memeluk wanita tua itu dari samping.

Bibi Alice tersenyum samar. “Tidak ada, Flo. Bibi hanya berdoa semoga Tuhan secepatnya mempertemukanmu dengan seorang pangeran berkuda putih yang akan membuatmu bahagia,” jawab bibi Alice membuat Flower tersenyum lagi bahkan dengan mata berkaca-kaca.

“Terima kasih banyak, Bi. Aku yakin, semua orang memiliki takdir hidup masing-masing,” balas Flower.

Wanita tua itu selalu bijak dan sangat baik padanya. Bahkan, dirinya sudah menganggap bibi Alice sebagai keluarganya sendiri.

Semoga saja, Tuhan masih memberikan bibi Alice umur yang panjang agar dirinya masih memiliki tempat untuk berkeluh kesah di dunianya yang sangat kejam ini.

“Ya, kau benar. Kita tinggal menunggu waktu, kapan takdir itu akan mendatangi kita. Termasuk mati.”

Perkataan bibi Alice kali ini, membuat Flower tak setuju. Dia menghentikan langkah bibi Alice yang sudah sampai di depan pintu. Memegang tangan keriput wanita tua dengan erat, karena sungguh dia belum siap untuk kehilangan bibi Alice yang baik hati itu.

“Jangan mengatakan tentang kematian, Bi. “ Flower tercekat. Bahkan manik matanya yang hitam kelam sudah berkaca-kaca.

Katakan jika dirinya lemah dan mudah menangis. Tapi, sungguh. Untuk orang baik seperti Bibi Alice, dia akan sangat tak siap untuk tak melihat wanita itu lagi dalam hidupnya. “Aku tidak memiliki siapa pun di dunia ini kecuali Bibi. Hiks!” dan akhirnya, air mata Flower benar-benar jatuh. Tangisnya pecah sehingga membuat bibi Alice memeluk Flower dengan begitu erat seperti putri sendiri.

“Tidak ada seorang pun yang bisa menolak takdir dari Tuhan, Flower. Apa yang terjadi dalam hidup kita, sudah menjadi kehendak--NYA. Kita hanya bisa bersabar dan terus berjuang untuk melangkah ke depan. Percayalah. Semua kesulitan yang datang padamu dan kau rasakan adalah ujian terberat dalam hidupmu, sudah Tuhan siapkan hadiah khusus setelah kau berhasil melewati ujian itu.”

Bibi Alice mengusap punggung Flower yang bergetar karena menangis terisak. Sejujurnya, dia pun tak tega jika harus meninggalkan gadis periang yang dia peluk saat ini. Tapi, hidup dan mati seseorang tidak ada yang mengetahui. Hanya saja, dia merasa waktunya sudah tak lama lagi.

“Akan ada yang menjagamu dan menjadi teman suka dukamu jika aku pergi, Nak.” Lanjut bibi Alice membuat Flower menggeleng pelan.

“Berhenti, Bi.  Tolong, jangan berbicara seperti ini,” ucap Flower kemudian melepaskan pelukannya dan mengusap wajahnya yang basah oleh air mata. “sebaiknya, bibi pulang sekarang. Hari sudah malam dan sebelum hujan turun juga,” imbuhnya mengakhiri percakapan yang tak seharusnya dia dan bibi Alice bahas.

Entah, apa yang terjadi dengan bibi Alice sehingga membicarakan hal sensitif itu bersamanya sekarang?

Bibi Alice tersenyum kemudian mencubit pipi Flower pelan. “Baiklah. Bibi pulang dulu. Saat kau pulang nanti, jangan lupa hati-hati di jalan. Selamat malam,” ucap bibi Alice dan Flower menganggukinya.

“Bibi juga hati-hati dan istirahat yang cukup. Selamat malam juga.”

Setelahnya, Flower mengantar bibi Alice keluar dari restoran. Bibi Alice pun memasuki mobil dan mobil pribadi yang dimiliki wanita tua itu pun melaju dari sana—meninggalkan restoran yang mulai diguyur oleh gerimis hujan.

Flower menengadah. Mengangkat tangannya kemudian menjulurkan sampai keluar atap restoran yang tersisa.

“Sudah hujan,” lirihnya begitu air hujan jatuh dan membasahi telapak tangannya. Flower pun kembali masuk ke dalam restoran dan menemui 2 pekerja lainnya.

“Ayo kita pulang. Sudah waktunya restoran ditutup,” ucap Flower pada dua pekerja yang dua-duanya adalah wanita. Namun, se umuran seperti bibi Alice. Mungkin, hanya sedikit lebih muda.

“Baiklah. Lagi pula, memang tidak ada pelanggan lagi selama 2 jam terakhir, “ jawab salah satu wanita yang memakai apron. Wanita itu, adalah pelayan yang bertugas untuk merasakan hidangan lebih tepatnya koki di restoran ini.

“Apa kau akan pulang bersama kami, Flow?” tanya seorang wanita lagi yang sedang meletakkan beberapa panci ke dalam tempat yang tersedia untuk menyimpan barang-barang.

Flower yang saat itu tengah meletakkan piring-piring hidangan juga ke dalam rak menggeleng pelan. Setiap hari dirinya memang sering pulang bersama ke dua wanita itu menaiki angkutan umum. Namun, malam ini masih ada sesuatu yang harus dia beli untuk keperluan esok pagi.

“Masih ada yang harus aku beli, Bi. Jadi, kalian pulang lebih dulu saja,” jawab Flower sambil tersenyum kecil.

“Baiklah,” jawab salah satunya.
Flower dan ke dua wanita itu bersiap untuk pulang.

Sebelumnya, Flower mengambil payung yang dia simpan saat situasi hujan seperti ini kemudian mematikan semua lampu restoran.

Setelahnya, Flower bersama-sama ke dua wanita itu, keluar dari restoran dan salah satunya yang bertugas memegang kunci segera mengunci pintu restoran.

“Selama malam, Bibi semua. Hati-hati di jalan,” ucap Flower kemudian membuka payung yang berada di tangannya. Hujan sudah semakin deras mengguyur jalan dan menciptakan suhu yang begitu dingin menusuk tulang.

“Selamat malam juga, Flower. Hati-hati juga di jalan. Jangan pulang terlalu malam. Nanti, tidak ada angkutan umum,” jawab salah satunya.

“Jaga dirimu baik-baik Flower,” imbuh wanita yang satunya.

Flower mengangguk sembari melempar senyuman manisnya seperti biasa. Dia pun melangkah meninggalkan restoran sembari memeluk tubuhnya yang mulai merasakan dinginnya angin malam.

Dia harus segera sampai di toko tempatnya biasa membeli barang keperluan sebelum toko tutup mengingat malam ini begitu pekat dan hujan deras mengguyur kota Italia sehingga membuat orang-orang enggan untuk keluar dari rumah.

Flower hanya bisa berdoa. Semoga Tuhan akan selalu melindunginya dari semua mara bahaya.

***

TERSEDIA DI APLIKASI NOVEL LIFE DAN AKAN NAIK CETAK SETELAH TAMAT.  😁

JANGAN LANJUT BACA, KARENA NOVEL INI HANYA AKAN UP BEBERAPA PART SAJA.  🙏

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro