01.
Pandangan Raja tidak lepas dari wanita paruh baya yang sibuk sejak tadi pagi. Lebih tepatnya, semua orang rumah sibuk di pagi hari Sabtu yang harusnya libur ini. Hanya saja Mama lebih sibuk dari semua orang. Bibi Rini yang sedang cuti bekerja karena anaknya sakit adalah alasan Mama yang sudah sibuk menjadi sibuk luar biasa.
Mama tampak menuangkan kecap di wajan, mengaduknya sebentar, lalu menyicipi rasanya. Wanita yang sudah berpakaian rapi dengan make up itu menyiapkan mangkuk untuk kemudian memindah ayam kecap yang telah ia masak ke sana.
"Padahal kita beli sarapan juga nggak papa, Ma," ujar Nata. Pemuda yang merupakan kembar fraternal-nya itu sama-sama menatap Mama dari meja makan.
"Kalian nggak kangen masakan Mama?"
"Kangen, tapi nanti Mama kecapekan," jawab Nata.
Wanita paruh baya itu terkekeh. "Mana ada Mama kecapekan karena masak. This is also an apology for not being able to attend your competition, Dear."
"Oh karena itu? Nggak mau dimaafin, sih."
Raja ikut berbicara, "Padahal ini kompetisi kita setelah sekian lama, tapi nggak diliat Mama. Jadi nggak semangat."
Bukan sebuah kebetulan Raja dan Nata memakai high waist trousers dan baju polo sekarang. Sebagai atlet equestrian, beberapa jam lagi mereka harus mengikuti kompetisi yang sudah mereka siapkan sejak lama. Lebih tepatnya kompetisi berkuda di cabang Show Jumping dan Dressage.
Sepertinya terlalu berlebihan jika disebut atlet. Mereka suka berkuda karena Papa juga suka berkuda. Lelaki itu punya banyak kuda, juga horse training di stable dekat dengan rumah. Raja dan Nata ikut serta dalam kompetisi jika memang ada saja. Setelah sibuk dengan perkuliahan mereka jarang mengikuti kompetisi lagi. Runa dan Juna sendiri tidak punya intensi ke perlombaan. Berbeda dengan Raja dan Nata, kedua adiknya itu berkuda untuk bersenang-senang.
"Ada Papa yang nonton. Runa sama Juna kan juga ikut. Jangan ngambek dong, Kak."
"Bukan ngambek, Ma. Nggak semangat aja," ujar Nata lagi.
Mama tiba-tiba mendekat dan mengecup puncak kepala mereka berdua. "Biar anak Mama semangat. Nanti kalau ada waktu Mama dateng deh. Janji."
Raja tersenyum. Tidak bohong jika kecupan Mama membuatnya tambah berenergi. Meski berhalangan, Mama punya banyak cara untuk mendukung anak-anaknya. Meski itu hanya sekedar memasak makanan favorit Raja dan Nata sebelum kompetisi, atau kecupan di usia mereka yang sudah menginjak kepala dua. Tidak salah jika Mama ada pusat dunia anak-anaknya.
"Mama, kalau butuh bantuan bilang dong. Itu dua cowo disuruh gerak." Runa datang entah dari mana. Adiknya itu sudah rapi dengan setelan kemejanya.
Mama tersenyum, menaruh nasi dan ayam kecap yang sudah dimasak di atas meja makan. Tadi Raja dan Nata sudah menawari bantuan dan Mama menolak. Katanya Mama akan pusing dua kali lipat jika ada yang membantu masak. "Mama udah selesai masak kok, Kak," kata wanita itu kemudian.
"Mana mau dibantuin. Disuruh duduk kita," ujar Nata tidak terima dituduh tidak inisiatif membantu.
Mama bertepuk tangan singkat setelah selesai menyiapkan sarapan. Wanita itu tampak senang dan bangga dengan masakannya, lalu berkata, "Minta tolong suruh turun adekmu dong, Runa sayang. Kita sarapan bareng."
"Habis begadang dia," celetuk Raja.
Juna, si bungsu yang sekarang berada di kelas 9 memang sedang sibuk menyiapkan ujian kelulusan. Tadi malam adiknya itu sibuk berkutat dengan tabletnya, mengerjakan latihan soal.
"Belajar?"
Raja mengangguk.
"Keren banget adek. Gue nggak serajin itu walaupun bentar lagi kelulusan. Proud of Arjuna Sanjaya," ujar Runa lalu bertepuk tangan. Adik perempuannya itu mengambil ponsel dari celana jeans-nya, menyentuh layar di sana. "Bentar aku telpon. Tadi kayaknya lagi mandi."
Nata menggelengkan kepala. "Gen Z coded. Manggil orang masih satu atap pake hape."
"Jarak kita cuma 3 tahun, ya. Dan lo juga gen Z kalau lupa."
"Yang bilang gue boomers juga siapa, Dik?"
Runa memutar mata jengah. Raja hanya terkekeh di tempat melihat kembaran dan adiknya. Mereka berdua memang suka meributkan hal-hal kecil sejak dahulu kala.
Tidak menunggu waktu lama, Papa datang bergabung ke meja makan. Lelaki dengan kaus polo itu tersenyum cerah. Melihat kedua anaknya berkompetisi kembali tentu saja membuat lelaki itu senang.
"Yes.... Pagi ini makan masakan Mama yang cantik." Lelaki itu mendekat dan mencium pipi Mama yang sedang duduk di sebelahnua. "Kayak gini mah Papa kenyang sampai malem."
Sepertinya Raja harus meralat apa yang ia pikirkan barusan. Ternyata Papa tampak senang bukan karena kompetisi kembar, tapi karena masakan Mama. Memang dasar bucin.
"Tandingnya masih jam delapan kan, Pa?" tanya Mama.
Papa mengangguk mengiyakan. "Kenapa emang?"
"Nggak. Adek masih siap-siap di atas. Kalau buru-buru kan biar nanti Mama anter ke stadion. Kalian berangkat duluan."
Papa memutar pandang, berhitung, baru sadar jika anaknya kurang satu. "Tapi adek bisa ikut kan? Katanya besok ada try out. Kalau mau belajar nggak usah ikut juga nggak papa."
Runa angkat bicara, "Ikut kok. Dia excited banget mau nonton kakak kembar tanding, Pa."
Papa mengangguk mengerti. Lelaki itu kemudian bertanya hal lain, "Kak, kudanya gimana kata Pak Apri?"
"Aman, Pah. Udah sampai stadion," jawab kembarannya. Pak Apri adalah orang yang bertanggungjawab mengurus stable Ayah. Lelaki itu juga yang mengantar Ezekiel dan Matilda ke tempat pertandingan.
Akhirnya mereka makan lebih dahulu meninggalkan Juna yang masih bersiap-siap. Untuk sesaat denting sendok yang beradu dengan piring menjadi latar belakang suasana. Mereka biasa sarapan bersama setiap pagi. Hanya saja pagi ini terasa berbeda. Mungkin karena Raja akan tampil lagi setelah sekian lama, membuatnya hatinya ikut berdebar.
"Santai aja ya nanti, Kak. Nggak usah nervous. Anggep aja kayak lagi latihan." Papa tiba-tiba memberi wejangan. Hal yang selalu Papa lakukan sebelum mereka melakukan sesuatu apa pun. "Pokoknya fokus dan tenang. Nanti sebelum tanding jangan lupa pemanasan."
Raja dan Nata yang sedang mengunyah makanan mengangguk bersamaan.
Lelaki paruh baya itu bukan atlet. Papa tidak pernah ikut lomba. Ia baru suka berkuda saat usia tua. Itu pun sebagai hobi. Berakhir membeli beberapa kuda dan mendirikan horse training. Terima kasih kepada Papa karena tidak semua orang tertarik untuk menggeluti hobi mahal ini. Kalau bukan karena Papa, Raja sepertinya juga malas mencoba. Pasalnya harga perlengkapan dan baju berkuda saja bisa menghabiskan beratus-ratus juta.
"Kalah menang nggak penting. Kalian mau ikut kompetisi lagi aja Papa udah seneng," lanjut Papa kemudian.
Raja tersenyum. Dua tahun ini Raja dan Nata memang malas sekali berkuda. Pasalnya malas mereka sehati. Raja tahu mereka kembar, tapi tidak menyangka jika malas mereka bisa bersamaan pula.
"Tuh udah turun," celetuk Runa saat adik mereka tampak menuruni tangga.
Juna tidak seperti orang yang baru bangun. Pemuda itu sudah mandi sehingga wajahnya tampak segar walau begadang. Pemuda 15 tahun itu memakai kaus putih, celana jeans serta ikat pinggang warna hitam. Style berpakaian yang biasa adiknya kenakan.
"Makan, sayang. Kamu begadang sampai jam berapa tadi malem sampai telat bangun?" Mama yang bertanya.
"Satu." Juna nyengir.
"Besok lagi diatur waktunya, ya. Belajar kalau sampai begadang juga nggak baik buat kesehatan." Seperti biasa Mama dengan nasihat andalannya.
Mereka semua tahu begadang tidak baik untuk kesehatan tubuh, tapi sulit menahan diri agar tidak begadang. Kalau kata Nata, gen Z abiez.
"Belajar sampai begadang aja nggak baik, apalagi main game. Iya kan, Ma?" celetuk Runa tiba-tiba. Adik perempuannya itu tersenyum ke arahnya. Siapa lagi jika bukan dirinya yang dimaksud. Sepertinya Runa sedang PMS sehingga siapa pun kena senggol.
"Kak Raja, ya?" kata Juna.
Nata ikut menimpali. "Biasa Raja mah."
Raja menggaruk rambut yang tidak gatal. "Nggak bisa tidur. Deg-degan mau tanding, makanya main game."
"PS5-nya perasaan ada di kamar Papa."
"Mabar Mobile Legend dong, Pa," ujar Runa.
Mama yang tahu hanya geleng-geleng kepala. Mungkin wanita itu sudah capai menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menasehati anaknya yang bebal.
Pagi itu mereka menghabiskan sarapan dengan masakan Mama, lalu bergegas pergi ke tempat tujuan masing-masing. Papa dan anak-anaknya pergi ke stadion untuk pertandingan, sedangkan Mama dengan urusan bisnisnya.
Raja sungguh bersyukur memiliki keluarga yang menghargai tiap kebersamaan. Meski itu hanya sesimpel sarapan bersama tiap pagi sebelum menjalani kegiatan. Betapa sibuk Papa dan Mama sekarang tidak membuat mereka jauh dari anak-anak. Hal yang tidak semua orang bisa lakukan.
Bersambung.
IDK tapi pengen banget nulis jaerose WKWK. Jarang nulis ship idol tapi gatau tiba-tiba ide cerita ini muncul di kepala dan pengen banget banget dieksekusi. Hope you like it!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro