Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

8 - Temporary Moment

*PS: setiap kalian komen harus diakhiri emot love ini "💖" oke!

8 | TEMPORARY MOMENT

I'm sorry

"Liat deh, kucingnya mau kawin."

Sakura tertawa seraya menjilati es krim cone yang tadi Saddaru beli untuknya. Mereka duduk di bawah pohon besar yang rindang, berlindung dari paparan terik sinar matahari.

Sesekali mereka bercandaan di sana, beradu es krim siapa yang masih banyak, dan berbincang ringan mengenai banyak bahasan. Sejenak Saddaru melupakan kejadian di rumah Sakura yang membuat buruk suasana hatinya. Yang terpenting sekarang kekasihnya itu sudah ada di sini, di sampingnya, dengan keadaan yang cukup baik.

"Hush! Hush!" Saddaru akhirnya menjadi pelerai dengan menghampiri dua kucing tadi dan mengusir mereka agar berhenti adu jotos.

Dia kembali duduk di sebelah Sakura dan melanjutkan obrolan mereka lagi tanpa diganggu suara bising dari kucing-kucing nakal itu.

Saddaru tak bisa menahan senyum kala Sakura bercerita tentang pengalaman lucunya mengenai kucing. Gara-gara melihat kucing berantem, Sakura jadi teringat pada sosok kucing putih bernama Olin yang dulu menjadi hadiah dari Saddaru untuknya.

"Aku pernah tuh kan lagi tiduran ya di kamar. Tiba-tiba Olin dateng terus kayak ada bau-bau gitu. Ternyata dia kentut!" Sakura tertawa lagi.

"Terus aku tuduh kan. Eh dia nggak ngaku, malah ndusel-ndusel di badan aku." Sakura cekikikan. "Ah, aku jadi kangen Olin."

Mereka terus terbahak, bukan hanya mengenai Olin yang kentut sembarangan, tapi banyak topik lain. Pohon ini yang menjadi saksi, melihat Sakura dan Saddaru adem-ayem seperti tak ada masalah yang menghampiri.

Nyatanya, Sakura seperti itu demi menutupi rasa bersalahnya pada Saddaru. Ia sangat sadar bahwa yang ia lakukan adalah salah. Salah karena tidak mau terbuka pada pacarnya —yang sudah seserius itu dengannya.

Lalu, Saddaru? Jangan kalian pikir Saddaru gampang dibodohi. Dia peka dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Tawa Sakura pun ia yakini tidak seratus persen 'asli'.

"Sakura," panggil Saddaru tiba-tiba, membuat tawa Sakura perlahan berhenti.

"Hm?" Sakura menyahut dengan gumaman dan senyuman tipis, sembari menjilat es krimnya lagi.

Helaan napas panjang terdengar dari hidung cowok itu. Katanya, "Papa kamu kapan balik?"

"Kayaknya deket-deket ini Papa pulang," jawab Sakura, kemudian menatap jahil Saddaru. "Mau ngapain hayo...."

Saddaru nyengir dan tak menjawab, malah menikmati es krimnya yang sedikit lagi ludes. Sakura tau apa yang ada di pikiran cowok itu. Karena setiap Saddaru menanyakan kabar Musa, pasti tujuannya untuk membicarakan hubungannya dengan putri tercinta Musa.

"Sabar! Bang Nolan dulu, baru kamu. Ngantre," kekeh Sakura.

Saddaru manggut-manggut lalu pikirannya melayang ke sebuah imajinasi yang ia ciptakan tentang keluarga Sakura dan dirinya.

Dalam cuplikan imaji itu terdapat dia, duduk di sofa panjang bersama Irene, berharapan dengan Musa, Lira dan Sakura. Saddaru terlihat gugup, sedangkan Sakura membantunya untuk tetap rileks.

Lalu, Saddaru mulai berbicara dengan Musa —pria tampan nan gagah dengan wajah sangar. Dia meminta izin untuk menikahi Sakura dan langsung dihujam tatapan super tajam dari Musa, membuat nyali Saddaru ciut seketika.

Saddaru jadi geli sendiri pernah memikirkan hal seperti itu. Sekarang pun tawanya makin besar sampai wajahnya memerah.

Meski begitu, Saddaru tak pernah berekspektasi tinggi mengenai pertunangan bahkan pernikahannya nanti. Entah dengan siapa, kalau bisa sih maunya Sakura. Tapi, semua kembali ke Tuhan-nya.

"Eh, Babe," panggil Saddaru, "besok kamu ke mana?"

"Nggak ke mana-mana," kata Sakura. "Kenapa emangnya?"

"Berarti bisa dong aku ajak jalan. Jam sepuluh aku jemput, ya," tutur Saddaru.

"Oke! Asal jangan jemput malem. Nanti aku berubah jadi tante kun—"

"Hush, nggak usah disebut. Nanti kalo doi ngerasa, kamu disamperin," ceplos Saddaru.

"Gapapa, kan ada kamu. Nanti aku dilindungin kamu," balas Sakura, cekikikan.

"Terus kalo aku dirasukin tante kunti, gimana?" Saddaru memelas.

"Aku sembur kamu." Sakura tertawa.

Saddaru baru akan menyeletuk lagi tapi niatnya terurung ketika dua kucing tadi tiba-tiba datang sambil berteriak alias berantem lagi. Sepertinya masalah mereka banyak, mungkin juga hubungan mereka sudah di ambang kematian —bimbang antara lanjut atau pisah.

"MIAAAW!" Mereka memekik nyaring, berlari ke arah Saddaru dan Sakura.

"Eh babi, sini, Sayang!" Saddaru refleks beranjak dari tempat dan menarik Sakura ikut bersamanya.

Mereka berdua segera berlari kecil menjauh dari kursi panjang dan pohon besar, demi menghindari kucing-kucing yang malah ribut di sana. Bukannya kesal karena merasa terganggu, mereka malah tergelak.

Sakura sadar dirinya berada tepat di bawah paparan terik matahari. Tapi, dia tak kunjung beranjak dari sana. Dia tetap menikmati hangatnya udara, ditemani sang pacar dan es krim yang sedikit lagi habis.

Genggaman Saddaru pada Sakura lepas ketika cowok itu merasa telapak tangan gadisnya mulai dingin dan berkeringat. Maka ia menatap Sakura dan mata mereka akhirnya bertemu.

Iris kelabu milik Sakura menjadi sangat cantik bila dipoles sinar alami matahari. Seperti ada kristal di mata Sakura. Benar-benar indah.

"Masuk mobil, yuk," ajak Saddaru.

"Pulang?" tanya Sakura.

"Kamu masih mau di sini emangnya?" Saddaru balik bertanya.

"Aku masih mau sama kamu," balas Sakura. "Tapi, jangan di sini."

"Ya udah, kamu mau kita ke mana?"

— ♡ —

Motor Saga berhenti di depan rumah Figo. Dia segera turun dan berlari ke dalam rumah, nyelonong masuk seakan ini adalah rumahnya. Dia sudah terbiasa seperti itu, tapi kalau Figo melakukan ini rumah Saga ... bisa-bisa Figo terlempar keluar dengan sendirinya.

Rumah Saga itu mewah, tapi mistis.

Kedatangan Saga disambut baik oleh Figo. Sangat baik karena cowok itu dengan tiba-tiba menimpuk wajah Saga menggunakan bantal sofa, membuat sahabatnya seketika berhenti melangkah.

Saga memungut bantal yang tadi mendarat di wajahnya dan melemparnya kembali ke Figo. Figo cengengesan ketika ia lihat wajah Saga tak jauh beda dengan ekspresi Saddaru tadi.

"Gimana sama Sakura? Sukses?" celetuk Figo ketika Saga duduk di sofa, di sampingnya.

Saga mengusap wajah seraya menyandarkan punggung di kepala sofa. Nampaknya dia pusing memikirkan orang yang Figo bahas tadi. Ini rumit, bikin Saga rasanya mau terbang ke langit dan hidup santai di sana.

"Lo sama Sakura ngapain sih sebenernya?" Sesungguhnya Figo sangat penasaran.

"Nggak ngapa-ngapain." Saga menjawab.

Figo tak bertanya lain, melainkan ganti topik ke yang lain, tapi masih menyangkut tentang Sakura. "Tadi Saddaru dateng, bocahnya galau banget mikirin Sakura. Parah lo, bikin sahabat lo sendiri menderita."

"Galau kenapa?" Saga belagak tidak tau, padahal dia sudah mengetahui segalanya.

"Sakura pergi nggak bilang-bilang ke dia. Udah tau cowoknya posesif," kekeh Figo. "Gue mah heran sama si Kurkur. Demen banget bikin orang panik."

Saga mengangguk samar dan menatap lurus televisi di hadapan dia. Meski matanya mengarah ke sana, fokusnya bukan ke acara di televisi, melainkan ke obrolan yang tengah mereka bahas. "Gue yang nyuruh Sakura buat nggak ngabarin Saddaru."

Mata Figo membulat. "Tuh kan! Jangan nikung, Ga, jangan! Ini demi—"

"I swear to God gue ngelakuin ini terpaksa." Saga menyela. "Nggak ada tikung-tikung, lo pikir gue Dion."

Seketika Figo terbahak keras hingga suaranya menggema di sudut ruangan. Dia jadi teringat akan masalah yang menghampiri Zhynix perihal kelakuan bejat Dion. Seharusnya masa lalu tidak perlu diingat, tapi lucu jadinya bila diingat-ingat.

Setelah tawanya mereda, Figo menepuk bahu Saga seraya berucap, "Jangan kelamaan lo 'main-main' begini sama Sakura. Lo lupa? Saddaru kan keturunan werewolf. Nanti lo dicakar terus digigit sampe mati kalo ketauan. Terus daging lo dimakan deh sama dia."

Figo berucap asal, dia juga tertawa. Saga malah jadi sedikit takut mendengarnya. Karena Saddaru memang ganas apalagi bila pasangannya diganggu. Bisa-bisa Saga diserang sampai titik darah penghabisan.

"Lo bantu gue makanya," ujar Saga.

"Gue udah bantuin. Tadi aja pas Saddaru dateng gue akting jadi bego, nggak tau apa-apa soal Sakura," ucap Figo disusul tawa kecil.

"Terus gue jadi merasa bersalah sekarang." Figo memelas. "Pokoknya lo harus pinter-pinter deh, Ga. Gue ngeri."

Saga mengangguk sebagai jawaban. Dia juga berharap semua ini berjalan lancar. Setidaknya Saga tau siapa sebenarnya pembunuh ayah Davila, serta apa hubungannya kematian itu dengan Alger dan juga Musa.

Benar-benar ribet.

— ♡ —

Dua insan itu berakhir di ruang keluarga rumah Sakura. Mereka tengah menyaksikan sebuah film di televisi berlayar sangat besar itu, sambil menikmati momen manis ini. Mereka sudah biasa melakukannya di akhir pekan atau di hari libur. Kadang di rumah Saddaru, kadang juga di rumah Sakura.

Pernah juga mereka memilih untuk pergi ke bioskop tapi harus bareng teman-teman yang lain. Karena kalau pergi ke tempat itu lebih seru rame-rame daripada berduaan. Begitu menurut mereka.

Seharusnya di sini ada Zelena. Tapi, anak itu sudah tidak ada di rumah sejak Sakura dan Saddaru datang. Dini bilang, Zelena pergi bersama Jordy yang tak lain adalah supir pribadi keluarga ini. Dini tak tau ke mana Zelena pergi, anak itu tidak bilang.

"Zelena sejak kapan ada di sini?" tanya Saddaru tiba-tiba.

"Baru kemaren. Dia lagi minggat bentar dari rumah Nenek," ujar Sakura. "Palingan nggak nyampe satu bulan Zelena balik lagi ke Belanda. Dia mana betah tinggal lama-lama di sini. Bukan levelnya."

Sakura terkekeh, begitu juga Saddaru. Memang sejak kecil Zelena tinggal di Belanda bersama kakek dan nenek dari ibunya.

Zelena pernah dibawa ke Indonesia sewaktu masih balita. Namun itu tak bertahan lama karena Zelena tidak cocok dengan udara di sini. Lantas, Musa harus balik ke Belanda demi mengantar Zelena ke rumah mertuanya. Sejak saat itu Zelena berpisah dengan orang tua, kakak dan adiknya.

Kalau kalian belum sepenuhnya mengerti, berdoalah agar Raden mau menjelaskannya lebih rinci nanti.

"Saddaru, kamu tau, nggak?" Sakura yang tiduran di atas karpet bulu dan menjadikan paha Saddaru sebagai bantalnya itu bertanya.

"Apa?" tanya Saddaru seraya menunduk, memandang wajah lucu Sakura.

"Kamu dari dulu mukanya nggak berubah," celetuk Sakura.

"Masa kamu mau aku berubah? Jadi Zayn Malik, gitu?" Saddaru tertawa.

"Ih, nggak gitu...." Sakura cemberut. "Waktu aku liat foto kamu pas kamu masih SD, mukanya tetep gini-gini aja! Sedikit berubahnya. Berarti kamu baby face, ya?"

Ini memang bukan bahasan penting, malah terdengar random. Ya, dua anak itu memang suka begitu. l

Sekarang, Sakura mengangkat satu tangannya ke wajah Saddaru, mengelus pipi dan dagu cowok itu. Dia tertawa sendiri ketika tangannya menyentuh permukaan wajah Saddaru yang bersih. Apalagi saat Sakura memegang hidung mancung itu, rasanya seperti surga. Pasti cewek-cewek di luar sana yang naksir Saddaru iri melihatnya.

"Saddaru, maskeran yuk!" ajak Sakura excited.

#### LANJUT GA NI???? ####

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro